Pelaksanaan Tradisi Ahoi KESIMPULAN DAN SARAN

19 kesusastraan agama khususnya sastra kitab, riwayat hidup Nabi Muhammad, cerita nabi-nabi, para sahabat, pahlawan dan sejarah seperti Hikayat Raja-Raja Pasai. Namun, sastra lisan dan hasil karya pada zaman ini masih di pengaruhi ajaran agama Hindu yang masih tidak bergeser. Kemudian perkembangan kesusatraan Melayu tidak berhenti di situ, beberapa kerajaan seperti Melaka sekitar tahun 1400-1511; diikuti kesusastraan zaman Johor 1528- 1779; kesusastraan zaman Palembang sekitar tahun 1650-1824; kesusasteraan di Patani sekitar tahun 1500-1900; di Brunei bermula dengan pemerintahan sultan ketiganya yaitu Sultan Sharif Au 1425-143 2; dan di Riau sekitar tahun 1673 sehingga tahun 1911, ikut menyumbangkan karya-karya kesusastraan melalui cendikiawan kerajaannya. Ciri-ciri keintelektualan dan kesusatraan Melayu memasuki abad ke-20 sehingga sekarang telah dipengaruhi oleh ideologi dan pemahaman barat yang membawa pengaruh sekularisme, nasionalisme, realisme, dan humanisme dalam cara berfikir dan pengungkapan orang-orang Melayu, lalu ditambah lagi dengan kembalinya pengaruh kebangkitan Islam yang di pelopori oleh Syeikh Muhammad Abduh 1849-1905, Mufti Mesir 1888-1889 yang bersama-sama dengan Jamaluddin Al-Afghani 1838-1897 telah mempelopori gerakan Islam yang terkenal dengan nama Gerakan Salafiah dan menerbitkan majalah-majalah yang menganjurkan pemahaman Islam di masa itu. 12

2.4 Pelaksanaan Tradisi Ahoi

Dalam pelaksanaan Ahoi ini, biasanya dilakukan pada saat musim panen padi tiba di daerah Secanggang mereka menyebutnya Pesta panen padi. Tetapi tradisi ini sudah tidak 12 Prof. Wan Syaifuddin, MA, Ph.D, dalam Skripsi Rendy Novrizal, S.s Jati Diri Masyarakat Melayu Serdang Dalam Tradisi Bela Diri Silat Lintau Di Kedatukan Batang Kuis ; Kajian Antropologi Sastra 2014, hal 7 Universitas Sumatera Utara 20 pernah lagi dilakukan oleh masyarakat di daerah tersebut , dikarenakan sudah masuknya alat- alat teknologi canggih yang dapat mempermudah masyarakat dalam mengerjakan lahan pertanian mereka salah satu nya sawah. Biasanya mereka menggunakan kerbau untuk membajak sawah sekarang sudah menggunakan alat traktor yang dapat dengan mudah dan cepat dalam membajak sawah. Musim panen ini terjadi dalam sekali setahun dikarenakan jenis padi yang berbuah setelah berumur 6 bulan, tetapi melihat kondisi cuaca sekarang yang tidak tentu dalam setahun bisa panen 3-4 kali yaitu pada bulan Februari, Oktober , November dan Desember. Dahulu proses pemanen padi dilakukan oleh masyarakat secara bergotong royong, dari satu lahan pertanian kelahan pertanian yang lain. Hasil panen biasanya disimpan selama lebih kurang 10 hari di dalam lumbung tempat penyimpanan padi. Hal ini dilakukan agar batang padi lebih kering, sehingga pada saat proses mengirik padi lebih mudah dipisahkan dari batangnya. Padi yang sudah dianggap kering dipindahkan ketempat mengerik. Disinilah pemilik padi mengundang para pemuda pemudi desa untuk sama-sama bergotong royong mengirik padi. Bukan hanya para pemuda yang mengirik padi tetapi di ikuti juga oleh para gadis-gadis yang tinggal di sekitar desa. Gadis-gadis biasanya terlibat dalam pekerjaan mengemping padi yang masih muda. Padi yang dijadikan emping biasanya padi yang masih memiliki kandungan air yang tinggi sehingga lebih mudah di tumbuk di dalam lesung untuk digonseng sehingga menjadi emping. Kemudian disinilah nyanyian Ahoi dilakukan, pada saat pemuda desa telah berkumpul. Biasanya warga yang datang berjumlah 15 sampai 20 warga yang terdiri dari pemuda, pemudi dan orang tua. Selain mengirik kegiatan ini juga dimanfaatkan oleh para pemuda dan pemudi sebagai ajang mencari jodoh. Universitas Sumatera Utara 21 Pada saat tamu warga yang datang tersebut memberikan salam kepada tuan rumah dengan cara menyampaikan pantun, misalnya: Ku tutuh dali baru kutebang Ambil sebatang hamparan kain Assalammualaikum kami yang datang Apa gerangan hajat disini Pantun di atas melambangkan bahwa para undangan yang datang menyampaikan salam kepada tuan rumah dan mengatakan bahwa mereka sudah datang dan apa yang hendak dilakukan di rumah si tuan rumah. Pantun tersebut pun dibalas tuan rumah, misalnya: Bebirik batang bebirik Batang bayam sandaran dulang Mengirik kita mengirik Kokok ayam kita pe pulang Pantun tersebut menyatakan bahwa si tuan rumah mengharapkan bantuan para tamu untuk membantunya dalam mengirik padi hasil panen sawahnya. Dan setelah padi selesai di irik mereka pun bisa kembali ke rumah masing-masing. Kemudian menjelaskan maksud dan tujuan kegiatan ini, Ahoi ini ditujukan kepada 2 hal yaitu : pertama untuk manusia dan kedua untuk alam. Maksudnya, Ahoi yang ditujukan kepada manusia dimulai dengan mengajak kerabat-kerabat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan mengirik padi sehingga kegiatan tersebut menjadi lebih cepat, bukan hanya itu saja kegiatan ini juga berfungsi sebagai media komuikasi verbal antara para pemuda dan pemudi yang terlibat di dalam kegiatan itu. Ahoi yang ditunjukan kepada alam merujuk kepada ucapan syukur kepada alam karena memberikan hasil panen yang melimpah. Universitas Sumatera Utara 22 Setelah menjelaskan maksud dan tujuan kegiatan tersebut disampaikan, maka kegiatan mengirik padi pun dimulai. Tangkai padi yang telah kering tersebut pun dihamparkan di atas tikar yang luasnya kira-kira 25 meter persegi. Jumlah padi yang diirik dalam sekali proses pengerikan adalah 4 sampai 5 karung goni tangkai padi. Kegiatan mengirik ini dimulai pada pukul 7 malam dan berakhir pada waktu subuh tiba. Biasanya yang melakukan kegiatan mengirik adalah kaum pemuda, sedangkan kaum pemudi membantu mengemping padi untuk dijadikan makanan para pengerik. Semantara, para orang tua mengawasi anak-anak mereka sambil membuat lemang di luar. Sambil mengirik, mulailah salah seorang dari pengirik menyanyikan sebuah pantun yang isinya ajakan kepada para pengirik lainnya agar bersemangat. Contoh pantun yang dinyanyikan adalah sebagai berikut : Buka batang sembarang batang Batang padi di atas pedang Sesudah yang bernyanyi selesai menyanyikan sampiran patunnya, pengirik lainnya pun menyambut dengan meneriakkan “ E wak ahoi ahoi”. Kemudian si pengirik pun mengulang bait kedua dari sampiran tersebut dan disambut lagi oleh pengirik lain dengan sambutan “ E wak ahoi ahoi”. Kemudian dilanjutkan lagi oleh si pengirik yang pertama bernyanyi dengan menyanyikan isi dari pantunnya tersebut yang terdiri dari dua bait, yaitu : Maek kabar tuan yang datang Mari mengirik sambil berdendang Nyanyian tersebut pun disambut oleh pengirik lain dengan meneriakkan “ E wak ahoi ahoi.” Kemudian bait kedua dari isi pantun dinyanyikan kembali oleh si pengirik yang pertama bernyanyi dan disambut lagi dengan teriakan “ E wak ahoi ahoi.” Universitas Sumatera Utara 23 Tidak jauh dari tempat para pemuda mengirik padi, para wanita yang datang menyiapkan penganan buat para pemuda yang mengirik dengan cara membuat emping. Padi yang masih muda mereka gongseng dan setelah itu ditumbuk di dalam lumpang. Hasil tumbukan itu mereka campur dengan gula dan santan. Sambil mengemping mereka juga bernyanyi dan membalas pantun dari si pengirikan yang pertama. Contoh pantun dari seorang pemudi tersebut sebagai berikut : Kalau tidak karena bulan Mana bintang meeninggi hari E...wak...ahoii...ahooii. Jika tidak karena tuan Mana kami datang kemari E..wak...ahooii.....ahooii. Lalu disambut lagi oleh seorang pemuda yang disebelah si pengirik yang pertama bernyanyi dengan pantun pula. Kalau ada kaca di pintu Kaca lama kami pecahkan E...wak ahoii..ahoii.. Kalau ada kata begitu Badan dan nyawa kami serahkan E..wak ahoii..ahoi.. Para wanita yang mendengarnya pun tersenyum tersipu-sipu dan salah seorang dari mereka pun menyambutnya dengan menyanyikan pantun juga : Tiga petak tiga penjuru Tiga ekor kumbang diapit E..wak..ahooii...ahooii. Pantun tidak padamu tertuju Teruntuk jaka berlesung pipit E...wak...ahooii....ahooii. Mendengar hal itu maka meledaklah gelak dan tawa pemuda-pemudi diselingi oleh suara tawa orang tua-tua. Universitas Sumatera Utara 24 Setelah semua bulir padi terlepas dari tangkainya, padi pun di bersihkan dari sisa-sisa tangkainya dan dimasukkan ke dalam karung. Ketika padi dimasukkan, para pengirik pun duduk beristirahat sambil menyanyikan teks sebagai berikut: Allah halim sewa Allah Maimunnah silotan dona Warabikum tuan saridi Habibina saidina ali Setelah itu nyanyian dilanjutkan dengan menyanyikan teks berupa pantun yang di setiap akhir baitnya disambut dengan teriakan ‘iak iak” sebagai berikut : Kalau ada sumur di ladang iak iak Bolehlah kita menumpang mandi iak iak Bolehlah kita berjumpa lagi iak iak Setelah padi selesai dimasukkan ke dalam karung, tangkai padi yang belum diirik pun diletakkan lagi ke atas tikar dan kegiatan mengirik pun dimulai kembali sambil menyanyikan Ahoi dengan bentuk yang sama seperti sebelumnya. Demikianlah proses pelaksanaan nyanyian ahoi ketika mengirik padi pada masyarakat Melayu Secanggang. 13

2.5 Pendekatan Antropologi Sastra