Pemikiran Politik Thomas Hobbes dan Konsep Presidensial di Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Sebelum Amandemen

(1)

PEMIKIRAN POLITIK THOMAS HOBBES DAN KONSEP PRESIDENSIAL INDONESIA BERDASARKAN UUD

1945 SEBELUM AMANDEMEN

Skripsi

NOVZEL RIDHO A. HASUGIAN 110906045

Dosen Pembimbing : Drs. P. Anthonius Sitepu, M.Si

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh : Nama : Novzel Ridho A.Hasugian

NIM : 110906045 Departemen: Ilmu Politik

Judul : Pemikiran Politik Thomas Hobbes dan Konsep Presidensial di Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Sebelum Amandemen

Menyetujui :

Ketua Departemen Ilmu Politik DosePembimbing

(Dra. T. Irmayani, M.Si) (Drs.P.Anthonius Sitepu,M.Si) NIP.196806301994032001 NIP. 195207011985111001

Mengetahui : Dekan FISIP USU

(Prof. Dr. Badaruddin, M.Si) NIP.19680525199203100


(3)

UNIVESITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

NOVZEL RIDHO A.HASUGIAN (110906045)

PEMIKIRAN POLITIK THOMAS HOBBES DAN KONSEP PRESIDENSIAL DI INDONESIA BERDASARKAN UUD 1945 SEBELUM AMANDEMEN

Rincian Isi Skripsi: 128 halaman,31 buku,2 jurnal,1 dokumen,2 skripsi,dan 1 situs internet. (kisaran buku dari tahun 1950-2012).

ABSTRAK

Penelitian ini adalah untuk menggambarkan serta mendiskripsikan tentang konsep kekuasaan menurut Thomas Hobbes,konsep kekuasaan Presiden Republik Indonesia yang diatur dalam ketetapan UUD 1945 sebelum amandemen dan juga melihat bagaimana praktek kekuasaan yang dijalankan pada masa pemerintahan Presiden Soekarno di Indonesia dalam masa periode Demokrasi Terpimpin yang berlangsung sejak tahun 1959-1966. Kemudian dilakukan analisis terhadap dua konsep tersebut untuk melihat apakah ada persamaan diantara keduanya dalam menerangkan konsep kekuasaan.

Adapun teori yang digunakan untuk menganalisis dan menjelaskan permasalahan tersebut adalah teori kekuasaan, pemisahan kekuasaan, konsep kekuasaan mutlak Hobbes dan juga sistem presidensial.Hal ini adalah untuk menganalisis bagaimana sebenarnya pemisahan dan pembagian kekuasaan yang terdapat dalam suatu negara termasuk Indonesia yang menerapkan sistem presidensial. Hobbes menerangkan tentang


(4)

konsep kekuasaan absolut penguasa dan UUD 1945 sebelum amandemen lewat 12 pasal yang mengatur tentang kekuasaan lembaga eksekutif juga memberikan legitimasi yang besar kepada lembaga eksekutif dalam hal ini adalah presiden untuk memegang kekuasaan sebagai Kepala Pemerintahan sekaligus Kepala Negara. Presiden juga bisa bertindak sebagai pihak legislatif dan juga yudikatif. Hal ini memberikan gambaran bahwa UUD 1945 berkarakterkan executive heavy. Kesemuanya ini terlihat jelas pada masa pemerintahan Soekarno dengan Demokrasi Terpimpinnya yang memusatkan kekuasaan di tangan eksekutif dan mendominasi lembaga negara yang lainnya

Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat persamaan antara konsep kekuasaan Hobbes dan juga konsep kekuasaan yang diatur dalam UUD 1945 sebelum amandemen yang memberikan kekuasaan yang besar dan terpusat kepada penguasa dalam hal ini adalah Presiden Republik Indonesia.

Kata Kunci : Kekuasaan, Absolut, Dominasi, Presiden,UUD 1945,


(5)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE

NOVZEL RIDHO A.HASUGIAN (110906045)

POLITICAL THOUGHT OF THOMAS HOBBES AND THE PRESIDENTIAL CONCEPT IN INDONESIA UNDER THE LAWS OF 1945 BEFORE THE AMENDMENT

Content: 128 pages, 32 books, 2 journals, 2 thesis, 1 document, and 1 website. (the range of books from the years 1950-2012). ABSTRACT

This study is to illustrate and describe the concept of power according to Thomas Hobbes, the concept of power of President of the Republic of Indonesia stipulated in the provisions of the 1945 Constitution before the amendment, and also see how the practice of power that run during the rule of President Soekarno in Indonesia during the period of Guided Democracy, which lasted from years 1959-1966. Then conducted an analysis of these two concepts to see if there are similarities between them in explaining the concept of power.

The theory is used to analyze and explain the problems is the theory of power, separation of powers, the concept of absolute power Hobbes and also a presidential system. This is to analyze how the actual characteristics of power, the separation and division of powers contained in any countries including Indonesia to implement a presidential system. Hobbes explains the concept of absolute power ruling and Constitution 1945 before the amendment through the 12 articles that regulate the power of the executive in fact give great legitimacy to the executive branch in this case is the president to hold power as Head of Government and Head of State. President can also act as the legislative and


(6)

judicial branches. This suggests that the 1945 constitution is executive heavy. All of this was evident during the Sukarno government with guided democracy which concentrate power in the hands of the executive and other state institutions dominate.

The conclusion from this study is that there are similarities between the concept of power Hobbes and also the concept of power stipulated in the constitution in 1945 before the amendment that gives great power and centralized to the authorities in this regard is the President of the Republic of Indonesia.

Keywords: Power, Absolut, Domination, President, Constitution in 1945 before the amendment, executive heavy.


(7)

KATA PENGANTAR

Terlebih dahulu penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,karena berkat kasih dan lindunganNya,penulis dapat menyelesaikan skripsi,yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul dari skripsi adalah “Pemikiran Politik Thomas Hobbes dan Konsep Presidensial di Indonesia berdasarkan UUD 1945 Sebelum Amandemen”.Skripsi ini menjelaskan salah satu dari kajian ilmu politik yaitu mengenai konsep kekuasaan di mana dalam hal ini adalah ingin melihat apakah ada persamaan konsep kekuasaan menurut Thomas Hobbes dengan konsep kekuasaan Presiden Republik Indonesia yang diatur dalam UUD 1945 RI sebelum amandemen. Adapun yang menjadi kajian secara praktiknya,penulis mengkaji bagaimana praktik pemerintahan yang dijalankan Presiden Soekarno dalam masa periode Demokrasi Terpimpin (1959-1966).

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini banyak terdapat kekurangan dan kelemahannya.Oleh karena itu penulis mengharapkan saran maupun kritik yang sifatnya membangun guna kesempurnaan tulisan ini.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini,penulis banyak mendapat dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak,oleh karena itu pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu

Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(8)

3. Bapak Drs.P.Anthonius Sitepu,M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan juga saran-saran yang berharga kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini

4. Bapak Adil Arifin,MA selaku dosen pembimbing akademik yang juga telah banyak memberikan bimbingan dan saran-saran yang berkaitan dengan akademik kepada penulis. 5. Bapak/Ibu dosen di FISIP USU terutama Departemen Ilmu

Politik yang telah mengasuh dan memberikan pengajaran yang berharga kepada penulis selama perkuliahan.

6. Bang Burhan,Kak Siti dan Kak Ema yang memberikan bantuan dan kemudahan administrasi,serta karyawan/ti FISIP USU yang telah memberikan bantuan secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis.

7. Khusus kepada kedua orangtua penulis yang merupakan saluran berkat dan telah bersusah payah memperjuangkan keberhasilan penulis,serta adik-adikku yang telah memberikan dorongan dan semangat serta doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

8. Kawan-kawan Ilmu Politik Stambuk 2011 dan juga kepada kakak dan banag senior serta adik-adik junior yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu yang pasti telah banyak memberikan masukan dan dorongan semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini terutama juga dalam masa perkuliahan.

9. Kawan-kawan Front Mahasiswa Nasional (FMN) Ranting USU yang juga telah memberikan banyak sumbangan-sumbangan pemikiran dan juga tindakan kepada penulis dalam proses penyelesaian perkuliahan dan juga penulisan skripsi ini. Sukses buat kita semua!


(9)

10.Pihak-pihak lain yang telah berkontribusi dalam penyelesaian penulisan skripsi ini yang mungkin penulis tidak bisa sebutkan namanya satu persatu.

Medan,11 Oktober 2015

Novzel Ridho A.Hasugian 110906045


(10)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan ... ... i

Abstrak ... ... ii

Abstract ... ... iii

Kata Pengantar ... ... iv

Daftar Isi ... ... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH ... ... 1

1.2 TINJAUAN PUSTAKA ... ... 13

1.3 PERUMUSAN MASALAH ... ... 18

1.4 PEMBATASAN MASALAH ... ... 18

1.5 TUJUAN PENELITIAN ... ... 19

1.6 MANFAAT PENELITIAN ... ... 19

1.7 KERANGKA TEORI 1.7.1 Kekuasaan ... ... 20

1.7.2 Pemisahan Kekuasaan ... ... 26

1.7.3 Konsep Negara Dan Kekuasaan Thomas Hobbes .. ... 30


(11)

1.8 METODOLOGI PENELITIAN

1.8.1 Metode Penelitian... ... 38

1.8.2 Jenis Penelitian ... ... 38

1.8.3 Teknik Pengumpulan Data ... ... 39

1.8.4 Teknik Analisa Data ... ... 39

1.9 SISTEMATIKA PENULISAN ... ... 40

BAB II PEMIKIRAN POLITIK THOMAS HOBBES 2.1 BIOGRAFI THOMAS HOBBES ... ... 42

2.2 LATAR BELAKANG PEMIKIRAN HOBBES .. ... 47

2.3 PEMIKIRAN THOMAS HOBBES 2.3.1 Tentang Manusia ... ... 50

2.3.2 Keadaan Alamiah (State of Nature) ... ... 56

2.3.3 Hukum Alam ... ... 59

2.3.4 Kontrak Sosial dan Persemakmuran (Negara) ... ... 61

2.3.5 Kekuasaan Absolut Penguasa ... ... 64

BAB III PENYAJIAN DAN ANALISA DATA

3.1 PEMBAGIAN KEKUASAAN NEGARA DAN KEDUDUKAN


(12)

UUD RI 1945 SEBELUM AMANDEMEN ... ... 69 3.2 KEKUASAAN PRESIDEN BERDASARKAN UUD RI 1945

SEBELUM AMANDEME... ... 76

3.3 PEMERINTAHAN SOEKARNO (DEMOKRASI

TERPIMPIN 1955-1966) ... ... 86 3.4 TEORI KEKUASAAN THOMAS HOBBES ... ... 95

3.5 ANALISIS PERSAMAAN KONSEP KEKUASAAN PRESIDEN

BERDASARKAN UUD RI 1945 SEBELUM AMANDEMEN

DAN PRAKTIK PEMERINTAHAN DEMOKRASI

TERPIMPIN

DENGAN KONSEP KEKUASAAN THOMAS HOBBES ... 102 BAB IV PENUTUP

KESIMPULAN ... ... 119


(13)

UNIVESITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

NOVZEL RIDHO A.HASUGIAN (110906045)

PEMIKIRAN POLITIK THOMAS HOBBES DAN KONSEP PRESIDENSIAL DI INDONESIA BERDASARKAN UUD 1945 SEBELUM AMANDEMEN

Rincian Isi Skripsi: 128 halaman,31 buku,2 jurnal,1 dokumen,2 skripsi,dan 1 situs internet. (kisaran buku dari tahun 1950-2012).

ABSTRAK

Penelitian ini adalah untuk menggambarkan serta mendiskripsikan tentang konsep kekuasaan menurut Thomas Hobbes,konsep kekuasaan Presiden Republik Indonesia yang diatur dalam ketetapan UUD 1945 sebelum amandemen dan juga melihat bagaimana praktek kekuasaan yang dijalankan pada masa pemerintahan Presiden Soekarno di Indonesia dalam masa periode Demokrasi Terpimpin yang berlangsung sejak tahun 1959-1966. Kemudian dilakukan analisis terhadap dua konsep tersebut untuk melihat apakah ada persamaan diantara keduanya dalam menerangkan konsep kekuasaan.

Adapun teori yang digunakan untuk menganalisis dan menjelaskan permasalahan tersebut adalah teori kekuasaan, pemisahan kekuasaan, konsep kekuasaan mutlak Hobbes dan juga sistem presidensial.Hal ini adalah untuk menganalisis bagaimana sebenarnya pemisahan dan pembagian kekuasaan yang terdapat dalam suatu negara termasuk Indonesia yang menerapkan sistem presidensial. Hobbes menerangkan tentang


(14)

konsep kekuasaan absolut penguasa dan UUD 1945 sebelum amandemen lewat 12 pasal yang mengatur tentang kekuasaan lembaga eksekutif juga memberikan legitimasi yang besar kepada lembaga eksekutif dalam hal ini adalah presiden untuk memegang kekuasaan sebagai Kepala Pemerintahan sekaligus Kepala Negara. Presiden juga bisa bertindak sebagai pihak legislatif dan juga yudikatif. Hal ini memberikan gambaran bahwa UUD 1945 berkarakterkan executive heavy. Kesemuanya ini terlihat jelas pada masa pemerintahan Soekarno dengan Demokrasi Terpimpinnya yang memusatkan kekuasaan di tangan eksekutif dan mendominasi lembaga negara yang lainnya

Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat persamaan antara konsep kekuasaan Hobbes dan juga konsep kekuasaan yang diatur dalam UUD 1945 sebelum amandemen yang memberikan kekuasaan yang besar dan terpusat kepada penguasa dalam hal ini adalah Presiden Republik Indonesia.

Kata Kunci : Kekuasaan, Absolut, Dominasi, Presiden,UUD 1945,


(15)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE

NOVZEL RIDHO A.HASUGIAN (110906045)

POLITICAL THOUGHT OF THOMAS HOBBES AND THE PRESIDENTIAL CONCEPT IN INDONESIA UNDER THE LAWS OF 1945 BEFORE THE AMENDMENT

Content: 128 pages, 32 books, 2 journals, 2 thesis, 1 document, and 1 website. (the range of books from the years 1950-2012). ABSTRACT

This study is to illustrate and describe the concept of power according to Thomas Hobbes, the concept of power of President of the Republic of Indonesia stipulated in the provisions of the 1945 Constitution before the amendment, and also see how the practice of power that run during the rule of President Soekarno in Indonesia during the period of Guided Democracy, which lasted from years 1959-1966. Then conducted an analysis of these two concepts to see if there are similarities between them in explaining the concept of power.

The theory is used to analyze and explain the problems is the theory of power, separation of powers, the concept of absolute power Hobbes and also a presidential system. This is to analyze how the actual characteristics of power, the separation and division of powers contained in any countries including Indonesia to implement a presidential system. Hobbes explains the concept of absolute power ruling and Constitution 1945 before the amendment through the 12 articles that regulate the power of the executive in fact give great legitimacy to the executive branch in this case is the president to hold power as Head of Government and Head of State. President can also act as the legislative and


(16)

judicial branches. This suggests that the 1945 constitution is executive heavy. All of this was evident during the Sukarno government with guided democracy which concentrate power in the hands of the executive and other state institutions dominate.

The conclusion from this study is that there are similarities between the concept of power Hobbes and also the concept of power stipulated in the constitution in 1945 before the amendment that gives great power and centralized to the authorities in this regard is the President of the Republic of Indonesia.

Keywords: Power, Absolut, Domination, President, Constitution in 1945 before the amendment, executive heavy.


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Negara merupakan salah satu objek kajian dari ilmu politik.Pembahasan tentang negara adalah hal yang sangat lazim dan sering diangkat dalam pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan politik.Bahkan juga orang-orang awam yang tidak begitu bergelut dalam bidang politik juga sering terlibat dalam pembicaran-pembicaraan tentang negara.

Hal di atas tentunya adalah suatu kewajaran karena memang sebenarnya negara merupakan satu hal yang sangat dekat dengan kehidupan manusia. Negara bila diberikan defenisi tentangnya adalah suatu organisasi atau ikatan yang mengikat manusia di mana individu-individu manusia tersebut saling sepakat untuk menyatukan dan mengikat dirinya dalam suatu organisasi.Negara haruslah mempunyai tujuan yang jelas dan terdapat aturan-aturan yang mengatur jalannya kehidupan manusia-manusia tersebut.


(18)

Berikut ini ada beberapa pendapat ahli dalam pendefenisian tentang negara1

Dari pendefinisian di atas dapat diartikan bahwa negara adalah suatu organisasi dalam masyarakat yang mempunyai unsur kekuasaan. Negara merupakan integrasi dari kekuasaan politik,negara adalah pokok dari kekuasaan politik.

:

1.Roger H.Soltau: Negara adalah agen atau kewenangan yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas masyarakat

2.Max Weber: Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah

2

1 Miriam Budiardjo,Dasar-Dasar Ilmu Politik Edisi Revisi ,Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

2009 hlm.48-49

2Ibid,hlm 47

Negara bisa juga dibilang adalah suatu alat yang dibentuk oleh masyarakat dan mempunyai kekuasaan untuk mengatur dan menertibkan keadaan masyarakat tersebut.Sehingga jika berbicara tentang negara,konsep kekuasaan juga pasti akan dibahas dikarenakan kekuasaan tersebut adalah menyatu dengan negara.


(19)

Ada empat unsur yang terdapat dalam negara yaitu wilayah,penduduk,pemerintahan dan juga kedaulatan3. Keempat unsur ini harus ada dan terpenuhi untuk bisa dikatakan negara itu berdiri atau eksis,dan konsep kekuasaan itu terletak pada unsur kedaulatannya di mana negara mampu menciptakan aturan-aturan yang harus dilaksanakan dengan cara-cara yang tersedia4

Konsep tentang kekuasaan negara ini bukanlah merupakan diskusi atau pembicaraan yang hanya muncul dalam konteks kontemporer saat ini.Akan tetapi hal ini sudah ramai dibicarakan

. Unsur pemerintah adalah yang menjadi aktor dari penjelmaan negara dalam menjalankan kekuasaan tersebut. Kekuasaan ini memiliki arti penting yang juga menentukan dalam kehidupan bernegara tersebut,yang sudah pasti tujuannya adalah untuk mengatur kehidupan masyarakatnya. Ini berkaitan dengan salah satu sifat negara yang memaksa agar setiap warga masyarakatnya tunduk dan mengikuti peraturan-peraturan yang ada.Sehingga hal inilah yang membuat kekuasaan negara menjadi faktor penting yang harus ada.

3

Leo Agustino,Perihal Ilmu Politik Suatu Pengantar,Yogyakarta:Graha Ilmu. 2007 hlm 30-31


(20)

jauh hari pada zaman dahulu oleh pemikir-pemikir klasik yang dulu hidup pada zaman Yunani-Romawi Kuno5. Seperti contohnya Plato dan Aristoteles,menurut mereka kekuasaan yang besar pada negara merupakan hal yang sepatutnya ada bahkan mutlak karena pada dasarnya manusia itu keras dan liar6

Thomas Hobbes,salah satu pemikir besar modern yang berasal dari Abad Pertengahan Pencerahan. Thomas Hobbes merupakan seorang filsuf dari Inggris yang lahir pada tanggal 5 April 1588 di Malmesbury Inggris dan tutup usia pula di negara Ratu Elizabeth itu pada usia 91 tahun tepatnya tanggal 4 Desember 1679 di Derbyshire.Hobbes terkenal karena pandangannya tentang

. Tentunya pemikiran-pemikiran tentang konsep kekuasaan negara terus berkembang hingga pada masa Abad Pencerahan di mana konsep tentang negara kembali muncul setelah sempat hilang pada masa Abad Kegelapan (Dark Ages),yang pada masa itu kekuasaan gereja sangatlah besar pengaruhnya dalam masyarakat dan mengungkung kebebasan perkembangan ilmu pengetahuan.

5

Ibid, hlm 33


(21)

konsep negara serta bidang kajian moral.Salah satu karyanya yang terkenal adalah Leviathan.

Lewat bukunya yang berjudul Leviathan,Thomas Hobbes mencoba membangun pemikiran baru bahwa negara adalah sebagai hasil daripada perjanjian bersama (kontrak sosial) seluruh rakyat7. Dia berpendapat bahwa pada masa keadaan alamiah manusia pada dasarnya memiliki sifat-sifat seperti iri,dengki,pemarah,pendendam dan sifat-sifat negatif lainnya8

7

P.Anthonius Sitepu, Studi Ilmu Politik,Yogyakarta: Graha Ilmu. hlm 113

8 Leo Agustino,Op. Cit, hlm 35

. Oleh karena sifat-sifat tersebut manusia selalu mempunyai kemungkinan untuk menjadi ancaman bagi manusia-manusia lainnya. Terlebih lagi dengan sifat dasar utama manusia yang selalu ingin menjadi lebih dari manusia lainnya baik itu dalam hal kekuasaan,kepintaran,kekayaan dan lain sebagainya. Ini tentu akan menciptakan keadaan persaingan yang tidak terbatas atau bebas di antara manusia. Manusia yang pada dasarnya adalah egois, mereka hanya menggunakan nafsu sehingga tidak ada keadilan walaupun hal ini dimaksudkan untuk pemeliharaan diri pada manusia yang mengutamakan kepentingan mereka dengan


(22)

saling menerkam yang menyebakan persaingan dalam masyarakat menjadi tidak rasional.Hobbes menyebut keadaan ini dengan istilah homo homoni lupus (manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya).

Keadaan ini akan menciptakan rasa curiga antar manusia dan

akibatnya akan terjadi kekacauan,permusuhan,pemusnahan,pembunuhan dan

pembantaian di antara manusia itu. Ini yang dikatakan Thomas Hobbes manusia dalam keadaan ilmiahnya (state of nature). Untuk mengakhiri keadaan ini yang sudah pasti nanti akan menghancurkan peradaban manusia juga,maka individu-individu yang ada tersebut haruslah membuat kesepakatan bersama diantara mereka,menyerahkan kekuasaan yang ada pada tangan mereka dan sepakat untuk membentuk suatu organisasi yang padanya ada kekuasaan yang bisa melingkupi semua elemen masyarakat yang bertujuan untuk menciptakan keadaan yang teratur dan harmonis antara individu-individu. Ini yang menjadi cikal-bakal lahirnya negara yang didasarkan pada kesepakatan bersama (contract social).Negara yang sudah terbentuk itu adalah


(23)

alat untuk membatasi kebebasan,kemerdekaan dan kekuasaan individu yang terlalu besar sehingga pada negara juga harus melekat kekuasaan yang mampu untuk menjalankan fungsinya tersebut.

Lebih lanjut Hobbes berpendapat bahwa perlu ada kekuasaan penguasa yang mutlak demi tercipta kebijakan bersama9

Filosofi Leviathan ini yang dijadikan simbol suatu sistem negara

.Penguasa yang menjadi aktor negara dalam menjalankan kekuasaannya harus memiliki kekuasaan yang besar untuk mampu menjalankan fungsi dan peran negara yang seperti diharapkan dalam kontrak sosial terebut. Hobbes menggambarkan negara dan kekuasaannya yang dijalankan oleh penguasa seperti penjelmaan Leviathan,hewan besar dan kuat yang berasal dari mitologi Timur Tengah.

10

9Ibid, hlm 35

.Maka dari itu negara atau pemimpin negara harus bertindak seperti Leviathan yang memiliki kuasa yang absolut.Negara berhak bersifat absolut selama demi kepentingan rakyatnya.Status mutlak dimiliki negara sebab negara bukanlah


(24)

rekan perjanjian, melainkan hasil dari perjanjian antar-warga negara tersebut.Terbentuknya negara berasal dari mufakat warga negara tersebut, kesepakatan memberikan kuasa terhadap negara untuk menyelenggarakan pemerintahan demi terciptanya kebahagiaan rakyatnya.

Sejatinya Hobbes mengartikan negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang tertinggi dalam masyarakat dan penguasa adalah aktor penting dalam menjalankan peran negaranya. Dia menekankan adanya suatu kekuasaan absolut atau mutlak untuk dimiliki sang penguasa untuk mengatur rakyatnya lewat undang-undang atau peraturan-peraturan yang dibentuk oleh negara. Hobbes meyakini bahwa penguasa harus diberikan porsi kekuasaan yang besar dikarenakan ia diharapkan mampu mengemban tugas untuk membasmi kekacauan yang tercipta akibat sifat-sifat dasar alamiah manusia tersebut dan menciptakan perdamaian. Sehingga penguasa adalah berdaulat serta berkekuasaan absolut karena langsung menerima atau mengemban mandat kekuasaan yang sudah diserahkan individu-individu dalam kesepakatan bersama.Penguasa memegang


(25)

kekuasaan yang tak terbatas dan yang tak terpisahkan darinya sehingga jelaslah bahwa Hobbes menolak pembatasan dan pemisahan kekuasaan11

Konsep kekuasaan penguasa absolut yang dikemukakan oleh Hobbes mungkin didasarkan pada keadaan di zamannya,di mana bentuk negara yang monarki dan menempatkan raja sebagai penguasa yang memiliki kekuasaan yang besar dan absolut dalam mengatur negaranya. Pada masa sekarang ini memang bentuk negara yang monarki memang sudah tidak lagi menjadi bentuk negara mayoritas di dunia. Kebanyakan negara-negara di dunia sudah menetapkan bentuk negara republik dan menganut demokrasi serta menerjemahkan konsep kekuasaan yang ada

. Penguasa harus mampu menjadi The

Great Leviathan yang kuat dan ditakuti oleh rakyatnya.

Kekuasaan yang sangat besar ini menjadi sekaligus menjadi titik lemahnya dikarenakan kemungkinan penguasa tidak mampu mengontrol dirinya dan menyalahgunakan kekuasaan dan wewenang yang ada padanya sehingga cita-cita kehidupan bersama yang damai dan harmonis jauh dari harapan.


(26)

padanya menyesuaikan dengan kondisi dan sistem yang dianutnya di negaranya masing-masing.

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang menganut demokrasi dan mengambil suatu sistem presidensial dalam menerjemahkan konsep kekuasaannya. Sistem presidensial ini menempatkan kedudukan badan eksekutif ke dalam tataran yang lebih istimewa dibandingkan dengan badan legislatif maupun yudikatif yang ada pada sebuah tatanan negara. Pada keadaan ini dimaksudkan bahwa presiden berkedudukan sebagai pusat kekuasaan eksekutif sekaligus pusat kekuasaan negara,yang memiliki arti bahwa presiden adalah Kepala pemerintahan sekaligus Kepala negara.Secara sederhananya dapat dijelaskan bahwa seorang presiden memiliki porsi kekuasaan yang lebih besar dan istimewa,sehingga presiden sudah pasti adalah suatu lembaga negara yang memegang peranan yang sangat penting dalam menjalankan roda pemerintahan negara tersebut. Otomatis hal ini membuat pada diri seorang presiden melekat kekuasaan dan hak-hak istimewa dibandingkan lembaga negara lainnya.


(27)

Walaupun sistem presidensial ini secara tertulis tidak dituliskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 negara Republik Indonesia,akan tetapi secara eksplisit itu dinyatakan lewat pasal-pasal di UUD 1945 yang mengatur tentang wewenang,posisi dan juga kekuasaan presiden. Berikut adalah kutipan beberapa pasal yang berbicara mengenai hak dan wewenang presiden yang diatur dalam UUD 1945 (sebelum di amandemen):

Pasal 4 ayat (1) :12

12Lihat UUD 1945 sebelum amandemen

Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.

Pasal 5

Ayat (1) :Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Ayat (2) :Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.

Pasal 10 :Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.


(28)

Pasal 11:Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.

Pasal 12 :Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 13 :

Ayat (1) Presiden mengangkat duta dan konsul. Ayat (2) Presiden menerima duta negara lain.

Pasal 14 :Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi.

Pasal 15:Presiden memberi gelaran, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan.

Pasal 17

Ayat (1) : Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara

Ayat (2) : Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

Pasal 21 ayat (2) : Jika rancangan itu, meskipun disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat,tidak disahkan oleh Presiden, maka


(29)

rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.

Pasal 22 ayat (1) :

Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang

Pasal 23 ayat (1) :

Anggaran Pendapatan dan Belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan Undang-undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan Pemerintah, maka Pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu.

Dari pasal-pasal tersebut di atas dapat kita lihat bagaimana dalam konstitusi Negara Republik Indonesia memberikan hak dan kewenangan kepada Presiden yang begitu besar.presiden tidak hanya dapat bertindak sebagai pihak eksekutif yang menyelenggarakan pemerintahan akan tetapi dia juga mendapatkan hak yang memberikan dia keleluasaan untuk bertindak sebagai legislator (pembentuk UU) dan juga yudikatif (memberikan grasi,amnesti,abolisi dan sebagainya).


(30)

Sistem pemerintahan presidensial ini begitu jelas dijalankan semasa pemerintahan Orde Lama di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno. Ciri dari sistem pemerintahan masa itu adalah adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga kepresidenan. Hampir semua kewenangan presiden yang di atur menurut UUD 1945 tersebut dilakukan tanpa melibatkan pertimbangan atau persetujuan DPR sebagai wakil rakyat. Karena itu tidak adanya pengawasan dan tanpa persetujuan DPR, maka kekuasaan presiden sangat besar dan cenderung dapat disalahgunakan.

Mulai Juni 1959,Undang-Undang Dasar 1945 berlaku kembali dan menurut ketentuan Undang-Undang Dasar itu badan eksekutif terdiri atas seorang presiden, wakil presiden beserta menteri-menterinya. Periode berlakunya kembali UUD 1945 diawali dengan berlakunya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959.Dengan berlakunya Dekrit ini, wewenang Presiden menjadi besar kembali. Dimana Presiden bukan saja menjalankan fungsi Kepala Pemerintahan, akan tetapi juga berfungsi sebagai Kepala Negara. Menteri-menteri membantu presiden dan diangkat serta


(31)

diberhentikan olehnya.Presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR dan presiden merupakan “Mandataris” MPR dan bertanggung jawab kepada MPR.

Kekuasaan presiden yang sangat besar itu mengakibatkan banyaknya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi yang tidak sesuai dengan UUD, antara lain,pertama, masalah kedudukan presiden. Berdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden berada dibawah MPR, akan tetapi kenyataannya bertentangan dengan UUD 1945, sebab MPRS tunduk kepada Presiden.Presiden menentukan apa yang harus diputuskan oleh MPRS.Kedua, Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No.2 Tahun 1959. Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena berdasarkan UUD 1945 pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi negara harus melalui pemilihan umum sehingga partai-partai yang terpilih oleh rakyat memiliki anggota-anggota yang duduk di MPR. Ketiga, adanya pembubaran DPR danmembentuk DPR – GR. Dimana semua anggotanya dipilih oleh Pesiden dan juga peraturan yang ditetapkan oleh Presiden.Tindakan Presiden tersebut


(32)

bertentangan dengan UUD 1945 sebab menurut UUD 1945 Presiden tidak boleh membubarkan DPR.Kemudian juga dengan tindakan Presiden Soekarno yang menetapkan bahwa Presiden sebagai Pemimpin Besar Revolusi juga harus melakukan intervensi dalam bidang kehakiman berdasarkan undang-undang seekaligus mengangkat Ketua MA pada masa itu menjadi menterinya. Selain itu masih banyak lagi penyimpangan lain yang menyalahi aturan yang tidak sesuai dengan UUD 1945. Hal inilah yang menjadi masalah terhadap kekuasaan Presiden Soekarno, dimana kekuasaan yang dimiliki ikut merambah pada kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudisial.

Hal di atas pelaksanaannya dapat terjadi tidaklah jauh-jauh pasti dikarenakan negara lewat konstitusinya ternyata memberikan keleluasaan dan kekuasaan yang begitu besar terhadap kedudukan presiden sebagai kepala negara sekaligus juga sebagai kepala pemerintahan. Menurut Ichlasul Amal, ada kelemahan dalam UUD 1945 yaitu, memberikan dasar pola pembentukan pola relasi antara negara dan masyarakat yang tidak seimbang dengan kata lain terlalu memberikan posisi yang kuat kepada


(33)

Presiden, bahkan dalam perkembangan ketatanegaraan membuktikan penerapan UUD 1945 dalam kehidupan politik telah melahirkan sistem politik otoritarian dan sentralistik dan menjauhkan kepentingan masyarakat dalam proses pembuatan keputusan pemerintahan.13

Di tangan seorang Presiden terpusat kekuasaan yang begitu besar yang bisa menempatkan dirinya sebagai kekuatan yang mendominasi dalam kekuaaan pemerintahan.Hal ini juga tentunya adalah suatu paradoks yang terjadi dalam suatu negara yang menganut pembagian dan pemisahan kekuasaan (trias

politica) walaupun memang bercorakkan sistem pemerintahan

presidensial. Seperti ada kenyataan yang menggambarkan bagaimana sistem presidensial yang dianut oleh negara Republik Indonesia ternyata memberikan porsi kekuasaan yang lebih besar dan luas kepada seorang presiden walaupun Indonesia dalam penjelasan konstitusinya menekankan dan menjelaskan bahwa negara Republik Indonesia bukanlah sebuah negara kekuasaan belaka (maachstaat).

13

Sumali, Reduksi Kekuasaan Eksekutif di Bidang Peraturan Pengganti Undang-Undang


(34)

Ini mendorong ketertarikan penulis untuk melakukan suatu penelitian yang berkaitan dengan dua variabel di atas,apakah ada suatu persamaan antara pemikiran politik Thomas Hobbes dalam memandang suatu konsep kekuasaan mutlak negara di mana penguasa adalah aktornya dengan konsep presidensial di Republik Indonesia dalam hal ini adalah kekuasaan Presidenyang diatur berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 sebelum di amandemen. Di mana yang menjadi kajian dari praktik pemerintahan presidensial adalah praktik pemerintahan Presiden Soekarno yang dijalankannya dari tahun 1959-1966 yang terkenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin.

1.2 TINJAUAN PUSTAKA

Adapun yang menjadi tinjauan pustaka dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pemikiran Politik Barat, yang ditulis oleh Dr. Firdaus Syam; yang di dalamnya terdapat penjelasan dan penjabaran bagaimana pemikiran politik Thomas Hobbes terkhusus konsepnya tentang negara dan kekuasaan. Dalam buku ini dijelaskan bagaimana pemikiran Hobbes tentang keadaan


(35)

alamiah manusia yang sangat chaos atau kacau balau sehingga mendorong manusia untuk mengadakan suatu perjanjian atau sering disebut contract social dan menyerahkan hak serta sebagian kekuasaan yang ada pada setiap individu manusia kepada orang lain atau majelis yang disepakati secara mutlak.14Tujuannya adalah agar masyarakat berjalan sesuai aturan dengan demikian kekacauan,benturan,konflik sosial tidak terjadi.Hobbes menekankan kepada keharmonisan antara hukum dan perundang-undangan,kekuasaan dengan moralitas yang hidup di tengah masyarakat negara dapat menciptakan perdamaian dan perang dapat dihindari.15

14 Seperti yang dikutip dalam buku Pemikiran Politik Barat karya Dr.Firdaus Syam dari buku Von

Schmid yang berjudul Ahli-Ahli Pikir Besar Tentang Negara dan Hukum,yang diterbitkan pada tahun 1965

15 Dr. Firdaus Syam, Pemikiran Politik Barat, Jakarta: Bumi Aksara,2007 , hlm 123

Hobbes juga menggambarkan negara yang terbentuk sebagai hasil dari kontak sosial tersebut adalah negara kekuasaan (machstaat),dia mengilustrasikannya dengan sosok raksasa laut yang besar dan kuat yang dikenal dengan sebutan Leviathan. Kekuasaan yang mutlak harus dimiliki oleh negara dan penguasa sebagai aktor yang menjalankan negara tersebut.Hobbes lebih senang dengan


(36)

konsep kekuasaan yang terletak pada satu orang saja.Hal ini dianggapnya lebih baik dari kekuasaan yang dipegang oleh majelis,dikarenakan dapat menciptakan suatu kestabilan (kebijakan dilaksanakan dalam satu pedoman dan tidak berubah) dan kekuasaan yang ada pada negara tidak tersebar-sebar. Untuk menunjang kekuasaan penguasa yang monarki,diperlukan hak-hak istimewa seperti hak-hak seorang pengganti,termasuk menentukan dari mana pengganti itu dilakukan.16 Hobbes sendiri tidak menafikkan kemungkinan terjadinya nepotisme dalam proses penggantian kekuasaan.17

2. Teori-Teori Politik,karya P.Anthonius Sitepu, menjabarkan bahwa negara dalam pandangan Thomas Hobbes adalah suatu organisasi kekuasaan yang lahir akibat perjanjian bersama antar individu-individu. Negara dimunculkan adalah sebagai usaha dari manusia untuk menciptakan kedamaian dan keharmonisan dalam masyarakat dikarenakan pada awalnya manusia sebelum bernegara hidup dalam kondisi kebebasan,tanpa tekanan,tetapi

16

Ibid, hlm 124


(37)

juga asocial dan hidup menurut kemauannya sendiri.18Keadaan tersebut mendorong manusia untuk terus menerus berkonflik bahkan berperang di antara mereka.Untuk mengatasi hal ini manusia-manusia tersebut akhirnya mengadakan suatu kontrak sosial diantara mereka dan sepakat untuk menyerahkan hak,wewenang dan juga kekuasaan mereka untuk dikelola oleh suatu lembaga masyarakat yang kepadanya mereka mau tunduk.19Lembaga ini yang lazim disebut dengan sebutan negara,dan mempunyai kekuasaan yang sangat besar bahkan kekuasaannya adalah tanpa batas. Negara yang mahakuasa itulah yang oleh Thomas Hobbes disebutnya dengan istilah Leviathan (binatang purba yang amat dahsyat dan perkasa)20

3. Antara Leviathan dan Hukum Ikan,sebuah jurnal yang dituliskan oleh AAGN Ari Dwipayana.Jurnal ini berisikan penjelasan tentang teori kontrak sosial yang dikemukakan oleh Hobbes dan juga pemikiran Kautilya, seorang politikus dan Perdana Menteri dari Kerajaan Megadha yang hidup pada

18P.Anthonius Sitepu, Teori-Teori Politik, Yogyakarta : Graha Ilmu.2012. hlm 27 19

Ibid, hlm 28


(38)

zaman Brahmana yang menggantikan zaman Weda Samitha. Kedua tokoh ini memiliki konsep yang hampir sama tentang kemunculan negara yang dihasilkan oleh suatu kontrak sosial dalam masyarakat. Keduanya sama-sama menggambarkan bahwa dalam keadaan alamiah setiap individu berpotensi menjadi pemangsa individu lainya (Kautilya menyebutnya dengan Hukum Ikan,ikan yang kecil akan menjadi mangsa ikan yang besar).21

21 Ari Dwipayana, Jurnal-Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGMVol.3.Yogyakarta. 1999

Oleh karena itu keduanya menawarkan konsep tentang absolutisme kekuasaan negara dan penguasa untuk mampu mengubah keadaan tersebut dan menciptakan suatu kedamaian serta ketertiban sosial dalam masyarakat.Negara diberikan kekuasaan yang sangat besar untuk mampu membatasi kekuasaan-kekuasaan individu dan diharapkan dengan keadaan tersebut negara mampu berdiri di atas kepentingan semua untuk mencapai kesejahteraan yang diimpikan bersama. Akan tetapi kekuasaan absolutisme dari negara tersebut juga bisa berpotensi kearah negatif yaitu suatu penyalahgunaan kekuasaan dan


(39)

wewenang yang tentunya sudah pasti ke depannnya akan berpengaruh negatif juga bagi kepentingan masyarakat.

4. Kekuasaan Presiden Suatu Tinjauan Teoritis Kekuasaan Presiden Soekarno dalam Sistem Politik Demokrasi Terpimpin (1959-1965),sebuah skripsi karya Dessy M.Lumbanraja yang hasil penelitian dari skripsi ini menjelaskan bahwa kekuasaan presiden Soekarno menunjukkan adanya pemusatan kekuasaan ditangan lembaga eksekutif pada masa demokrasi terpimpin. Besarnya kekuasaan yang dimiliki Soekarno, menimbulkan adanya penyelewengan terhadap lembaga-lembaga lainnya seperti pembubaran yang dilakukan pada lembaga legislatif.Dalam hal ini bertentangan dengan konstitusi negara kita sehingga banyak terjadi pemberontakan pada masa Demokrasi Terpimpin.Oleh sebab itu, untuk menghindari adanya pemusatan kekuasaan ditangan satu lembaga saja diperlukan adanya pembagian kekuasaan dengan istilah Trias Politica yang membagi antara kekuasaan lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.Pembagian kekuasaan mempunyai tujuan untuk membatasi kekuasaan sehingga tidak terjadi pemusatan kekuasaan pada satu lembaga


(40)

saja yang memungkinkan terjadinya tindakan kesewenang-wenangan.

5. Kekuasaan Presiden Dalam Sistem Politik Demokrasi Terpimpin 1959-1965,sebuah skripsi karya Nahyatun Nisa Harahap yang menjelaskan bahwa Demokrasi Terpimpin yang diawali dengan dikeluarkannnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 menujukkan kekuasaan Soekarno yang hampir tidak terbatas dan pemusatan kekuasaan di tangan Presiden Soekarno. Era Demokrasi Terpimpin ditandai dengan hadirnya Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai partai politik yang paling dominan dan TNI AD sebagai kekuatan Hankam dan sosial politik.Demokrasi Terpimpin merupakan penyeimbangan kekuasaan antara kekuatan politik militer Angkatan Darat dan Partai Komunis Indonesia, dan Presiden Soekarno sebagai balancer diantara keduanya.Pertentangan antara Presiden Soekarno, tentara AD dan partai-partai politik dalam konteks Demokrasi Terpimpin menjadi kajian penting dalam melihat kekuasaan presiden dalam kurun waktu berlakunya UUD 1945 di Indonesia.


(41)

1.3 PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pemaparandi atas,perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana konsep kekuasaan penguasa menurut pandangan Thomas Hobbes dan kekuasaan Presiden menurut UUD 1945 sebelum amandemen?

2. Apakah ada persamaan antara kekuasaan Presiden RepublikIndonesia yang diatur berdasarkan UUD 1945 sebelum di amandemen pada praktik pemerintahan presidensial yang dijalan oleh Presiden Soekarno lewat Demokrasi Terpimpinnya dengan pandangan Thomas Hobbes tentang konsep kekuasaan penguasa?

1.4 PEMBATASAN MASALAH

Pembatasan masalah merupakan usaha-usaha bagaimana untuk menetapkan masalah dalam batasan penelitian yang hendak diteliti. Dimana batasan masalah berfungsi untuk mengidentifikasi faktor apa saja yang masuk dalam ruang


(42)

penelitian dan faktor yang mana yang tidak masuk dalam ruang penelitian, maka batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini hanya akan mengkaji bagaimana sistem presidensial Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum amandemen dalam hal ini adalah mengenai kekuasaan Presidendan persamaannya dengan konsep kekuasaan Thomas Hobbes.

2. Pada penelitian ini yang menjadi kajian dari praktik pemerintahan presidensial itu adalah pada masa pemerintahan Soekarno (Demokrasi Terpimpin).

1.5 TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menjelaskan bagaimana konsep kekuasaan menurut Thomas Hobbes.

2. Menggambarkan bagaimana kekuasaan Presiden di Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum diamandemen.

3. Menjelaskan apakah persamaan antara konsep sistem presidensial yang dijalankan di Indonesia berdasarkan


(43)

UUD 1945 sebelum amandemen tentang kekuasaan Presiden dengan konsep kekuasaan Thomas Hobbes.

1.6 MANFAAT PENELITIAN

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan ilmiah di bidang politik dan memberikan sumbangan pemikiran dan referensi tentang teori kekuasaan.

2. Secara kelembagaan, penelitian ini dapat dijadikan landasan dalam membenahi kekuasan dalam sebuah pemerintahan.

3. Bagi penulis sendiri, penelitian ini memiliki manfaat dalam mengembangkan kemampuan berfikir dan kemampuan untuk menulis karya ilmiah dan sebagai tahap akhir dalam penyelesaian program Strata Satu di Departemen Ilmu Politik.

1.7 KERANGKA TEORI

Untuk mempermudah pelaksanaan penelitian ini,maka diperlukan suatu kerangka teori maupun konsep-konsep sebagai


(44)

landasan berfikir untuk menjelaskan dan menganalisis secara gamblang tentang sistem presidensial di Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum amandemen dan persamaannya dengan konsep kekuasaan Thomas Hobbes sehingga mampu menjadi gagasan yang bermanfaat. Adapun kerangka teori maupun konsep yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.7.1 Kekuasaan

Kekuasaan adalah salah satu dari sekian banyak konsep politik yang banyak dibahas dan dipermasalahkan,oleh karena itu tidak mengherankan konsep ini sangat krusial dalam ilmu sosial pada umumnya dan dalam ilmu politik khususnya22

22Ibid, hlm 59

. Bahkan banyak orang awam yang mengartikan politik itu adalah kekuasaan itu sendiri. Hal tersebut tidak mengherankan oleh karena Machiavelli,seorang pemikir filsafat politik dari Florence,Italia, pernah mengatakan bahwa , “Politik adalah sejumlah sarana yang dibutuhkan untuk mendapat kekuasaan,mempertahankan


(45)

kekuasaan dan memanfaatkan kekuasaan untuk mencapai kegunaan yang maksimal23

Bila didefinisikan,akan banyak defenisi-defenisi kekuasaan yang telah diutarakan oleh para ahli. Akan tetapi kebanyakan sarjana berpangkal tolak dari perumusan sosiolog Max Weber dalam bukunya Wirtschaft and Gesselshaft (1992)

”.

24

Sarjana yang kira-kira sama dengan pemikiran ini adalah Harold D.Laswell dan Abraham Kaplan yang defenisinya sudah menjadi rumusan klasik

:

Kekuasaan adalah kemampuan untuk,dalam suatu hubungan sosial,melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawanan,dan apapun dasar kemampuan ini

(Macht beduetet jede chance innerhaibeiner soziale Beziehug den eignen Willen durchzusetchen auch gegen Widerstreben durchzustzen,gleichviel worauf diese chance beruht).

25

Kekuasaan adalah suatu hubungan di mana seseorang atau kelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain ke arah tujuan dari pihak pertama

(Power is a relationship in which one person or group is able to determine the action of another in the direction of the former’s own ends)

:

26

23Leo Agustino, Op.Cit, hlm 71 24Miriam Budiardjo, Op.Cit hlm 60 25Ibid, hlm 60

26

Lihat Harold D.Laswell dan Abraham Kaplan, Power and Society (New Heaven : Yale University Press,1950), hlm.74


(46)

Defenisi Laswell dan Kaplan sejalan juga dengan defenisi yang ditawarkan oleh Charles Andrain di mana ia mengatakan bahwakekuasaan sebagai penggunaan sejumlah sumber daya (aset,kemampuan) untuk memperoleh kepatuhan (tingkah laku meyesuaikan) dari orang lain27. Hal serupa atas defenisi di atas dapat kita temukan dari scolar lain, Ramlan Surbakti misalnya,yang mengatakan bahwa kekuasaan sebagai kemampuan menggunakan sumber-sumber berpengaruh yang dimiliki untuk mempengaruhi perilaku pihak lain,sehingga pihak lain berperilaku sesuai dengan kehendak pihak yang mempengaruhi28

Kekuasaan menurut Inu Kencana, kekuasaan adalah kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri, dengan sekaligus menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan-golongan terentu. Kekuasaan yaitu kemampuan untuk mmempengaruhi pihak lain untuk kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan jadi,

.

27

Leo Agustino, Op.Cit. hlm 72


(47)

kekuasaan dapat didefenisikan sebagai hasil pengaruh yang diinginkan seseorang atau sekelompok orang.29

Kemudian ada juga beberapa hal yang melekat dalam konsep kekuasaan tersebut yaitu legitimasi dan wewenang. Legitimasi secara umum diartikan sebagai keyakinan anggota masyarakat bahwa kekuasaan yang ada pada seseorang,kelompok,atau penguasa adalah wajar dan patut dihormati

Dari berbagai defenisi yang sudah disebutkan di atas dapat kita artikan bahwa kekuasaan adalah suatu kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber pengaruh yang dimiliki untuk mempengaruhi perilaku pihak lain sehingga pihak lain tersebut berperilaku seperti yang dikehendaki oleh pihak yang mempengaruhi tersebut. Artinya memang dalam kekuasaan tersebut ada suatu hubungan perilaku antara pihak yang memiliki kekuasaan (penguasa) dengan yang dikuasai.

30

29

Inu kencana, Ilmu Politik, Jakarta: Rineke Cipta, 2000, hal. 53.

30Ibid, hlm 73

. Sedangkan otoritas merupakan suatu legitimasi (hak) atas dasar suatu kepercayaan untuk mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu. Jadi kewenangan adalah


(48)

merupakan suatu bentuk kekuasaan yang sah atau memiliki legitimasi31

Legitimasi sedemikian penting maknanya sebagai dasar daripada kekuasaan. Hal ini berlaku di semua lingkungan masyarakat tanpa terkecuali,dalam lembaga-lembaga yang diakui secara sah oleh masyarakat seperti dalam keluarga (kekuasaan orangtua atas anak),agama (kekuasaan moral),kekuasaan lembaga fungsional (kekuasaan atas dasar hubungan kerja) dan kekuasaan dalam negara (kekuasaan politik) adalah kekuasaan yang timbul karena legitimasi politik dan inilah yang mendasari kekuasaan dalam suatu negara untuk melaksanakan kehendak negara pada rakyatnya (Wahidin,2007 : 2)

. Dalam bahasa lain Laswell dan Kaplan menyebut otoritas sebagai kekuasaan formal (formal power).

32

Pada akhirnya ada beberapa karakteristik yang muncul ketika kita membahas tentang konsep kekuasaan yaitu

.

33

31P.Anthonius Sitepu, Op.Cit . hlm 52 32

Ibid, hlm 52

33Leo Agustino, Op.Cit, hlm 74-75


(49)

Kekuasaan baru akan muncul ketika terjadi interaksi antar aktor (baik itu aktor individu,kelompok,institusi,ataupun negara). Kekuasaan baru akan terkuak manakala subjek dan objek melakukan interaksi. Oleh karenanya,tidak akan pernah berlaku konsep kekuasaan antar aktor manakala mereka tidak pernah melakukan interaksi. Kekuasaan memerlukan periodisasi waktu di mana satu aktor akan terlihat begitu mendominasi atau menghegemoni dibandingkan aktor lainnya.

Pemegang kekuasaan adalah aktor yang memiliki sumber kekuasaan yang lebih besar dibandingkan dengan mereka yang diperintah.

Pemegang kekuasaan akan mempengaruhi aktor lain untuk melakukan kehendaknya dengan menggunakan kekuasaan yang dimilkinya tersebut. Secara konseptual bahwa kekuasaan adalah kemampuan aktor untuk mempengaruhi pihak lain untuk mengikuti perintah/keinginannya,maka jelas bahwa kekuasaan akan sangat berhubungan dengan


(50)

upaya pengaruh (influence),manipulasi,ancaman,tekanan fisik dan lain sebagainya.

Ada 6 (enam) sumber daya kekuasaan menurut Wahidin khususnya secara formal adminsitratif sebagaimana yang dikutip oleh Antonius Sitepu dalam bukunya yang berjudul Teori-teori

Politik, yaitu sebagai berikut:

Kekuasaan balas jasa (reward power) yakni kekuasaan yang legitimasinya bersumber dari sejumlah balas jasa yang sifatnya positif (uang, perlindungan, perkembangan karier,janji positif dan sebagainya) yang diberikan kepada pihak penerima guna melaksanakan sejumlah perintah atau persyaratan lain. Faktor ketudukan seseorang atas kekuasaan dimotivasi oleh hal itu dengan harapan jika telah melakukan sesuatu akan memperoleh seperti yang dijanjikan.

Kekuasaan paksaan (coercive power) berasal dari perkiraan yang dirasakan orang bahwa hukuman (dipecat, ditegur, didenda, dijatuhi hukuman fisik dan sebagainya) akan diterima jika mereka tidak melaksanakan perintah


(51)

pimpinan. Kekuasaan akan menjadi motivasi bersifat repressif terhadap kejiwaan seseorang untuk tunduk pada kekuasaan pimpinan itu dan melaksanakan seperti apa yang dikehendaki. Jika tidak paksaan yang diperkirakan akan dijatuhkan.

Kekuasaan legitimasi (legitimate power) kekuasaan yang berkembang atas dasar dan berangkat dari nilai-nilai intern yang sah untuk memengaruhi bawahannya. Sementara itu dalam sisi yang lain, seseorang mempunyai kewajiban untuk menerima pengaruh tersebut karena seseorang lain ditentukan sebagai pimpinannya petinggi sementara dirinya seorang bawahan. Legitimasi yang demikian dapat diperoleh atas dasar aturan formal akan tetapi bias juga bersumber pada kekuasaan muncul karena kekuatan alamiah dan kekuatan akses dalam pergaulan bersama yang mendudukan seseorang yang beruntung memperoleh legitimasi suatu kekuasaan.

Kekuasaan pengendalian atas informasi ( control of


(52)

kelebihan atas suatu pengetahuan di mana orang lain tidak mempunyai. Cara ini dipergunakan dengan pemberian atau penahanan informasi yangdibutuhkan orang lain maka mau tidak mau harus tunduk (secara terbatas) pada kekuasaan pemilik informasi. Pemilik informasi dapat mengatur sesuatu yang berkenaan dengan peredaraninformasi, atas legitimasi kekuasaan yang dimilikinya.

Kekuasaan panutan (refent power), kekuasaan ini muncul dengan didasarkan atas pemahaman secara kultural dari orang-orang dengan berstatus sebagai pemimpin. Masyarakat menjadikan pemimpin itu sebagai panutan simbol dari perilaku mereka. Aspek kultural yang biasanya muncul dari pemahaman religiositas direflekssikan pada charisma pribadi, keberanian, sifat simpatik dan sifat-sifat lain yang tidak ada pada kebanyakan orang. Hal itu menjadikan orang lain tunduk pada kekuasaanya.

Kekuasaan keahlian (expert power), kekuasaan ini ada dan merupakan hasil dari tempahan yang lama dan muncul


(53)

karena suatu keahlian atau ilmu pengetahuan kelebihan ini menjadikan seseorang pemimpin dan secara alamiah berkedudukan sebagai pemimpin dalam keahliannya itu, seorang pemimpin dapat merefleksikan kekuasaan dalam batas-batas keahliannya itu dan secara terbatas pula orang lain tunduk pada kekuasaan yang bersumber dari keahlian yang dimiiknya karena ada kepentingan terhadap keahlian sang pemimpin.

1.7.2 Pemisahan Kekuasaan

Secara teoritis, pemisahankekuasaan negara berdasarkan fungsi lembaganya didasarkan pada asumsi, bahwa adanya pemusatan kekuasaan pada satu tangan, maka dapat terjadi pengelolaan sistem pemerintahan secara absolut atau otoriter, misalnya seperti dalam bentuk monarki dimana kekuasaan berada pada ditangan seorang raja. Maka untuk menghindari hal tersebut perlu adanya pemisahan kekuasaan, sehingga diharapkan adanya kontrol dan keseimbangan diantara lembaga pemegang kekuasaan tersebut.


(54)

Negara mempunyai kekuasaan yang secara normatif dicerminkan dari batasan, pedoman dan aturan lain yang dituangkan dalam konstitusi. Di dunia Barat ada dikenal dengan pemisahan kekuasaan negara ke dalam tiga kekuasaan, diantaranya: kekuasaan Legislatif, kekuasaan Eksekutif dan kekuasaan Yudikatif. John Locke sebagai pencetus pertama kali tentang pembagian kekuasaan dengan melalui bukunya yang berjudul “Two Treaties on Civil Government”. Dia menolak pendapat bahwa kekuasaan itu sifatnya turun temurun. Hal ini akan senderung untuk melaksanakan kekuasaan itu dengan tidak memperhatikan aspirasi atau kehendak rakyat.

John Locke memisahkan kekuasaan kedalam tiga bidang, yaitu34

2) Kekuasaan eksekutif ialah wewenang mempertahankan dan melaksanakan Undang-Undang serta mengadili perkara. Wewenang mengadili perkara ini menurut John Locke dianggap

:

1) Kekuasaan legislatif ialah wewenang membuat Undang-Undang.


(55)

sebagai Uithvoering atau pelaksanaan, karena merupakan bagian dari wewenang eksekutif.

3) Kekuasaan federatif ialah wewenang yang tidak termasuk ke dalam kekuasaan legislatif dan eksekutif. Yaitu kekuasaan mengadakan perserikatan dan aliansi serta segala tindakan dengan semua orang dan badan-badan di luar negeri.

Pendapat John Locke inilah yang mendasari munculnya teori pembagian kekuasaan sebagai gagasan awal untuk menghindari adanya pemusatan kekuasaan (absolut) dalam suatu negara.Dan kemudian dalam perkembangan selanjutnya, sekitar beberapa tahun berikutnya muncullah Montesquieu yang mencetuskan teori pemisahan kekuasaan atau yang lebih dikenal dengan “Trias Politica” ke dalam tiga bidang.dalam bukunya yang berjudul Lesprit des Louis pada tahun 1748 menawarkan

alternatif yang agak berbeda dari pendapat John Locke.

Dengan adanya pemisahan kekuasaan diharapkan dapat saling lepas dan dalam tingkat yang sama. Hal ini berarti bahwa lembaga-lembaga negara dipisahkan sehingga dapat saling


(56)

mengawasi dan mengontrol satu sama lain. Kekuasaan yang dimaksud adalah:

1. Kekuasaan Legislatif, sebagai pembuat Undang-Undang yang nantinya dijadikan sebagai patokan untuk berinteraksi baik secara kelembagaan maupun individual di dalam negara.

2. Kekuasaan Eksekutif, sebagai pelaksana Undang-Undang, yang mempunyai kekuasaan untuk memaksakan penerapan Undang-Undang tersebut kepada pihak-pihak yang harus melaksanakan.

3. Kekuasaan Yudikatif, sebagai lembaga peradilan yang menjadi pilar untuk menegakkan Undang-Undang serta mengadili pelanggaran Undang-Undang dengan segala konsekuensinya.

Menurut Montesquieu, dengan adanya pemisahan kekuasaan ini diharapkan kemerdekaan bagi setiap individu dijamin terhadap tindakan sewenang-wenang dari penguasa. Montesquieu menekankan bahwa seseorang akan cenderung untuk mendominasi kekuasaan bila kekuasaan tersebut terpusat pada satu orang. Oleh karena itulah dibutuhkan pemisahan


(57)

kekuasan untuk mencegah adanya dominasi satu kekuasaan terhadap kekuasaan lainnya. Bisa dilihat hampir diseluruh negara menerapkan konsep Trias Politica dalam kehidupan berpolitik. Dalam suatu negara bisa dikatakan negara berdemokrasi dalam kehidupan berpolitik apabila diterapkannya konsep ini. Karena pada dasarnya kekuasaan di suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik atau satu lembaga independen saja melainkan harus terpisah dengan lembaga-lembaga negara yang berbeda.

Dengan terpisahnya tiga kewenangan di tiga lembaga yang berbeda tersebut, diharapkan jalannya pemerintahan negara tidak timpang, terhindar dari korupsi pemerintahan oleh satu lembaga, dan akan memunculkan mekanisme check and balances (saling koreksi dan saling mengimbangi). Biarpun dalam prakteknya, jalanya Trias Politika di tiap negara tidak selamanya mulus atau tanpa halangan.

Di Indonesia sendiri menurut UUD 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia sebelum diamandemen terdapat pembagian kekuasaan negara:


(58)

1. MPR memegang kekuasaan konstitutif. 2. Presiden memegang kekuasaan eksekutif. 3. DPR memegang kekuasaan legislatif. 4. MA memegang kekuasaan yudikatif. 5. BPK memegang kekuasaan inspektif. 6. DPA memegang kekuasaan konsultatif.

Di Indonesia tidak terdapat pemisahan kekuasaan yang drastis, melainkan hanya pembagian kekuasaan sehingga dengan demikian antar lembaga kekuasaan masih ada hubungan, (terutama Presiden RI memiliki kewenangan di luar eksekutif). Hal ini terlihat jelas bagaimana lembaga eksekutif diberikan kewenangan untuk menjalankan fungsi legislatif maupun yudikatif. Seperti contohnya dalam hal membuat peraturan perundang-undangan pihak eksekutif maupun legislatif harus mampu saling berhubungan dan bekerja sama dalam merumuskan dan menyetujui undang-undang tersebut.

1.7.3 Konsep Negara dan Kekuasaan Thomas Hobbes

Thomas Hobbes seorang filsuf yang berasal dari era abad Pertengahan Modern berpendapat bahwa negara lahir adalah


(59)

hasil dari covenan (kontrak sosial) yang dibuat oleh individu-individu pada masa manusia berada pada keadaan alamiah (state

of nature). Individu-individu yang ada pada masa itu sepakat

untuk menyerahkan kekuasaan yang ada pada mereka untuk dipercayakan dan dikelola kepada segelintir orang yang memang dipilih untuk menjalankan negara dan kekuasaannya.

Hobbes juga berpendapat bahwa negara yang dibentuk pada saat itu adalah untuk mengendalikan keadaaan alamiah yang dia imajinasikan adalah suatu keadaan di mana manusia berada pada keadaan yang kacau (chaos) akibat sifat-sifat dasar yang ada dalam diri manusi tersebut. iri,dengki,pemarah,pendendam dan sifat-sifat negative lainnya35

35 Leo Agustino,Op. Cithlm 35

. Oleh karena sifat-sifattersebut manusia selalu mempunyai kemungkinan untuk menjadi ancaman bagi manusia-manusia lainnya. Terlebih lagi dengan sifat dasar utama manusia yang selalu ingin menjadi lebih dari

manusia lainnya baik itu dalam hal kekuasaan,kepintaran,kekayaan dan lain sebagainya. Ini tentu


(60)

akan menciptakan keadaan persaingan yang tidak terbatas atau bebas di antara manusia.

Manusia yang pada dasarnya adalah egois, mereka hanya menggunakan nafsu manusia sehingga tidak ada keadilan walaupun hal ini dimaksudkan untuk pemeliharaan diri pada manusia yang mengutamakan kepentingan mereka dengan saling menerkam yang menyebakan persaingan dalam masyarakat menjadi tidak rasional.Hobbes menyebut keadaan ini dengan istilah homo homoni lupus (manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya).

Untuk itu negara harus hadir dengan segala kekuasaan yang dipercayakan padanya untuk mampu mengatasi keadaan tersebut dan mampu menciptakan keadaan yang harmonis antar individu dalam masyarakat. Kekuasaan yang ada pada negara tentunya harus lebih besar bahkan harus paling besar di antara individu maupun kelompok yang ada pada masyarakat. Ini berfungi untuk membatasi kekuasaan yang ada pada individu yang terlalu besar


(61)

pada masa keadaan alamiah tersebut. Negara pada akhirnya menjadi begitu berkuasa bahkan kekuasaannya tanpa batas.36 Hobbes mengilustrasikan negara dan penguasa yang ada sebagai

Leviathan,binatang laut purba yang amat dahsyat dan

perkasa,kuat. Penguasa sebagai aktor dari negara juga harus memiliki kekuasaan yang mutlak (absolut) demi tercipta kebaikan bersama. Kemutlakan kekuasaan penguasa ini haruslah berdiri di atas kepentingan semua pihak. Tentunya penguasa yang kekuasaannya sangat besar tersebut diharapkan dapat menjamin rasa keamanan,kepentingan-kepentingan serta kesejahteraan individu. Sedangkan di sisi lain dengan penguasa yang mutlak ini juga diharapkan mampu menciptakan pemerintahan yang efektif dan stabil. Akan tetapi,dengan kekuasaan yang begitu besar padanya,penguasa memiliki kecenderungan untuk melakukan tindakan-tindakan ketidaksewenang-wenangan dan mengarah kepada suatu otoritarianisme dan ditakutkan kesejahtaraan dan kebaikan bersama tersebut tidak akan pernah bisa tercapai.


(62)

1.7.3 Sistem Presidensial

Sistem presidensial adalah suatu pemerintahan di mana kedudukan eksekutif tidak bertanggungjawab kepada Badan Perwakilan Rakyat, dengan kata lain kekuasaan eksekutif berada di luar pengawasan (langsung) parlemen. Dalam sistem ini, Presiden memiliki kekuasaan yang kuat, karena selain sebagai kepala negara juga sebagai kepala pemerintahan yang mengetuai kabinet (dewan Menteri). Pada keadaan ini dimaksudkan bahwa presiden berkedudukan sebagai pusat kekuasaan eksekutif sekaligus pusat kekuasaan negara37

37Ibid, hlm 70

,yang memiliki arti bahwa presiden adalah Kepala pemerintahan sekaligus Kepala negara. Sistem ini juga bercirikan pemilihan kepala eksekutif tersebut adalah langsung oleh rakyat. Presiden juga bukan bagian dari parlemen sehingga tidak bisa dibubarkan/diberhentikan oleh parlemen kecuali dengan proses pemakzulan (impeachmentt) ciri lain dari sistem ini adalah kedudukan lembaga parlemen yang tidak hanya terpisah dari eksekutif melainkan independen


(63)

terhadapnya; serta menteri-menteri yang diangkat oleh dan bertanggungjawab terhadap presiden.38

Konstruksi dasar dari sistem pemerintahan presidensial ini bahwa lokus kekuasaan terpusat pada single chief executive lembaga eksekutif presiden. Presiden memegang kekuasaan yang sangat besar dan dominan dan memiliki hak prerogatif yang tentunya sudah diatur dalam undang-undang atau konstitusi negara-negara yang menganut sistem ini. Presiden sebagai lembaga eksekutif memiliki posisi yang dominan kuat sehingga parlemen sebagai lembaga legislatif dan perwakilan rakyat memegang kekuasaan sebagai pengontrol kegiatan/aktivitas presiden dalam melaksanakan kekuasaannya39

Peran dan karakter individu seorang presiden lebih menonjol dibandingkan dengan peran kelompok,organsiasi,partai politik bahkan lembaga-lembaga negara lainnya. Oleh karenanya jabatan presiden ini selalu menjadi objek utama yang diperebutkan dalam konteks kekuasaan di negara-negara yang menganut sistem presidensial. Presiden adalah jabatan yang

.

38

Ibid,hlm 71


(64)

memiliki dua fungsi,selaku kepala negara presiden adalah simbol representasi negara sememtara itu selaku kepala pemerintahan presiden harus bertanggung-jawab penuh terhadap jalannya pemerintahan40. Maka karena itu posisi presiden dalam konteks kekuasaan dan pemerintahan adalah menempati posisi sentral,sehingga logis bila kedudukan presiden itu lebih kuat dan berwibawa dibandingkan dengan dua jabatan lembaga yang disebutkan dalam konsep trias politica lainnya seperti lembaga legislatiif dan yudikatif yang masing-masing “hanya” mengemban satu fungsi41

Jimly Asshiddiqie menyatakan beberapa prinsip pokok yang terdapat dalamsistem pemerintahan presidensial,yakni

.

42

Terdapat pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang kekuasaaneksekutif danlegislatif

:

40Ibid,hlm 75 41Ibid, hlm 75 42

Jimly Asshiddiqie .Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi.Jakarta :


(65)

Presiden merupakan eksekutif tunggal. Kekuasaan eksekutif presidentidak terbagi dan yang ada hanya presiden dan wakil presiden saja;

Kepala pemerintahan adalah sekaligus kepala negara atau sebaliknya kepala negara adalah sekaligus merupakan kepala pemerintahan;

Presiden mengangkat para menteri sebagai pembantu atau sebagai bawahan yang bertanggungjawab kepadanya;

Anggota parlemen tidak boleh menduduki jabatan eksekutif dan demikianpula sebaliknya;

Presiden tidak dapat membubarkan ataupun memaksa parlemen

Jika dalam sistem parlementer berlaku prinsip supremasi parlemen, maka dalam sistem pemerintahan presidensial berlaku prinsip supremasi konstitusi. Karena itu pemerintahan eksekutif bertanggungjawab kepada konstitusi;

Eksekutif bertanggungjawab langsung kepada rakyat yang berdaulat;


(66)

Kekuasaan tersebar secara tidak terpusat seperti dalam sistem parlementer yang terpusat pada parlemen.

Sejalan juga dengan pernyataan Jimly di atas, Saldi Isra juga menerangkan sistem pemerintahan presidensial memiliki karakter yang utama dan beberapa karakter lainnya yakni43

Presiden memegang fungsi ganda, sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Meskipun sulit untuk dibedakan secara jelas, presiden sebagai kepala negara dapat dikatakan sebagai simbol negara, sebagai kepala pemerintahan, presiden merupakan pemegang kekuasaan tunggal dan tertinggi.

:

Presiden tidak hanya sekedar memilih anggota kabinet, tetapi juga berperan penting dalam pengambilan keputusan di dalam kabinet;

Hubungan antara eksekutif dan legislatif terpisah, dengan adanya pemilihan umum untuk memilih presiden dan memilih lembaga legislatif;

43

Saldi Isra,Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model Legislasi Parlementer Dalam Sistem


(67)

Dengan pemisahan secara jelas antara pemegang kekuasaan legislatif dan eksekutif, pembentukan pemerintah tidak tergantung kepada proses politik di lembaga legislatif.

Sistem pemerintahan presidensial dibangun dalam prinsip clear cut separation of powers antara pemegang kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif.

Hanta Yuda juga menjelaskan tentang ciri sistem presidensial yang dia kutip dari beberapa ahli seperti Giovanni Sartori yang menyodorkan beberapa ciri tersebut. Pertama,kepala pemerintahan dipilih secara langsung oleh rakyat dalam beberapa periode tertentu. Kedua dalam masa jabatannya presiden tidak dapat dijatuhkan oleh parlemen dan ketiga presiden memimpin langsung pemerintahan yang dibentuknya.44

44

Hanta Yuda, Presidensialisme Setengah Hati , Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2010 hlm 80

Verney juga mengajukan tiga karakteristik pemerintahan presidensial: Pertama,kekuasaan eksekutif tidak terbagi (sole

executive)–jabatan kepala negara (head of state) sekaligus kepala


(68)

antara eksekutif dan legislatif sehingga majelis tidak berubah menjadi parlemen dan presiden tidak dapat membubarkan atau memaksa majelis. Ketiga,presiden bertanggung jawab kepada konstitusi dan secara langsung kepada rakyat yang telah memilihnya.45

Kemudian berkaitan dengan sistem presidensial Indonesia,Hanta Yuda juga menjelaskan penegasan prinsip pemerintahan presidensial dinyatakan dalam beberapa pasal UUD 1945.46Pertama,kedudukan presiden adalah kepala negara

sekaligus kepala pemerintahan (single chief executive). Konstitusi menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut undang-undang dasar.47 Sedangkan penegasan presiden sebagai kepala negara dapat dilihat bagaimana presiden mempunyai wewenang memberi grasi,amnesti,abolisi dan juga rehabilitasiserta memberi wewenang untuk memberikan gelar,tanda jasa dan kehormatan.48

45Ibid , hlm 80 46Ibid, hlm 79 47

Lihat UUD 1945 pasal 4 ayat 1 (naskah sebelum diamandemen)


(69)

Kedua,penerapan prinsip pembagian kekuasaan (distribution of power). DPR dan lembaga kepresidenan adalah

suatu lembaga negara yang mandiri. Hal ini merupakan salah satu ciri dan prinsip institusional dari sistem presidensial. Substansi materi dalam UUD 1945 tentang kedudukan presiden dan DPR juga secara tersirat menjelaskan kemandirian hubungan ini. Presiden tidak dapat membubarkan dan tidak bertanggungjawab terhadap parlemen,begitu juga dengan parlemen yang tidak dapat menjatuhkan presiden.

Ketiga,presiden mempunyai hak prerogatif untuk

mengangkat dan memberhentikan menteri dalam kabinetnya. Konsekuensinya menteri-menteri yang ada tidak bertanggungjawab terhadap parlemen akan tetapi bertanggungjawab langsung kepada presiden yang mengangkatnya. Hak prerogatif presiden untuk mengangkat dan memberhentikan menteri di kabinetnya juga dinyatakan dalam konstitusi negara Republik Indonesia.49

1.8 METODOLOGI PENELITIAN


(70)

1.8.1 Metode Penelitian

Berangkat dari uraian serta penjelasan tujuan penelitian maupun kerangkateori di atas, maka penulis menggunakan penelitian deskriptif, dimana penelitian deskriptif merupakan suatu cara yang digunakan untuk memecahkan masalah pada masa sekarang berdasarkan fakta-fakta dan data-data yang ada. Penelitian inimemberikan gambaran yang detail mengenai gejala atau fenomena50

Menurut Hadari Nawawi

. Tujuan dasar penelitian deskrtiptif ini adalah membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.

1.8.2 Jenis Penelitian

51

50

Bambang Prasetyo dkk, Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi, Jakarta: RajaGrafindo Persada,2005, hlm 42.

51

Hadari Nawawi, Metodologi Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta; Gajah Mada University Press, 1987, hal:63.

, metode penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan subjek atau objek penelitian seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain


(71)

pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak atau sebagai mana adanya. Penelitian deskriptif melakukan analisis dan menyajikan data-data dan fakta-fakta secara sistematis sehingga dapat dipahami dan disimpulkan.

Penelitian ini bermaksud untuk menjelaskan bagaimana konsep presidensial yang di Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum diamandemen lewat praktik pemerintahan Soekarno dengan Demokrasi Terpimpinnya dan apakah ada persamaannya dengan konsep kekuasaan Thomas Hobbes. Tentunya penelitian ini menggunakan data-data,teori-teori juga konsep-konsep yang berguna sebagai kerangka acuan untuk menjelaskan hasil penelitian,menganalisis dan sekaligus untuk menjawab persoalan yang diteliti.

1.8.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini,teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan (study literature). Studi kepustakaan ialah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka,membaca dan mencatat serta


(1)

Presiden. Dikarenakan kekuasaan dan kewenangan presiden bisa menembus batas legislatif maupun yudikatif.

5. Pada praktiknya,kekuasaan Presiden yang besar ini bisa kita lihat pada kepemimpinan Presiden Soekarno dengan Demokrasi Terpimpinnya (1959-1966). Di mana pada masa itu banyak tindakan Presiden yang menunjukkan kekuasaan itu terpusat kepada Presiden sebagai lembaga eksekutif dan menunjukkan dominasinya terhadap lembaga legislatif dan yudikatif.

6. Bahwaterdapat persamaan antara konsep kekuasaan Thomas Hobbes dengan presiden Republik Indonesia yang diatur dalam UUD 1945 sebelum amandemen di mana praktik pemerintahan Soekarno menjadi kajiannya. Persamaaan dalam hal ini adalah bagaimana di antara kedua konsep kekuasaan tersebut menerangkan bahwa kekuasaan penguasa adalah besar dan mendominasi. Hobbes pada masanya memberikan tempat kepada raja sebagai penguasa monarki,sedangkan UUD 1945 sebelum amandemen


(2)

memberikan kekuasaan dan kewenangan yang besar terhadap Presiden.

DAFTAR PUSTAKA Buku


(3)

Agustino,Leo. 2007Perihal Ilmu Politik Suatu Pengantar.Yogyakarta:Graha Ilmu.

Asshiddiqie,Jimly.2007Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi.Jakarta : Bhuana Ilmu Populer.

Bintang,Sri Pamungkas. 2001. Dari Orde Baru ke Indonesia Baru lewat Reformasi Total,Jakarta: Penerbit Erlangga.

Budiardjo, Miriam. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Politik Edisi Revisi ,Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Daud,Abu Busroh. 1999. Sistem Pemerintahan Republik Indonesia. Jakarta : Bina Aksara.

Faisal, Sanafiah. 1995. Format Penulisan Sosial Dasar-Dasar Aplikasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Gafur,Abdul. 1987. Pak Harto Pandangan dan Harapannya, Jakarta: Pustaka Kartini.

Harrison, Lisa. 2007.Metodologi Penelitian Politik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Isra,Saldi.2010. Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model Legislasi Parlementer Dalam Sistem Presidensial Indonesia,RajaGrafindo Persada.

Kansil,Christin S.T.2007. Ilmu Negara, Jakarta: Pradnya Paramita .

Kencana,Inu.2000. Ilmu Politik, Jakarta: Rineke Cipta.

Khamis,Margarito. 2014. Kekuasaan Presiden Indonesia “Sejarah Kekuasaan Presiden Sejak Merdeka Hingga Reformasi Politik”. Malang : Setara Press.

Laswell, Harold D dan Abraham Kaplan, 1950. Power and Society . New Heaven : Yale University Press.


(4)

Losco,Josesph-Leonard Wiliiams. 2005. Political Theory Kajian Klasik dan Kontemporer, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Moedjanto,G. 1998.Indonesia Abad ke-20 Jilid 2, Yogyakarta:

Kanisius.

Nawawi, Hadari. 1987. Metodologi Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta:Gajah Mada University Press.

Noer, Deliar. 1996. Pemikiran Politik di Negeri Barat , Bandung: Mizan Pustaka.

Pramana,Pudja KA. 2009. Ilmu Negara,Yogyakarta: Graha Ilmu. Prasetyo, Bambang dkk. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif: Teori

dan Aplikasi, Jakarta :RajaGrafindo Persada.

Schmandt, Henry J. 2002. Filsafat Politik Kajian Historis dari Zaman Yunani Kuno sampai Zaman Modern, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sitepu,Anthonius P.Soekarno. 2009.Militer dan Partai Politik: Piramida Kekuatan-Kekuatan Politik dalam Sistem Politik Pemerintahan Demokrasi Terpimpin (1959-1965), Medan: USU Press.

Sitepu, Anthonius P. 2012. Studi Ilmu Politik. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Sitepu, Anthonius P. 2012. Teori-Teori Politik.Yogyakarta : Graha Ilmu.

Suharto,Susilo. 2006 .Kekuasaan Presiden Indonesia dalam Periode Berlakunya Undang-undang Dasar 1945.Yogyakarta : Graha Ilmu.

Suhelmi,Ahmad. 2007. Pemikiran Politik Barat , Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Sulardi.2012. Menuju Sistem Pemerintahan Presidensiil Murni, Semarang: Setara Press.


(5)

Sumali.2003. Reduksi Kekuasaan Eksekutif di Bidang Peraturan Pengganti Undang-Undang (PERPU), Malang: Universitas Muhammadiyah Malang ,

Suny,Ismail.1986. Pergeseran Kekuasaan Eksekutif,Jakarta: Aksara Baru.

Suyanto,Bagong dkk. 2013. Filsafat Sosial . Malang : Aditya Media Publishing.

Syam,Firdaus. 2007. Pemikiran Politik Barat, Jakarta: Bumi Aksara.

Yuda, Hanta. 2010. Presidensialisme Setengah Hati , Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Zed, Mestika.2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Undang-Undang:

UUD 1945 sebelum amandemen Jurnal :

Dwipayana, ArI. 1999. Jurnal-Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM Vol.3. Yogyakarta.

Hutapea,Bonar.2012. Psikologi Politik Hobbesian: Analisis Teoritis tentang Basis Antropologis Kontrak Sosial dalam Leviathan dan Relevansinya.INSAN Vol. 14 No. 01.

Skripsi :

Dessy M.Lumbanraja. 2015. Kekuasaan Presiden Suatu Tinjauan Teoritis Kekuasaan Presiden Soekarno dalam Sistem Politik Demokrasi Terpimpin (1959-1965) [Skripsi]. Medan : Universitas Sumatera Utara

Nahyatun Nisa Harahap. 2010. Kekuasaan Presiden Dalam Sistem Politik Demokrasi Terpimpin 1959-1965[Skripsi]. Medan : Universitas Sumatera Utara


(6)

Maret 2015 pkl 18.43