Pemikiran Politik Soetan Sjahrir Tentang Sosialisme Dalam Politik Indonesia Tahun 1945 – 1950

(1)

SKRIPSI

PEMIKIRAN POLITIK SOETAN SJAHRIR TENTANG SOSIALISME DALAM POLITIK INDONESIA TAHUN 1945 – 1950

OLEH

ANTON FAKHMI HIDAYAT

050906077

Dosen Pembimbing : Drs. P. Anthonius Sitepu, M.Si

Dosen Pembaca : Dra. T.Irmayani, M.Si

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan rasa syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, Allah SWT, karena hidayahNya penelitian ini dapat dirampungkan dengan segenap usaha dan juga inspirasi yang dating dalam menyiapkan penelitian ini. Dan juga tidak lupa penulis ucapkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang menginginkan setiap ummatnya berakhlak mulia dan selalu belajar dan menuntut ilmu sebagai jalan untuk mengenal TuhanNya.

Skripsi ini berjudul “ Pemikiran Politik Soetan Sjahrir tentang Sosialisme dalam Politik Indonesia Tahun !945-1950”. Penulisan skripsi ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan guna memenuhi syarat untuk menyeleseikan studi program sarjana (S-1) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Politik di Universitas Sumatera Utara.

Atas segala bnetuk bantuan yang didapatkan penulis selama berlangsungnya penulisan skripsi ini dan juga hingga penyusunan laporan hasil penelitian, maka penulis dengan segala kerendahan hati dan penghormatan yang tinggi ingin menghaturkan rasa terima kasih kepada semua yang telah terlibat dalam membantu penulis mneyeleseikan penelitian ini hingga rampungnya skripsi ini.

Tiada kata yang pertama kali penulis ucapkan kepada kedua orang tua saya yang tercinta, yang selalu mendukung saya, memotivasi dan juga doa-doa mereka yang mengiringi penulis selama ini, mereka yang tida henti-hentinya terus berjuang untuk anak-anaknya.

Ucapan terima kasih yang dalam juga penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Drs. P. Anthonius Sitepu, M.Si yang telah bersedia menjadi pembimbing penulis dengan sabar dan hangat dalam menyampaikan setiap masukan dan kritikan


(3)

kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diseleseikan. Dan juga kepada Ibu Dra. T.Irmayani, M.Si yang menjadi dosen pembaca penulis dan juga sebagai Ketua Jurusan Program Studi Ilmu Politik, terima kasih atas masukan, kritikannya yang pedas kepada penulis namun menjadi motivasi bagi saya untuk dapat menyeleseikan skripsi ini.

2. Juga kepada seluruh staf dosen dan pengajar Departemen Ilmu Politik, bang Indra Fauzan, bang Rusdi, Kak Uci, Kak Ema dan yang tidak bisa disebutkan satu persatu, saya ucapkan terima kasih atas segala bantuannya masing-masing dalam membantu penulis.

Kemudian tidak lupa juga kepada-teman-temanku seperjuangan politik stambuk 05, kepada Hanna, yang selalu memotivasi supaya cepat selesei, yang selalu menawarkan bantuan dengan ikhlas, selalu nemenin berbagai urusan di kampus, terima kasih banyak kawan. Kepada Fx yang selalu sms-in, nelponin tentang perkembangan skripsi, tapi kok belakangan ga pernah sms lagi ya?? Thank you bro. dan kepada Fadli, Abdi, yang udah bantu dan memotivasi supaya cepat selesei, terima kasih atas bantuan kalian kawan, kepada Ronald terima kasih udah boleh numpang istirahat dan nginap di kosanmu, sayang kamu udah pulang kawan. Dan juga kepada kawan-kawan politik lainnya yang tidak bisa disebutkan semua.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan disana-sini oleh karena keterbatasan yang ada dalam menyeleseikan skripsi ini, untuk itu penulis menginginkan segala saran, masukan serta kritikan yang dapat membangun kepada penulis.


(4)

ABSTRAKSI

Judul : Pemikiran Politik Soetan Sjahrir tentang Sosialisme dalam Politik Indonesia Tahun 1945-1950

Nama : Anton Fakhmi Hidayat

NIM : 050906077

Departemen : Ilmu Politik

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Pemikiran politik adalah bagian dari studi politik yang menelaah tentang teori-teori dan pemikiran-pemikiran para tokoh tentang politik, filsafat negara, rakyat dan juga etika kemanusiaan. Para filsafat politik memikirkan tentang negara, raja, dan juga rakyat yang ideal yang menginginkan keselarasan dalam menjalankan negara sesuai dengan etika, moral sebagai manusia. Di Indonesia para pemikir politik sudah berkembang dan bermunculan pada masa pergerakan nasional yang menginginkan tanah air terbebas dari belenggu kolonialisme Belanda yang melihat penjajahan dan penghisapan terhadap bumi nusantara. Di antara para pemikir politik di masa pergerakan adalah Soetan Sjahrir yang membawa ideologi Sosialisme demokrasi yang anti Kapitalisme, Kolonialisme dan anti Imperialisme yang menjalar diseluruh dunia.

Penelitian ini bertujuan untuk menggali pengaruh pemikiran Soetan Sjahrir tentang Sosialisme pada politik Indonesia tahun 1945-1950. Bagaimana pemikiran politiknya berpengaruh terhadap setiap perilaku politiknya sewaktu menjabat sebagai Perdana Menteri pertama Republik Indonesia setelah proklamasi. Untuk mengetahui pengaruh pemikirannya dalam setiap pelaksanaan kebijakannya dalam politik Indonesia. Dari pengaruh pemikirannya tentang Sosialisme, dan dicerminkan dalam perilaku serta kebijakannya yang telah mewarnai jajak perjalanan sejarah Indonesia sebelum dan sesudah merdeka. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi pustaka dengan tekhnik analisa deskriptif dengan pendekatan kualitatif.


(5)

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Masalah……….……….. 1

1.2 Perumusan Masalah ………. 7

1.3 Pembatasan Masalah ……….. 8

1.4 Tujuan Penelitian ……… 8

1.5 Manfaat Penelitian ……….. 8

1.6 Kerangka Teoritis ……… 8

1.6.1 Sosialisme………..………10

1.6.2 Sejarah Sosialisme………... 12

1.6.3 Sosialisme menurut Soetan Sjahrir……….. 17

1.7 Metodologi Penelitian ………... 19

1.7.1 Jenis Penelitian………...………... 20

1.7.2 Teknik Pengumpulan Data …………..……….. 20

1.7.3 Teknik Analisis Data……….. 21

1.8Sistematika Penulisan……….. 22

BAB II. BIOGRAFI SOETAN SJAHRIR 2.1Masa Pelajar……….………. 23

2.2Masa Pendidikan di Belanda……….……… 26

2.3Kegiatan Setelah Kembali ke Indonesia….……….. 28

2.4Masa Pendudukan Jepang …………....……… 30

2.5Masa Revolusi Nasional Indonesia ……….. 33

2.6Penculikan Terhadap Sjahrir ……… 35


(6)

2.8Kehidupan Keluarga ……..……….. 39

BAB III. PEMIKIRAN POLITIK SOETAN SJAHRIR TENTANG SOSIALISME DALAM POLITIK INDONESIA TAHUN 1945 – 1950 3.1 Perkembangan Politik Indonesia Pada Tahun 1945-1950………….. 41

3.2 Perjuangan Kita ( Manifesto politik) ………. 42

3.2.1 Revolusi Kerakyatan ……….. 44

3.2.2 Revolusi Nasional ……….. 45

3.2.3 Revolusi dan Partai ……… 46

3.2.4 Revolusi dan Pemerintahan ……… 47

3.3 Soetan Sjahrir dan Kiprahnya Sebagai Perdana Menteri Pertama …. 49 3.3.1 Perundingan Linggarjati ………. 52

3.3.2 Pidato Sjahrir dalam Sidang Dewan Keamanan PBB ………… 56

3.4 Pemikirannya tentang Sosialisme ………. 58

3.5 Pembentukan PSI dan Akhir Perjuangan Sjahrir ………... 67

BAB IV. PENUTUP 4.1 Kesimpulan ……… 78


(7)

ABSTRAKSI

Judul : Pemikiran Politik Soetan Sjahrir tentang Sosialisme dalam Politik Indonesia Tahun 1945-1950

Nama : Anton Fakhmi Hidayat

NIM : 050906077

Departemen : Ilmu Politik

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Pemikiran politik adalah bagian dari studi politik yang menelaah tentang teori-teori dan pemikiran-pemikiran para tokoh tentang politik, filsafat negara, rakyat dan juga etika kemanusiaan. Para filsafat politik memikirkan tentang negara, raja, dan juga rakyat yang ideal yang menginginkan keselarasan dalam menjalankan negara sesuai dengan etika, moral sebagai manusia. Di Indonesia para pemikir politik sudah berkembang dan bermunculan pada masa pergerakan nasional yang menginginkan tanah air terbebas dari belenggu kolonialisme Belanda yang melihat penjajahan dan penghisapan terhadap bumi nusantara. Di antara para pemikir politik di masa pergerakan adalah Soetan Sjahrir yang membawa ideologi Sosialisme demokrasi yang anti Kapitalisme, Kolonialisme dan anti Imperialisme yang menjalar diseluruh dunia.

Penelitian ini bertujuan untuk menggali pengaruh pemikiran Soetan Sjahrir tentang Sosialisme pada politik Indonesia tahun 1945-1950. Bagaimana pemikiran politiknya berpengaruh terhadap setiap perilaku politiknya sewaktu menjabat sebagai Perdana Menteri pertama Republik Indonesia setelah proklamasi. Untuk mengetahui pengaruh pemikirannya dalam setiap pelaksanaan kebijakannya dalam politik Indonesia. Dari pengaruh pemikirannya tentang Sosialisme, dan dicerminkan dalam perilaku serta kebijakannya yang telah mewarnai jajak perjalanan sejarah Indonesia sebelum dan sesudah merdeka. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi pustaka dengan tekhnik analisa deskriptif dengan pendekatan kualitatif.


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pemikiran politik adalah suatu pemikiran tentang asal usul negara, struktur, dasar-dasar dan juga tujuan-tujuan mewujudkan negara itu. Pemikiran politik bersangkut paut dengan moral-moral fenomena kelakuan manusia di dalam suatu masyarakat. Pemikiran politik adalah rekaan orang-orang Yunani karena mereka memiliki tenaga penggerak yang mahir dalam usaha menerangkan apa yang mereka pikirkan1. Pemikiran politik adalah jenis pemikiran yang paling tinggi. Pemikiran politik adalah pemikiran yang berkaitan dengan pengaturan dan pemeliharaan umat. Tingkat tertinggi dari pemikiran politik adalah pemikiran yang berhubungan dengan urusan umat manusia di dunia dari sudut pandang tertentu2

1

K. Ramanathan, Konsep Asas Politik, Malaysia, Wing Cheong Press, 2000, hal. 236

2

Abdullah Qodim Zallum, Pemikiran politik Islam, Bangil, Al- Izzah, hal. 5 .

Pemikiran politik Sjahrir dapat dilihat dari tulisan-tulisannya, bagi dia politik bukanlah hal yang sangat di inginkannya, tetapi menjadi sebuah tanggung jawab buat dia sebagai anak bangsa dan intelektual muda yang beruntung mendapatkan pendidikan tinggi di eropa yang tanah airnya sedang terjajah oleh kolonialisme. Bagi Sjahrir politik bukanlah sekedar merebut kekuasaan dan memanfaatkan kekuasaan tersebut. Oleh sebab itu ia tidak memandang politik merupakan suatu tujuan yang harus dicapai dengan berbagai cara, kemerdekaan Indonesia bukanlah akhir dari tujuan politik, kemerdekaan adalah jembatan menuju kesejahteraan rakyat yang telah lama tertindas dan juga mewujudkan kebebasan manusia sebagai makhluk yangmemiliki martabat. Politik menurutnya adalah wahana untuk mencapai kemerdekaan bangsa.


(9)

Soetan Sjahrir adalah seorang tokoh yang jalan perjuangannya selalu mengutamakan jalan-jalan perdamaian, menghindari cara-cara kekerasan, seperti angkat senjata maupun pengerahan massa dalam jumlah besar. Jika suatu masalah dapat ditempuh dengan jalur diplomasi, maka ia akan menempuh jalur tersebut dalam perjuangannya, walaupun akibatnya ia dapat ditangkap dan di adili karena berhadapan langsung dengan musuh. Sehingga ia banyak dimusuhi oleh tokoh-tokoh perjuangan kemerdekaan lainnya karena di anggap lemah dan berkompromi dengan pihak Belanda sedangkan tokoh lainnya berjuang dengan angkat senjata terhadap kolonial, seperti yang dilakukan oleh Jendral Soedirman maupun agitasi-agitasi politik dikalangan rakyat bawah yang dilakukan oleh Tan Malaka

Tujuan perjuangan Sjahrir adalah mencapai kemerdekaan, dan kemerdekaan adalah jembatan untuk mencapai tujuan, yaitu kerakyatan, kemanusiaan, kebebasan dari kemelaratan, tekanan dan penghisapan, keadilan, pembebasan bangsa dari ancaman sisa-sisa feodalisme dan pendewasaan bangsa. Tujuannya tersebut dapat ia wujudkan sewaktu menjadi Perdana Menteri yaitu satu negara Indonesia yang merdeka, demokratis, berkerakyatan, memberi pendidikan politik pada rakyat tentang hak dan tanggung jawab membela kemerdekaan dan menegakkan demokrasi.3

Soetan Sjahrir adalah tokoh yang kontroversial pada masa itu, ia mempunyai cirri khas yang kompleks, pemikirannya sering kali berbeda dengan tokoh perjuangannya lainnya, seperti dengan Tan Malaka, Soekarno, dan yang lainnya. Dengan Tan Malaka, Sjahrir menolak aksi massa dan mobilisasi dengan cara agitasi politik seperti yang dilakukan oleh Tan Malaka. Tan Malaka yang komunis mengutamakan revolusi untuk memperoleh kemerdekaan, mengutamakan kebutuhan materil rakyat dalam tujuannya, sedangkan Sjahrir menginginkan proses evolusi untuk mencapainya, dan menekankan kesejahteraan dan penghormatan terhadap martabat manusia orang perorang.

3

Subadio Sastrosatomo, “Sjahrir: Suatu Perspektif Manusia dan Sejarah”, dalam H. Rosihan Anwar (ed.). Mengenang Sjahrir, Jakarta, Gramedia, 2010, hal. xxxix


(10)

Berkaitan perbedaan pandangan dengan Soekarno, Bernhard Dam seorang sejarawan Jerman menjelaskan perbedaan tersebut disebabkan mereka yang pergi ke Eropa seperti Hatta dan Sjahrir sekembalinya ke tanah air, mereka menemukan bahwa mereka telah kehilangan kontak dengan masa yang menurut mereka tampak bodoh, penuh dengan tahayul dan terbelakang serta tidak punya pengertian untuk pikiran-pikiran mereka yang dianggap modern atau barat. Berbeda dengan Soekarno yang sekitar tahun 1930 hubungan dengan Eropa masih asing baginya dan apa yang diketahuinya tentang itu sangat dipengaruhi oleh ideologi. Seringkali ia berbicara dengan bahasa rakyat dan untuk melukiskan perjuangan melawan kolonialisme Soekarno banyak mengambil dari mitologi jawa. Sehingga Sjahrir pada saat itu menyebut pikiran-pikiran Soekarno sebagai nasionalisme kabur.4

Menurut Bernard Dahm lagi, bahwa Sjahrir menginginkan didirikannya banyak partai politik yang telah merongrong sistem satu partainya Soekarno, dimana Soekarno setuju dengan sebuah partai nasionalis yang melingkupi semua aliran dengan disiplin kuat dan dengan pimpinan yang hamper mempunyai kekuasaan penuh diktatorial. Demokrasibaginya adalahdemocratisch centralismeyaitu demokrasi terpimpin, dimana pimpinan partai harus mempunyai kekuasaan untuk menghukum setiap penyelewengan.5

Perilaku politik adalah segala perilaku yang berkaitan dengan proses politik6

4

Bernhard Dahm dalam dissertasinya untuk mencapai gelar doctor dalam ilmu sejarah, Sukarnos Kampf um Indonesiens Unabhangigkeit, dalam :Rosihan Anwar, Perjalanan Terachir Pahlawan Nasional Soetan Sjahrir, Jakarta: Pembangunan, 1966, hal 57

5 Ibid., 6

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia Widiasarana Indonesia, 1992, hal. 15

. Perilaku politik merupakan produk sosial sehingga untuk memahaminya diperlukan dukungan konsep dari beberapa disiplin ilmu. Maka untuk memahami perilaku politik tidak hanya menggunakan konsep politik saja, tetapi juga didukung dengan konsep ilmu-ilmu sosial lainnya, hal ini menunjukkan bahwa ilmu politik tidak merupakan disiplin ilmu yang berdiri sendiri tetapi memiliki hubungan yang erat dengan disiplin ilmu yang lain.Perilaku


(11)

politik aktor politik seperti perencanaan, pengambilan keputusan dan penegakan keputusan dipengaruhi oleh berbagai dimensi latar belakang yang merupakan bahan dalam pertimbangan politiknya. Demikian juga dengan warga negara biasa dalam berperilaku politik juga dipengaruhi oleh berbagai faktor dan latar belakang.

Dalam hal ini, pemikiran politik seorang Sjahrir dapat dilihat dari perilaku politik Sjahrir dalam politik Indonesia pada awal kemerdekaan, Sjahrir banyak memainkan peranannya ketika menjadi Perdana Menteri. Pada saat Sjahrir menjadi perdana menteri pertama Indonesia, Soekarno untuk sementara berada di belakang karena tidak dpercaya oleh Belanda untuk melakukan perundingan, Sjahrirlah yang dipercaya oleh Belanda karena dianggap bersih dari sikap pro Jepang dimana Soekarno dan Hatta di anggap kooperatif dengan Jepang. Setelah persetujuan Linggarjati ditandatangani, maka Sjahrir bukan saja berhasil menempatkan Indonesia di peta politik dunia, sekaligus menghapus semua tuduhan Belanda bahwa Soekarno-Hatta adalah kolaborator dan penjahat perang.7

7

Abu bakar loebis, Kilas balik Revolusi, Kenangan, Pelaku, dan Saksi, Jakarta, UI-Press, 1992, hal.361 Lima hari setelah proklamasi diumumkan, dibentuklah Komite Nasional Indonesia Pusat, yang beranggotakan 137 orang. Kelompok pemuda mendorong Sjahrir menjadi ketua komite, namun ia menolak. Sjahrir masih menunggu sejauh mana komite mencerminkan kehendak rakyat. Kemudian pada rapat Komite Nasional kedua pada 16 Oktober 1945 merupakan salah satu titik penting perjalanan politik Sjahrir. Sjahrir diangkat menjadi ketua komite secara aklamasi. Negara Kesatuan Republik Indonesia yang baru merdeka menghadapi rintangan berat. Belanda sangat ingin menjajah Indonesia kembali, sedangkan sekutu belum menerima kemerdekaan Indonesia. Sjahrir yang telah memprediksi sikap sekutu tersebut, berpendirian dalam menghadapai Belanda dan sekutu itu, tidak bisa lagi dengan angkat senjata, tapi harus dengan diplomasi.


(12)

Kemudian dengan suara bulat, rapat memutuskan sebelum Majelis dan Dewan dibentuk, kekuasaan Presiden dialihkan ke komite. Pada 11 November 1945 Sjahrir diangkat menjadi formatur kabinet baru yang bertanggung jawab kepada komite nasional, bukan kepada Presiden Soekarno. Tiga hari kemudian Sjahrir diangkat menjadi perdana menteri, sekaligus juga menjabat sebagai menteri luar negeri dan dalam negeri, sedangkan Amir Sjarifoedin sebagai wakil komite diangkat sebagai menteri pertahanan rakyat dalam kabinet parlementer. Adanya Maklumat X pada 3 November 1945 yang mengatur tentang pembentukan partai politik, membuat kerja sama Sjahrir dengan Amir semakin erat. Sjahrir mendirikan Partai Rakyat Sosialis (Paras) dan Amir mendirikan Partai Sosialis Indonesia (Parsi). Karena sama-sama beraliran sosialis, kemudian keduanya meleburkan Parsi dan Paras menjadi Partai Sosialis.

Setelah ditunjuk sebagai perdana menteri, ia mengambil jalan diplomasi. Menurutnya, untuk mempertahankan kemerdekaan yang harus dilakukan adalah menggelar perjanjian dengan Belanda untuk mengakui kemerdekaan Indonesia. Dalam proses ini ia berusaha menutup peluang Belanda untuk menyudutkan Indonesia sebagai negara yang tidak aman, sehingga perlu campur tangan asing. Sehingga untuk mengantisipasi itu, Sjahrir mengeluarkan kebijakan politik militer. Semua kekuatan bersenjata, baik tentara maupun laskar harus keluar dari Jakarta, Sjahrir mengumumkan Jakarta sebagai kota Internasional. Agar program ini menarik perhatian dunia, maka digelar banyak pameran kesenian yang dipublikasikan keluar negeri.8

Sjahrir mengenalkan Indonesia di forum-forum internasional, seperti pada konferensi Asia di New Delhi tahun 1946, ia juga memberikan bantuan kemanusiaan berupa sumbangan beras kepada India yang terancam kelaparan akibat gagal panen.Perundingan Linggarjati adalah hasil dari politik diplomasi Sjahrir, yang memutuskan wilayah Indonesia

8

Tempo (edisi khusus 100 tahun Sjahrir), Sutan Sjahrir: Peran Besar Bung Kecil, edisi 9-15 Maret 2009, hal. 46-47


(13)

secara de facto hanya Jawa, Sumatera dan Madura. Indonesia kemudian menjadi Republik Indonesia Serikat yang tergabung dalam Uni Indonesia Belanda. Dalam perundingan tersebut Sjahrir memasukkan pasal tambahan mengenai arbitrase, yaitu jika ada perselisihan menyangkut perjanjian tersebut, akan diajukan ke Dewan Keamanan PBB. Pasal ini akhirnya terbukti menjadi penyelamat ketika Belanda melakukan agresi ke wilayah Indonesia.

Ketika Belanda melakukan agresi militernya ke sejumlah kota-kota penting Indonesia, Sjahrir lalu memimpin delegasi Indonesia dan berangkat ke sidang Dewan Keamanan PBB di Lake Success, Amerika Serikat. Ia berpidato menjelaskan bahwa kemerdekaan Indonesia bukanlah hadiah dari Jepang, dan meminta PBB mengeluarkan putusan untuk memaksa pasukan Belanda untuk mundur dari wilayah Indonesia. Pidato Sjahrir di Dewan Keamanan ini dimungkinkan karena adanya pasal tentang arbitrase pada perjanjian Linggarjati yang diusulkan oleh Sjahrir sebelumnya.

Perkembangan sistem politik Indonesia pada awal kemerdekaan periode 1945 sampai 1950 sangat bergejolak. Pertama perubahan fungsi Komite Nasional dari pembantu Presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara berdasarkan Maklumat Wakil Presiden Muhammad Hatta no. X (iks) tanggal 16 Oktober 1945. Kedua ialah perubahan sistem kabinet Presidensil menjadi kabinet parlementer berdasarkan usul dari Badan Kerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) pada tanggal 11 November 1945, yang kemudian disetujui oleh Presiden Soekarno dan diumumkan dengan Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945.

Sementara itu pada tanggal 3 November 1945, atas usul BP-KNIP, pemerintah mengeluarkan Maklumat X yang ditandatangani oleh Wakil Presiden Muhammad Hatta tentang pembentukan partai-partai politik. Bahwa pendirian partai-partai tersebut adalah


(14)

untuk memperkuat perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjamin keamanan masyarakat.9

Namun pada tanggal 27 Desember 1949 berlaku konstitusi RIS, UUD 1945 tidak berlaku lagi, yang berlaku adalah UUD Negara Bagian RI yang berpusat di Yogyakarta dalam kerangka konstitusi RIS. Berdasarkan konstitusi RIS, negara kesatuan Republik Indonesia menjadi Negara federasi RIS, dengan Soekarno sebagai Presidennya.

Sejak tanggal 14 November 1945 kekuasaan pemerintah (eksekutif) dipegang oleh perdana menteri sebagai pemimpin kabinet dengan para menteri sebagai anggota kabinet. Secara bersama-sama atau sendiri-sendiri perdana menteri dan para menteri itu bertanggung jawab kepada KNIP yang berfungsi sebagai legislatif (DPR) dan tidak bertanggung jawab kepada Presiden seperti dalam UUD 1945. Perkembangan sistem politik tersebut sangat berpengaruh terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, yang menyebabkan semakin meningkatnya ketidakstabilan di bidang politik, ekonomi, pemerintahan dan keamanan.

10

1.2Perumusan Masalah

Akan tetapi Negara federasi RIS hanya berlangsung singkat, disebabkan oleh banyaknya desakan dari berbagai daerah untuk kembali menjadi Negara kesatuan. Pembubaran dan penggabungan Negara-negara bagian itu memang dimungkinkan dalam ketentuan pasal 43 dan 44 konstitusi RIS.

Dengan dipelopori oleh pemimpin republik, Soekarno, Hatta dan Sjahrir maka pada tanggal 17 Agustus 1950, Negara federasi RIS kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan konstitusi sementara yang dikenal dengan UUDS 1950, yang merupakan konstitusi ketiga. Menurut UUD sementara ini, sistem pemerintahan yang di anut adalah sistem pemerintahan parlementer bukan presidensil.

9

Penataran P4, Jakarta, 1994, hal.351

10


(15)

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka peneliti merumuskan masalahnya, yaitu :

1. Bagaimana deskripsi tentang Soetan Sjahrir?

2. Bagaimana pemikiran politik serta peran Soetan Sjahrir pada politik Indonesia pasca kemerdekaan?

1.3Pembatasan Masalah

Untuk memperjelas serta mempertegas batasan ruang lingkup penelitian dengan tujuan untuk menghasilkan uraian yang sistematis maka diperlukan adanya batasan masalah. Penelitian akan dibatasi pada bagaimana pemikiran dan peran politik Soetan Sjahrirpolitik Indonesia pada tahun 1945 sampai 1950 saja.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mendeskripsikan tentang seorang soetan Sjahrir.

2. Untuk menganalisis pemikiran dan perannya Soetan Sjahrir terhadap politik Indonesia pada awal kemerdekaan

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Secara akademis, penelitian ini dapat menambah referensi dan literatur bagi departemen Ilmu politik tentang pemikiran politik tokoh.

2. Dapat menambah wawasan bagi penulis sendiri untuk memahami pemikiran politik Soetan Sjahrir sebagai seorang pahlawan kemerdekaan.


(16)

Definisi politik sendiri dalam sebagai suatu ilmu mempunyai pengertian yang berbeda dikalangan para ahli, namun secara garis besar politik adalah kekuasaan dan segala sesuatu yang berorientasi kepada tujuan pencapaian kekuasaan. Secara umum, politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (negara) yang menyangkut tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu.11 Pengambilan keputusan itu tentang apa saja yang menjadi tujuan utama dari suatu sistem politik dan memiliki beberapa alternatif dalam penyusunan skala prioritas dari sejumlah tujuan yang telah dipilih tersebut. Dan untuk melaksanakan segala tujuan tersebut diperlukan public policy yang menyangkut pengaturan dan alokasi dari sumber-sumber yang ada.Untuk melaksanakan kebijakan itu, baik untuk membina kerja sama maupun untuk menyeleseikan konflik yang mungkin timbul dari proses ini. Cara yang dipakai bersifat paksaan (coercion). Tanpa ada unsur paksaan, kebijakan ini hanya merupakan perumusan keinginan (statement of intent) belaka. Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals) dan bukan tujuan pribadi seseorang (private goals).12

Menurut Adrian Leftwich dalam bukunya What is politics?, menjelaskan bahwa poltik adalah jantung dari semua kegiatan sosial kolektif, formal maupun informal, public dan privat, di dalam semua kelompok-kelompok manusia, lembaga-lembaga dan masyarakat, mulai dari interaksi sosial keluarga sampai kepada interaksi di dalam bangsa maupun lintas bangsa. Yang membedakannya dengan interaksi sosial biasa adalah bahwa politik melahirkan kekuasaan yang memperhatikan penciptaan, pendistribusian dan penggunaan sumber-sumber keberadaan sosial manusia. Dengan demikian, politik memunculkan dimensi kekuasaan pengambilan keputusan, kekuasaan atas agenda setting dan kekuasaan atas kontrol pemikiran.13

11

Mirriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1992, hal.8

12

Ibid, hal. 9

13

Adrian Leftwich, What is Politics? The Activity and Its Study, , Oxford and New York, Blackwell, 1984, hal.64


(17)

Jika politik secara hakiki dipandang sebagai proses interaksi antar elemen di dalam suatu negara atau dunia yang berisikan konflik dan konsesus, maka politik dapat diartikan sebagai suatu perjuangan memperebutkan sumber-sumber yang terbatas melalui kekuasaan di tengah-tengah hasrat atau keinginan manusia yang cenderung tidak terbatas. Dengan begitu, menjadi penting pula membicarakan bagaimana proses serta hasil dari pengambilan keputusan kebijakan publik dilakukan, siapa menentukan apa dan mendapatkan apa dan bagaimana proses saling mempengaruhi dalam pembuatan kebijakan pendistribusian sumber-sumber yang ada di sebuah negara.14

1. Negara (state)

Perbedaan-perbedaan yang ditemui dalam definisi politik disebabkan oleh adanya perbedaan dalam menganalisa suatu aspek dalam politik tersebut, sedangkan dalam politik terdapat konsep-konsep pokok, yaitu :

2. Kekuasaan (power)

3. Pengambilan Keputusan (decision making) 4. Pembagian (distribution) atau alokasi (allocation)

Bagi Sjahrir politik bukanlah sekedar perkara yang pragmatis sifatnya, yang hanya menyangkut suatu tujuan dan cara mencapai tujuan tersebut, yang dapat ditangani dengan memakai rasionalitas instrumental. Bagi Sjahrir politik lebih dari pragmatisme simplistis, tetapi mengandung sifat eksistensial dalam wujudnya, karena melibatkan juga rasionalitas nilai-nilai. Politik lebih mirip suatu etika yang menuntut agar suatu tujuan yang dipilihharus dapat dibenarkan oleh akal sehat yang dapat diuji, dan cara yang ditetapkan untuk mencapainya haruslah dapat dites dengan kriteria moral.15

1.6.1 Sosialisme

14

Harold D Laswell menyimpulkan hal ini dalam bukunya Politics: Who Gets What, When and How? 15

Lihat Dr. Ignas Kleden, Sutan Sjahrir: Etos Politik dan Jiwa Klasik ( orasi mengenang Sutan Sjahrir pada 8 April 2006 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Dalam H. Rosihan Anwar, Sutan Sjahrir: Demokrat Sejati, Pejuang Kemanusiaan, Jakarta, PT Kompas Media Nusantara, 2010, hal. 8


(18)

Pengertian sosialisme sebagai ideologi dapat didefinisikan lebih sempit eksistensi sosialisme sebagai paham atau ideologi yaitu Sosialisme ialah faham yang bertujuan perubahan bentuk masyarakat dengan menjadikan perangkat produksi menjadi miliki bersama dan pembagian hasil secara merata disamping pembagian lahan kerja dan bahan konsumsi secara menyeluruh. Dapat pula kita definisikan Sosialisme adalah sistem hidup yang menjamin hak asasi manusia, hak sama rata (equality), demokrasi, kebebasan dan sekularisme. Jaminan ini akan mewujudkan keadilan secara keseluruhan.

Dalam membahas istilah sosialisme terdapat banyak tafsiran mengenai faham ini, diantara banyak tafsiran tersebut terdapat dua pandangan yang mewakilinya. Yang pertama sosialisme dikaitkan dengan faham komunisme yang berlandaskan pada ajaran Marxisme dan Leninisme. Pandangan yang kedua, sosialisme adalah berbeda dengan komunisme, istilah yang sering digunakan yaitu sosial-demokrat atau demokrasi sosial. Perbedaan yang paling mencolok antara dua pandangan ini adalah bahwa demokrasi sosial melaksanakan cita-citanya melalui jalan evolusi, persuasi, tanpa jalan kekerasan, tetapi melalui jalan pemilihan umum dan perjuangan dalam parlemen. Sebaliknya komunisme yakin bahwacita-citanya hanya dapat dicapai melalui dengan menghancurkan masyarakat lama melalui revolusi dan suatu kediktatoran proletar.16

Sosialis dan Komunis memang sangatlah tidak sama, bukan saja filosofinya yang berbeda, tetapi dari segi metode dan tujuan pun tidak sama. Meskipun demikian terdapat Sosialisme adalah paham tentang masyarakat yang lebih umum. Semula, kata itu merupakan nama untuk hasrat dan gerakan yang ingin membangun masyarakat yang adil dan bebas, dengan keyakinan bahwa sumber segala ketidakadilan adalah hak milik pribadi dan itu harus dihapuskan.

16

Miriam Budiarjo (ed.), Simposium, Kapitalisme, Sosialisme, Demokrasi ( Jakarta, Gramedia, 1984), dalam Miriam Budiarjo, Demokrasi di Indonesia: Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, Jakarta, Gramedia, 1996, hal. 108


(19)

semangat yang sama dari dua aliran yang sering kedua istilah yang maknanya berbeda, tetapi digunakan dalam konteks yang sama atau sebaliknya. Kesamaan yang dimaksud adalah dalam soal pemihakan, keduanya sama-sama berpihak kepada penbelaan atas keadaan penderiataan masyarakat lemah dan berbasis kepada nilai kolektifitas dan solidaritas dalam membangun metode yang dianutnya. Selain itu paham sosialisme dan komunisme lahir menjadi kekuatan ideologis sebagai reaksi atas ketidaksetujuan dan penentangan keras terhadap keberadaan liberalisme dan kapitalisme sebagai ideologi yang menekankan kepentingan individu (individualisme) serta kuat berpegang kepada pandangan hasil pemikiran yang rasional semata.

1.6.2 Sejarah Sosialisme

Dalam perjalanan sejarahnya sosialisme dan komunisme sebagai suatu kekuatan ideologi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, keduanya memiliki sifat dan metode gerakan politik maupun cita-cita akhir politik yang sangat berbeda, bahkan dalam kenyataannya kedua pengikut ideologi itu saling bertentangan. Dari aspek sejarah kelahiran sosialisme tidak terlepas sebagai reaksi atas liberalisme dan kapitalisme, tetapi secara filosofis faham ini di inspirasikan dari perintah agama. Nilai-nilai teologis memiliki peran penting terhadap lahirnya gagasan sosialisme. Di eropa, jelas agama kristiani sebagai pemeluk mayoritas dan akarnya telah demikian kuat bersemai dalam kehidupan masyarakat barat, dan memiliki peran penting dalam membangun ideologi sosialis ini. Pada tahun 1642, Uskup Agung Cantebury, William Temple, dalam bukunya crhistiany and the social order, mengemukakan pemikiran yang sangat dekat dengan sosialisme. Ia memiliki pandangan bahwa setiap sistem ekonomi untuk sementara maupun selamanya, memberikan pengaruh edukatif yang sangat besar dan karena itu gereja harus ikut mempersoalkannya.17

17


(20)

Setelah melebarnya sayap-sayap Ideologi Liberalisme dan Kapitalisme, maka dunia telah tersentuh ideologi ini dipenuhi dengan dengan pragmatisme hidup, sikap individualitas, konsumerisme, hedonisme, materialism dan sekularisme. Ini telah menimbulkan masalah sosial sampai pada tingkat unit sosial terkecil, seperti melemahkan ikatan emosional dalam keluarga, disorientasi, disorganisasi sosial, pada skala yang besar timbulnya aliansi sosial sebab jauh dari agama dan ketimpangan sosial dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Ini yang kemudian menimbulkan reaksi untuk memberikan rumusan alternatif dalam melakukan perubahan sosial ditengah masyarakat, maka lahirlah paham Sosialisme. Mereka menentang kepentingan individu sebagai dasar pribadi, juga kebebasan ekonomi yang perlu melibatkan negara. Sosialisme mengusahakan industri negara bukan semata digunakan untuk mencari keuntungan yang melebihi usaha keuntungan kapitalis yang mungkin berhasil mungkin tidak.

Akan tetapi, untuk mengembangkan sistem penyelenggaraan industri yang lebih demokratis, bermanfaat dan bermartabat, penggunaan mesin yang lebih memperhatikan manusia dan penggunaan hasil kecerdasan manusia yang lebih bijak.18

Awal mula lahirnya Sosialisme tidak dapat dipastikan, ada beberapa pendapat yang menyatakan doktrin sosialis berasal dari Plato, sebab konsep kemakmuran yang ideal yang dicita-citakan faham sosialis telah ada dalam karya Plato yang berjudul Republic. Dalam karya tersebut Plato menggambarkan bahwa penguasa tidak memiliki kekayaan pribadi, serta apa yang dimiliki oleh negara berupa hasil produksi dan konsumsi dibagikan sama Kemudian lahirlah tokoh-tokoh sosialis seperti St. Simon (1760 – 1825), Fourier (1837), Robert Owen (1771– 1858), Louis Blane (1813 – 1882), Bakunin (1814 – 1876).

18


(21)

kepada semua. Robert Owen dikenal sebagai pelopor sosialisme Inggris, ia juga merupakan orang pertama yang menggunakan kata Sosialisme.19

Robert Owen berpendapat bahwa yang bertanggung jawab atas penderitaan manusia dan penyakit-penyakit sosial bukanlah individu tetapi masyarakat. Owen juga percaya bahwa masyarakat bisa dan harus berubah.20 Sedangkan Saint Simon berpendapat bahwa masalah-masalah sosial yang dihadapi dapat diatasi jika masyarakat diatur menjadi “asosiasi produktif” yang pimpinannya diserahkan kepada para teknokrat dan ahli-ahli industry, yang mengatur kehidupan secara rasional dan mengendalikan kekuatan-kekuatan ekonomi termasuk usaha swasta.21

Pada tahun 1844, Friedrich Engels datang ke Paris dan bertemu dengan Marx untuk pertama kalinya. Mereka berdua lalu bekerjasama dalam membangun pemikiran-pemikiran revolusioner dan komunis. Karya-karya bersama mereka di antaranya berjudul The Holy

Family, The German Ideology dan The Communist Manifesto. Dalam manifesto komunis

Marx mendefinisikan berbagai mazhab yang mengaku “sosialis” dengan menunjuk ke golongan sosial yang mereka wakili, yaitu sosialisme feodal, sosialisme borjuis kecil. Dalam manifesto komunis Engles menyatakan Sosialisme modern isinya yang utama adalah

Robert Owen, Saint Simon dan Fourier mereka mencoba memperbaikinya terdorong oleh rasa perikemanusiaan tetapi tidak dilandasi dengan konsep yang jelas dan dianggap hanya angan-angan belaka, karena itu mereka disebut kaum Sosialis Utopia. Karl Marx dari Jerman juga banyak mengecam keadaan ekonomi dan sosial di sekitarnya, tapi menurut Karl Marx keadaan tidak dapat diperbaiki dengan landasan biasa seperti gali lobang tutup lobang, menurutnya keadaan ini harus diperbaiki dengan teori sosial didasari hukum-hukum ilmiah dan untuk membedakan gagasannya dengan sosialis utopis.

19

William Ebenstein & Edwin Fogelman, Op. cit, hal. 211

20

Michael Newman, Sosialisme Abad 21: Jalan Alternatif atas Neoliberalisme, Yogyakarta, Resist Book, 2006, hal. 11

21


(22)

pengertian, dari satu sisi, mengenai pertentangan kelas antara pemilik dengan non-pemilik modal, antara kaum kapitalis dan kaum buruh dan dari sisi lain adalah pengertian tentang keadaan anarkis yang marajalela dibidang produksi. Menurut Marx, masyarakat berubah dan berkembang secara dialektik, artinya masyarakat dinegasikan sehingga akhirnya menjadi komunis. Dalam uraian Marx, komunis adalah tahap negasi dari negasi. Negasi diartikan sebagai penghancuran dari yang lama, sebagai hasil dari perkembangan sendiri yang diakibatkan oleh kontradiksi intern. Proses ini sering dinamakan dengan Materialisme Historis.22

Menjelang akhir abad ke-19 terjadi perkembangan baru dalam industri di Eropa, yang tak sesuai dengan ramalan Marx tentang tahapan-tahapan menuju revolusi proletar. Dari sinilah berkembang paham Marxisme yang banyak dianut dan dipercayai mampu membela hak kaum kecil dalam artian dapat mengganti paham kapitalisme untuk menuju masyarakat sosialis. Marxis ialah bagian terpenting dari paham sosialis paling banyak menyebar dan pengaruhnya tidak sedikit.

Pada masa Lenin (1870-1924). Dia terpengaruh oleh populisme, namun setelah mempelajari Das Kapital dia semakin cenderung ke arah Marxis. Ia memperkenalkan istilah sosialisme untuk masa yang oleh Marx disebut tahap pertama masyarakat komunis Marxisme beda dengan komunisme. Yang pertama merupakan sebagian dari komunisme, sementara komunisme lebih daripada hanya marxisme. Komunisme berideologi bukan hanya marxisme, tetapi marxisme-leninisme. Artinya, marxisme sebagaimana dipersepsi Lenin. Tambahan Lenin pada marxisme adalah ajaran tentang perebutan kekuasaan oleh Partai Komunis, hal yang tak pernah dipikirkan oleh Karl Marx. Ajaran Marx umum sifatnya, sementara Lenin bicara strategi dan taktik perjuangan proletariat atas pimpinan Partai Komunis. Lalu Lenin berhasil menciptakan revolusi Oktober 1917.

22

Lihat Private Property and Communism”, seperti yang dikutip oleh Stanley Moore, Marx on the Choice between Socialism and Communism ( Cambridge, Mass : Harvard University Press, 1980), hal. 16, Ibid, hal. 116-117


(23)

Industri bertumbuh pesat, kaum pekerja pabrik bertambah banyak dan proletarisasi memang meluas, tetapi kaum buruh tidak menjadi semakin miskin dan sengsara, tidak mengalami

Verelendung sebagaimana diramalkan Marx. Demikianpun buruh tidak menjadi lebih

radikal karena ditemukan metode baru untuk memperbaiki nasib mereka melalui mogok dan hak pilih.

Eduard Berstein dan Rosa Luxemburg yang mencoba merevisi ajaran Marx, Berstein tampil dan mengusulkan agar kaum sosialis Jerman melepaskan diri dari ajaran Marx dan mendirikan partai politik sendiri. Sifat internasional gerakan buruh ditolak, karena menurut Bernstein dan pengikutnya, buruh tetap mempunyai tanah air. Ajaran Marx perlu direvisi secara besar-besaran sehingga gerakan ini dinamakan revisionisme di kalangan Marxis. Pemisahan kaum sosialis Jerman dari Marxisme ortodoks ditandai oleh terbitnya buku Bernstein berjudul Voraussetzungen des Sozialismus und die Aufgaben der Sozialdemokratie (syarat-syarat sosialisme dan tugas-tugas sosial-demokrasi) pada 1899. Menurut Bernstein, tujuan dapat dicapai tanpa revolusi, melainkan melalui jalan parlementer.23

Pada abad 20, kata sosialisme mendapat makna lebih luas. Sosialisme terpecah menjadi Sosialisme Komunis dan Sosialisme Demokratis atau kini dikenal Sosialisme Demokrat (Sosdem). Kedua paham yang ingin memperjuangkan keadilan sosial lewat cita-cita demokrasi dan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM). Maka Sosdem sejak Perang Dunia II menjadi soko guru demokrasi Barat. Konsep sosial-demokrasi muncul pertama kali di kalangan kaum sosialis Jerman di bawah pimpinan Eduard Bernstein, setelah berdirinya Gerakan Buruh Internasional II (dikenal sebagai Internasional II) di Paris pada Juli 1889. Internasional II lahir dua dasawarsa setelah Internasional I yang didirikan pada 1864 dengan mengikuti gagasan Marx, hancur berantakan oleh revolusi 1871 yang menelan korban lebih dari 20 ribu jiwa.

23


(24)

Kritik kepada Marx menimbulkan antikritik yang sama gencarnya mempertahankan Marxisme. Pergolakan dalam kalangan Marxis Jerman melahirkan tiga sayap pergerakan, yaitu sayap kanan di bawah pimpinan Bernstein yang menganjurkan sosial-demokrasi, sayap tengah dengan dua tokoh utama, August Bebel dan Karl Kautsky, yang menolak mogok sebagai metode perjuangan kaum pekerja, dan sayap radikal di bawah Rosa Luxembourg. Internasional II praktis bubar dengan pecahnya Perang Dunia I, sampai muncul Internasional III sesudah pecah Perang Dunia II. Tiga pimpinannya yang kemudian memainkan peranan penting adalah Lenin, Trotsky, dan Stalin, yang mencoba menghidupkan kembali impian semula dari Marx, yaitu mengobarkan revolusi proletar di seluruh dunia.

Tulisan-tulisan Lenin yang bersifat menafsirkan dan menyederhanakan ajaran Marx dan Engels dan menyesuaikannya dengan keadaan Rusia di abad 20, dikukuhkan dan dinamakan “Leninisme, Marxisme dalam era Imperialisme”. Dengan demikian Leninisme menjadi komponen integral dari ajaran komunisme, yang karena itu juga disebut dengan “Marxisme-Leninisme”.24

Soetan Sjahrir adalah tokoh yang pemikirannya seringkali berlawanan dengan tokoh kemerdekaan lainnya, pemikirannya sering di anggap jauh melampaui zamannya. Sjahrir adalah tokoh yang kontroversial pada saat itu, dengan sikapnya yang sering berlawanan dengan tokoh perjuangan lainnya. Ideologi dan pemikirannya tersebut banyak terbentuk sewaktu dia kuliah di Belanda yang pada saat itu eropa berada pada masa pencerahan. Di Belanda ia dekat dengan kelompok-kelompok sosial demokrat, dan kemudian mempelajari Sosialisme lebih dalam, sehingga dengan yakin dia memutuskan Sosialisme sebagai ideologinya dalam berjuang membebaskan tanah airnya dari kolonialisme dan imperialisme

1.6.3 Sosialisme Menurut Soetan Sjahrir

24 Ibid,


(25)

Belanda. Dalam usahanya mempelajari Sosialisme lebih dalam, ia dekat dengan golongan kiri maupun dengan golongan anarkis yang menjauhkan diri dari segala bentuk kapitalisme ataupun yang berhubungan dengannya. Dan ia pernah bekerja pada Sekretariat Buruh Transportasi Internasional (International Transport Workers Federation).

Sjahrir dengan serius mempelajari Marxisme. dia mengamati dan menyadari bahwa ajaran Marx tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat eropa. Kaum buruh tidak berperan sebagai kelas revolusioner dan tidak mengalami proses pemiskinan. Kapitalisme tidak runtuh sebagaimana diramalkan oleh Marx, kapitalisme mampu mengadopsi buruh. Maka perjuangan kelas yang merupakan sendi ajaran Marx tidak lagi relevan atau mengena. Sosialisme tidak perlu dicapai dengan cara revolusi, tapi dengan cara demokratis.25

Marxisme bukan berhala yang dipuja dan wajib dilaksanakan secara kaku dan doktriner. Marxisme bisa dipakai sebagai alat analisa memahami perkembangan masyarakat. Dalam mempelajari Sosialisme, Sjahrir sudah dipengaruhi oleh aliran revisionisme yang mengkritik Marxisme.26

Sosialisme merupakan alat perjuangan untuk melepaskan Indonesia dari cengkeraman kolonialisme Belanda yang merupakan bagian dari imperialisme menurut teori imperialism Lenin. Dan setelah Indonesia mencapai kemerdekaan, maka kemerdekaan itu harus dikawal dari ancaman nasionalisme yang bisa berkembang menjadi chauvinisme dan feodalisme yang akan dimanfaatkan oleh pemimpin lokal untuk mendapatkan

Aliran yang muncul pertama kali oleh seorang sosialis Jerman yaitu Edward Bernstein, pemisahan kaum sosialis Jerman dari Marxisme ortodoks ditandai oleh terbitnya buku Bernstein berjudul Voraussetzungen des Sozialismus und die Aufgaben der Sozialdemokratie (Syarat-Syarat Sosialisme dan Tugas-Tugas Sosial-Dsemokrasi) pada 1899.

25

Rosihan Anwar, Soetan Sjahrir, Demokrat Sejati, Pejuang Kemanusiaan, Jakarta, Kompas Media Nusantara, 2010, hal. 111

26


(26)

kekuasaan baru yang bisa membawa kembali rakyat kepada kesenjangan antara manusia satu dengan manusia maupun dengan kelompok lain, oleh karena itu sosialisme diperlukan untuk mencegahnya.

Karena itu menurut Sjahrir, bahwa revolusi nasional harus segera disusul oleh suatu revolusi sosial yang dapat membebaskan rakyat dari kungkungan feodalisme lama dan jebakan-jebakan ke arah fasisme yang muncul bersama kapitalisme yang tak terkendali. Kemerdekaan nasional bukanlah tujuan akhir dari perjuangan politik, tetapi menjadi jalan bagi rakyat untuk merealisasikan diri dan bakat-bakatnya dalam kebebasan tanpa halangan dan hambatan. Karena itulah nasionalisme harus tunduk kepada kepentingan demokrasi, dan bukan sebaliknya, karena tanpa demokrasi maka nasionalisme dapat bersekutu kembali dengan feodalisme lama yang hanya memerlukan beberapa langkah berikut untuk tiba pada fasisme.27

Pada Sjahrir sudah timbul kesadaran bahwa bahaya dan ancaman fasismelah yang utama, dan pergerakan rakyat harus dipersiapkan untuk menghadapi bahaya dan ancaman fasisme tersebut. Dalam hal ini, kedudukan Belanda dan demokrasi Belanda sama dengan Indonesia, yaitu Belanda menghadapi bahaya fasisme Jerman, sedangkan Indonesia menghadapi bahaya dan ancaman fasisme Jepang. Renungan dan kesadaran Sjahrir ini serta pandangannya terhadap perkembangannya terhadap perkembangan dunia selanjutnya seperti ditulis dalam bukunya Renungan Indonesia.28

Metode penelitian adalah suatu cara kerja yang digunakan dalam penelitian untuk memahami objek penelitian. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif adalah metode yang digunakan untuk mendapatkan wawasan tentang 1.7. Metodologi penelitian

27

Soetan Sjahrir, Perjuangan Kita, Jakarta: Pusat Dokumentasi Guntur, 1945, hal. 46

28


(27)

sesuatu yang baru diketahui, serta dapat memberi rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan.

Metode kualitatif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan, melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian seseorang, masyarakat dan lain-lain, pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya29

1.7.1 Jenis Penelitian .

Jenis penelitian yang digunakan adalah menggunakan penelitian deskriptif analitif. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengeksplorasi suatu fenomena atau kenyataan sosial dengan menggunakan analisa tertentu.30

Studi pustaka merupakan suatu tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian dengan mengumpulkan data-data dan sumber-sumber penelitian melalui buku, jurnal, majalah, surat kabar, dan lain-lain. Studi pustaka digunakan dengan mengumpulkan data-data yang ada kemudian memahami dari setiap kesimpulan dan mengambil

Penelitian deskriptif juga digunakan sebagai suatu cara pemecahan masalah yang diteliti dengan menggunakan analisa mendalam terhadap objek yang diteliti.

1.7.2 Teknik Pengumpulan Data

Dalam mendapatkan data dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu mengumpulkan data dan informasi dari buku-buku, literature, dokumen-dokumen, artikel, jurnal ilmiah, majalah, koran, dan sumber lainnya yang berhubungan dengan penelitian dan bisa menjadi sumber informasi tentang masalah yang akan diteliti.

29

Hadawi Nawawi, Metodologi Penelitian Sosial, Yogyakarta, Gajah Mada University Press, 2004, hal. 63

30


(28)

sumber data tersebut untuk dijadikan literatur dan referensi dalam memahami dan menganalisa penelitian.

1.7.3 Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini, metode analisis yang dipakai adalah interpretasi. Interpretasi yang dimaksud sebagai upaya tercapainya pemahaman yang benar terhadap fakta. Penulis mendeskripsikan pemikiran serta mengambil kesimpulan-kesimpulan dari fakta yang ada.


(29)

1.8 SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teoritis, metodologi penelitian dan sistematika penelitian.

BAB II : BIOGRAFI SOETAN SJAHRIR

Bab ini berisi tentang biografi soetan sjahrir mulai dari lahir, pendidikannya, keluarganya, serta pengalaman dan perjuangannya hidupnya hingga akhir hayat, dengan biografi ini akan menerangkan latar belakang pemikirannya serta apa dan siapa saja yang mempengaruhi pemikirannya tersebut.

BAB III : ANALISIS DATA

Bab ini akan membahas hasil penelitian yang diperoleh dan penelitian yang dilakukan oleh penulis mengenai pemikiran politik Soetan Sjahrir dalam politik Indonesia tahun 1945 – 1950.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari keseluruhan penelitian yang dilakukan penulis.


(30)

BAB II

BIOGRAFI SOETAN SJAHRIR

2.1` Masa Pelajar

Soetan Sjahrir lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat, 5 Maret 1909. Ia adalah putra dari Moh. Rasad Gelar Maha Raja Soetan yang menjabat sebagai Hoofd atau Jaksa pada Landraad di Medan. Ibunya, Poetri Siti Rabiah yang berasal dari Natal, daerah Tapanuli Selatan, ibunya berasal dari keluarga raja-raja lokal swapraja31

31

Rosihan Anwar, Sutan Sjahrir: Demokrat Sejati, Pejuang Kemanusiaan, Kompas gramedia, Jakarta, 2010 . Sjahrir mengenyam sekolah dasar (Eurapes Lagerere School) dan sekolah menengah (MULO) terbaik di Medan, dan membetahkannya bergaul dengan berbagai buku-buku asing dan ratusan novel Belanda. Malamnya dia mengamen di Hotel de Boer, hotel khusus untuk tamu-tamu kulit putih.

Pada 1926, ia selesai dari MULO, ia melanjutkan sekolah sekolah laniutan atas di

Algemene Middlebare School di Bandung, sekolah termahal di Hindia Belanda saat itu.

Sjahrir sebagai seorang pelajar telah menunjukan sifat kritisnya dengan lebih mengutamakan pengertian daripada sekedar nrenghapalkan pelajaran. Sifat-sifat ini terutama menonjol pada mata pelajaran sejarah dan bahasa latin. Sjahrir tidak iranrja mempelajari hahasa Latin saja tetapi mengajukan pertanyaan tentang filsafah dan sejarah Kerajaan Romawi. Perhatiannya terhadap perkembangan masyarakat Indonesia tinmbul dengan adanya pemberontakan PKI dan sejarah perkembangan masyarakat, negara dalam sejarah kemanusiaan.


(31)

Di kalangan siswa sekolah rnenengah Algemerre Middlebare School (AMS) Bandung, sjahrir tidak hanya menyibukkan diri dengan buku-buku pelajaran dan pekerjaan rumah. Sjahrir juga berkecimpung dalam aksi pendidikan melek huruf secara gratis bagi anak-anak dari keluarga tak mampu dengan mendirikan perguruan nasional "Tjahja Volksuniversiteit” di Bandung. Selain itu Sjahrir menjadi seorang bintang Di sekolah itu, dia bergabung dalam Himpunan Teater Mahasiswa Indonesia (Batovis) sebagai sutradara, penulis skenario, dan juga aktor. Hasil pentas itu dia gunakan untuk rnembiayai sekolah yang ia dirikan" Tjahja Volkswtiversiteit, Cahaya Universitas Rakyat.

Aksi sosial Sjahrir kemudian rnenjurus jadi politis. Ketika para pemuda masih terikat dalam perhimpunan-perhirnpunan kedaerahan, pada 20 Februari 1927, Syahrir termasuk dalam sepuluh orang penggagas pendirian himpunan pemuda nasionalis, Jong

Indonesie. Perhimpunan itu kemudian berubah nama menjadi Pernuda Indonesia yang

menjadi motor penyelenggaraan Kongres Pemuda Indonesia. Kongres monumental yang mencetuskan Sumpah Pemuda pada 1928.

Sebagai siswa sekolah menengah, Sjahrir sudah dikenal oleh polisi Bandung sebagai pemimpin redaksi majalah himpunan pemuda nasionaiis. Dalam kenangan seorang temannya di Algemene Middelbare School (AMS), Sjahrir kerap lari dikejar polisi karena bandel membaca koran yang mernuat berita pemberontakan PKI 1926, koran yang ditempel pada papan dan selalu dijaga polisi agar tak dibaca para pelajar sekolah. Setelah tamat dari (AMS) tahun 1929 Sjahrir melanjutkan pendidikan ke negeri Belanda di Fakultas Hukurn. Universitas Leiden di Amsterdam.

Keberangkatannya ke Belanda saat itu adalah buah dari politik etis yang dikembangkan pemerintah kolonial Belanda saat itu. Sebuah gagasan tentang pentingnya membalas budi pada negara jajahan yang telah banyak menghasilkan kemakmuran untuk Belanda. Politik etis diusung oleh seorang tokoh liberal di parlemen Belanda bernama


(32)

Conrad Theodore Van Deventer lewat sebuah tulisan yang diterbitkan dalam media berkala De Gilds berjudul “Een Eeresschuld” (hutang budi) pada tahun 1899. Conrad terinspirasi karya Multatuli yang berjudul Max Havelar. Sebelum Van Deventer masih ada tokoh lain yang bernama Ir. Hendrikus Hubertus Van Kol yang pada tahun 1896 menyerukan Geen

roof meer ten bate van Nederland (berhentilah merampok Hindia Belanda untuk

kepentingan Belanda).32

Pendidikan pada zaman kolonial disiapkan sebatas untuk memenuhi kebutuhan menciptakan tenaga kerja lokal untuk mengisi posisi-posisi clerk dan administrasi rendahan

Gagasan-gagasan progesif muncul sebagai kritik atas kebijakan pemerintah kolonial Belanda selanjutnya menjadi bahasan dalam Majelis Rendah maupun Majelis Tinggi Belanda.

Dampak dari kebijakan politik etis yang dikembangkan adalah dimulainya suatu upaya balas budi terhadap rakyat jajahan yang dikenal dengan program irigasi atau pengairan, transmigrasi atau perpindahan penduduk dan edukasi atau pendidikan. Di bidang pendidikan mulai dibuka sekolah-sekolah pemerintah untuk kalangan pribumi walaupun masih dalam sifat terbatas seperti HIS, HBS, STOVIA, OSVIA, Kweekschool, Hoofdenschool merupakan manifestasi dari politik etis untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di negeri-negeri jajahan dan Soetan Sjahrir adalah salah satu orang pribumi yang merasakannya.

Tentunya sedikit banyaknya kebijakan memberikan pendidikan terhadap rakyat negeri jajahan walaupun bukan maksud untuk tulus mencerdaskan kehidupan rakyat setidaknya memberikan celah bagi masuknya angin pembaharuan di Indonesia. Pendidikan yang diselenggarakan Belanda walaupun terbatas secara tidak langsung telah memunculkan suatu kesadaran politik baru bagi kalangan rakyat pribumi.

32

Prabowo, Hary, Perspektif Marxisme. Pergulatan Teori dan Praktis Menuju Republik. Jendela Press, Yogyakarta, 2002, hal. 5


(33)

serta tenaga kesehatan untuk penyakit-penyakit tropis.33

Setelah tamat belajar di AMS Bandung, Sjahrir berangkat ke negeri Belanda. Di Amsterdam ada kakak Sjahrir, Sjahrizad, istri dokter Djoehana Wiradikarta yang sedang belajar memperdalam ilmu kedokteran, studi pasca sarjana. Sjahrir mondok bersama kakak dan iparnya. Ia belajar di fakultas hukum Gemeente Universiteit van Amsterdam ( Universitas yang dikelola oleh kota praja Amsterdam) dan kemudian ia mendaftar di Universitas Leiden. Tapi Sjahrir jarang mengikuti kuliah, minat dan perhatiannya ada di tempat lain.

Tentunya hal ini untuk menggantikan orang-orang asing yang dipekerjakan dalam posisi tersebut. Dengan demikian biaya rendah akan menjadi keunggulan komparatifnya. Buta huruf menjadi melek huruf, hal ini merupakan perkembangan yang penting. Pemerintah kolonial berharap dengan melek huruf berbagai peraturan dan pengumuman dapat disampaikan dengan lebih mudah.

2.2 Masa Pendidikan di Belanda

34

Di Belanda Sjahrir serius mempelajari sosialisme. Sjahrir benar-benar mendalarni sosialisme. Ia bergabung dalam perkurnpulan mahasiswa sosialis Social Democratische Studeten Club. Secara sungguh-sungguh ia berkutat dengan teori-teori sosialisme tetapi ikut menenggelamkan dirinya dalam polemik-polemik tentang teori sosialisme. Ia terkena dampak semangat zaman atau Zeitgeist di Eropa pasca perang dunia pertama (1914-1918)35

Sjahrir segera bersahabat dengan mahasiswa Salomon Tas, ketua klub mahasiswa sosial demokrat. Untuk memperdalam pengetahuannya tentang sosialisme, Sjahrir mencari , yaitu Marxisme yang menimbulkan iklim perjuangan untuk memperbaiki nasib kaum buruh yang dieksploitasi oleh kaum kapitalis. Slogan masa itu “kaum ploretariat seluruh dunia, bersatulah”

33

Edi Cahyono, Negara dan Pendidikan di Indonesia, 2000, hal.5

34

Rosihan Anwar, opcit, hal. 36

35


(34)

teman-teman ekstrem radikal, berkelana ke kiri, di kalangan kaum anarkis yang mengharamkan segala hal yang berbau kapitalisme. Ia pun bekerja pada secretariat federasi buruh transportasi internasional. Sjahrir merupakan pribadi yang cenderung all out tidak mau setengah-setengah.

Di Belanda, ia bertemu dengan mahasiswa pribumi lainnya Mohammad Hatta yang menuntut pendidikan di Sekolah Tinggi Ekonomi di kota Rotterdam, seorang putra minang itu seorang ketua organisasi mahasiswa yang didirikan tahun 1908 yaitu Perhimpoenan Indonesia. Kedua orang yang sama-sama merantau itu segera cocok satu sama lain. Sjahrir bergabung dan terpilih sebagai sekretaris Perhimpoenan Indonesia, Februari 1930, Sjahrir waktu itu berusia 21 tahun.36

Pemerintah Hindia Belanda kian bengis terhadap organisasi pergerakan nasional, dengan aksi razia dan memenjarakan pemimpin pergerakan di tanah air, yang berbuntut pembubaran Partai Nasional lndonesia (PNI) oleh aktivis PNI sendiri. Berita tersebut menimbulkan kekhawatiran di kalangan aktivis PI di Belanda. Mereka selalu menyerukan agar pergerakan jangan jadi melempem lantaran pemirnpinnya dipenjarakan. Seruan itu mereka sampaikan lewat tulisan. Bersama Hatta, keduanya rajin menulis di Daulat Rakjat, Namun Perhimpoenan Indonesia dipengaruhi oleh anggota-anggota yang pro komunisme atau yang berfaham komunis, antara lain Roestam Effendi, seorang guru HIS di Padang sebelum berangkat ke Belanda. Dia adalah orang Indonesia pertama yang menjadi anggota parlemen Belanda, Tweede Kamer, yang mewakili Partai Komunis Belanda. Seorang anggota PI lainnya yang pro komunis adalah Raden Mas Abdul Madjid, putra seorang Regent (bupati) di Jawa yang menjadi ketua baru Perhimpoenan Indonesia. Hatta dan Sjahrir yang berfaham sosialisme kemudian disingkirkan dari pimpinan PI oleh kaum komunis itu.

36 Ibid,


(35)

majalah milik Pendidikan Nasional Indonesia, dan memisikan pendidikan rakyat harus rnenjadi tugas utama pernimpin politik. "Pertama-tama. marilah kita mendidik, yaitu memetakan jalan menuju kemerdekaan.”

Berita-berita di tanah air tidak bagus, pergerakan kebangsaan dihantam oleh pemerintah Hindia Belanda. Ir. Soekarno ditangkap dan dipenjarakan akhir pada Desember 1929. Partai Nasional Indonesia (PNI) pimpinan Soekarno kemudian dibubarkan. Mr. Raden Mas Sartono mantan tokoh Perhimpoenan Indonesia mendirikan partai baru yaitu Partindo. Hatta dan Sjahrir yang mendengar hal ini kemudian tidak setuju dengan langkah-langkah tersebut, yang mereka anggap sebagai kemunduran dalam pergerakan rakyat ke arah Indonesia merdeka.

Kader-kader dari golongan merdeka yang menentang pembubaran PNI kemudian berkumpul dalam wadah baru yang dinamakan Pendidikan nasional Indonesia atau disingkat dengan PNI-pendidikan atau PNI-Baru. Hatta dan Sjahrir berpendapat mereka harus kembali ke tanah air untuk membantu PNI-pendidikan dan membantu perjuangan melawan kolonial Belanda.37

Pada tahun 1931, Sjahrir kembali ke tanah air dan terjun dalam pergerakan nasional. Sjahrir segera bergabung dalam organisasi Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru), yang pada Juni 1932 dalam kongres pertama Pendidikan Nasional Indonesia, Sjahrir terpilih Karena Hatta belum selesai studinya, maka mereka sepakat mengambil keputusan bahwa untuk sementara Sjahrir yang meninggalkan kampus untuk kembali ke tanah air sampai Hatta selesai, kemudian Hatta pulang dan Sjahrir bisa kembali ke Belanda untuk menyelesaikan kuliahnya. Namun sayang rencana Sjahrir untuk kembali ke kampus tidak pernah terlaksana, karena ia ditangkap Belanda sebelum berangkat kembali ke Belanda.

2.3 Kegiatan Setelah Kembali ke Indonesia

37


(36)

sebagai ketua pimpinan umum partai yang bersifat sebagai partai kader, bukan sebagai partai massa. Jumlah anggotanya pada waktu itu tidak lebih dari seribu orang. Sjahrir ketika itu berusia 23 tahun. Ia menyusun suatu daftar pertanyaan yang berisi penjelasan tentang pengertian-pengertian mendasar yang harus dikuasai oleh anggota PNI-Baru dalam bentuk Tanya jawab. Maksudnya adalah, dengan penyebaran daftar pertanyaan yang dihafal oleh anggota PNI-Baru, maka mutu kecerdasan dan kesadaran politik anggota akan meningkat.

Pengalaman rnencemplungkan diri dalam dunia proletariat ia praktekkan di tanah air. Sjahrir terjun dalam pergerakan buruh. Ia memuat banyak tulisannya tentang pcrburuhan dalam Daulat Rakyat. ta juga kerap berbicara perihal teori perjuangan revolusioner di negeri Beranda menyebarkan pengetahuannya tentang sosialisme, perjuangan kerakyatan serta pergerakan buruh dalam forum-forum politik . Mei 1933, Sjahrir didaulat menjadi Ketua Kongres Kaum Buruh Indonesia.

Hatta kemudian kembali ke tanah air pada Agustus 1932, dan segera pula ia memimpin PNI Baru bersama Hatta, Sjahrir mengemudikan PNI Baru sebagai organisasi pencetak kader-kader pergerakan. Berdasarkan analisis pemerintahan kolonial Belanda gerakan politik Hatta dan Sjahrir dalam PNI Baru justru lebih radikal dibanding Soekarno dengan PNI-nya yang mengandalkan mobilisasi massa PNI Baru menurut polisi kolonial, cukup sebanding dengan organisasi Barat. Meski tanpa aksi massa dan agitasi secara cerdas, lamban namun pasti, PNI Baru mendidik kader-kader pergerakan yang siap bergerak ke arah tujuan revolusionerya.

Karena takut akan potensi revolusioner PNI Baru, Sjahrir, Hatta, dan beberapa pemimpin PNI Baru kemudian ditangkap, Hatta dibawa ke penjara Glodok, dan Sjahrir dibawa ke penjara Cipinang di Batavia. Dan mengalarni pembuangan selama satu tahun yaitu dari tanggal 28 Januari 1935 sampai bulan Desember 1935 yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda hampir setahun ke Boven Digul di tengah hutan ganas, sungai


(37)

penuh buaya, dalam kawasan malaria di Papua. Sjahrir usianya waktu itu baru 25 tahun. Boven digul terkadang dinamakan kamp konsentrasi, seperti terdapat di Nazi Jerman di bawah rezim Adolf Hitler.38

Pada pagi hari tanggal 1 Februari 1942, sebuah pesawat terbang amfibi melayang di atas pulau Banda Neira, mendarat di laut depan gunung api, untuk menjemput Hatta dan Sjahrir untuk dibawa kembali ke Jawa.

Kemudian Hatta dan Sjahrir dipindahkan ke Banda Neira Maluku, untuk menjalani masa pembuangan selama enam tahun. Di Banda mereka bertemu dengan keluarga dua pemimpin politik, yaitu dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Mr. Iwa Koesoema Soemantri yang terlebih dahulu dibuang disana. Masa pembuangan dimanfaatkan oleh Sjahrir dengan membaca baik mengenai ekonomi, budaya maupun politik Ia mengikuti perkernbangan dunia melalui surat-surat kabar yang terbit di Pulau Jawa dan Belanda. Di Banda Neira Sjahrir banyak meningkatkan kesadaran pengetahuannya tentang perkembangan dunia dan sejarah kemanusiaan sambil mendidik dan mendewasakan dirinya sendiri dalam hubungan perkembangan dunia dan seajarah kemanusiaan. Mendidik dan memberikan pelajaran pada anak-anak merupakan kegiaran yang dilakukan Sjahrir sebagai teman dan penghibur dalam hidupnya di Pengasingan.

39

Hatta dan Sjahrir tiba di Sukabumi dengan kereta api dari Surabaya, dan ditempatkan di rumah dalam kompleks sekolah polisi. Tanggal 28 Februari 1942, tentara ke 16 angkatan darat jepang, di bawah komando Letnan Jendral Hitoshi Imamura mendarat di pantai Banten. Tanggal 9 Maret, Let. Jen Hein ter Poorten, panglima tentara Hindia Belanda (KNIL) menyerah kalah kepada Jepang, di suatu upacara sederhana di pangkalan udara Kalijati, di utara Bandung,40

2.4 Masa Pendudukan Jepang

pendudukan Jepang pun di mulai di tanah air.

38

Ibid, hal. 42

39

Ibid, hal. 44

40 Ibid,


(38)

Masuknya tentara Jepang ke Indonesia pada bulan-bulan pertama, kedua dan ketiga tahun 1942 kelihatannya mendapat sambutan yang baik dari penduduk Indonesia. Tokoh-tokoh nasionalis Indonesia seperti Soekarno dan Hatta bersedia melakukan kerja sama dengan pihak pemerintah pendudukan Jepang, padahal sebelumnya pada masa pemerintah Hindia Belanda mereka bersikap nonkooperatif. Faktor-faktor yang menyebabkan kesediaan mereka bekerja sama itu adalah pertama, kebangkitan bangsa-bangsa timur. Fakor lainnya adalah tentang ramalan joyoboyo yang hidup dalam masyarakat tradisional. Dalam ramalannya bahwa akan datang orang-orang kate yang akan menguasai Indonesia selama seumur jagung dan sesudah itu kemerdekaan akan tercapai. Faktor lainnya adalah kemenangan Jepang atas Rusia pada tahun 1905.41

Situasi objektif itu pun makin terang ketika Jepang makin terdesak oleh pasukan Sekutu. Sjahrir mengetahui perkembangan Perang Dunia dengan cara sembunyi-sembunyi

Pemerintahan pendudukan Jepang sepertinya tidak peduli dengan sikap para pemimpin seperti Soekarno, Hatta atau Sjahrir yang terang-terangan menentang antifasisme dan antimiliterisme. Jepang ingin menggunakan para tokoh ttersebut untuk menggerakkan rakyat Indonesia agar berperang melawan barat dan membenci kaum kulit putih.

Sesudah Sjahrir dan Hatta dibebaskan oleh Jepang Maret 1912, Sjahrir mengambil keputusan dengan pasti tidak akan bekerja sama dengan Jepang. Sementara Soekarno dan Hatta rnenjalin kerja sama dengan Jepang, Sjahrir membangun jaringan gerakan bawah tanah anti-fasis. Sjahrir yakin Jepang tak mungkin memenangkan perang, oleh karena itu, kaum pergerakan mesti menyiapkan diri untuk merebut kemerdekaan di saat yang tepat. Simpul-simpul jaringan gerakan bawah tanah kelompok Sjahrir adalah kader-kader PNI Baru yang tetap rneneruskan pergerakan dan kader-kader muda yaitu para mahasiswa progresif.

41

Poesponegoro, Marwati Djoened, Sejarah Nasional Indonesia,cetakan, ke-2 (edisi pemutakhiran), Jakarta, Balai Pustaka, 2008, hal. 27


(39)

mendengakan berita dari stasiun radio luar negri. Kala itu, semuaradio tak bisa menangkap berita luar negeri karena disegel oleh Jepang. Berita-berita tersebut kemudian ia sampaikan ke Hatta.

Sembari itu Sjahrir menyiapkan gerakan .bawah tanah itulah untuk merebut kekuasaan dari tangan Jepang. Sjrahrir yang didukung para pemuda mendesak Soekarno dan Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan pada 15 Agustus karena Jepang sudah menyerah, Sjahrir siap dengan massa gerakan bawah tanah unfuk melancarkan aksi prebutan kekuasaan sebagai simbol dukungan rakyat.

Pada Desember 1942 diadakan persiapan pembentukan suatu organisasi rakyat Indonesia yang dipimpin oleh Ir. Soekarno. Pada tanggal 1 Maret 1942 ia mengumumkan lahirnya organisasi baru yang bernama Poesat Tenaga Rakyat yang disingkat Poetra.42

Dalam bergerak dibawah tanah ini untuk dapat mengikuti perkembangan dunia dan jalannya perang dia mengikutinya melalui radio yang tidak disegel dan yang disembunyikan dalam lemari. Sjahrir tetap memelihara hubungan dengan Hatta, melalui anak angkatnya ia menyampaikan berita-berita radio kepada Hatta. Cara memelihara hubungan dengan Hatta adalah mereka mengadakan makan malam bersama sambil belajar main bridge di rumah Dr. Djuhana (ipar Sjahrir) dan sekali-kali di tempat tersebut Sjahrir bertemu dengan Soekarno. Tujuan organisasi ini menurut Soekarno adalah untuk membangkittkan kembali semangat kebangsaan rakyat Indonesia yang selama masa kolonial Belanda berhasil dibendung oleh Hindia Belanda. Namun, bagi Jepang sendiri poetra adalah wadah untuk rakyat Indonesia dalam membantu mereka berperang dalam usaha mempertahankan perang Asia Raya.

43

Sjahrir sejak semula yakin Jepang tidak dapat memenangi peperangan. Dengan mengikuti perkembangan politik dunia dan jalannya perang melalui radio gelap, Sjahrir dapat member informasi diseluruh Pulau Jawa sehingga dia dapat meningkatkan persiapan

42

Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakjat Indonesia (terjemahan), 1966, hal. 217-218

43


(40)

menggerakkan golongan-golongan yang anti Jepang dan yang prodemokrasi untuk member pukulan pada waktu yang tepat. Kekalahan Jepang yang dipercepat oleh bom atom yang dijatuhkan di kota Hiroshima dan tiadanya persiapan sekutu untuk cepat-cepat memasuki kawasan Asia Tenggara memberi suatu kesempatan untuk menyatakan kemerdekaan Indonesia sehingga tuntutan Indonesia dapat dilaksanakan oleh suatu gerakan politik saja, melainkan oleh suatu Negara yang sudah menyatakan kemerdekaannya.44

Dibandingkan dengan perkembangan di daerah tempat pemuda dengan dorongan dan pengorbanan merebut kekuasaan dari penguasaan Jepang, keadaan Pusat (Jakarta), baik di tingkat kabinet pemerintahaan maupun di tingkat KNIP, tidak rnemperlihatkan usaha nyata bahwa kekuasaan sudah ada di tangan bangsa Indonesia. Rapat raksasa pada tanggal 19 September di lkada, Jakarta adalah usaha pemuda msmaksakan kepada kabinet RI untuk tidak mengakui keadaan status quo pada rnasa awal kemerdekaan akan tetapi berani melawan kekuasaan Jepang karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang rnerdeka yang Soekarno dan Hatta yang belum mengetahui berita menyerahnya Jepang, tidak merespon secara positif. Mereka menunggu keterangan dari pihak Jepang yang ada di Indonesia, dan proklamasi itu mesti sesuai prosedur lewat keputusan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dibentuk oleh Jepang. Sesuai rencana PPKI. kemerdekaan akan diproklamasikan pada 24 September 1945.

Sikap Soekarno dan Hatta tersebut rnengecewakan para pemuda sebab sikap itu berisiko kernerdekaan RI dinilai sebagai hadiah Jepang dan RI adalah bikinan Jepang, Guna rnendesak lebih keras, para pernuda akhirnya rnenculik Soekarno dan Hatta pada 16 Agustus. Dan kemudian, Soekarno dan Hatta rnemproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus.

2.5 Masa Revolusi Nasional Indonesia

44

Subadio, Sastrosatomo, Sjahrir: Suatu Perspektif Manusia dan Sejarah, hal. Xxxiv ( lihat dalam: H. Rosihan Anwar, Mengenang Sjahrir, Gramedia, Jakarta, 1980)


(41)

bukan hadiah dari Jepang. Untuk tujuan ini pada tanggal 16 Oktober 1945, diadakan sidang pleno KNIP, yang menghasilkan Maklumat X tanggal 16 Oktober 1945 yang menyatakan sebagai berikut : 45

Tulisan-tulisan Sjahrir dalam Perjuangan Kita, membuatnya tampak berseberangan dan menyerang Soekarno. Jika Soekarno arnat terobsesi pada persatuan dan kesatuan, Sjahrir justru menulis 'Tiap persatuan hanya akan bersifat taktis, temporer, dan karena itu insidental. Usaha-usaha untuk menyatukan secara paksa, hanva rnenghasilkan anak banci

Bahwa KNIP sebelum membentuk MPR dan DPR diserahi kekuasaan legeslatif dan ikut menetapkan garis-garis besar dari haluan negara serta menyetujui bahwa pekerjaan Komite Nasional lndonesia Pusat sehari-hari berhubungan dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang dipilih di antara mereka dan yang bertanggung jawab kepada KNIP.

Disamping itu sidang yang suasananya dipengaruhi oleh pemuda dan mahasiswa rnemutuskan untuk menggantikan pirnpinan KNIP dengan orang yang revolusioner dalam memperjuangkan kemerdekaan RI di tingkat kenegaraan. Sidang memilih Sjahrir sebagai ketua dan Amir Syarifudin sebagai wakil ketua, yang diserahi tugas menyusun anggota Badan Pekerla KNIP yang pada umumnya terdiri dari tokoh-tokoh yang aktif dalarn gerakan bawah tanah baik dari golongan cendekiawan maupun dari golongan politik.

Sebagai ketua Badan Pekerja KNIP, Sjahrir ikut menetapkan garis-garis besar haluan Negara yang diwujudkan dalam Manifestasi politik I November 1945, yang ditandatangani oleh Wakil Presiden Mohamrnad Hatta. Untuk melengkapi Manifestasi Politik di tingkat rakyat dan rnasyarakat, Syahir menulis “Perjuangan Kita”. Sebuah risalah peta persoalan dalam revolusi Indonesia sekaligus analisis ekonomi-politik dunia usai Perang Dunia II. Perjuangan Kita muncul menyentak kesadaran. Risalah itu ibarat pedoman dan peta guna mengemudikan kapal Repub1ik Indonesia di tengah badai revolusi.

46

45

Ibid, hal. xxviii

46

Sutan Sjahrir, Perjuangan Kita, Pusat Dokumentasi Politik Guntur 49, Jakarta, 1945, hal. 11

. Persatuan semacam itu akan terasa sulit, tersesat, dan merusak pergerakan." Dan dia mengecam Soekarno. "Nasionalisme yang Soekarno bangun di atas solidaritas hierarkis,


(42)

feodalistis: sebenarnnya adalah fasisme, musuh terbesar kernajuan dunia dan rakyat kita'" Dia juga mengkritik gaya agitasi massa Soekarno yang menurutnya tak membawa kejernihan.

Perjuangan Kita adalah karya terbesar Sjahrir, kata Salomon Tas, bersama surat-surat politiknva semasa pembuangan di Boven Digul dan Banda Neira. Manuskrip itu disebut lndonesianis Ben Anderson sebagai. "Satu-satunya usaha untuk menganalisa secara sisternatis kekuatan domestik dan Internasional yang mempengaruhi Indonesia dan yang rnemberikan perspektif yang masuk akal bagi gerakan kemerdekaan di rnasa depan”47

Presiden Soekarno sangat marah atas aksi penculikan ini dan memerintahkan Polisi Surakarta menangkap para pimpinan kelompok tersebut. Tanggal I Juli 1946, ke-14 pimpinan berhasil ditangkap dan dijebloskan ke penjara Wirogunan. Tanggal 2 Juli 1946, . Terbukti kemudian, pada November 1945 Sjahrir didukung pemuda dan ditunjuk Soekarno menjadi formatur kabinet parlementer. Pada usia 36 tahun, mulailah peran Sjahrir dalam panggung memperjuangkan kedaulatan Republik Indonesia, sebagai Perdana Menteri termuda di dunia, merangkap Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri.

2.6 Penculikan Terhadap Sjahrir

Penculikan Perdana Menteri Sjahrir merupakan peristiwa yang terjadi pada 26 Juni 1946 di Surakarta oleh kelompok oposisi Persatuan Perjuangan yang tidak puas atas diplomasi yang dilakukan oleh pemerintahan Kabinet Sjahrir II dengan Belanda. Kelompok ini menginginkan pengakuan kedaulatan penuh, sedangkan kabinet yang berkuasa hanya menuntut pengakuan kedaulatan atas Jawa dan Madura. Kelompok Persatuan Perjuangan ini dipimpin oleh Mayor Jendral Soedarsono dan 14 pimpinan sipil. di antaranya Tan Malaka dari Partai Komunis lndonesia. Perdana Menteri Sjahrir ditahan di suatu rumah peristirahatan di Paras.

47

Lihat pengantar Our Struggle terjemahan dari Perdjoeangan Kita, oleh Benedict R.O ‘G. Anderson, Ithaca: Cornell Modern Indonesia Project, 1968.


(43)

tentara Divisi 3 yang dipimpin Mayor Jendral Soedarsono rnenyerbu penjara Wirogunan dan membebaskan ke 14 pmpinan penculikan.

Presiden Soekarno marah mendengar penyerbuan penjara dan rnemerintahkan Letnan Kolonel Soeharto, pimpinan tentara di Surakarta untuk menangkap Mayjen Soedarsono dan pimpinan penculikan. Letkol Soeharto menolak perintah ini karena dia tidak mau menangkap pimpinan/atasannya sendiri. Diu hanya mau menangkap para pemberontak kalau ada perintah langsung dari Kepala Staf militer RI, Jendral Soedirnan. Presiden Soekarno sangat marah atas penolakan ini dan menjuluki Let. Kol. Soeharto sebagai perwira keras kepala. Kelak Let. Kol. Soeharto menjadi Presiden RI dan rnenerbitkan catatan tentang peristiwa pemberontakan ini dalam buku otobiografinya Ucapan, Pikiran dan Tindakan Saya.

Let.Kol. Soeharto berpura-pura bersimpati pada pernberontakan dan menawarkan perlindungan pada Mayjen Soedarsono dan ke 14 orang pimpinan di markas resimen tentara di Wiyoro. Malam harinya Let. KoL Soeharto membujuk Mayjen Soedarsono dan para pimpinan pemberontak untuk menghadap Presiden Soekarno di Istana Presiden di Jogyakarta. Secara rahasia Lt. Kol. Soeharto juga menghubungi pasukan pengawal Presiden dan memberitahukan rencana kedatangan Mayjen Soedarsono dan pimpinan pemberontak. Tanggal 3 Juli 1946, Mayjen Soedarsono dan pimpinan pemberontak berhasil dilucuti sanjatanya dan ditangkap di dekat lstana Presiden di Yogyakarta oleh pasukan pengawal presiden. Peristiwa ini lalu dikenal sebagai pemberontakan 3 Juli 1946 yang gagal.

2.7 Diplomasi Sjahrir

Sjahrir nrengakui lah pemimpin Republik yang diakui rakvat. Soekarno-lah pernersatu bangsa lndonesia. Karena agita-sinya ,vang menggelora, rakyat di bekas teritori Hindia Belanda mendukung revolusi. Kendati demikian, kekuatan raksasa yang sudah dihidupkan Soekarno harus dibendung untuk kemudian diarahkan secara benar, agar


(44)

energi itu tidak meluap dan justru merusak. Sebagaimana argumen Bung Hatta bahwa revolusi mesti dikendalikan, tak mungkin revolusi berjalan terlalu lama, revolusi yang mengguncang 'sendi' dan pasak' masyarakat, jika tak dikendalikan maka akan meruntuhkan seluruh 'bangunan'.

Agar Republik Indonesia tak runtuh dan perjuangan rakyat tak menampilkan wajah bengis, Sjahrir menjalankan siasatnya. Di pemerintahan sebagai ketua Badan pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP), ia meniadi arsitek perubahan Kabinet Presidensil menjadi Kabinet Parlementer yang bertanggung jawab kepada KNIP sebagai lembaga yang punya fungsi legislative. RI akhirnya menganut sistem multipartai. Tatanan pemerintahan tersebut sesuai dengan arus politik pasca-perang Dunia II, yakni kemenangan demokrasi atas fasisme. Kepada massa rakyat, Sjahrir selalu menyerukan nilai-nilai kemanusiaan dan anti-kekerasan.

Dengan siasat tadi, Sjahrir menunjukkan kepada dunia Internasional bahwa revolusi Republik Indonesia adalah perjuangan suatu bangsa yang beradab dan demokratis di tengah suasana kebangkitan bangsa-bangsa dunia untuk melepaskan diri dari cengkerarnan kolonialisme pasca-Perang Dunia lI. Pihak Belanda kerap melakukan propaganda bahwa orang-orang di Indonesia merupakan gerombolan yang brutal, suka membunuh, merampok, menculik, dan lainnya. Karena itu sah bagi Belanda, rnelalui NICA, menegakkan tertib sosial sebagaimana kondisi Hindia Belanda sebelum Perang Dunia II Mematahkan propaganda itu. Sjahrir menginisiasi penyelenggaraan pameran kesenian yang kernudian diliput dan dipubiikasikan oleh para wartawan luar negeri.

Ada satu cerita perihal sikap konsekuen pribadi Sjahrir yang anti kekerasan. Di penghujung Desember 1946, Perdana Menteri Sjahrir dicegat dan ditodong pistol serdadu NICA. Saat serdadu itu menarik pelatuk, pistolnya macet. Karena geram, dipukullah Sjahrir dengan gagang pistol. Berita itu kemudian tersebar lewat Radio Republik Indonesia.


(45)

Mendengar itu, Sjahrir dengan mata sembab membiru memberi peringatan keras agar siaran itu dihentikan, sebab bisa berdampak fatal dibunuhnya orang-orang Belanda di kamp-kamp tawanan oleh para pejuang republik, ketika tahu pemimpinnya dipukuli.

Meski jatuh-bangun akibat berbagai tentangan di kalangan bangsa sendiri, Kabinet Sjahrir I s.d. III (1945 hingga 1947) konsisten memperjuangkan kedaulatan RI lewat jalur diplomasi. Sjahrir tak ingin konyol menghadapi tentara sekutu yang dari segi persenjataan jelas jauh lebih canggih. Diplomasinya kemudian berbuah kemenangan sementara. Inggris sebagai komando tentara sekutu untuk wilayah Asia Tenggara mendesak Belanda untuk duduk berunding dengan pemerintah republik. Secara politik, hal ini berarti secara de facto sekutu mengakui eksistensi pemerintah RI.

Jalan berliku diplornasi diperkeruh dengan gempuran aksi militer Belanda pada 2l Juli 1947 . Aksi Belanda tersebut justru mengantarkan Indonesia ke forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada 14 Agustus 1947 Sjahrir berpidato di muka sidang Dewan Kemanan PBB. Berhadapan dengan para wakil bangsa-bangsa sedunia. Sjahrir mengurai Indonesia sebagai sebuah bangsa yang berabad-abad berperadaban aksara lantas dieksploitasi oleh kaum kolonial. Kemudian, secara piawai Sjahrir mematahkan satu per satu argurnen yang sudah disampaikan wakil Belanda, Van Kleffens.48

Dengan itu. Indonesia berhasil merebut kedudukan sebagai sebuah bangsa yang rnemperjuangan kedaulatannya di gelanggang internasional. PBB pun turut campur, sehingga Belanda gagal mempertahankan upayanya untuk menjadikan pertikaian Indonesia-Belanda sebagai persoalan yang semata-mata urusan dalam negerinya. Van Kleffens dianggap gagal membawa kepentingan Belanda dalam sidang Dewan Keamanan PBB. Berbagai kalangan Belanda menilai kegagalan itu sebagai kekalahan seorang diplomat ulung yang berpengalaman di gelanggang Internasional dengan seorang diplomat muda dari

48

Tempo, Edisi Khusus 100 tahun Sjahrir ( Sutan Sjahrir: Peran Besar Bung Kecil ), edisi 9-15 Maret 2009, hal. 55


(46)

negeri yang baru saja lahir. Van Kleffens pun ditarik dari posisi sebagai wakil Belanda di PBB menjadi duta besar Belanda di Turki.

Sjahrir populer di kalangan para wartawan yang meliput sidang Dewan Keamanan PBB, terutama wartawan-wartawan yang berada di Indonesia semasa revolusi. Beberapa surat kabar menamakan Sjahrir sebagai The Smiling Diplomat.

2.8 Kehidupan Keluarga

Sjahrir menikah pada tahun 1936 dengan Ny. Maria Duchateau dilangsungkan dengan surat kuasa serentak di negeri Belanda dan di Banda Neira, tempat pengasingan Sjahrir. Karena pecah Perang Dunia II, istrinya yang berdomisili di negeri Belanda tidak dapat bergabung dengan Sjahrir di Banda Neira. Oleh karena perkembangan keadaan pada tahun 1948 maka berakhirlah pernikahan ini dengan perceraian49

Pada tahun 1951, Sjahrir rnenikah dengan Siti Wahjunah S.H. putri Prof. Dr. Mohammad Saleh Mangundiningrat, Solo dan pernikahan ini diiangsungkan di Kairo. Dari perkawinan ini dia dikaruniai dua orang anak. Kriyo Arsyah dan Siti Rabiah Parvati. Dan 14 tahun sesudah perkawinan, Sjahrir berada di Swiss pada tahun 1965 untuk menjalani pengobatan, karena Sjahrir menderita sakit tekanan darah tinggi meskipun pada saat itu dia masih berstatus tahanan politik. Tidak dapat diketahui apa pikirannya pada saat-saat terakhir di Swiss itu, oleh karena Sjahrir tidak dapat bicara, juga tidak dapat menulis

.

50

Pada tanggal 9 April 1966 Sutan Sjahrir berpulang ke rahmatullah dengan tenang di Rumah Sakit Kanton Spital Zurich, jauh di negeri orang lain tapi masih daiam status tahanan politik. Pada tanggal 19 April 1966 Sutan Sjahrir dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata, Jakarta. Penghormatan yang luar biasa yang diberikan pada upacara ini dan simpati berpuluh ribu orang banyak yang mengikuti pemakaman Sjahrir. Dalam sejarah

.

49

Rosihan Anwar, Mengenang Sjahrir, Gramedia, Jakarta,opcit, hal. xliv

50 Ibid,


(47)

namanya tercatat sebagai pejuang kemerdekaan bangsa dan sebagai Perdana Menteri yang pertama dari Republik Indonesia yang baru merdeka dan berjuang. Sehingga pada hari itu ia di nyatakan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.


(1)

keluarga memutuskan memilih Swiss. Tanggal 21 Juli 1965 Sjahrir beserta istri dan kedua anaknya berangkat ke Zurich Swiss untuk berobat, dan kurang dari setahun setelahnya pada Tanggal 9 April 1966 Sjahrir menghembuskan nafas terakhirnya di negeri orang, bukan di tanah airnya sendiri yang seumur hidupnya ia ikut perjuangkan merdeka dari penjajahan.90

90


(2)

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan yang telah diuraikan pada BAB III, terdapat pokok-pokok pikiran yang dapat disimpulkan tentang seorang Sjahrir dan juga tentang pemikiran-pemikirannya, maka kesimpulan yang di hasilkan adalah :

• Berdasarkan latar historis yang mempengaruhi pemikiran-pemikiran Sjahrir adalah, pertama, penjajahan yang terjadi di tanah air oleh kolonial Hindia Belanda yang membuat bangkitnya sikap perlawanan terhadap penjajah sebagai semangat generasi muda pada saat itu. Kedua, perkenalannya dengan kelompok sosialis dan dengan sungguh-sungguh mempelajari dan bergaul dengan penganut Sosialisme Demokrasi dan organisasi buruh sewaktu kuliah di Belanda, membentuk pemikirannya yang kuat tentang Sosialisme khususnya Sosialisme Demokrasi, atau yang ia sebut dengan Sosialisme Kerakyatan dalam konteks Indonesia. Ketiga,gejolak yang terjadi di tanah air pada masa sebelum kemerdekaan maupun setelah proklamasi dimana ia menjadi Perdana Menteri pertama, menunjukkan sikapnya yang konsisten terhadap penerapan Sosialisme dan demokrasi di Indonesia dan sangat menghormati nilai-nilai kemanusiaan.

• Dalam pelaksanaan perwujudan demokrasi di Indonesia, ia menerapkan sistem multi partai sewaktu menjabat sebagai Perdana Menteri pertama dan kemudian diteruskan dengan sistem pemerintahan parlementer, yang membuat Presiden Soekarno hanya bertindak sebagai Presiden Kepala Negara saja dan dirinya yang menjalankan pemerintahan dan bertanggung jawab kepada parlemen.

• Demokrasi sebagai sistem politik yang diusulkannya harus juga dilakukan pendidikan politik untuk mempersiapkannya. Dia menaruh perhatian yang sangat besar pada masalah pendidikan terhadap rakyat, untuk menjalankan demokrasi


(3)

rakyat haruslah diberi pendidikan politik yang cukup, dikarenakan mayoritas rakyat Indonesia yang masih bersifat feodalisme, agar ketidaktahuan rakyat tidak yang bisa dimanfaatkan oleh beberapa pemimpin yang berfikir feodal. Ia benci Imperialisme dan Kapitalisme, tetapi ia tidak menolak Liberalisme dalam konteks untuk menghormati dan melindungi hak-hakindividu rakyat dari tirani negara.

• Untuk mewujudkan keinginannya dalam usaha untuk memberikan pendidikan kepada rakyat, ia membentuk PSI sebagai usaha untuk mendidik masyarakat dan memberikan pendidikan politik kepada rakyat.

• Kegagalannya dalam politik dan partai tidak membuatnya menghalalkan segala cara untuk mengejar tujuannya, ia dengan besar hati menerima kekalahan PSI dan perlahan mundur dari politik, karena menurutnya politik adalah tanggung jawab sebagai anak bangsa yang mengerti dan peduli terhadap tanah airnya, untuk membawa bangsanya kearah yang lebih baik. Buat Sjahrir politik bukanlah segalanya, politik adalah bentuk sumbangsih anakbangsa kepada bangsannya.

• Sjahrir sangat memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan, dia sangat mengecam jika dalam suatu negara terdapat pemimpin politik maupun penguasa negara yang diktator yang menindas rakyatnya dengan alasan apapun, untuk itu ia mengecam Komunisme dibawah komando Moskow, dengan sikapnya itu di tanah air ia dimusuhi oleh orang-orang komunis yang dekat dengan penguasa politik. Ia mengecam segala bentuk “tangan besi” yang menindas rakyatnya, karena menurtnya pemerintahan apapun seharusnya mengayomi dan melindungi rakyatnya dan bukan sebaliknya. Ia juga menentang segala bentuk fasisme yang menjadikan satu negara dapat menginvasi negara lain dengan alas an nasionalisme yang berlebihan. Ia sering kali memperingatkan resiko pemikiran kiri dan euphoria nasionalisme yang bias berubah wujud menjadi fasisme jika tidak di imbangi dengan semangat demokratis.


(4)

• Sikapnya yang anti perang dan lebih mengutamakan jalan diplomasi atau cara-cara perundingan dengan jalan damai, walaupun banyak dikecam tokoh pemimpin pergerakan lainnya, namun telah ia buktikan dengan dibawanya masalah Indonesia menjadi masalah Internasional dan dibahas dalam sidang Dewan Keamanan PBB dan membuat Belanda angkat kaki dari Indonesia.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihan, Sutan Sjahrir: Demokrat sejati, Pejuang Kemanusiaan, Jakarta: Kompas Gramedia Pustaka, 2010.

---, Perjalanan terakhir pahlawan nasional Sutan Sjahrir, Jakarta: pembangunan,1966. ---, mengenang Sjahrir, Jakarta: Gramedia pustaka, 2010.

Budiardjo, Mirriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008. ---, Demokrasi di Indonesia: Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila,

Jakarta: Gramedia, 1996

Cahyono, Edi,Negara dan Pendidikan di Indonesia, 2000

Dahl, Robert A., Zainuddin, A. Rahman (penerjemah), Perihal Demokrasi: Menjelajah Teori dan Praktek Demokrasi secara Singkat, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001

Dwi Aryani, Noer, Pendidikan Kewarganegaraan, Solo: Putra Kertonatan, 2006

Feith, Herbert and Lance Castles (eds.), Indonesian Political Thinking 1945-1965, Ithaca and London: Cornell University Press, 1970.

Harrison, Lisa, Metodologi Penelitian Politik, Jakarta: Kencana, 2007.

Ong Hok Ham,Sapta Marga Berkumandang di Sumatera: Operasi-operasi Menumpas Pemberontakan “PRRI”, 1965

Kusumo, Gatot, Sosialisme, Surabaya: Guci Media, 2000.

Loebis, Abu bakar, Kilas balik Revolusi, Kenangan, Pelaku, dan Saksi, Jakarta: UI-Press, 1992

R.Z. Leirissa, R.Z. , Bukan Disiplin Kadaver Melainkan Disiplin Berdjiwa: Operasi-operasi Militer terhadap Permesta 1958, 1965

M. Amirin, Tatang, Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta: Rajawali,

Poerbopranoto, Koentjoro, Sedikit Tentang: ssistem Pemerintahan Demokrasi, Jakarta, Eresco, 1975

Poesponegoro, Marwati Djoened, Sejarah Nasional Indonesia,cetakan, ke-2 (edisi pemutakhiran), Jakarta, Balai Pustaka, 2008

Prabowo, Hary, Perspektif Marxisme. Pergulatan Teori dan Praktis Menuju Republik.Yogyakarta, Jendela Press, 2002

Ravitch, Diane dan Thernstrom, Abigail ( eds ), Demokrasi, Klasik dan Modern, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005


(6)

Ramanathan, K, Konsep Asas Politik, Malaysia: Wing Cheong Press, 2000

S. Mint, Jeanne, Muhammad, marx dan marhaen, Jogjakarta: pustaka pelajar, 2002.

Sjahrir, Soetan, Sosialisme, Indonesia, Pembangunan kumpulan karangan, Jakarta: Leppenas, 1982.

---, Perjuangan Kita (Edisi khusus mengenang 90 tahun Sutan Sjahrir), Jakarta: Pusat Dokumentasi Politik Guntur, 1945

Sorensen, Georg, Noer Effendi, Tadjuddin (ed.), Demokrasi dan Demokratisasi: Proses dan Prospek dalam Sebuah Dunia yang Sedang Berubah, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2003

Surbakti, Ramlan, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 1992 Syafiie, Inu Kencana, Sistem Politik Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2002.

Ubaedillah, A., dan Rozak, Abdul, Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani/edisi ketiga, Jakarta, Prenada Media, 2008

Zallum, Abdullah Qodim, Pemikiran politik Islam, Bangil: Al- Izzah Sumber majalah :

Tempo (edisi khusus 100 tahun Sjahrir), Sutan Sjahrir: Peran Besar Bung Kecil, edisi 9-15 Maret 2009