Silia Sistem Mukosiliar Hidung .1 Mukosa hidung

Sel basal bervariasi dari segi jumlah dan ketinggiannya. Stem selnya kurang berdeferensasi dan mungkin merubah sel lainnya setelah diferensisasi Waguespack,1995; Levine,2002 .

2.2.1.2 Silia

Silia merupakan struktur yang menonjol dari permukaan sel. Bentuknya panjang, dibungkus oleh membran sel dan bersifat mobile . Jumlah silia dapat mencapai 200 buah pada tiap sel. Panjangnya antara 2-6 µm dengan diameter 0,3 µm .Tiap silia tertanam pada basal sel yang terletak tepat dibawah permukaan sel dan diselubungi oleh lanjutan dari membran sel. Didalam silia terdapat sehelai filamen yang disebut aksonema yang dibawahnya terdapat badan sel silindris dan pendek. Filamen ini kebawah lagi memanjang sampai ke sitoplasma dan disebut badan akar. Pada badan akar tersebut silia tertanam dengan kuat. Di tempat ini diduga meneruskan rangsangan syaraf dari satu silia ke silia disebelahnya, sehingga timbul irama gerakan yang selarasBallenger;1994; Waguespack,1995; Levine,2002 . Struktur silia terbentuk dari dua mikrotubulus sentral tunggal yang dikelilingi sembilan pasang mikrotubulus luar yang dikenal dengan konfigurasi 9+2. Maksudnya adalah ultra struktur silia dibentuk oleh 2 mikrotubulus sentral dan sebelah luarnya dikelilingi oleh 9 pasang mikrotubulusouter double microtubulus. Pada outer double micro tubulus ini dapat dibedakan menjadi subfibril A dan subfibril B . Subfibril A memiliki struktur dynein arms Syahrizal : Perbandingan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional, 2009 USU Repository © 2008 sedangkan subfibril B tidak. Pasangan mikrotubulus luar ini berhubungan dengan tubulus sentral melalui radial spokes Lang,1989; Waguespack, 1995; McCaffrey,1997 Dengan mikroskop elektron menunjukkan bahwa silia manusia dan vertebrata lainnya adalah sama. Fungsi utama silia adalah untuk membawa kembali mukos kearah pharing dengan pergerakan seperti gelombang terkoordinasiCoordinated-wave like movement. Silia bergerak antara 10-20 kali perdetik pada suhu normal tubuh. Koordinasi silia dalam regio hidung adalah sangat penting . Konsep kunci yang dipakai adalah pergerakan metachronous. Banyak diskripsi tentang membran mukosa bersilia dengan bantuan mikroskop dinyatakan sebagai suatu gelombang, mekanisme ini turut mencegah perlengketan diantara silia. Hal yang juga penting adalah pertumbuhan ataupun tumbuh kembali silia yang telah musnah Siliagenesis Cara pertumbuhan silia didalam hidung belum lah diketahui dengan pasti. Walau demikian, sel-sel dengan cilia yang imatur adalah jarang sekali ditemukan. Dengan diketahui susunan ultra struktur silia pada epitel pernafasan ini, dapat memperjelas patofisiologi beberapa penyakit didalam rongga hidung. Penyakit saluran pernafasan yang disebabkan adanya defek pada ultra struktur silianya dapat berupa tidak adanya dynein arm pada subfibril A, dapat juga sebagai akibat tidak adanya radial spokes dan atau terganggunya transposisi mikrotubulus dan kelainan ini disebut dengan syndrom immotile silia atau syndrom dyskenesia silia atau syndrom Syahrizal : Perbandingan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional, 2009 USU Repository © 2008 kartagener yang ditandai dengan adanya sinusitis paranasalis dan bronkiektasis Waguespack, 1995; McCaffrey,1997. Gerakan silia terjadi karena tubulus saling meluncur diatas tubulus lainnya, sehingga timbul gerakan seperti mencukur dan mengakibatkan silia menunduk. Gerakannya cepat dan tiba-tiba ke salah satu arah active stroke dengan ujungnya menyentuh lapisan mukoid sehingga menggerakan lapisan ini. Kemudian silia bergerak kembali lebih lambat dengan ujung tidak mencapai lapisan tadi recovery stroke . Perbandingan durasi geraknya kira- kira 1 : 3. Dengan demikian gerakan silia seolah-olah menyerupai ayunan tangan seorang perenang Gambar 2.3. Penampang melintang silia Sumber McAffrey Syahrizal : Perbandingan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional, 2009 USU Repository © 2008 Silia ini tidak bergerak secara serentak, tetapi berurutan seperti efek domino metachronical waves pada satu area arahnya sama Waguespack, 1995; McCaffrey,1997. Belum diketahui dengan jelas apa yang mengontrol gerak silia. Adenosin trifosfat ATP merupakan sumber energi utama pada aktivitas silia manusia. Pada outer double micro tubulus terdapat subfibril A, yang letaknya lebih ke sentral dan subfibril B, letaknya agak ke tepi dan lebih pendek. Ada dua lengan yang tersusun dengan teratur, terdiri dari ATPase yang dinamakan lengan dynein, menghubungkan subfibril A dengan B dari pasangan sebelahnya. Energi untuk gerakan silia ini berasal dari lengan dynein ATPase yang memecah adenosin trifosfat ATP Ballenger , 1994; Sakakura ;1994; Hilger,1997 Gambar 2.4 Diagram gerak siliaSumber Ballenger Syahrizal : Perbandingan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional, 2009 USU Repository © 2008 Poros gerakan silia adalah garis tegak lurus pada bidang yang menghubungkan pasangan tubulus sentral. Sel-sel bersilia gugur dan diganti secara teratur. Kemungkinan besar sel-sel basal mempunyai potensi untuk berdeferensiasi menjadi sel goblet atau sel bersilia sesuai dengan kebutuhanBallenger , 1994; Sakakura ;1994; Hilger,1997 Belum diketahui apa yang mengontrol gerak silia. Pada manusia tidak ada syaraf pengontrol, meskipun pada faring kodok ada. Tetapi kontrol saraf akan mempengaruhi komposisi mukus. Asetilkolin akan meningkatkan frekuensi gerak silia pada kodok. Adenosin trifosfat merupakan sumber energi utama pada aktivitas silia mamalia Ballenger , 1994; Sakakura ;1994

2.2.1.3 Palut lendir

Dokumen yang terkait

Perbedaan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Setelah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopik Fungsional Dengan Adjuvan Terapi Cuci Hidung Cairan Isotonik NaCl 0,9% Dibandingkan Cairan Hipertonik NaCl 3%

2 42 131

Perbedaan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Maksila Kronis Dengan Kavum Nasi Normal

0 46 78

Bedah Sinus Endoskopi Fungsional Revisi Pada Rinosinusitis Kronis.

0 9 9

Bedah Sinus Endoskopi Fungsional dengan Teknik Hipotensi Terkendali pada Penatalaksanaan Rinosinusitis Kronis.

0 1 12

Pengaruh Pemberian Mitomycin-C Secara Topikal pada Meatus Media Penderita Rinosinusitis Kronis yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopi Fungsional Terhadap Terjadinya Sinekia dan Krusta

0 0 13

Pengaruh Pemberian Mitomycin-C Secara Topikal pada Meatus Media Penderita Rinosinusitis Kronis yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopi Fungsional Terhadap Terjadinya Sinekia dan Krusta

0 0 2

Pengaruh Pemberian Mitomycin-C Secara Topikal pada Meatus Media Penderita Rinosinusitis Kronis yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopi Fungsional Terhadap Terjadinya Sinekia dan Krusta

0 1 4

Pengaruh Pemberian Mitomycin-C Secara Topikal pada Meatus Media Penderita Rinosinusitis Kronis yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopi Fungsional Terhadap Terjadinya Sinekia dan Krusta Chapter III VI

0 0 17

Pengaruh Pemberian Mitomycin-C Secara Topikal pada Meatus Media Penderita Rinosinusitis Kronis yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopi Fungsional Terhadap Terjadinya Sinekia dan Krusta

0 1 4

Pengaruh Pemberian Mitomycin-C Secara Topikal pada Meatus Media Penderita Rinosinusitis Kronis yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopi Fungsional Terhadap Terjadinya Sinekia dan Krusta

1 1 16