BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas sehingga terkait satu sama lain. Aliran dana bebas keluar masuk dari satu negara ke
negara lain dengan regulasi moneter tiap negara yang beragam. Akibatnya setiap negara memiliki risiko terkena dampak krisis. Penanganan dampak krisis
membutuhkan regulasi yang cepat dan tepat. Di setiap negara cara penanganannya dapat dipastikan akan berbeda, sebagaimana dampak krisis ekonomi yang juga
berbeda. Secara umum, negara yang paling rentan terhadap dampak krisis adalah negara yang fundamental ekonomi domestiknya tidak kuat. Lemahnya fundamental
ekonomi sebuah negara salah satunya dapat disebabkan oleh kebijakan yang tidak tepat. Salah satunya berkaitan dengan posisi bank sentral yang memiliki kewajiban
mengatur kebijakan moneter. Bank sentral tentu akan memiliki kekuatan intervensi dalam mengatasi berbagai permasalahan ekonomi, misalnya kredit macet ataupun
gelembung subprime. Krisis finansial global yang bermula dari krisis kredit perumahan di Amerika
Serikat memang membawa implikasi pada kondisi ekonomi global secara menyeluruh. Hampir di setiap negara, baik di kawasan Amerika, Eropa, maupun Asia
Pasifik, merasakan dampak akibat krisis finansial global tersebut. Dampak tersebut terjadi karena tiga permasalahan, yaitu adanya investasi langsung, investasi tidak
1
Universitas Sumatera Utara
langsung, dan perdagangan. Saat ini perekonomian Indonesia dalam kondisi rentan untuk tumbuh lebih tinggi. Ekspansi perekonomian tidak sepadan dengan dukungan
yang memadai dari akumulasi dana masyarakat. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi belum optimal, tetapi inflasi sudah tinggi karena tekanan harga, apalagi
dengan keadaan eksternal yang cepat memburuk. Dalam jangka pendek, prioritas ada pada pengendalian inflasi dan stabilitas nilai rupiah yang amat penting karena hal ini
dapat menurunkan kepercayaan dengan cepat jika tidak ditangani dengan baik. Saat kondisi eksternal tidak pasti, fokus kebijakan di tingkat pemerintahan dan perusahaan
adalah pada stabilitas dan kepercayaan di dalam negeri. Prediksi Bank Indonesia mengenai pertumbuhan ekonomi jangka menengah tampaknya akan terhambat akibat
krisis finansial global yang terjadi. Meskipun secara umum kinerja perekonomian telah membaik, namun
sesungguhnya perekonomian domestik masih dibayangi oleh sejumlah masalah struktural yang berpotensi menghambat akselerasi pertumbuhan ekonomi yang lebih
tinggi. Perbaikan struktural memang telah dilakukan, namun dalam skala dan kecepatan yang belum memadai untuk mengejar ketinggalan yang ada. Sebagai
akibatnya tingkat pertumbuhan kapital belum signifikan dan produktivitas tenaga kerja cenderung menurun. Kondisi buruknya struktural ekonomi di Indonesia menjadi
salah satu penyebab kurang menariknya Indonesia di mata asing sehingga aliran Foreign Direct Investment FDI yang masuk masih sedikit. Meskipun sejak tahun
2002 FDI Indonesia terus meningkat, namun apabila dibandingkan dengan Negara- negara di ASEAN posisi Indonesia relatif tertinggal INDEF, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Dari sisi produksi, kontribusi sektor-sektor yang memiliki pangsa besar terhadap pertumbuhan PDB Indonesia cenderung terus mengalami penurunan.
Pertumbuhan kedua sektor terbesar yaitu pertanian dan industri pengolahan dalam periode 2001-2007 mengalami penurunan. Dengan pangsa yang semakin mengecil
serta pertumbuhan yang cenderung stagnan, kontribusi sektor pertanian dan industri pengolahan pada pertumbuhan PDB semakin menurun. Lemahnya kinerja sektor
industri pengolahan, khususnya industri pengolahan nonmigas, tidak dapat dilepaskan dari kondisi permintaan domestik yang terus mengalami tekanan. Dengan
karakteristik sektor industri dimana orientasi dari industri-industri yang berskala besar lebih tertuju ke pasar domestik, maka lemahnya permintaan masyarakat jelas
akan mempengaruhi kinerja sektor industri secara keseluruhan. Resesi global sudah melanda di semua negara termasuk di negara-negara
maju, pertumbuhan ekonomi terus merosot sampai titik negatif. International Labour Organization ILO memerkirakan resesi global akan berakibat pada pengangguran
yang besar yakni mencapai sekitar 20 juta orang di seluruh dunia. Dampak krisis itu sudah mulai meminta korban dalam bentuk menurunnya ekspor barang-barang
Indonesia. Hal ini disebabkan karena permintaan dari negara-negara maju yang menurun. Bahkan ada yang menghentikan kontrak pembelian terhadap produk-
produk industri garmen-tekstil, kayu dan produk perkebunan. Sehubungan dengan hal ini tuntutan karyawan perusahaan untuk menaikan
upah minimum kabupaten dan kota semakin besar ditambah lagi penolakan SK Bersama Empat Menteri. Hal ini menyebabkan permasalahan yang dihadapi dunia
Universitas Sumatera Utara
bisnis itu, menjadi semakin bertambah dan rumit. Akibat logisnya adalah pabrik perlu menurunkan kapasitas produksinya; ada yang sampai sekitar 40. Konsekwensi
logisnya adalah perusahaan harus mengambil keputusan tidak populer sekaligus “menyakitkan” yakni rasionalisasi dalam bentuk pemutusan hubungan kerja PHK
dan merumahkan sebagian karyawannya. Pemutusan hubungan kerja ini mengakibatkan tenaga kerja berbondong-
bondong mendatangi kantor Jamsostek Persero untuk mengambil klaim Jaminan Hari Tua JHT bagi mereka yang masa kerjanya telah memenuhi persyaratan.
Program Jamsostek menjadi signifikan bagi pekerja dan pengusaha dalam mendapatkan jaminan sosial, terutama ketika terkena pemutusan hubungan kerja
PHK maupun risiko-risiko akibat pemutusan hubungan kerja. PT Jamsostek Persero sebagai salah satu perusahaan yang ditunjuk
pemerintah untuk menangani masalah jaminan sosial tenaga kerja di Indonesia, harus mengeluarkan dana ekstra untuk membayar klaim jaminan hari tua kepada para
peserta Jamsostek yang telah bekerja minimal 5 tahun dengan masa tunggu 1 bulan. Pembayaran klaim JHT oleh PT Jamsostek Cabang Tanjung Morawa sejak tahun
2005 sampai denagn 2009 menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan yang paling tinggi terjadi pada tahun 2008, yaitu sebesar 57,37. Kondisi ini
disebabkan meningkatnya PHK pada tahun 2008 yang disebabkan melemahnya kinerja sektor riil, khususnya sektor industri sebagai dampak krisis finansial.
Universitas Sumatera Utara
Tabel I.1. Pembayaran Jaminan Hari Tua pada PT Jamsostek Cabang Tanjung Morawa, Tahun 2005 – 2009
Tahun Pembayaran JHT
Rp NaikTurun
Tenaga Kerja
orang NaikTurun
2005 13.754.512.150,37 5.113
2006 15.551.053.597,79
13,06 5.543
8,41 2007
20.338.388.295,26 30,78
5.530 -0,23
2008 32.007.140.621,94
57,37 7.066
27,77 2009
43.259.635.398,59 35,16
11.500 62,75
Sumber: PT. Jamsostek, 2009 Data Diolah
Alokasi dana pertanggungan ditingkatkan karena Pemutusan Hubungan Kerja PHK. Dari data yang diperoleh pada PT.Jamsostek Persero Cabang Tanjung
Morawa pembayaran JHT pada tahun 2005 sebanyak 5.113 tenaga kerja. Pada tahun 2006 tenaga kerja yang mengambil JHT sebanyak 5.543 orang, sedangkan tahun 2007
terjadi penurunan yaitu sebanyak 5.530 tenaga kerja.Tetapi terjadi peningkatan pada tahun 2008 yaitu sebanyak 7.066 tenaga kerja, dan pada tahun 2009 melonjak
menjadi 11.500 tenaga kerja. Peningkatan yang cukup tinggi pada tahun 2009 merupakan dampak krisis finansial global yang makin dirasakan dunia usaha.
Sejumlah perusahaan manufaktur seperti sektor otomotif, manufaktur, dan jasa, mulai mengurangi produksi akibat turunnya permintaan sehingga mengakibatkan PHK yang
diperkirakan mencapai puncak pada tahun 2010 ini. Peningkatan klaim jaminan hari tua tersebut juga akan mempengaruhi rencana investasi PT. Jamsostek Persero
Universitas Sumatera Utara
I.2. Perumusan Masalah