B. Teologi Sosialisme
Teologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata theos yang berarti Allah dan logos yang berarti ilmu. Teologi secara sederhana
didefinisikan oleh A. H. Strong, sebagai ilmu tentang Allah dan hubungan- hubungan antara Allah dan alam semesta. Karena Teologi itu merujuk kepada
Allah, maka, Thomas Aquinas, mendefinisikannya secara spesifik, sebagai pikiran Allah, ajaran Allah dan memimpin kepada Allah.
53
Dalam perjalanannya istilah teologi bukan hanya monopoli agama kristen namun
telah menjadi milik semua agama dan menjadi kajian para cendekiawan dari berabagai agama. Dengan demikian yang dimaksud dengan teologi sosialisme
Ahmad Dahlan adalah sosialisme yang berdasarkan ajaran Allah dalam bentuk firman-firman Allah yang tertuang didalam kitab suci al-Qur’an.
Pada bab tiga yang merupakan kerangka teori dalam tulisan ini telah di singgung bahwa sosialisme adalah sebuah ideologi yang lahir dari bentuk
keprihatinan atas
maraknya ideologi
kapitalisme yang
cenderung individualistik dalam hal kekayaan serta dalam lingkup kehidupan sosial
kemasyarakatan, maka sosialisme pun lahir dengan salah satu agenda politik yang terdapat dalam ideologi sosialisme adalah adanya distribsui kekayaan.
Pun demikin hal dengan Ahmad Dahlan. Ia mencoba merenungi salah satu wahyu Allah yang berbicara tentang pentingnya manusia terbebas dari tahanan
harta benda. Salah satu bentuk tafsir yang di kembang Dahlan adalah dengan menyatakan bahwa mendistribusikan harta di jalan Allah adalah salah satu
53
Bahrur Surur, Teologi Amal Saleh Membongkor Nalar Kalam Muhammadiyah Surabaya : LPAM, 2005, h. 17.
jihad terbesar bagi manusia. Gagasan Dahlan tersebut terinspirasi dari al- Qur’an Surat at-Taubah 9 : 34-35
“
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar
memakan harta dengan jalan yang batil dan mereka menghalang- halangi manusia dari Jalan Allah. Dan orang yang menyimpan emas
dan perak dan tidak membelanjakan harta tadi di jalan Allah, maka gembirakanlah mereka dengan siksa yang pedih. Pada hari di
panaskan emas dan perak itu di dalam neraka jahanam, lalu dibakar denganya dahi mereka, lambung dan punggung mereka lalu
dikatakan kepada mereka, inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang akibat dari apa
yang kau simpan”
.
Dari surat at-Taubah tersebut K.H. Ahmad Dahlan membuat sebuah kesimpulan bahwa memiliki dan mencari harta benda adalah kebutuhan
manusia yang semua itu dipergunakan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Namun dalam mencari harta benda hendaknya di lakukan dengan cara-
cara yang sebaik-baiknya. Setelah kebutuhan hidup tercukupi maka distribusikanlah harta dijalan Allah dan jangan pula bermewah-mewahan serta
bermegah-megahan dengan harta yang dimilik dan melampaui batas kewajaran.
54
Selain surat at-Taubah, sosialisme Ahmad Dahlan terkait dengan distribsusi harta kekayaan pun terinspirasi dari al-Quran Surat al- Fajr 89 : 17-23
“Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim. Dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin. Dan kamu
memakan harta pusaka dengan cara mencampur-baurkan yang halal dan yang bathil. Dan kamu mencintai harta benda dengan kencintaan yang
54
Hadjid, Palajaran K.H. Ahmad Dahlan, h. 77-78.
berlebihan. Jangan berbuat demikian apabila bumi di goncangkan berturut-turut. Dan datanglah Tuhan mu, sedang malaikat berbaris-baris.
Dan pada hari itu di perlihatkan neraka jahanam, dan pada hari itu ingatlah manusia akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya.”
Dari ayat ini Ahmad Dahlan kemudian mengambil sebuah kesimpulan bahwa orang beragama itu ialah orang yang terbebas dari tahanan harta benda.
Jikalau manusia sunguh-sungguh mengamalkan ajaran agama Islam, maka manusia tidak akan segan-segan berani membuang kebiasaan mencintai
harta benda secara berlebih-lebihan. Sikap ini di tandai dengan perbuatan ikhlas mendistribusikan, mengorbankan harta benda yang di miliki di jalan
Allah. Selain itu, melalui ayat ini Dahlan menegaskan bahwa ancaman dan siksa Allah nyata terhadap manusia yang tidak mendistribsukan harta benda.
55
Surat berikutnya yang menjadi basis teologi Ahmad Dahlan adalah surat al- Maun yang menggambarkan secara progresif siapakah yang di katakan
sebagai pendusta agama. Al-Ma’un memberikan gambaran walaupun orang sudah mengerjakan perintah agama Islam namun masih dapat dikatakan
sebagai pendusta agama. Surat al-Ma’un 117: 1-7, memberikan gambaran tentang pendusta agama.
“Tahukah kamu orang yang mendustakan agama. Itulah orang- orang yang menghardik anak yatim. Dan tidak menganjurkan
memberikan makan orang miskin. Maka celakalah bagi mereka yang sholat. Yaitu orang-orang yang lalai dari sholatnya. Orang-orang
yang berbuat ria. Dan enggan menolong dengan barang yang berguna
.
”
55
Hadjid, Pelajaran K.H. Ahmad Dahlan, h. 62
Dari surat al-Maun Ahmad Dahlan menerjemahkan dengan tafsiran yang sangat progresif bahwa sholat bukan hanya gerakan anggota badan
namun sholat haruslah memiliki implikasi sosial didalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Jikalau sholat manusia tidak memiliki dampak dalam
kehidupan sosial kemasyarakatan, maka pendusta agama menjadi sesuatu yang tercipta yang sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Ma’un. Sholat yang
memiliki implikasi sosial di cirikan oleh Ahmad Dahlan dengan tidak menghambakan diri kepada nafsu harta benda dan mencintai secara berlebihan
terhadap harta benda. Sholat yang memiliki dampak sosial dicirikan pula dengan kesedian menolong dan memperhatikan nasib anak yatim secara ikhlas
tanpa mengharap pujian serta tanpa dipamerkan kepada masyarakat terjauh dari sifat riya’.
56
Terkait dengan tafsir al-Ma’un, Amin Rais menafsirkan surat al-Ma’un dengan tafsiran yang disebut empat pesan penting al-Ma’un
“Pertama, orang yang menelantarkan kaum dhuafa tergolong di dalam mereka yang mendustakan agama. Kedua, ibadah sholat memiliki
dimensi sosial yang kelewat jelas, dalam arti tidak ada faedah sholat bila tidak dikerjakan dimensi sosialnya. Ketiga, melakukan amal shaleh
tidak boleh dibarengi dengan riya’. Dan keempat, termasuk golongan mendustakan agama adalah mereka yang tidak mau menolong orang
lain, yang bersikap egois dan egosentrisme
.”
57
Ayat sosialisme berikutnya yang basis teologi sosialisme Ahmad Dahlan adalah sebuah kata dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 92 yakni al-
Birru amal saleh.
56
Hadjid, Pelajaran K.H. Ahmad Dahlan, h. 66-65.
57
Yunan Yusuf dkk, ed, Masyarakat Utama Konsep dan Strategi, Jakarta : Perkasa, 1995 h. 15.
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan yang sempurna, sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan
apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesunggunya Allah mengetahui ”.
Dalam sebuah forum pengajian Wal ‘Asri yang biasa dikelola Ahmad Dahlan untuk murid-muridnya, Dahlan menafsirkan al-Birru kepada muridnya
adalah amal saleh. Amal saleh yang paling utama dari ayat tersebut bagi Dahlan adalah membelanjakan distribusi harta benda yang paling dicintai.
Mendistribusikan harta benda yang paling dicintai bagi Ahmad Dahlan adalah seperti mengupas kulit sendiri. Ali Imran ayat 92 diartikan secara bebas oleh
Ahmad Dahlan kepada murid-muridnya dengan ungkapan “Kamu sekalian walaupun sudah menjalankan amal saleh, kamu
belum diakui baik, belum menjadi orang abrar, sehingga kamu berani menguliti kulit mu sendiri. Artinya, kamu berani
membelanjakan harta benda mu yang paling kamu cintai”.
58
C. Aksi-aksi Sosialisme