Bula etmoid Rinosinusitis Kronis

dalam sinus melalui ostium atau bagian dinding nasoantral yang terbentuk dari membran Ballenger, 1994.

a. Prosesus unsinatus

Prosesus unsinatus merupakan tulang tipis yang lokasinya di bagian sagital dan bentuknya menyurupai pengait. Prosesus uncinatus ini melekat dengan struktur-struktur : inferior dan posterior berhubungan dengan prosesus etmoid dari konkha inferior, anterior dan superior berhubungan dengan lamina papirasea, dasar otak dan konkha media dan lateral dengan lamina papirasea dan fontanelle area Kamel,2002

b. Bula etmoid

Bula etmoid merupakan bahagian dari sel udara dari etmoid anterior. Bula etmoid melekat pada bahagian lateral dengan lamina papirasea dan selalu tampak di posterior dari sinus lateral. Bula etmoid ini terletak di posterior prosesus unsinatus dan merupakan sel udara etmoid yang terbesar dan terletak paling anterior. Gambarannya adalah seperti gelembung. Permukaan depan bula etmoid dan tepi bebas dari bagian posterior prosesus unsinatus membentuk hiatus semilunaris yang merupakan ‘outlet” dari infundibulum Marks,2001; Kamel,2002 Syahrizal : Perbandingan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional, 2009 USU Repository © 2008 2.2 Sistem Mukosiliar Hidung 2.2.1 Mukosa hidung Luas permukaan kavum nasi sekitar 150 cm 2 dan total volumenya sekitar 15 ml. Permukaan kavum nasi dan sinus paranasal dilapisi oleh mukosa yang berkesinambungan dengan berbagai sifat dan ketebalan. Secara umum sel-sel pada hidung dan mukosa sinus terdiri atas 4 tipe sel yaitu : Sel kolumnar bersilia, sel kolumnar tidak bersilia, sal basal dan sel goblet. Mukosa yang melapisi terdiri atas dua tipe yaitu tipe olfaktorius dan sebahagian besar tipe respiratorius. Mukosa olfaktorius terdapat pada permukaan atas konka superior dan dibawahnya terletak mukosa respiratorius. Lapisan mukosa respiratorius terdiri atas epitel,membran basalis dan lamina propia Ballenger, 1994 ; Hilger, 1997. Mukosa didaerah respiratorius bervariasi sesuai dengan lokasi yang terbuka dan terlindung dan terdiri dari empat macam sel. Pertama sel torak berlapis semu bersilia yang mempunyai 50-200 silia setiap selnya. Diantara sel-sel bersilia terdapat sel-sel goblet dan sel sikat yang mempunyai mikrovilli. Terakhir adalah sel basal yang terdapat diatas membran selWatelet,2002. Epitel respiratorius jenis lain adalah epitel pipih berlapis yang terdapat pada daerah vestibulum nasi dan epitel transisional yang terletak persis dibelakang vestibulum.Epitel didaerah vestibulum nasi ini dilengkapi dengan rambut yang disebut dengan vibrissae. Lanjutan epitel pipih berlapis pada vestibulum akan menjadi epitel berlapis pipih tanpa silia Syahrizal : Perbandingan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional, 2009 USU Repository © 2008 terutama pada ujung anterior konkha dan ujung septum nasi. Kemudian pada sepanjang daerah inspirasi maka epitel akan berbentuk thorak, silia pendek dan agak tidak teratur. Pada meatus media dan inferior yang terutama menangani udara ekspirasi silianya panjang tersusun rapi Ballenger;1994, Hilger,1997; Watelet,2002 Pada sel torak yang bersilia maupun yang tidak bersilia terdapat mikrovili yang berjumlah lebih kurang 300-400 setiap selnya, dan jumlah ini bertambah kearah nasofaring. Mikrovili berupa benjolan seperti jari yang kecil, pendek dan langsing pada permukaan sel yang menghadap ke lumen. Mikrovilli ini besarnya ± 13 silia dan mempunyai inti sentral dari filamen aktin. Mikrovili ini tidak bergerak dan fungsinya mungkin untuk promosi ion dan transportasi serta pengaturan cairan diantara sel-sel. Disamping itu juga memperluas permukaan sel Ballenger;1994; Waguespack,1995 Sel goblet kelenjar mukos adalah sel tunggal yang pada pemeriksaan endoskopis tampak berbentuk piala. Sel ini menghasilkan komplek protein polisakarida yang membentuk lendir dalam air. Distribusi dan kepadatan sel goblet tertinggi didaerah konkha inferior11.000selmm 2 dan terendah diseptum nasi 5700 selmm 2 . Diantara semua sinus, maka sinus maksila mempunyai kepadatan sel goblet yang paling tinggi. Selain itu sel goblet juga banyak dijumpai didaerah nasopharing Ballenger;1994 ; Waguespack,1995; Levine,2002 ; Syahrizal : Perbandingan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional, 2009 USU Repository © 2008 I. Lapisan Mukosa Hidung Ia. Sel bersilia Ib. Goblet sel Ic. Sel tidak bersilia Id. Sel basalis II. Lapisan sel radang Sel plasma,limfosit dan eosinofil III. Lapisan Kelenjar superfisial IV. Lapisan vaskular V. Lapisan kelenjar dalam Gambar 2.2 Histologi Mukosa Hidung Sumber Watelet Mukosa sinus paranasal merupakan lanjutan dari mukosa hidung, hanya lebih tipis dan kelenjarnya lebih sedikit. Epitelnya torak berlapis semu bersilia, bertumpu pada membran basal yang tipis dan tunika propia yang melekat erat dengan periosteum dibawahnya. Silia lebih banyak dekat dengan ostium, gerakannya akan mengalirkan lendir kearah hidung melalui ostium.Kelenjar mukosa juga banyak ditemukan didekat ostium Ballenger;1994; Waguespack,1995 ; Levine,2002. Pada membran mukosa juga ditemukan sel neurosekretori dan beberapa macam sel seperti makrofag dan leukosit. Terlihat juga kelenjar Syahrizal : Perbandingan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional, 2009 USU Repository © 2008 mukosa yang masuk kedalam jaringan ikat. Kelenjar ini memproduksi cairan mukos dan serosa dibawah kontrol saraf parasimpatisBallenger;1994

2.2.1.1 Epitel

Rongga hidung, nasofaring dan sinus paranasal dilapisi oleh selaput lendir yang berkesinambungan dengan berbagai sifat dan ketebalan. Dibagian paling anterior vestibulum nasi terdapat epitel kubik dan gepeng berlapis . Diatas bidang konka superior terdapat epitel olfaktorius, dibawahnya epitel respatorius. Secara umum sel-sel pada hidung dan mukosa sinus terdiri atas 4 tipe sel yaitu : • Sel epitel kolumnar bersilia • Sel epitel kolumnar tidak bersilia • Sel basal • Sel goblet Sel epitel kolumnar bersilia memiliki mikrovilli dan silia pada permukaan luminal. Pada sel epitel kolumnar bersilia ini setiap sel memiliki rata-rata 300-400 mikrovilli dan antara 50-200 silia.Silia pada sel ini merupakan struktur yang kuat yang mesti dibasahi dengan cairan untuk bisa berfungsi dan dapat bertahan melalui aktifitas biologis. Fungsi utama sel bersilia adalah untuk membawa mukus kembali kearah faring dengan pergerakan seperti gelombang yang terkoordinasi Ballenger;1994; Waguespack,1995; Levine,2002. Syahrizal : Perbandingan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional, 2009 USU Repository © 2008 Sel kolumnar tidak bersilia diselaputi dengan sejumlah mikrovilli , biasanya jumlahnya dari 300-400 pada permukaan apikal. Mikrovillinya adalah identik dengan yang terlihat pada sel epitel yang bersilia dan menyerupai mikrovilli dibagian lain pada tubuh misalnya gastrointestinal.Sel nya berdiameter 0,1 µm dan panjang 2 µm. Memiliki inti sentral yang terdiri dari serat aktin memanjang kedalam jaringan terminal. Sel tidak bersilia memiliki aktifitas metabolik yang tinggi yang disebabkan oleh adanya mitokondria dalam jumlah yang besar dan adanya retikulum endoplasmik agranular. Walau bagaimanapun mikrovilli bukanlah prekursor dari silia. Ia dipercayai meningkatkan area permukaan dari sel epitel, dengan itu membantu menyeimbangkan balance cairan dalam hidung Waguespack,1995. Sel goblet memiliki fungsi utama sebagai penghasil sekret dalam komplek karbohidrat yang merupakan bentuk dari lapisan mukosa yang tebal. Sel goblet mengandung banyak granula-granula yang berisi dengan periode acid schiffPAS materi pewarna sitoplasma dan didominasi oleh komplek golgi dan granular tipe retikulum endoplasmik, sepertinya hal mitokandria. Komponen ini menyebabkan meningkatnya aktifitas metabolik. Walaupun sel goblet imatur, bisa diidentifikasi dengan transmisi mikroskopi elektron, pemeriksaan mikroskopik elektron menunjukkan sel goblet di selaputi oleh mikrovilli. Mikrovilli selalu berbentuk seperti kaktusGlycocalyx yang mana kemungkinan berupa mukopolisakarida Ballenger;1994; Waguespack,1995; Levine,2002 ;. Syahrizal : Perbandingan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional, 2009 USU Repository © 2008 Sel basal bervariasi dari segi jumlah dan ketinggiannya. Stem selnya kurang berdeferensasi dan mungkin merubah sel lainnya setelah diferensisasi Waguespack,1995; Levine,2002 .

2.2.1.2 Silia

Silia merupakan struktur yang menonjol dari permukaan sel. Bentuknya panjang, dibungkus oleh membran sel dan bersifat mobile . Jumlah silia dapat mencapai 200 buah pada tiap sel. Panjangnya antara 2-6 µm dengan diameter 0,3 µm .Tiap silia tertanam pada basal sel yang terletak tepat dibawah permukaan sel dan diselubungi oleh lanjutan dari membran sel. Didalam silia terdapat sehelai filamen yang disebut aksonema yang dibawahnya terdapat badan sel silindris dan pendek. Filamen ini kebawah lagi memanjang sampai ke sitoplasma dan disebut badan akar. Pada badan akar tersebut silia tertanam dengan kuat. Di tempat ini diduga meneruskan rangsangan syaraf dari satu silia ke silia disebelahnya, sehingga timbul irama gerakan yang selarasBallenger;1994; Waguespack,1995; Levine,2002 . Struktur silia terbentuk dari dua mikrotubulus sentral tunggal yang dikelilingi sembilan pasang mikrotubulus luar yang dikenal dengan konfigurasi 9+2. Maksudnya adalah ultra struktur silia dibentuk oleh 2 mikrotubulus sentral dan sebelah luarnya dikelilingi oleh 9 pasang mikrotubulusouter double microtubulus. Pada outer double micro tubulus ini dapat dibedakan menjadi subfibril A dan subfibril B . Subfibril A memiliki struktur dynein arms Syahrizal : Perbandingan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional, 2009 USU Repository © 2008 sedangkan subfibril B tidak. Pasangan mikrotubulus luar ini berhubungan dengan tubulus sentral melalui radial spokes Lang,1989; Waguespack, 1995; McCaffrey,1997 Dengan mikroskop elektron menunjukkan bahwa silia manusia dan vertebrata lainnya adalah sama. Fungsi utama silia adalah untuk membawa kembali mukos kearah pharing dengan pergerakan seperti gelombang terkoordinasiCoordinated-wave like movement. Silia bergerak antara 10-20 kali perdetik pada suhu normal tubuh. Koordinasi silia dalam regio hidung adalah sangat penting . Konsep kunci yang dipakai adalah pergerakan metachronous. Banyak diskripsi tentang membran mukosa bersilia dengan bantuan mikroskop dinyatakan sebagai suatu gelombang, mekanisme ini turut mencegah perlengketan diantara silia. Hal yang juga penting adalah pertumbuhan ataupun tumbuh kembali silia yang telah musnah Siliagenesis Cara pertumbuhan silia didalam hidung belum lah diketahui dengan pasti. Walau demikian, sel-sel dengan cilia yang imatur adalah jarang sekali ditemukan. Dengan diketahui susunan ultra struktur silia pada epitel pernafasan ini, dapat memperjelas patofisiologi beberapa penyakit didalam rongga hidung. Penyakit saluran pernafasan yang disebabkan adanya defek pada ultra struktur silianya dapat berupa tidak adanya dynein arm pada subfibril A, dapat juga sebagai akibat tidak adanya radial spokes dan atau terganggunya transposisi mikrotubulus dan kelainan ini disebut dengan syndrom immotile silia atau syndrom dyskenesia silia atau syndrom Syahrizal : Perbandingan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional, 2009 USU Repository © 2008 kartagener yang ditandai dengan adanya sinusitis paranasalis dan bronkiektasis Waguespack, 1995; McCaffrey,1997. Gerakan silia terjadi karena tubulus saling meluncur diatas tubulus lainnya, sehingga timbul gerakan seperti mencukur dan mengakibatkan silia menunduk. Gerakannya cepat dan tiba-tiba ke salah satu arah active stroke dengan ujungnya menyentuh lapisan mukoid sehingga menggerakan lapisan ini. Kemudian silia bergerak kembali lebih lambat dengan ujung tidak mencapai lapisan tadi recovery stroke . Perbandingan durasi geraknya kira- kira 1 : 3. Dengan demikian gerakan silia seolah-olah menyerupai ayunan tangan seorang perenang Gambar 2.3. Penampang melintang silia Sumber McAffrey Syahrizal : Perbandingan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional, 2009 USU Repository © 2008 Silia ini tidak bergerak secara serentak, tetapi berurutan seperti efek domino metachronical waves pada satu area arahnya sama Waguespack, 1995; McCaffrey,1997. Belum diketahui dengan jelas apa yang mengontrol gerak silia. Adenosin trifosfat ATP merupakan sumber energi utama pada aktivitas silia manusia. Pada outer double micro tubulus terdapat subfibril A, yang letaknya lebih ke sentral dan subfibril B, letaknya agak ke tepi dan lebih pendek. Ada dua lengan yang tersusun dengan teratur, terdiri dari ATPase yang dinamakan lengan dynein, menghubungkan subfibril A dengan B dari pasangan sebelahnya. Energi untuk gerakan silia ini berasal dari lengan dynein ATPase yang memecah adenosin trifosfat ATP Ballenger , 1994; Sakakura ;1994; Hilger,1997 Gambar 2.4 Diagram gerak siliaSumber Ballenger Syahrizal : Perbandingan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional, 2009 USU Repository © 2008 Poros gerakan silia adalah garis tegak lurus pada bidang yang menghubungkan pasangan tubulus sentral. Sel-sel bersilia gugur dan diganti secara teratur. Kemungkinan besar sel-sel basal mempunyai potensi untuk berdeferensiasi menjadi sel goblet atau sel bersilia sesuai dengan kebutuhanBallenger , 1994; Sakakura ;1994; Hilger,1997 Belum diketahui apa yang mengontrol gerak silia. Pada manusia tidak ada syaraf pengontrol, meskipun pada faring kodok ada. Tetapi kontrol saraf akan mempengaruhi komposisi mukus. Asetilkolin akan meningkatkan frekuensi gerak silia pada kodok. Adenosin trifosfat merupakan sumber energi utama pada aktivitas silia mamalia Ballenger , 1994; Sakakura ;1994

2.2.1.3 Palut lendir

Palut lendir berupa lembaran tipis, yang lengket dan liat,merupakan bahan-bahan yang disekresikan sel goblet,kelenjar seromukos dan kelenjar lakrimal. Pada keadaan sehat, mempunyai PH 7 atau sedikit asam , dan kurang lebih komposisinya adalah 2,5-3 musin, garam 1-2 dan air 95 . Mukos ini juga mengandung IgA. Didapati diseluruh rongga hidung kecuali vestibulum sinus,telinga dan lain-lainnya. Gerakan silia dibawahnya menggerakkan lapisan lendir ini, bersamaan digerakkan dengan materi- materi asing yang terperangkap olehnya , secara berkesinambungan kearah faring dan esophagus untuk kemudian ditelan atau dibatukkan. Lendir ini diproduksi oleh kelenjar mukos dan serous, terutama oleh sel-sel goblet pada Syahrizal : Perbandingan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional, 2009 USU Repository © 2008 mukosa. Ada dua susun palut lendir. Yang pertama adalah yang menyelimuti batang silia dan mikrovilli adalah lapisan perisiliar, yang lebih tipis dan kurang lengket. Lapisan kedua terdapat diatasnya superfisialis terdapat lendir yang lebih kental yang ditembus oleh batang silia bila sedang tegak sepenuhnya. Lapisan superfisial ini merupakan gumpalan lendir yang tidak berkesinambungan yang menumpang pada cairan perisiliar dibawahnya. Secara keseluruhan kedua lapisan ini dinamakan palut lendir Ballenger , 1994; Sakakura,1994 Cairan perisiliar mengandung glikoprotein mukus, protein serum dan protein sekresi dengan molekul yang lebih rendah. Lapisan ini sangat berperan penting pada gerakan silia, karena sebagian besar batang silia berada dalam lapisan ini, sedangkan denyutan silia didalam cairan ini. Keseimbangan cairan diatur oleh elektrolit . Penyerapan diatur oleh transpor aktif natriumNa + dan sekresi digerakkan oleh kloridaCl - . Tingginya permukaan cairan perisiliar ditentukan oleh keseimbangan antara kedua elektrolit ini, dan derajat permukaan ini menentukan kekentalan palut lendir Ballenger,1994; Weir,1994; Hilger 1997 Lapisan superfisial yang lebih tebal utamanya mengandung glikoprotein mukus. Diduga mukoglikoprotein ini yang menangkap partikel terinhalasi dan dikeluarkan oleh gerakan mukosiliar, menelan atau bersin. Lapisan ini juga berfungsi sebagai pelindung pada temperatur dingin, kelembaban rendah, gas atau aeosol yang terinhalasi, serta menginaktifkan virus yang terperangkap Ballenger, 1994; Weir,1994; Waguespack,1995 Syahrizal : Perbandingan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional, 2009 USU Repository © 2008 Dicairan perisiliar penting adanya pengaturan interaksi antara silia dan palut lendir, serta sangat menentukan pengaturan transport mukosiliar. Pada lapisan perisiliar yang dangkal, maka lapisan superfisial yang pekat akan masuk kedalam ruang perisiliar. Sebaliknya pada keadaan peningkatan cairan perisiliar, maka ujung silia tidak akan mencapai lapisan superfisial yang dapat mengakibatkan kekuatan aktivitas silia terbatas atau terhenti sama sekali. Pada keadaan normal permukaan cairan perisiliar sedikit lebih rendah dibanding ujung silia. Kedua keadaan ini sangat mengganggu transport mukosiliarHilger, 1994; Weir,1995 Mukus yang berasal dari kelompok sinus anterior akan mengalir ke meatus medius untuk berfungsi sebagai pengatur kondisi udara yang utamaBallenger , 1994; Sakakura ;1994

2.2.2 Transport mukosilia

TMS atau sistem pembersihan sesungguhnya terdiri atas dua sistem yang bekerja secara simultan. Sistem ini tergantung pada gerakan aktif silia mendorong gumpalan mukos.Ujung silia yang dalam keadaan tegak sepenuhnya masuk menembus gumpalan mukos dan menggerakkan kearah posterior bersama-sama dengan materi asing yang terperangkap didalamnya ke arah faring. Lapisan cairan perisilia dibawahnya juga dialirkan kearah posterior oleh aktivitas silia, tetapi mekanismenya belum diketahui dengan pasti. Didalam faring kedua komponen palut lendir ini ditelan atau dibatukkan. Kecepatan kerja pembersihan oleh mukosilia dapat diukur dengan Syahrizal : Perbandingan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional, 2009 USU Repository © 2008 menggunakan suatu partikel yang tidak larut dalam permukaan mukosa.Partikel ini akan bergerak bersama gumpalan mukos. Materi yang rasanya manis dan dapat larut akan bersatu dengan cairan perisilia dan akan terasa oleh penderita pada waktu sampai di faring dan dapat dilihat oleh pemeriksa. TMS yang bergerak aktif sangat penting untuk kesehatan tubuh,bila sistem ini macet maka meteri yang terperangkap oleh palut lendir akan sempat menembus mukosa dan dapat menimbulkan penyakit. Kecepatan dari pada TMS sangatlah bervariasi , pada orang sehat antara 1 sampai 20 mmmenit Ballenger, 1994. Karena pergerakan silia lebih aktif pada meatus inferior dan media maka gerakan mukus dalam hidung umumnya ke belakang, silia cenderung akan menarik lapisan mukus dari meatus komunis ke dalam celah-celah ini. Sedangkan arah gerakan silia pada sinus seperti spiral, dimulai dari tempat yang jauh dari ostium. Kecepatan gerakan silia bertambah secara progresif saat mencapai ostium, dan pada daerah ostium silia tersebut berputar dengan kecepatan 15 hingga 20 mmmenit Higler, 1997. Pada dinding lateral rongga hidung sekret dari sinus maksila akan bergabung dengan sekret yang berasal dari sinus frontal dan etmoid anterior di dekat infundibulum etmoid, kemudian melalui anteroinferior orifisium tuba eustachius akan dialirkan ke arah nasofaring. Sekret yang berasal dari sinus etmoid posterior dan sfenoid akan bergabung di resesus sfenoetmoid, kemudian melalui posteroinferior orifisium tuba eustachius menuju Syahrizal : Perbandingan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional, 2009 USU Repository © 2008 nasofaring. Dari rongga nasofaring mukus turun kebawah oleh gerakan menelan Mangunkusumo, 2001

2.2.3 Pemeriksaan fungsi mukosiliar

Berbagai cara digunakan orang untuk menilai Transport mukosiliar. Secara umum pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan partikel,baik itu yang larut atau yang tidak larut dalam air. Zat yang dapat larut dalam air ialah sakarin, obat topikal, atau gas inhalasi dan zat yang tidak dapat larut dalam air ialah Lamp black, colloid sulfur, 600- μm allumuniium disc atau substansi radioaktif seperti human serum albumin, teflon, tagged resin particle dan bismuth trioxide. Waktu atau Kecepatan yang didapat pada pemeriksaan disebut sebagai waktu kecepatan TMS. Ballenger, 1994 ; Waguespack,1995; Hilger,1997. Karena relatif murah dan mudah dalam menggunakannya , sakarin test digunakan oleh banyak para ahli diberbagai kota didunia. Uji sakarin ini sangat ideal dilakukan diklinik-klinik.Pemeriksaan pasien diawali dengan penderita dalam kondisi sadar dan diharapkan untuk tidak menghirup, makan dan minum. Penderita duduk dengan kepala fleksi 10 derajat. Setengah melimeter Sakarin diletakkan 1 cm dibelakang batas anterior konka inferior. Kemudian penderita diminta menelan secara periodik tertentu kira-kira ½ - 1 menit sampai penderita merasakan manis. Waktu mulai sakarin diletakkan dibawah konka inferior sampai merasakan manis di lakukan pencatatan dan Syahrizal : Perbandingan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional, 2009 USU Repository © 2008 ini yang disebut sebagai TMS atau waktu sakarin. Ballenger, 1994 ; Waguespack ,1995. Menurut Huang et al, pemeriksaan test sakarin atau disebut juga sakarin transit time memiliki cara kerja yang sama bila dilakukan pada pasien rhinosinusitis maksilaris kronik ataupun pada pasien setelah dilakukan bedah sinus endoskopi fungsional. Nilai normal transport mukosiliar TMS pada beberapa literatur sangatlah bervariasi. Rata – rata nilai normal adalah 12 – 15 menit . Jorissen2000mendapatkan waktu transportasi mukosiliar normal adalah 12-15 menit. Irawan 2004 dalam penelitiannya mendapatkan nilai normal 14,31 menit . Yan 2007 dalam penelitiannya mendapatkan 541,6250 detik. Waguespack 1995 Menerangkan bahwa nilai transport mukosiliar pada pasien dengan rinosinusitis kronik adalah 25-35 menit

2.2.4 Faktor yang mempengaruhi transportasi mukosiliar

Berdasarkan beberapa penelitian, Proctor, Andersen dan lain-lain menyatakan bahwa faktor lingkungan tidak begitu mempengaruhi fungsi mukosiliar. Pada percobaan, perubahan mendadak pada suhu lingkungan diatas atau dibawah 25 C mungkin akan mengakibatkan sedikit perlambatan TMS . Kelembaban nisbi yang tinggi mungkin akan menimbulkan rasa kurang nyaman tetapi tidak mengubah dan mempengaruhi transport mukosiliar Ballenger, 1994. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi transport mukosiliar adalah silia, mukos dan hubungan antara keduanya. Selain faktor diatas disfungsi Syahrizal : Perbandingan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional, 2009 USU Repository © 2008 mukosiliar hidung yang dapat mempengaruhi TMS bisa disebabkan oleh kelainan primer dan kelainan sekunder. Kelainan primer berupa dyskinesia silia dan fibrosis kistik. Kelainan diskenesia primer diantaranya ialah Kartegener’s syndrome, Immotile silia syndrome, syndrom young dan fibro kistik. Sedangkan kelainan sekunder ialah Commond cold, sinusitis kronik,rinitis atropi,vasomotor rinitis, deviasi septum dan sindrom sjogren Sakakura, 1997. Menurut Waguespack, beberapa kondisi mempengaruhi transport mukosilia ialah faktor fisiologik, polusi udara, merokok, kelainan kongenital, rhinitis alergi, infeksi virus, infeksi bakteri, obat-obat topikal,obat-obat sistemik, bahan pengawet dan tindakan operasi Waguespack ,1995

2.2.4.1 Kelainan kongenital

Kartagener’s syndrom merupakan kelainan dengan kekurangan ketiadaan lengan dynein, ini merupakan identifikasi klasik dengan abnormalitas kogenital dari silia.Rata-rata frekuensi denyut silia pada kelainan lengan dynein adalah 6,1 Hz , pada defek jari-jari radial adalah 9,6 Hz dan pada kelainan translokasi adalah10,2 Hz. Pemeriksaan waktu transportasi mukosiliar pada pasien ini lebih dari 60 menitWaguespack, 1995; Fauroux,2008;. Sindrom kartagener merupakan penyakit kogenital dengan kelainan bronkiektasis , sinusitis, dan situs inversus. Penyakit yang diturunkan secara genetik ini merupakan contoh diskenesia silia primer, dimana terlihat Syahrizal : Perbandingan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional, 2009 USU Repository © 2008 kekurangan sebahagian atau seluruh lengan dynein luar atau dalam. Akibatnya terjadi gangguan yang sangat serius pada koordinasi gerakan silia dan disorientasi arah dari pukulandenyut. Sering disebut dengan sindrom silia immotil. Gangguan pada transpor mukosiliar dan frekuensi denyut silia menyebabkan infeksi kronis dan berulang, sehingga terjadi bronkiektasis dan sinusitisBallenger,1994; Waguespack ,1995; Fauroux, 2008. Fibrosis kistik dan sindrom young juga merupakan kelainan kongenital yang dihubungkan dengan sinusitis kronis. Ultrastruktur silia pada kelainan ini terlihat normal, tetapi terdapat abnormalitas kekentalan dari palut lendir dan terdapat perpanjangan waktu transport mukosiliar Ballenger, 1994; Waguespack ,1995.

2.2.4.2 Lingkungan

Silia harus selalu ditutupi oleh lapisan lendir agar tetap aktif. Frekuensi denyut silia bekerja normal pada pH 7-9. Diluar pH tersebut akan terjadi penurunan frekuensi. Kekeringan akan cepat merusak silia. Frekuensi denyut silia juga dipengaruhi oleh dehidrasi, hipoksia, hiperkarbia. Suplai oksigen yang kurang akan memperlambat gerakan silia dan oksigen yang banyak akan menaikkan frekuensi denyut silia sampai dengan 30-50 . Debu tidak berbahaya pada terhadap waktu transport mukosiliar, kecuali zat yang berbahaya yang menempel pada permukaan seperti pada industri kayu dan kulit . Sulfur, formaldehit terlihat memperlambat waktu transport mukosiliar Ballenger,1994; Waguespack,1995; Hilger, 1997, Weir ,1997; Michael,1998 Syahrizal : Perbandingan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional, 2009 USU Repository © 2008

2.2.4.3 Alergi

Pengaruh lingkungan alergik pada hidung masih diperdebatkan. Chevance pada tahun 1957 melaporkan bahwa pada hewan sensitisasi pada hidung akan menyebabkan kerusakan silia bila dilakukan dengan menaruh alergen spesifik dirongga hidung. Beberapa penelliti menemukan pembengkakan mikroskopis pada sitoplasma hidung manusia dalam keadaan alergi yang dikatakannya sebagai ”akibat pengaruh iritasi” dan ditemukan adanya penurunan transport mukosiliar hidung pada bronkus dengan pasien penderita atopi bila dirangsang dengan alergen spesifikBallenger, 1994

2.2.4.4 Obat-obatan

Kebanyakan obat tetes hidung dan beberapa glukokortikoid yang mempunyai bahan penstabil seperti benzalconium, chloride, chlorbutol, thiomersal dan EDTA terbukti membahayakan epitel saluran nafas dan bersifat siliotoksik Waguespack ,1995. Talbot dkk pada penelitiannya dengan menggunakan larutan garam hipertonik NaCI 0,9 pH 7,6 lebih dapat memperbaiki transportasi mukosiliar dibanding penggunaan larutan garam fisiologis Talbot, 1997. Obat dekongestan topikal juga terlihat dapat menghambat fungsi silia. Penggunaan obat tersebut paling kurang menyebabkan gangguan fungsi mukosiliar sementara. Pemberian obat-obat seperti phenylephrine 0,5 dan oxymetazoline Hcl 0,05 dapat menghambat gerakan silia secara Syahrizal : Perbandingan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional, 2009 USU Repository © 2008 sementara pada binatang percobaan tapi hal ini belum dapat dibuktikan pada manusia Waguespack,1994; Zhang , 2008. Gosepath dkk melakukan penelitian tentang pengaruh larutan topikal antibiotik ofloxacin, antiseptic betadin, H 2 2 , dan anti jamur amphotericin B , itraconazole,clotrimazole terhadap frekwensi denyut silia. Peningkatan konsentrasi ofloxacin sampai 50 terlihat sedikit mempengaruhi frekwensi denyut silia. Peningkatan konsentrasi itraconazole dari 0,25 menjadi 1 dapat menurunkan aktivitas silia dari 8 jam menjadi 30 menit. Larutan Betadin lebih berefek siliotoksik dibanding H 2 O 2 . Terlihat penurunan aktivitas silia dan frekwensi denyut silia setengahnya pada peningkatan konsentrasi betadin dua kali lipat. Hasil ini mengindikasikan bahwa pemakaian obat-obat topikal antibiotik dan anti jamur khususnya pada konsentrasi tinggi dapat merusak fungsi pembersih mukosiliar Gosepath, 2002. Beberapa obat oral juga dapat menurunkan waktu transport mukosiliar seperti golongan antikolinergik, narkotik, dan etil alkohol. B adrenergik tidak begitu mempengaruhi gerakan silia tetapi malah dapat merangsang pembentukan palut lendir. Obat kolinergik dan methilxantine merangsang aktivitas silia dan produksi palut lendir Gosepath,2002; Waguespack, 1994 Syahrizal : Perbandingan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional, 2009 USU Repository © 2008

2.2.4.5 Struktur dan anatomi hidung

Kelainan anatomi hidung dan sinus juga dapat mengganggu fungsi mukosiliar secara lokal. Jika permukaan mukosa yang saling berhadapan menjadi lebih mendekat atau bertemu satu sama lain, maka aktivitas silia akan terhenti. Deviasi septum, polip, konka bulosa atau kelainan struktur lain di daerah kompleks osteomeatal dan ostium sinus dapat menghalangi transportasi mukosiliar Waguespack,1994; Weir, 1997; Ulusoy ,2007.

2.2.4.6 Infeksi

Infeksi yang tersering pada rongga hidung adalah infeksi virus. Partikel virus sangat mudah menempel pada mukosa hidung yang menggangu sistem mukosiliar rongga hidung dan virus melakukan penetrasi ke palut lendir dan masuk ke sel tubuh dan menginfeksi secara cepat. Dengan menggunakan cahaya mikroskop dan transmisi mikroskop elektron dapat dideteksi abnormalitas silia yang disebabkan oleh infeksi virus. Bentuk dismorphic dari silia tampak lebih sering pada tahap awal dari sakit dan terjadi pada lokal. Epitel yang normal kembali setelah infeksi mereda 2-10 minggu. Pada populasi normal yang terinfeksi dengan rhinovirus type 44 dan rata-rata waktu transportasi mukosiliar dengan menggunakan label radioaktif sebagai cara pemeriksaan nya mendapatkan transport mukos yang menurun pada 2 hari terinfeksi. Dan secara signifikan rata-rata waktu transportasi mukosiliar yang tampak meningkat pada hari ke 9-11 setelah terinfeksi. Di samping itu virus juga meningkatkan kekentalan mukus, kematian silia, dan edema pada Syahrizal : Perbandingan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional, 2009 USU Repository © 2008 struktur mukosa. Hipotesis banyak mengatakan bahwa edema pada ostium sinus akan menyebabkan hipoksia. Hal ini akan memicu pertumbuhan bakteri dan disfungsi silia Waguespack, 1994 ; Fauroux,2008

2.3 Rinosinusitis Kronis

Rhinosinusitis kronik didefinisikan sebagai suatu inflamasi dari hidung dan mukosa sinus paranasal dengan durasi lebih dari 12 minggu.Gejala nya berupa hidung tersumbat, nasal discharge anterior atau post nasal drip,nyeri wajah, berkurangnya penciuman. Rinosinusitis kronik merupakan penyakit multifaktorial, ditemukan adanya gangguan mukosiliar, infeksi dan mukosa yang membengkak.Gangguan komplek osteometal merupakan dasar dari patogenesis terjadinya suatu rinosinusitis kronik Judith ,1996 ; Wilma ,2007.

2.3.1 Insiden

Rhinosinusitis merupakan satu dari sekian banyak penyakit yang tersering didiagnosa di Amerika. Diperkirakan penyakit ini mengalami peningkatan setiap tahunnya dan dilaporkan insiden 13-16 persen dari populasi. Di RSUP H.Adam Malik Medan jumlah penderita rinosinusitis dari Januari 2006 - Mei 2008 adalah 1978 orang Syahrizal : Perbandingan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional, 2009 USU Repository © 2008

2.3.2 Patogenesis

Fungsi drainase dan ventilasi berperan penting dalam menjaga sinus tetap normal. Ini berhubungan erat dengan keadaan dari komplek osteomeatal pasien itu sendiri. Pada komplek osteomeatal yang terganggu yang menyebabkan terjadi gangguan drainase serta ventilasi yang dapat mempengaruhi kandungan oksigen, peningkatan p C02 dan gangguan PH serta pembengkakan mukosa hidung dan akhirnya menurunkan fungsi pembersihan mukosiliar Busquets ,2006 ; Ballenger , 1994; Wilma ,2007 Obstruksi ostium sinus menyebabkan retensi lendir dan menurunkan kandungan oksigen, peningkatan pCO2, menurunkan pH, mengurangi aliran darah mukosa. Pembengkakan membran mukosa juga akan menyempitkan ostium dan menurunkan fungsi pembersihan mukosiliar Ballenger, 1994 Menurut Sakakura1997, patogenesis dari rhinosinusitis kronik berawal dari adanya suatu inflamasi dan infeksi yang menyebabkan dilepasnya mediator diantaranya vasoactive amine, proteases, arachidonic acid metabolit, imune complek , lipolisaccharide dan lain-lain. Hal tersebut menyebabkan terjadinya kerusakan dari mukosa hidung dan akhirnya menyebabkan disfungsi mukosiliar. Adanya disfungsi mukosiliar menyebabkan terjadinya stagnasi mukos. Akibat hal ini lah maka bakteri akan semakin mudah untuk berkolonisasi dan infeksi inflamasi akan kembali terjadi Sakakura, 1997; Katsuhisa, 2001. Syahrizal : Perbandingan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional, 2009 USU Repository © 2008

2.3.3 Gejala klinis dan diagnosa

International Conference on Sinus Disease 1995 membuat kriteria mayor dan minor untuk mendiagnosa rhinosinusitis kronis. Rinosinusitis didiagnosa apabila dijumpai 2 atau lebih gejala mayor atau 1 gejala mayor dan 2 gejala minor Busquets ,2006; Stankiewicz,2001 Gejala Mayor : • Obstruksi hidung • Sekret pada daerah hidung sekret belakang hidung yang sering disebut PND Postnasal drip • Sakit kepala • Nyeri rasa tertekan pada wajah • Kelainan penciumanHiposmia anosmia Gejala minor • Demam • Halitosis • Batuk dan iritabilitas Syahrizal : Perbandingan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional, 2009 USU Repository © 2008

2.3.4 Penatalaksanaan

Prinsip penanganan rinosinusitis adalah meliputi pengobatan dan pencegahan infeksi, memperbaiki ostium, memperbaiki fungsi mukosiliar, dan menekan proses inflamasi pada mukosa saluran nafas. Pada kasus-kasus kronis atau rekuren penting juga menyingkirkan faktor-faktor iritan lingkungan weir, 1997 Antibiotik merupakan modalitas terapi primer pada rhinosinusitis . Setelah diagnosa ditegakkan dapat diberikan antibiotik lini pertama berdasarkan pengalaman empirik, sambil menunggu hasil kultur. Berdsasarkan efektivitas potensi dan biaya, jenis antibiotik yang banyak digunakan adalah sefalosporin dan amoksisilin.Untuk kasus akut diberikan selama 14 hari, sedangkan untuk kasus kronik diberikan sampai 7 hari bebas gejala.Lamanya terapi biasanya 3-6 minggu Weir,1997; Ahmed, 2003; Kennedy ,2006 Terapi tambahan untuk mengurangi gejala adalah kortikosteroid intranasal, mukolitik dan dekongestan. Antihistamin hanya hanya efektif untuk kasus kasus alergi yang merupakan penyakit dasar rhinosinusitis pada beberapa pasien Sakakura, 1997 Talbot dkk membandingkan penggunaan larutan buffer garam hipertonik 3 , pH 7,6 dengan larutan garam fisiologis. Larutan garam hipertonik baik digunakan pada sinusitis kronis atau pasca operasi karena dapat mengurangi edema melalui difusi osmolaritas Talbot, 1997 Syahrizal : Perbandingan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional, 2009 USU Repository © 2008 Selain terapi medikamentosa yang dijelaskan diatas, rinosinusitis rekuren atau kronis memerlukan tindakan bedah. Pada saat ini tindakan bedah yang palling direkomendasi adalah bedah sinus endoskopi fungsional BSEF atau sering disebut dengan Fungsional endoskopi sinus surgery FESS Kennedy, 2006

2.4 Bedah Sinus Endoskopi Fungsional BSEF

Dokumen yang terkait

Perbedaan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Setelah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopik Fungsional Dengan Adjuvan Terapi Cuci Hidung Cairan Isotonik NaCl 0,9% Dibandingkan Cairan Hipertonik NaCl 3%

2 42 131

Perbedaan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Maksila Kronis Dengan Kavum Nasi Normal

0 46 78

Bedah Sinus Endoskopi Fungsional Revisi Pada Rinosinusitis Kronis.

0 9 9

Bedah Sinus Endoskopi Fungsional dengan Teknik Hipotensi Terkendali pada Penatalaksanaan Rinosinusitis Kronis.

0 1 12

Pengaruh Pemberian Mitomycin-C Secara Topikal pada Meatus Media Penderita Rinosinusitis Kronis yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopi Fungsional Terhadap Terjadinya Sinekia dan Krusta

0 0 13

Pengaruh Pemberian Mitomycin-C Secara Topikal pada Meatus Media Penderita Rinosinusitis Kronis yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopi Fungsional Terhadap Terjadinya Sinekia dan Krusta

0 0 2

Pengaruh Pemberian Mitomycin-C Secara Topikal pada Meatus Media Penderita Rinosinusitis Kronis yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopi Fungsional Terhadap Terjadinya Sinekia dan Krusta

0 1 4

Pengaruh Pemberian Mitomycin-C Secara Topikal pada Meatus Media Penderita Rinosinusitis Kronis yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopi Fungsional Terhadap Terjadinya Sinekia dan Krusta Chapter III VI

0 0 17

Pengaruh Pemberian Mitomycin-C Secara Topikal pada Meatus Media Penderita Rinosinusitis Kronis yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopi Fungsional Terhadap Terjadinya Sinekia dan Krusta

0 1 4

Pengaruh Pemberian Mitomycin-C Secara Topikal pada Meatus Media Penderita Rinosinusitis Kronis yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopi Fungsional Terhadap Terjadinya Sinekia dan Krusta

1 1 16