BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Melihat berbagai kondisi yang tidak menentu baik dari segi politik, ekonomi, budaya, lingkungan dan sosial di Indonesia yang kerap menimbulkan
fenomena-fenomena tidak terduga seperti bencana alam, kerusuhan, kecelakaan, dan kebakaran. Sonni Dwiharsono tanpa tahun:2 mengutarakan bahwa
kebutuhan akan hadirnya usaha perasuransian dirasakan perlu dalam dunia usaha mengingat terdapat berbagai resiko yang secara sadar dan rasional dirasakan dapat
mengganggu kesinambungan kegiatan usahanya. Perkembangan perusahaan asuransi sedemikian pesat terlebih dengan
diundangkannya Undang-Undang Asuransi Nomor 2 Tahun 1992 beserta peraturan pelaksanaannya baik dari tingkat Keputusan Presiden dan Keputusan
Menteri Keuangan, yang bertujuan untuk mengembangkan peranan perasuransian di Indonesia. Perkembangan baik dalam jumlah perusahaan maupun perolehan
premi asuransinya pada perusahaan asuransi kerugian dan perusahaan asuransi jiwa serta perusahaan penunjang kegiatan perasuransian cukup signifikan dari
tahun ketahun, sedangkan dalam bidang reasuransi jumlah perusahaannya relatif tetap akan tetapi perolehan premi asuransinya meningkat dari tahun ke tahun
Sonni Dwiharsono, tanpa tahun:2.
Allah SWT telah berfirman dalam Al Quran: “Pada hari ini telah Ku- sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-
Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagimu” QS. Al-Maidah:3.
Sebagai agama yang sempurna, Islam dilengkapi dengan sistem dan konsep ekonomi. Indonesia dengan mayoritas penduduknya muslim merupakan potensi
yang luar biasa sebagai tempat tumbuh kembangnya kegiatan ekonomi yang berbasis syariah, tidak terkecuali dengan asuransi syariah Agus Edi Sumanto,
2005:1-2. Dimana sistem asuransi yang dipahami oleh para ulama hukum syariah adalah sebuah sistem ta’awun dan tadhamun yang bertujuan menutupi
kerugian peristiwa-peristiwa atau musibah-musibah dimana investasinya harus ke tempat yang halal.
Ekonomi syariah telah terbukti mampu bertahan di tengah berbagai goncangan ekonomi global. Oleh karena itu belakangan makin banyak negara
yang mengembangkan sistem ekonomi syariah sebagai upaya mempertahankan perekonomian negaranya dari berbagai gejolak ekonomi kapitalisliberal,
termasuk di Indonesia. Salah satu di antaranya adalah Takaful Indonesia. Saat ini Takaful Indonesia memiliki 1 kantor pusat dan 39 kantor cabang di seluruh
Indonesia. Perbedaan-perbedaan pada asuransi syariah dan asuransi konvensional
secara mendasar dapat dilihat pada: a Akad; b Kepemilikan dana; c Investasi dana; d Pembayaran klaim; e Keuntungan; f Ada Dewan Pengawas Syariah
bagi asuransi syariah www.takaful.com2007
. Akad pada asuransi konvensional adalah akad jual beli akad mu’awadhah, akad idz’aan, akad gharar, dan akad
mulzim sedangkan pada asuransi syariah digunakan akad tijarah dan akad
tabarru’ .
Dalam kepemilikan dana asuransi konvensional dana yang terkumpul dari premi peserta seluruhnya menjadi milik perusahaan. Perusahaan bebas
menggunakan dan menginvestasikan kemana saja, sedangkan dalam asuransi syariah dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau kontribusi,
merupakan milik peserta shohibul mal, asuransi syariah hanya sebagai pemegang amanah mudharib dalam mengelola dana tersebut Muhammad
Syakir Sula, 2004:327. Investasi dana untuk asuransi konvensional bebas melakukan investasi
dalam batas-batas ketentuan perundang-undangan, dan tidak terbatasi pada halal dan haramnya obyek atau sistem investasi yang digunakan. Sedangkan pada
asuransi syariah dapat melakukan investasi sesuai ketentuan perundang-undangan, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Bebas dari
riba dan tempat-tempat investasi yang terlarang Muhammad Syakir Sula, 2004:327.
Dilihat dari sumber pembayaran klaim pada asuransi konvesional dari rekening perusahaan, sebagai konsekuensi penanggung terhadap tertanggung.
Murni bisnis dan tidak ada nuansa spiritual. Sedangkan pada asuransi syariah sumber pembayaran klaim diperoleh dari rekening tabarru’, dimana peserta saling
menanggung. Jika salah satu peserta mendapat musibah, maka peserta lainnya ikut menanggung bersama resiko tersebut Muhammad Syakir Sula, 2004:327.
Perolehan keuntungan asuransi konvensional didapatkan dari surplus underwriting
dan hasil investasi seluruhnya adalah keuntungan perusahaan. Sedangkan dalam asuransi syariah, profit yang diperoleh dari surplus
underwriting dan hasil investasi bukan seluruhnya milik perusahaan, tetapi
dilakukan bagi hasil mudharabah dengan peserta Muhammad Syakir Sula, 2004:328. Asuransi konvensional tidak terdapat DPS Dewan Pengawas Syariah
sehingga dalam prakteknya banyak yang bertentangan dengan kaidah-kaidah syar’i. Sedangkan asuransi syariah ada DPS, yang berfungsi untuk mengawasi
pelaksanaan operasional perusahaan agar terbebas dari praktek-praktek muamalah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah Muhammad Syakir Sula,
2004:326. Perkembangan dunia asuransi yang sangat pesat ini, sebagai warga negara
yang baik pebisnis asuransi diwajibkan untuk turut berkontribusi dalam pembayaran pajak. Masalah pajak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
dunia bisnis termasuk asuransi syariah. Pajak bisa berperan dalam tubuh suatu usaha namun jika ketentuan pajak memberatkan suatu usaha, maka usaha itu tidak
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Pertumbuhan asuransi syariah yang cukup signifikan belum didukung peraturan perpajakan dari pemerintah Anonim,
Indonesia Tax Review, 2007:1. Dirjen Lembaga Keuangan sudah memberikan ruang kepada asuransi
syariah berupa format laporan keuangan yang memungkinkan munculnya transaksi
khas seperti
bagi hasil
ataupun pencadangan
www. halalguide.info2006. Namun industri asuransi syariah perlu mendapatkan
kejelasan dalam perlakuan akuntansi atas usaha mereka. Hal ini penting, sebab asuransi syariah sangat berbeda dari asuransi konvensional. Dalam praktiknya,
pelaporan akuntansi asuransi syariah mengikuti asuransi konvensional, maka penerapan pajaknya juga akan selalu sama. Padahal secara konsep, asuransi
syariah berbeda jauh dari asuransi konvensional Anonim, Indonesia Tax Review, 2007:1.
Transaksi paling utama dalam asuransi syariah adalah penerimaan premi yang harus dicatat sebagai pendapatan sehingga menurut UU No.172000 Pasal 4
ayat 1 huruf n atas pendapatan premi asuransi tersebut merupakan objek pajak. Objek pajak bukan berasal dari premi atau dana yang diamanahkan peserta
melainkan hasil investasi dari kedua dana tersebut. Berdasarkan transaksi bagi hasil mudharabah dalam UU No.172000 Pasal 4 ayat 1 huruf g menegaskan
bahwa pembayaran bagi hasil kepada peserta atau nasabah asuransi syariah merupakan objek pajak yang disetarakan dengan dividen perusahaan asuransi
kepada pemegang polis dan dikenai pajak 15 dari jumlah bruto yang bersifat tidak final PPh 23 Ade Dodo, 2006.
Polis asuransi syariah jika tidak terdapat klaim dan kemudian dibagikan bagi hasil tidak disamakan dengan no claim bonus seperti asuransi konvensional
yang dikenakan PPh pasal 21 terjadi pencatatan atas seluruh pendapatan. Sedangkan dalam asuransi syariah diperlakukan sebagai dividen polis yang
dikenai PPh 23 sebesar 15 dan 30 untuk PPh badan karena pembagian dividen tidak boleh dibiayakan non-deductible expense Anonim, Indonesia Tax
Review, 2007:20.
Dampak bagi hasil sebagai non-deductible expense berpengaruh pada kenaikan laba sebelum pajak yang berpengaruh langsung pada besaran
penghasilan kena pajak dengan menggunakan tarif lapisan tertinggi sebesar 30. Penerapan inilah yang dinilai menghambat bisnis asuransi syariah Ade Dodo,
2006. Peraturan perpajakan telah dijelaskan dalam Surat S- 720PJ.422001 tetap dikeluarkan pemerintah yang mau tidak mau harus diterima
oleh bisnis asuransi syariah di Indonesia. Melihat kondisi tersebut penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui
seberapa besar efektivitas penerapan peraturan perpajakan dalam perusahaan asuransi syariah. Efektivitas organisasi dimana para anggotanya melaksanakan
tugas sesuai kedudukan dan peran mereka dalam penerapan Pajak Penghasilan Pasal 23 pada transaksi Mudharabah. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini
dibuat dalam bentuk skripsi dengan judul: “Analisis Efektivitas Penerapan Pajak Penghasilan PPh Pasal 23 pada Transaksi Mudharabah” Studi
Kasus Pada PT. Asuransi Takaful Umum.
B. Perumusan Masalah