2.1.6 Diagnosis
Menurut Wasitaatmadja 2009, diagnosis akne vulgaris ditegakkan atas dasar: 1.
Klinis dan pemeriksaan ekskohliasi sebum yaitu pengeluaran sebum dengan komedo ekstraktor sendok unna. Sebum yang menyumbat folikel tampak
sebagai massa padat seperti lilin atau massa lebih lunak bagai nasi yang ujungnya kadang berwarna hitam.
2. Pemeriksaan histologis tidak memperlihatkan suatu gambaran yang spesifik,
hanya berupa sebukan sel radang kronis di sekitar folikelpilosebasea dengan massa sebum didalam folikel.
3. Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jasad renik yang mempunyai peran
pada etiologi dan patogenesis penyakit, namun hasilnya sering tidak memuaskan
4. Pemeriksaan pada susunan kulit dan kadar lipid permukaan kulit dapat pula
dilakukan unuk tujuan serupa. Pada akne vulgaris, kadang asam lemak bebas meningkat dan karena itu pada pencegahan dan pengobatan digunakan cara
untuk menurunkannya.
2.1.7 Diagnosis Banding
Diagnosis banding akne vulgaris yaitu Wasitaatmadja, 2009: 1.
Erupsi akneiformis yang disebabkan oleh obat misalnya kortikosteroid, isoniazid INH, barbiturat, yodida, bromida, difenilhidantoin, trimetadion,
adrenocorticotropic hormone ACTH dan lain-lainnya. Klinis berupa erupsi papul-papul yang timbul di berbagai tempat pada kulit tanpa adanya
komedo, timbul mendadak, dan kadang-kadang disertai demam. Dapat terjadi pada segala usia.
2. Akne lain, misalnya akne venenata dan akne komedonal oleh rangsangan
fisis. Umumnya lesi monomorfi, tidak gatal, bisa berupa komedo atau papul,
Universitas Sumatera Utara
dengan tempat predileksi di tempat kontak zat kimia atau rangsangan
fisisnya. 3. Rosasea dulu: akne rosasea, merupakan penyakit peradangan kronik di
daerah muka dengan gejala eritem, pustul, teleangiektasis dan kadang- kadang disertai papul, pustul, nodulus, atau kista. Tidak terdapat komedo
kecuali bila kombinasi dengan akne. 4. Dermatitis perioral yang terjadi terutama pada wanita. Klinis berupa
polimorfi eritema, papul, dan pustul disekitar mulut yang terasa gatal 2.1.8 Penatalaksanaan
Penanggulangan akne meliputi usaha untuk mencegah terjadinya jerawat preventif dan usaha untuk menghilangkan jerawat yang terjadi kuratif. Kedua
usaha harus dijalankan bersamaan mengingat bahwa kelainan ini terjadi akibat berbagai faktor yang kadang-kadang tidak dapat dihindari penderita
Wasitaatmadja, 2011.
A. Terapi Topikal
Retinoid topikal merupakan obat dengan efek komedolitik dan antiinflamasi. Obat ini menormalkan hiperkeratinisasi dan hiperproliferasi folikel yang
terjadi. Retinoid topikal ini mengurangi jumlah mikrokomedo, komedo dan lesi meradang. Obat ini dapat digunakan sendiri saja ataupun kombinasi
dengan obat-obat akne lainnya. Sediaan yang sering termasuk adapalene, tazanotene dan tretinoin. Antibiotik topikal terutama digunakan untuk
melawan P. acnes. Obat ini juga memiliki efek antiinflamasi. Antibiotik topikal tidak memiliki efek komedolitik, dan resistensi dapat terjadi pada
beberapa jenis obat ini. Resistensi dapat dikurangi jika dikombinasi dengan benzoil peroksida. Sediaan obat yang sering dipakai adalah eritromisin dan
Universitas Sumatera Utara
klindamisin. Produk-produk benzoil peroksida juga efektif digunakan melawan P. acnes dan belum terbukti adanya resistensi pada obat ini Fulton,
2009 B.
Terapi Sistemik Menurut Wasitaatmadja 2011, pengobatan sistemik ditujukan terutama
untuk menekan aktifitas jasad renik di samping dapat juga menekan reaksi radang, menekan produksi sebum dan mempengaruhi keseimbangan
hormonal. Golongan obat sistemik terdiri dari: 1.
Antibakteri sistemik misalnya tetrasiklin, minosiklin, eritromisin, kotrimoksasol atau trimetoprim, linkomisin dan klindamisin. Dosis dari
antibiotika dapat diturunkan setelah terlihat adanya perbaikan dan dapat dipertahankan dalam dosis initial dalam jangka waktu lebih lama.
2. Obat hormonal dapat digunakan untuk menekan produksi androgen atau
secara kompetitif menduduki reseptor organ target di kelenjar sebasea. Penggunaan etinil estradiol 50 mg dan anti androgen seproteron asetat
2 mg sehari selama 21 hari diselingi waktu istirahat 7 hari selama 4-5 bulan pada wanita dewasa, kawin, dengan akne nodulokistik rekalsitran
dapat dipertimbangkan tentunya dengan memikirkan efek sampingnya. 3.
Retinoid dan asam vitamin A oral dipakai dengan tujuan menekan hiperkeratinisasi yang merupakan faktor patofisiologi pada akne.
4. Dengan pemikiran dan tujuan berbeda dipakai obat sistemik berupa
antiinflamasi nonsteroid, dapson atau seng sulfat. C.
Bedah kulit Bedah kulit dapat dilakukan untuk mengurangi peradangan bedah beku
terutama untuk memperbaiki parut yang terjadi akibat akne. Tindakan dapat dilaksanakan setelah akne sembuh baik dengan cara bedah listrik, bedah
kimia, bedah beku, bedah pisau, dermabrasi atau bedah laser.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Kualitas Hidup 2.2.1 Definisi