Teori Tentang Krisis Finansial 1. Pengertian Krisis Finansial

BAB II URAIAN TEORETIS

II.1. Teori Tentang Krisis Finansial II.1.1. Pengertian Krisis Finansial Istilah krisis finansial digunakan untuk berbagai situasi dengan berbagai institusi atau aset keuangan kehilangan sebagian besar nilainya. Pada abad ke-19 dan ke-20, banyak krisis finansial berhubungan dengan kepanikan perbankan dan resesi Laeven and Valencia, 2008. Situasi lain yang sering disebut sebagai krisis finansial adalah runtuhnya bursa efek dan krisis mata uang Kindleberger, 2005. Pelemahan makroekonomi yang terjadi di Amerika Serikat AS saat ini telah bergerak menjadi sesuatu yang lebih dalam dan serius. Hal ini terlepas dari telah disetujuinya paket penyelamatan sebesar 700 miliar dolar AS oleh Kongres AS. Gejolak yang bermula dari macetnya kredit perumahan subprime mortage dan diikuti oleh bangkrutnya banyak raksasa keuangan kini telah menjalar ke seluruh urat nadi perekonomian negara tersebut Institute for Development of Economics and FinanceINDEF, 2008. Federal Reserve ketika menyelamatkan firma investasi Bear Stearns di bulan Maret 2008, tampaknya telah memberikan jaminan pemerintah terhadap investasi di seluruh sektor keuangan, bukan kepada bank Smick, 2009. Friedman 2005 telah memperingatkan para pembuat kebijakan di AS tentang perlunya kredit pajak, memperbaiki gaji guru, dan pendekatan baru untuk menciptakan, menarik, dan 9 Universitas Sumatera Utara mempertahankan para pembuat nilai yang baru para ahli teknis. Namun menjaga arus modal bebas pada perekonomian global mungkin membutuhkan tim yang lebih canggih yang terdiri atas pakar-pakar bedah finansial. Hal ini disebabkan dunia sekarang ini kekurangan doktrin finansial, atau bahkan suatu set pemahaman informal, untuk bisa mendapatkan ketertiban dalam krisis finansial. Mishkin 2006, dengan terang-terangan memberi peringatan tentang kemungkinan munculnya great reserval kondisi dimana keadaan berbalik lain. Keruntuhan yang muncul di awal abad ke-21, sebagiannya dikarenakan berbagai tekanan untuk mengakomodasi berbagai kekuatan yang bermunculan di tatanan ekonomi dan politik global. Menurut Mishkin kebangkitan China dan India sekarang ini akan menciptakan tekanan yang sebanding terhadap tatanan ekonomi internasional yang liberal. Menurut Haryanto 2009, secara garis besar model krisis dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1 First Generation Model First Generation Model FGM sering disebut sebagai exogeneous policy model Krugman dan Flood Garber dalam Haryanto, 2009. Model krisis ini lebih menitikberatkan kepada ketidakkonsistenan kebijakan fiskal, moneter dan nilai tukar. Oleh beberapa pengamat penyebab utama terjadinya krisis model ini adalah serangan para spekulator terhadap nilai tukar suatu negara yang memaksa negara tersebut mengubah nilai tukar mata uangnya. Ada beberapa hal yang menjadi dasar analisis dari model ini antara lain; single tradable goods, full Universitas Sumatera Utara emplyoment, small open economy, exogeneous output, PPP, agen ekonomi diasumsikan dalam kondisi perfect foresight serta memegang 3 jenis aset baik domestic money, domestic bond serta foreign bond. Asusmi lainnya adalah tidak ada bank komersial sehingga money stock Ms adalah monetery base, nilai tukar fixed, domestik credit meningkat dengan laju yang tetap untuk membiayai defisit pemerintah. Proses terjadinya FGM dapat dijelaskan pada gambar tersebut di atas. Spekulator dan investor tidak akan menunggu hingga nilai r =0. Bila jumlah R sudah menurun mendekati Rmin, mereka akan menukarkan domestic asset ke domestic currency dan kemudian domestic currency ke foreign currency. Kondisi inilah yang akan mempercepat runtuhnya nilai tukar mata uang domestik yang menganut fixed exchange rate. Spekulator akan memperhitungkan berapa lama cadangan devisa akan menipis dan kapan akan menyerang, karena kalau tidak mereka akan rugi. Pada Rmin inilah akan terjadi natural collapse dan mereka akan menderita rugi. Pada natural collapse, depresiasi mata uang domestik yang semula nol akan meningkat ke suatu bilangan positif, dan tingkat bunga, i, akan meningkat, sehingga Md menurun. Agar keseimbangan pasar uang tetap terjadi, real Ms harus turun. Hal ini terjadi dengan ke tingkat harga domestik, p, sejalan dengan terjadinya devaluasi. Persepsi pasar terhadap cepatnya penurunan cadangan devisa menyebabkan kekhawatiran domestic currency attack. Secara empiris First Generation Model FGM ditandai oleh membengkaknya defisit APBN suatu negara, pertumbuhan Ms yang berlebihan, cadangan devisa Universitas Sumatera Utara yang semakin terkuras, tingkat inflasi yang tinggi serta over valued dari nilai tukar mata uang domestik. Secara empiris FGM ini dapat menjelaskan fenomena krisis yang terjadi di beberapa negara Amerika Latin athun 1970 dan 1980-an. 2 Second Generation Model dan Second Generation Model SGM sering disebut oleh banyak pengamat sebagai endogeneous policy model atau self fullfiling process. Munculnya SGM merupakan jawaban terhadap fenomena krisis yang terjadi di Eropa dengan European Exchange Rate Mechanism ERM pada tahun 1992. Ketika itu antar negara-negara Eropa dalam kerangka EU berlaku fixed exchange rate system atau tepatnya crawling peg system. Setiap mata uang mempunyai nilai tengah dan dimungkinkan untuk bergerak, katakan 2,5, ke atasbawah nilai tengahnya. Adapun asumsi dasar pelaksanaan SGM antara lain ; para anggota ERM ingin mempertahankan nilai tukar yang ada karena memberi manfaat, seperti laju inflasi yang rendah dan stabil, para anggota ERM melihat manfaat devaluasi, yaitu untuk mendorong produks dalam negeri, keuntungan melakukan devaluasi semakin tinggi jika semakin banyak investor yang berpikir bahwa mata uang yang bersangkutan harus didevaluasi. 3 Third Generation Model. Third Generation Model TGM atau sering disebut oleh beberapa pengamat sebagai Asian Crisis. Krisis di Asia memunculkan berbagai model krisis baru, walaupun beberapa menganggap bahwa bahwa krisis di Asia masih dapat dijelakan oleh FGM dan SGM. Krisis diawali di Thailand, kemudian Universitas Sumatera Utara menjalar ke Indonesia, Malaysia, Korsel, dan Filipina. Third Generation Model TGM menekankan pada peran moral hazard dan balance sheet effects. Moral hazard merupakan akibat dari implicit government guarantee yang siap membail- out perusahaan swasta dan bank yang dalam masalah dan menjamin investor’s future revenue. Hal tersebut juga menyebabkan terjadinya excessive borrowing dan lending. Defisit pemerintah tidak terlalu tinggi sebelum krisis, tetapi penolakan kreditur luar negeri untuk melakukan refinance hutang, memaksa pemerintah untuk membantu dan menjamin outstanding hutang luar negeri. Untuk membiayai prospective deficits dalam suatu kondisi ekonomi yang memburuk, pemerintah harus melakukan seignorage. Ekspektasi terhadap inflasi ke depan memicu speculative attack terhadap mata uang domestik yang secara umum di-fixed. Krisis di Asia berkaitan dengan modal jangka pendek atau hot money yang sangat isolatile. Awal tahun 1990an banyak negara Asia yang meliberalisasi capital account, mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi; kondisi fundamental yang kelihatannya sound. Liberalisasi capital account menyebabkan capital inflows besar. Umumnya dana jangka pendek yang banyak digunakan untuk membangun sektor property dan masuk ke saham. Sebagai gambaran tahun 1995, surplus capital account dari 5 negara ASEAN terbesar sekitar US55 milyar. Sedangkan tahun 1998, deficit capital account sekitar US59 milyar. Aliran modal masuk dari luar negeri berhenti dan berubah menjadi massive capital outflow. Implikasi yang Universitas Sumatera Utara dihasilkan adalah mata uang di beberapa negara Asia melemah. IDR: 80, Baht: 50, Won: 55. Untuk mengurangi capital outflow, tingkat bunga dinaikkan. Kondisi ini menimbulkan kesulitan dalam neraca bank-bank, NPL naik. Akibatnya likuiditas perbankan menipis; kepercayaan masyarakat terhadap bank turun, depositor domestik menariarik dananya serta pembukaan LC tidak dipercaya. Krisis finansial global tahun 2008 oleh banyak ekonom disebabkan oleh praktek shadow banking system yang menimpa beberapa institusi keuangan di Amerika yang kemudian menimpa beberapa institusi keuangan lainnya antara lain Bear Stearns, Lehman Bro, Fannie Mae and Freddy Mac dan AIG. Krisis juga disebabkan oleh praktekpraktek ekonomi Ponzy yang sebetulnya mirip dengan beberapa kasus penipuan investasi atas komoditi di Indonesia PT. Qisar dll selain kejatuhan subprime mortgage loan market di Amerika. Atas terjadinya krisis kali ini jika kita kaitkan kembali dengan teori krisis yang sudah ada sebelumnya nampaknya krisis finansial yang terjadi mirip dengan tanda-tanda terjadinya FGM meskipun tidak sepenuhnya tepat 100. Namun jika kita kaitkan kembali dengan ciri-ciri terjadinya krisis generasi ketiga juga ada beberapa kemiripan. Dari kesulitan tersebut penulis mengambil sedikit kesimpulan bahwasanya krisis ekonomi yang terjadi sekarang merupakan suatu bentuk pembaharuan terhadap teori krisis yang sudah ada sebelumnya sehingga menimbulkan teori krisis baru yaitu Fourth Generation Model dengan penyebab utama lemahnya sistem pengawasan Universitas Sumatera Utara negara atau lembaga yang berwenang terhadap pelaksanaan transaksi keuangan di pasar modal beserta produk derivatif-nya.

II.1.2. Dampak Krisis Finansial

Krisis keuangan global telah terjadi. Berbagai pihak mengaitkannya dengan kondisi perekonomian negara Amerika Serikat. Ketika kondisi perekonomian sebuah negara adidaya berubah dan mengalami goncangan, dapat dipastikan akan membawa konsekuensi yang luas pada perekonomian dunia. Menurut Bloomberg dalam Kuncoro 2008, hingga Agustus 2008, dampak krisis mengakibatkan jumlah penganggur di Inggris melejit menjadi 1,79 juta orang atau 5,7 persen dari angkatan kerja. Menurut International Labour Organization, inilah tingkat pengangguran terparah sejak Juli 1991. Melihat situasi tersebut di atas, krisis keuangan yang menimpa Amerika Serikat dengan cepat merembet ke seluruh dunia. Setiap pemerintahan berusaha mencegah agar krisis tidak semakin dalam melumpuhkan perekonomian negara masing-masing. Dampak krisis ekonomi berbeda di setiap negara akan berbeda karena perbedaan kebijakan yang diambil dan fundamental ekonomi negara bersangkutan. Tentunya, negara yang paling rentan adalah negara yang fundamental ekonomi domestiknya tidak kuat. Kuatnya dampak krisis ini pun telah menyebabkan Bank Dunia dan IMF mengoreksi proyeksi tingkat pertumbuhan ekonomi berbagai negara dan dunia. Perekonomian AS, misalnya, diprediksi akan melemah menjadi tumbuh Universitas Sumatera Utara sebesar 1,3 persen pada 2008 dari sebelumnya sebesar 2,7 persen pada 2007. Demikian pula, negara-negara di kawasan Eropa, diprediksi akan melemah dari 2,6 persen pada 2007 menjadi 1,4 persen pada 2008. Adapun laju pertumbuhan Indonesia diperkirakan turun dari 6,5 persen 2007 menjadi sekitar 6,0 persen pada 2008 IMF, 2008 Sistem pasar bebas membuat negara-negara di kawasan Asia Pasifik pun terkena dampak krisis keuangan global tersebut. Salah satu dampak tersebut bisa muncul melalui financial market. Cadangan devisa USD 1 triliun tak menjamin Jepang bebas dari krisis finansial global. Pasar saham di Negeri Matahari Terbit itu juga terkena dampak krisis keuangan global. Ketika investor panik, akhirnya indeks saham Nikkei turun hingga 11,4 persen, penurunan terbesar sejak 1987 Bappenas, 2004. Sejak awal Oktober 2008, indeks saham di Negeri Sakura sudah terkoreksi sekitar 20 persen. Hal yang sama juga terjadi di hampir semua pasar modal di Asia. Selama sepekan, indeks Hang Seng Hong Kong sudah turun 10,78 persen. Indeks Strait Times Singapura terkoreksi 9,53 persen dan Indeks Kospi Korea turun 8,37 persen Aksa, 2008. Dampak lain yang bisa dilihat adalah anjloknya nilai ekspor negara-negara Asia. Contoh paling dekat adalah perekonomian Singapura dan Hongkong. Singapura dan Hongkong dapat terpengaruh besar, karena dua negara itu menjadi salah satu pusat beroperasinya raksasa-raksasa keuangan dunia. Sedangkan Tiongkok akan terpengaruh karena daya beli rakyat AS akan sangat menurun, yang berarti banyak Universitas Sumatera Utara barang buatan Tiongkok yang tidak bisa dikirim secara besar-besaran ke Amerika Serikat. Laporan kuartal IV-2007, ekonomi Singapura yang biasanya tumbuh sekitar 9 persen, anjlok ke 6 persen. Hal itu menunjukkan kemerosotan ekonomi Amerika berdampak terhadap negara-negara Asia lainnya. Bahkan ekonomi Cina, yang dianggap memiliki kekebalan terhadap resesi negara lain, juga terkena imbas. Indeks Shanghai anjlok dan mulai mengantisipasi penurunan ekspornya ke AS dengan mengalihkan ke pasar regional tentunya termasuk Indonesia IMF, 2008. Tentu dibutuhkan kebijakan yang tepat bagi kita untuk mempertahankan pertumbuhan ekspor. Di samping itu, bagi negara-negara lain, perlu juga mewaspadai adanya kemungkinan membanjirnya produk Cina akibat tidak terpenuhinya pasar ekspor mereka di Amerika Serikat. Krisis keuangan di AS mengakibatkan pengeringan likuiditas sektor perbankan dan institusi keuangan non-bank yang disertai berkurangnya transaksi keuangan. Penger ingan likuiditas akan memaksa para investor dari institusi keuangan AS untuk melepas kepemilikan saham mereka di pasar modal Indonesia untuk memperkuat likuiditas keuangan institusi mereka. Aksi tersebut akan menjatuhkan nilai saham dan mengurangi volume penjualan saham di pasar modal Indonesia. Selain itu, beberapa perusahaan keuangan Indonesia yang menginvetasikan dananya di instrumen investasi lembaga keuangan di AS juga mendapat imbas atas kejatuhan nilai saham tersebut Bappenas, 2008. Krisis keuangan di AS yang merambah ke beberapa negara lainnya juga akan mengancam perdagangan beberapa produk ekspor Indonesia di pasar AS, Jepang, dan Universitas Sumatera Utara kawasan Uni Eropa yang telah berlangsung sejak lama. Hal ini sangat berbahaya mengingat produk ekspor Indonesia sangat bergantung pada negara-negara tersebut, sedangkan di dalam negeri produk-produk tersebut kalah bersaing dengan produk impor China yang lebih murah. Krisis keuangan AS berdampak kepada kondisi keuangan semua negara tidak terkecuali untuk negara-negara Asia dan emerging market lainnya. Nilai tukar mata uang negara-negara Asia mengalami depresiasi terhadap mata uang dolar AS, namun apabila melihat kondisi Rupiah dibandingkan yang lainnya masih menunjukkan kondisi yang lebih baik. Selama 1 Januari - 10 Oktober 2008, Rupiah hanya terdepresiasi sekitar 3, jauh dibawah nilai mata uang Philipina 16 dan juga Thailand 17. Hal ini menunjukkan bahwa, ekonomi kita masih terjaga menghadapi krisis ekonomi. Dengan demikian krisis keuangan global memberikan dampak langsung ataupun tidak langsung terhadap perkembangan ekonomi Indonesia Bappenas, 2008. Dampak langsung yang terjadi adalah kerugian pada sebagian kecil investor yang memiliki exposure atas aset-aset yang terkait langsung dengan institusi- institusi keuangan Amerika Serikat yang bermasalah, misalnya lembaga keuangan Indonesia yang menanam dana dalam instrumen Lehman Brothers Imansyah, 2008. Sedangkan dampak tidak langsung krisis finansial global, antara lain Imansyah, 2008: a Mempengaruhi momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam bentuk pengeringan likuiditas, lonjakan suku bunga, anjloknya harga komoditas, dan Universitas Sumatera Utara melemahnya pertumbuhan sumber dana. b Menurunnya tingkat kepercayaan konsumen, investor, dan pasar terhadap berbagai institusi keuangan yang ada. c Flight to quality, pasar modal Indonesia terkoreksi akibat indikasi melemahnya mata uang rupiah dan yang paling mengkhawatirkan apabila para investor yang saat ini masih memegang aset keuangan likuid di Indonesia mulai melepas aset- aset tersebut karena alasan kejatuhan nilai saham akibat faktor tertentu. d Kurangnya pasokan likuiditas di sektor keuangan karena kebangkruta berbagai institusi keuangan global khususnya bank-bank investasi akan berdampak pada cash flow sustainability perusahaan perusahaan besar di Indonesia. Akibatnya, pendanaan ke capital market dan perbankan global akan mengalami kendala dari aspek pricing suku bunga dan availability ketersediaan dana. e Menurunnya tingkat permintaan dan harga komoditas utama ekspor Indonesia tanpa diimbangi peredaman laju impor secara signifikan akan menyebabkan defisit perdagangan yang semakin melebar dalam beberapa waktu mendatang. f Selanjutnya defisit perdagangan tersebut akan menyulitkan penggalangan capital inflow dalam jumlah besar untuk menutup de fisit itu sendiri seiring dengan keringnya likuiditas pasar keuangan global. Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa yang berdampak negatif terhadap negara-negara lainnya, tidak berimbas terlalu besar bagi Indonesia. Hal ini disebabkan net ekspor Indonesia ke luar negeri hanya 10 persen dari total produk domestik bruto PDB. Pasar ekspor utama Indonesia adalah Jepang dan Universitas Sumatera Utara Singapura, kedua negara tersebut sangat merasakan dampaknya dari krisis keuangan global itu. Namun, pemerintah memahami bahwa upaya mengamankan sistem ekonomi secara menyeluruh harus terus dilakukan, khususnya menjaga kekuatan sektor riil Bappenas, 2008. II.2. Teori Tentang Pemutusan Hubungan Kerja II.2.1. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja PHK