Pendekatan Antropologi Sastra KESIMPULAN DAN SARAN

24 Setelah semua bulir padi terlepas dari tangkainya, padi pun di bersihkan dari sisa-sisa tangkainya dan dimasukkan ke dalam karung. Ketika padi dimasukkan, para pengirik pun duduk beristirahat sambil menyanyikan teks sebagai berikut: Allah halim sewa Allah Maimunnah silotan dona Warabikum tuan saridi Habibina saidina ali Setelah itu nyanyian dilanjutkan dengan menyanyikan teks berupa pantun yang di setiap akhir baitnya disambut dengan teriakan ‘iak iak” sebagai berikut : Kalau ada sumur di ladang iak iak Bolehlah kita menumpang mandi iak iak Bolehlah kita berjumpa lagi iak iak Setelah padi selesai dimasukkan ke dalam karung, tangkai padi yang belum diirik pun diletakkan lagi ke atas tikar dan kegiatan mengirik pun dimulai kembali sambil menyanyikan Ahoi dengan bentuk yang sama seperti sebelumnya. Demikianlah proses pelaksanaan nyanyian ahoi ketika mengirik padi pada masyarakat Melayu Secanggang. 13

2.5 Pendekatan Antropologi Sastra

Antropologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu antrophos yang berarti manusia sedangkan logos ilmu, maka antropologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan manusia yang mencakup beberapa aspek dalam kehidupan. Sastra adalah suatu karya yang diciptakan manusia dalam bentuk tulisan, karya sastra itu bersifat imajinatif. Sebagai salah satu ilmu “social humaniora” Antropologi sastra jelas membahas tentang permasalahan manusia dalam kehidupan bermasyarakat dalam aspek-aspek kebudayaan. 13 Ucok Haleluya Sidebang, S.sn dalam tulisan skripsi Ahoi Mengirik Padi Pada Masyarakat Melayu Daerah Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara : Suatu kajian Tekstual dan Musikal, hal 29 Universitas Sumatera Utara 25 Mengkaji tentang manusia berarti mengamati dan mempelajari manusia dari semua bentuk segi kehidupan tak terkecuali cara berpikir manusia. Jati diri yang menonjol pada diri manusia akan mencerminkan prilaku dan watak manusia. Manusia yang kognitif akan menciptakan kemudahan bagi diri sendiri dan orang lain bukan sebaliknya. 14 Antropologi sastra adalah analisis interdisiplin terhadap karya sastra di dalamnya terkandung unsur-unsur Antroplogi. Dalam hubungan ini menjelaskan bahwa karya sastra menduduki posisi yang lebih berpengaruh, sebaliknya antropologi itu sendiri sebagai pelengkap. 15 Penggunaan teori Antropologi sastra sebagai metode pembahasan objek tidak terlepas dari adanya dukungan unsur-unsur lain dari teori, metode, teknik, dan berbagai peralatan, termasuk objek. Maka jelas, Antropologi Sastra adalah Ilmu yang mempelajari tentang karya sastra yang berhubungan dengan manusia dan dengan melihat pembagian antropologi menjadi dua macam, yaitu antropologi fisik dan antropologi nonfisik. Antropologi fisik merupakan ilmu yang mempelajari manusia sebagai badan, seperti dilakukan dalam bidang ilmu kedokteran. Sebaliknya, antropologi nonfisik memahami manusia sebagai badan halus, manusia secara rohaniah, termasuk masalah-masalah yang berkaitan dengan emosional dan intelektual. Namun seiring perkembangan sesudah tahun 1920-an antropologi non fisik inilah yang disebut sebagai antropologi budaya kultural. 16 Maka antropologi sastra dibicarakan dalam kaitannya dengan antropologi kultural kebudayaan, dengan karya-karya yang dihasilkan oleh manusia, seperti: bahasa, religi, mitos,sejarah, hukum, adat-istiadat, karya sastra, dan karya seni. Dalam hubungannya dengan 14 Prof. Wan Syaifuddin dalam Skripsi Rendy Novrizal, S.s Jati Diri Masyarakat Melayu Serdang Dalam Tradisi Bela Diri Silat Lintau Di Kedatukan Batang Kuis ; Kajian Antropologi Sastra 2014, hal.9 15 Nyoman Kutha Ratna, Antropologi sastra:peranan unsur-unsur kebudayaan dalam proses kreatif, 2012 : 52 16 Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna, S.U. ANTROPOLOGI SASTRA:peranan unsur-unsur kebudayaan dalam proses kreatif, 2011, hal.53 Universitas Sumatera Utara 26 tiga macam bentuk kebudayan yang dihasilkan oleh manusia,yaitu: ide, kegiatan ataupun aktivitas, dan pencapaian, atas dasar pemikiran bahwa sistem kebudayaan suatu suku tersimpan didalam peninggalan manusia, maka, antropologi sastra merupakan metode yang sangat penting untuk mengetahui jati diri budaya pada suatu kelompok masyarakat. Lahirnya model pendekatan antropologi sastra dikarenakan oleh ilmu antropologi dengan ilmu sastra sama-sama mempermasalahkan relevansi manusia dengan kebudayaannya, Aspek itulah yang menghubungkan batas-batas penelitian di antara antopologi dan sastra. Menurut syaifuddin 2015:156 penelitian antropologi sastra adalah celah baru penelitian sastra. Penelitian yang mencoba menggabungkan dua disiplin ilmu , masih jarang diminati. Sesungguhnya banyak hal yang menarik dan dapat digali dari teori ini. Maksudnya, peneliti sastra dapat mengungkap berbagai hal yang berhuhungan dengan kiasan-kiasan antropologis. Peneliti juga dapat lebih leluasa memadukan kedua bidang itu secara interdisipliner, karena baik sastra maupun antropologi sama-sama berbicara tentang manusia. 17 Studi antropologi mulai berkembang awal abad ke-20 pada saat negara-negara kolonial, khususnya Inggris menaruh perhatian terhadap bangsa non-Eropah dalam rangka mengetahui sifat bangsa-bangsa yang dijajah. Dalam hal ini antropologi sastra ada kaitannya dengan studi orientalis. Atas dasar pertimbangan bahwa sistem kultural suatu bangsa tersimpan di dalam bahasa, maka jelas karya sastra merupakan sumber yang sangat penting. Dalam ruang lingkup regional dan nasional jelas antropologi sastra perlu dibina dan dikembangkan. Polemik Kebudayaan tahun 1930-an yang dipicu oleh pikiran-pikiran Sutan 17 Syaifuddin Hj. Wan Mahzirn. 2005. Mantera dan Upacara Ritual Masyarakat Melayu Pesisir di Sumatera Utara: Kajian Tentang Fungsi dan Nilai-Nilai Budaya. Universitas Sumatera Utara 27 Takdir Alisyahbana tidak semata-mata heronentasi ke Barat, sebagaimana ditanggapi oleh kritikus dan budayawan yang lain. Sebaliknya, Polemik Kebudayaan bermaksud untuk menemukan pola-pola kebudayaan nasional, dasar-dasar berpikir yang dapat digunakan untuk mengembangkan model-model kesenian berikutnya, khususnya kesusastraan. Dengan memanfaatkan bahasa Indonesia yang secara definitif sudah mulai digunakan sejak Kebangkitan Nasional 1908, yang kemudian disahkan dalam Sumpah Pemuda 1928, karya sastra Indonesia modern diharapkan mampu menjadi wadah bagi aspirasi bangsa, baik intelektual maupun emosional. Sastra Indonesia modern yang pada dasarnya merupakan kelanjutan sastra Melayu, bersama-sama dengan sastra daerah lainnya diharapkan mampu untuk memberikan keseimbangan antara perkembangan teknologi dan perkembangan spritual. Meskipun karya sastra tersebut merupakan hasil imajinasi, tetapi perlu diketahui bahwa justru di dalam imajinasi itulah nilai- nilai antropologis ‘dipermain-mainkan’, di situlah lokus penelitian antropologi sastra Ratna, 2004:352. 18 Banyak hal dalam karya sastra yang memuat aspek-aspek etnografi kehidupan manusia dan sebaliknya tidak sedikit karya etnografi yang memuat kiasan-kiasan sastra. Jadi, penelitian sastra dapat menitik beratkan pada dua hal, yaitu Pertama, meneliti tulisan-tulisan etnografi yang berbau sastra untuk melihat estetikanya. Kedua, meneliti karya sastra dan sisi pandang etnografi, yaitu untuk melihat aspek-aspek budaya masyarakat. Menurut Kleden 2004:356, refleksi kebudayaan harus selalu diadakan karena kebudayaan hanya dapat dikembangkan karena direfleksikan. Tanpa refleksi, bukan tidak rnungkin bahwa suatu masyarakat akan hanyut dalam semacam determinisme kebudayaan. Dalam pandangan kebudayaan yang deterministis kebudayaan dipandang hanya sebagai norma dan nilai yang tidak boleh digugat, dan bukannya juga produk- produk bersama yang 18 Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra : dan Strukiuralisme hingga Postrukturalisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Universitas Sumatera Utara 28 telah dihasilkan dan diciptakan, dan karena itu dapat selalu berubah dan diubah jika tidak sesuai lagi dengan keperluan pada saat ini. Sesuai kedudukannya sebagai kata benda kebudayaan harus kita hadapi dan kita terima, tetapi dalam kedudukannya sebagai kata kerja kebudayaan harus digarap dan diolah kembali. Salah satu unsur kebudayaan adalah sistem kepercayaan yang merupakan serangkaian pengetahuan manusia mengenai kosmologi, seperti makhluk halus, mitos, serta dunia nyata yang kompleks Wallace, 1966:70. Hoed 2007:122 menjelaskan bahwa setiap lapisan kebudayaan mengandung prinsip- prinsip supra individual dengan warga masyarakatnya yang masing-masing mempunyai benih otonomi individual. Benih-benih itu menjadi kuat dan mulai meninggalkan sebagian prinsip- prinsip supra individual dalam kebudayaan internasional atau global untuk membentuk kebudayaan baru. Salah satu faktor yang mendorong perkembangan antropologi sastra adalah hakikat manusia sebagai animal symbolicum, yang menolak hakikat manusia sebagai animal rationale. Cassirer 1990:65 menyatakan bahwa sistem simbol mendahului sistem berpikir, sebab pada dasarnya pikiran pun dinyatakan melalui simbol. Menurut teori ini, karakteristik yang menandai semua kegiatan manusia adalah proses simbolisme. Sebagaimana dikatakan oleh Eliade 2002:12 bahwa pemikiran simbolik merupakan salah satu bagian mutlak manusia. Pemikiran simbolik adalab awal dan bahasa dan pemikiran deskriptif. Dalam teori kontemporer, dominasi pikiran pun mesti didekonstruksi sehingga sistem simbol, termasuk simbol suku primitif dapat dimanfaatkan dan diartikan. Di satu pihak, simbol tidak seragam, ciri-ciri yang memungkinkan sistem komunikasi dapat berkembang secara tak terbatas. Universitas Sumatera Utara 29 Di pihak lain, sesuai dengan pendapat Bloch, manusia adalah entitas historis, keberadaannya ditentukan oleh sejumlah faktor yang saling mempengaruhi, yaitu : a hubungan manusia dengan alam sekitar, b hubungan manusia dengan manusia yang lain, c hubungan manusia dengan struktur dan institusi sosial, d hubungan manusia dengan kebudayaan pada ruang dan waktu tertentu, dan f manusia dan kesadaran religius atau para- religius Ratna, 2004:351. 19 Menurut Forde Minsarwati, 2002:48, hubungan antara aktivitas manusia dengan alam dijembatani oleh pola-pola kebudayaan. Melalui kebudayaan ini manusia menyesuaikan diri dan memanfaatkan lingkungan demi kelangsungan hidupnya. Dalarn hal ini kebudayaan ditempatkan sebagai sistem aturan-aturan atau pola-pola untuk perilaku dan berupa pola kompleks nilai yang bersumber dari etika dan pandangan. Pada umumnya penelitian antropologi sastra, menurut Bernard Endraswara, 2008:109 lebih bersumber pada tiga hal, yaitu a manusia b artikel tentang c bibliografi dan ketiga sumber data ini sering dijadikan awal seorang peneliti sastra untuk mengungkap makna di balik karya sastra. Ketiga sumber data tersebut dipandang sebagai documentation resources. Hal ini memang patut dipahami karena karya sastra sebenarnya juga merupakan sumber informasi. 20 Selanjutnya, antropologi sastra ini termasuk juga ke dalam pendekatan arketaipal, yaitu kajian karya sastra yang menekankan pada warisan budaya masa lalu. Warisan budaya tersebut dapat tercermin dalam karya-karya sastra klasik dan modern. Hal tersebut berhubungan dengan unsur-unsur mitos, legenda, dongeng, fantasi, dan sejarah dalam karya sastra. Satu lagi yang menjadi ilmu pendekatan ini ialah penelitian terhadap konsep kesadaran 19 Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra : dan Strukiuralisme hingga Postrukturalisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 20 Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra Epistemologi, Model, Leon, dan Aplikasi. Yogyakarta: Media Pressindo. Universitas Sumatera Utara 30 kolektif dan primordial images yang terungkap dalam karya sastra. Dalam pengaplikasiannya seseorang dituntut dan budaya masyarakat. Scott Sikana, 2008:137, dalam buku teori klasiknya Five Approaches of Lzteraiy criticism menjelaskan arketaipal menjurus kepada pencarian simbol, ritual, dan unsurunsur tradisi dalam karya sastra. Arketaipal lebih bertumpu kepada analisis yang bersifat mengkaji manusia dengan tindak-tanduknya daripada mengkaji unsur estetik dan intrinsik karya. Oleh karena itu pendekatan ini berhubungan dengan psikologi manusia, sebab manusia dalam setiap zaman tidak terlepas dan tindakan-tindakan yang berbentuk budaya dan kesenian. Jung 1875-1961 kelahiran Swiss adalah pelopor teori arketaipal. Jung juga merupakan psikiater. Teori ini merupakan lanjutan falsafah psikologis Jung. Lebih lanjut, Jung Sikana, 2008:138 mengemukakan bahwa dalam diri manusia, terutama pengarang, memiliki suatu indera dan intuisi. Tanpa sadar, penceritaan terhadap sesuatu akan dilakukan secara turun-temurun. Jung juga menyebutkan bahwa manusia mempunyai persamaan pengalaman dan asas serta tidak berubah-ubah. Di samping itu, terdapat juga penyimpangan gaya hidup terhadap norma-norma yang berlaku dalam masyarakatnya. Sangat beralasan jika Sikana mengemukakan bahwa pendekatan ini dapat diterapkan pada karya-karya yang kaya dengan unsur-unsur mitos. Hal itu sejalan dengan pendapat Frye, yang menegaskan bahwa karya yang paling banyak dapat dihubungkan dengan mitologisme dan arkaisme ialah yang bercorak keagamaan, yaitu segala bentuk kepercayaan tradisi, seperti animisme, toternisme, berhala, dan agama Kristiani sendiri. Menurutnya, setiap kepercayaan itu kaya dengan unsur-unsur mitos, lahirnya kepercayaan itu sendiri dibina oleh mitos-mitos Sikana, 2008:134. Mitos ini pula dalam interpretasi yang luas dapat dikaitkan Universitas Sumatera Utara 31 dengan teori psikologi Jung. Dengan demikian, antropologi sastra dapat mengkajinya dalam bentuk paparan etnografi. 21 21 Sikana, Mana. 2008. Teori Sastera Kontemporari. Selangor: Pustaka Karya. Universitas Sumatera Utara 32

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara untuk mencari fakta-fakta ataupun kebenaran dengan cara mengumpulkan dan menganalisis data yang diperlukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Menyatakan bahwa metode penelitian adalah cara-cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid, dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah. Dalam hal ini menyimpulakan metode penelitian merupakan suatu proses mencari suatu kebenaran dengan cara mengumpulkan dan menganalisis data yang diperlukan sehingga dapat digunakan untuk suatu tujuan tertentu. 22 Dengan demikian penelitian ini menggunakan Pendekatan Kualitatif Naturalistik, yaitu penelitian yang melakukan interaksi dengan subjek atau responden yang diteliti dengan kondisi apa adanya dan tidak di rekayasa agar data diperoleh merupakan fenomena yang asli dan alamiah natural. Pendakatan Kualitatif Naturalistik menggunakan teknik pengumpulan data seperti observasi kuesioner angket dan dokumentasi. 22 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan RD Bandung: Alfabeta, 2009 hal. 6 Universitas Sumatera Utara