Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Suami Tentang Alat Kontrasepsi Pria Di Desa Juhar Perangin-Angin Kecamatan Juhar Kabupaten Karo Tahun 2012

(1)

LAMPIRAN

KUESIONER PENELITIAN

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SUAMI TENTANG ALAT KONTRASEPSI PRIA DI DESA JUHAR PERANGIN-ANGIN KECAMATAN JUHAR KABUPATEN KARO TAHUN 2012

No responden :

Tanggal wawancara :

Nama :

I. Identitas Responden

1. Umur 1.≤19 Tahun

2.20-30 Tahun 3.31-40 Tahun 4.≥41 Tahun

3.Pekerjaan 1.Pegawai Negeri Sipil 2.Pegawai Swasta 3.Wirausaha

4.Pendidikan 1.Tidak Tamat Sekolah 2.Tamat Sekolah Dasar 3.Tamat SMP

4.Tamat SMA 5.Tamat D1/D3/S-1

Jumlah anak 1.1-2 orang

2. ≥3 orang

II. Pengetahuan tentang Alat kontrasepsi

Pilihlah salah satu jawaban dari setiap pertanyaan dibawah ini yang dianggap paling sesuai 1. Alat kontrasepsi adalah

a. Alat yang dipakai untuk mencegah kehamilan

b. Alat yang dipakai wanita untuk memperbaiki organ reproduksi c. Alat untuk mencegah penyakit menular seks

2. Tujuan penggunaan kontrasepsi adalah a. Untuk mempermudah kehamilan

b. Untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak c. Untuk mencegah / menghindari terjadinya kehamilan


(2)

3. Syarat kontrasepsi yang baik adalah a. Aman / tidak berbahaya b. Mahal

c. Rumit

4. Yang termasuk alat kontrasepsi untuk laki-laki adalah a. Kondom

b. Pil KB c. Implant

5. Yang termasuk alat kontrasepsi perempuan adalah a. Kondom

b. Vasektomi c. Implant

6. Alat kontrasepsi pria yang paling praktis dan mudah didapatkan tanpa harus konsultasi ke dokter adalah

a. Kondom b. Vasektomi c. Implant

7. Kapan seorang suami dianjurkan untuk menggunaan alat kontrasepsi a. Apabila sebuah keluarga sudah memiliki anak laki-laki b. Apabila sebuah keluarga sudah memiliki anak 2 orang c. Apabila sebuah keluarga sudah memiliki anak 3 orang 8. Kapan suami di anjurkan untuk menggunakan kondom

a. Apabila suami ingin merencanakan menunda kehamilan dalam jangka waktu yang lama

b. Apabila suami ingin merencanakan menunda kehamilan dalam jangka waktu yang sebentar

c. Tidak tahu

9. Kapan suami di anjurkan untuk menggunakan vasektomi

a. Apabila suami ingin merencanakan menunda kehamilan dalam jangka waktu yang lama

b. Apabila suami ingin merencanakan menunda kehamilan dalam jangka waktu yang sebentar

c. Tidak tahu

10.Metode KB dengan pengikatan / pemotongan saluran sperma pria agar tidak mempunyai anak lagi disebut dengan

a. Tubektomi b. MOP/Vasektomi c. MOW

11.Salah satu keuntungan menggunakan kondom sebagai alat kontrasepsi pria a. Lebih enak

b. Harganya murah dan mudah didapatkan dan aman c. Lebih aman

12.Manfaat penggunaan kondom sebagai alat kontrasepsi adalah

a. Mencegah terjadinya penyakit menular seks (kencing nanah, HIV/Aids) b. Mencegah terjadinya penyakit kencing manis


(3)

c. Tidak tahu

13.Tempat untuk mendapatkan alat kontrasepsi kondom adalah a. Apotik, supermarket

b. Warung d. Tidak tahu

14.Tempat untuk melakukan vasektomi adalah a. Posyandu

b. Praktek bidan/ dokter/ rumah sakit c. Apotik

15.Orang yang diperbolehkan untuk menggunakan kondom adalah a. Dukun

b. Bidan/ dokter c. Penyuluh KB

III. Sikap Responden dalam menggunakan Alat Kontrasepsi

Pilihlah jawaban dengan cara menceklis/contreng (√) pada kolom yang telah disediakan.

Keterangan : SS = Sangat Setuju

S = Setuju

TS = Tidak Setuju

STS = Sangat Tidak Setuju

o Pernyataan SS S TS STS

1 Saya bisa berpartisipasi aktif dalam KB dengan menggunakan alat kontrasepsi

2 Kondom hanya akan digunakan oleh pria yang melakukan hubungan seksual diluar nikah

3 Agar bisa menghemat, kondom bisa digunakan berulang- ulang

4 Salah satu manfaat penggunaan kontrasepsi adalah meningkatka keterlibatan suami dalam keluarga berencana 5 Bila istri saya sangat berisiko untuk hamil, dan dia tidak

bisa menggunakan alat kontrasepsi apapun, saya akan menggunakan alat kontrasepsi

6 Saya tidak mau menggunakan kontrasepsi, karena akan dilarang di dalam keluarga, agama dan adat istiadat saya 7 Menurut saya kondom sangat baik digunakan untuk

Mencegah kehamilan

8 Jika saya di tawarkan untuk menggunakan alat kontrasepsi maka saya akan mengikutinya


(4)

9 Jika ada orang yang memberikan informasi tentang penggunaan alat kontrasepsi maka saya akan mendengarkannya

10 Walaupun sudah memiliki anak lebih dari 2 orang maka saya tetap tidak akan menggunakan alat kontrasepsi

11 Menggunakan alat kontrasepsi akan mengurangi kepuasan dalam berhubungan seksual pada pasangan suami istri. 12 Hanya istri yang boleh menggunakan alat kontrasepsi

13 Suami yang suka berganti-ganti pasangan seksual tidak boleh menggunakan kondom

14 Saya hanya akan menggunakan alat kontrasepsi jika tokoh agama, tokoh adat memperbolehkannya.

15 Penggunaan kontrasepsi bertentangan dengan aturan di agama, adat istiadat saya


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Azrul . Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Bina rupa aksara.

Arikunto, Suharsimi, 2003. Manajemen Penelitian. PT. Rineka Cipata, Jakarta. Badan Kependudukan dan Catatan Sipil, KB dan Keluarga Sejahtera, 2008. Laporan

Pencapaian KB aktif Kabupaten Karo, Kaban Jahe. BKKBN.2007.Jakarta.Pelaksana KIP/Konseling Kontrasepsi Pria.Jakarta.

BPS Karo, 2009.Kabupaten Karo dalam Angka 2009. Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo

BPS Karo, 2010.Kabupaten Karo dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo

DEPKES, 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta.

Hartanto H, 2002. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi, Pustaka Sinar Harapan Jakarta.

Henrya, Barus.2009. Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2009.Skripsi .USU.

Kementrian Kesehatan RI, 2010. Profil Kesehatan Indonesia 2009. Pusat Data dan Surveilens Epidemiologi.Jakarta

Kementrian Kesehatan RI, 2010. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta.Badan Penelitian dan Pengenbangan Kementrian Kesehatan RI

Kriyantono, Rachmat.2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Prenada Media Group. Jakarta.

Notodihardjo R, 2002. Reproduksi Kontrasepsi dan Keluarga Berencana. Karisius, Yogyakarta.

Notoatmodjo S, 2003, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan, Rineke Cipta Jakarta.

Riski, Wina. 2010. Pengaruh Karakteristik Dan Persepsi Suami Tentang Kb Pria Terhadap Partisipasi Dalam Ber-Kb Di Kecamatan Medan Maimun Tahun 2010.Skripsi.USU.


(6)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif untuk menggambarkan pengetahuan dan sikap suami tentang alat kontrasepsi pria di Desa Juhar Perangin Kecamatan Juhar Kabupaten Karo Tahun 2012.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi

Penelitian dilakukan di wilayah Desa Juhar Perangin Kecamatan Juhar Kabupaten Karo. Alasan pengambilan lokasi adalah karena tidak ditemukan suami di Desa Juhar Perangin Kecamatan Juhar Kabupaten Karo ini yang menggunakan alat kontrasepsi pria .

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2012 - Juli 2012. 3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1.Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh suami dari pasangan usia subur di Desa Juhar Perangin Kecamatan Juhar Kabupaten Karo Tahun 2012 sebanyak 397 orang (BPS Karo, 2011).


(7)

3.3.2.Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari jumlah suami di Desa Juhar Perangin Kecamatan Juhar Kabupaten Karo pada tahun 2011. Jumlah sampel yang akan diteliti dihitung dengan menggunakan rumus Lemeshow (1994), sebagai berikut:

n = 58,00

n = 58

Keterangan : n = Besar Sampel

N= Besar Populasi (397) d = Galat pendugaan (0,1)

Z = Tingkat kepercayaan (90%=1,645) P = Proporsi populasi (0,5)

Setelah dilakukan perhitungan menggunakan rumus di atas maka diketahui jumlah sampel dari populasi 397 orang didapat sampel penelitian sebanyak 58 orang responden. ) 1 ( . ) 1 .( ). 1 ( . 2 2 2 P P Z N d N P P Z n − + − − = ) 5 , 0 1 ( 5 , 0 . 645 , 1 ) 396 .( 1 , 0 397 ). 5 , 0 1 ( 5 , 0 . 645 , 1 2 2 2 − + − = n


(8)

Cara pengambilan sampel untuk penelitian ini adalah dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling dengan menggunakan kriteria responden sebagai berikut:

1. Sudah menetap minimal 1 tahun di Desa Juhar Perangin Kecamatan Juhar Kabupaten Karo .

2. Suami merupakan Pasangan Usia Subur (PUS) . 3. Suami yang memiliki istri yang masih hidup.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data primer diperoleh dengan hasil pengumpulan data terhadap responden melalui wawancara langsung dengan kuesioner penelitian yang sudah dipersiapkan untuk menjelaskan Gambaran pengetahuan dan sikap suami terhadap alat kontrasepsi pria di Desa Juhar Perangin Kecamatan Juhar Kabupaten Karo .

Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dari Desa Juhar Perangin Kecamatan Juhar Kabupaten Karo, instansi lain yang berkaitan dan hasil-hasil penelitian sebelumnya.

3.5Definisi Operasional

Sesuai fokus kajian dan tujuan penelitian, deskripsi fokus penelitian akan disusun berdasarkan faktor sosial budaya, pengetahuan dan sikap suami terhadap alat kontrasepsi pria di Desa Juhar Perangin Kecamatan Juhar Kabupaten Karo . Sebagai pedoman awal untuk pengumpulan informasi sesuai fokus penelitian, digunakan defenisi operasional yang dikembangkan seperti uraian di bawah ini.


(9)

1. Karakteristik adalah faktor yang melekat dari dalam diri responden yang dapat mempengaruhi responden yang mencakup umur, pekerjaan, pendidikan dan jumlah anak responden.

a. Umur adalah lama hidup suami yang dihitung sejak tahun dilahirkan sampai tahun pada saat penelitian dilakukan yang dikelompokkan menjadi kelompok umur ≤19 tahun, kelompok umur 20-30 tahun, kelompok umur 30-40 tahun dan kelompok umur ≥ 40 tahun

b. Pekerjaan adalah aktifitas sehari-hari yang dilakukan oleh responden untuk mendapatkan nafkah yang dikelompokkan menjadi pegawai negeri sipil, pegawai swasta dan wirausaha .

c. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh suami sebagai responden sampai memperoleh surat tanda tamat (ijazah) yang dikelompokkan menjadi tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP, tamat SMA dan tamat D1/D3/ Sarjana .

d. Jumlah anak adalah banyaknya anak yang lahir hidup yang dimiliki oleh responden yang dikelompokkan menjadi 1-2 orang dan ≥3 orang anak. 2. Pengetahuan adalah kemampuan untuk mengungkapkan kembali segala apa yang

diketahui responden tentang kontrasepsi pria yang dapat dikelompokkan menjadi baik dan buruk .


(10)

3. Sikap adalah kecenderungan respon atau reaksi dari responden terhadap kontrasepsi pria dapat dikelompokkan menjadi baik dan buruk .

4. Alat kontrasepsi pria adalah alat yang digunakan pria untuk mencegah terjadinya kehamilan .

3.6Aspek Pengukuran dan Instrumen 3.6.1. Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran dalam penelitian ini didasarkan pada jawaban responden terhadap pertanyaan dari kuisioner yang disesuaikan dengan skor dan dikategorikan sebagai berikut (Azwar, 2005):

a. Kategori baik, jika responden memperoleh skor ≥ mean. b. Kategori tidak baik, jika responden memperoleh skor < mean.

1. Pengetahuan

Pengetahuan dapat diukur dengan skoring terhadap kuesioner yang telah diberi bobot. Dengan jumlah pertanyaan 15. Setiap jawaban memiliki nilai tertinggi = 2 dan nilai terendah = 0. Total skor tertinggi adalah 30.

2.Sikap

Sikap dapat diukur dengan 15 pertanyaan. Untuk pertanyaan nomor 1, 2, 4, 5, 7, 8, 9, 14 dan 15, maka setiap jawaban sangat setuju diberi nilai 4, setuju diberi nilai 3, tidak setuju diberi nilai 2 dan sangat tidak setuju diberi nilai 1. Pertanyaan 3, 6, 10, 11, 12 dan 13 adalah sebaliknya yaitu setiap jawaban


(11)

sangat setuju diberi nilai1, setuju diberi nilai 2,tidak setuju diberi nilai 3 dan sangat tidak setuju diberi nilai 4 Total skor tertinggi = 60 dan terendah = 15. 3.6.2. Instrumen

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data menggunakan kuisioner dan ceklist yang berisi pertanyaan tentang hubungan sosial budaya dengan perilaku suami dalam menggunaan alat kontrasepsi laki-laki.

3.7 Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan ditabulasi, diolah dengan sistem komputerisasi untuk kemudian dianalisa. Dan disajikan dalam bentuk data untuk mendapatkan suatu keputusan yang efektif dari data yang telah di kumpulkan melalui kuesioner.


(12)

BAB IV HASIL

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Juhar Perangin Kecamatan Juhar terletak di Kabupaten Karo yang terletak di dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan dan merupakan daerah hulu sungai dengan ketinggian 710-800 m diatas permukaan laut. Memiliki luas 218,56 Km2 atau 10,27% dari total luas Kabupaten Karo dengan jumlah penduduk sebanyak 14.217 orang, yang berarti memiliki kepadatan penduduk 65,05 orang tiap Km2 dengan 4512 rumah tangga. Kecamatan Juhar memiliki 24 Desa di dalamnya dan Desa Perangin merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Juhar, yang memiliki luas 9,62 Km2 atau 4,36% rasio terhadap total kecamatan dengan tinggi wilayah di atas permukaan laut 750 m dengan jumlah penduduk sebanyak 1231 orang dengan 631 orang laki-laki dan 600 orang perempuan dengan fasilitas puskesmas, polindes, posyandu sebanyak 1 buah sedangkan tenaga kesehatan doter ada 2 orang dan 1 orang bidan desa

Adapun batas wilayah Desa Juhar Perangin adalah

• Sebelah Utara berbatasan dengan Gunung Juhar, Desa Pasar Baru, Desa Mbetung.

• Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Ketawaren, Desa Buluh Pancar, Desa Lau Kidupen.

• Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sigenderang.

• Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Jandi dan Desa Kidupen (Profil Kecamatan Juhar, 2010).


(13)

4.2. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini pasangan usia subur yang menetap di desa Juhar selama kurun waktu minimal satu tahun terakhir berjumlah 58 orang. Hasil dari penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden Di Desa Perangin Kecamatan Juhar Kabupaten Karo Tahun 2012

No Karakteristik Jumlah %

1 Umur

≤ 19 tahun

20-30 tahun 31-40 tahun

≥ 41 tahun

3 8 39 58 5.2 13.8 67.2 13.8 2 Jumlah anak

1-2 Orang

≥3 Orang

4 54

6,9 93,1 3 Pekerjaan

PNS Pegawai Swasta Wirausaha 6 20 32 10.3 34.5 55.2 4 Tingkat Pendidikan

Tidak Tamat sekolah dasar Tamat sekolah dasar Tamat SMP Tamat SMA Tamat D1/D3/S-1 7 10 16 14 11 12.1 17.2 27.6 24.1 19


(14)

Berdasarkan usia responden diketahui bahwa sebagian besar umur responden yaitu berusia 31- 40 tahun sebanyak 39 orang (67,2%) sedangkan sebagian kecil umur responden yaitu berusia ≤ 20 tahun sebanyak 3 orang (5,2)

Berdasarkan Jumlah anak diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki jumlah anak tiga atau lebih sebanyak 54 orang (93,1%) sedangkan sebagian kecil responden memiliki jumlah 1-2 orang yaitu sebanyak 4 orang (6,9%).

Berdasarkan pekerjaan responden diketahui bahwa sebagian besar wirausaha yaitu sebanyak 32 orang (55,2%) sedangkan sebagian kecil lagi bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yaitu sebanyak 6 orang (10,3%).

Berdasarkan tingkat pendidikan diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki pendidikan terakhir tamat SMP yaitu sebanyak 16 orang (27,6%) sedangkan sebagian kecil responden memiliki pendidikan terakhir tidak tamat sekolah dasar yaitu sebanyak 7 orang (12,1%).

4.3. Pengetahuan Responden Tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi Pria 4.3.1. Pengetahuan Responden Tentang Defenisi Alat Kontrasepsi

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Defenisi Alat Kontrasepsi

No Defini Alat Kontrasepsi

Jumlah %

1 Alat untuk mencegah penyakit menular seks 34 58,6 2 Alat yang dipakai untuk mencegah kehamilan 12 20,7 3 Alat yang dipakai wanita untuk memperbaiki

organ reproduksi 12 20,7


(15)

Berdasarkan tabel 4.2. di atas diketahui mengenai pengetahuan responden tentang defenisi Alat kontrasepsi bahwa sebagian besar responden menjawab alat untuk mencegah penyakit menular seks sebanyak 34 orang (58,6%) sedangkan sebagian lagi memberikan jawaban alat yang dipakai untuk mencegah kehamilan dan alat yang dipakai wanita untuk memperbaiki organ reproduksi yaitu sebanyak 12 orang (20,7%)

4.3.2. Pengetahuan Responden Tentang Tujuan Penggunaan Kontrasepsi

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Tujuan Penggunaan Kontrasepsi

No Tujuan Penggunaan Kontrasepsi Jumlah %

1 Untuk mencegah / menghindari terjadinya

kehamilan 18 31

2 Untuk mempermudah kehamilan 21 36,2

3 Untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak 19 32,8

Total 58 100,0

Berdasarkan tabel 4.3. di atas diketahui mengenai pengetahuan responden tentang tujuan penggunaan kontrasepsi bahwa sebagian besar responden menjawab untuk mempermudah kehamilan sebanyak 21 orang (36,2%) sedangkan sebagian kecil responden menjawab untuk mencegah / menghindari terjadinya kehamilan yaitu sebanyak 18 orang (31%) dan yang lainnya menjawab untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak sebanyak 19 orang (32,8%).


(16)

4.3.3. Pengetahuan Responden Tentang Jenis Alat Kontrasepsi Untuk Laki-Laki Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Jenis Alat Kontrasepsi Untuk Laki-Laki

No Jenis Alat Kontrasepsi Untuk Laki-Laki Jumlah %

1 Implant 25 43,1

2 Kondom 15 25,9

3 Pil KB 18 31

Total 58 100,0

Berdasarkan tabel 4.4. di atas dapat diketahui mengenai pengetahuan responden tentang jenis alat kontrasepsi untuk laki-laki yaitu sebagian besar responden menjawab implant sebanyak 25 orang (43,1%) sedangkan responden lainnya menjawab kondom yaitu sebanyak 15 orang (25,9%) dan yang menjawab pil KB sebanyak 18 orang (31%).

4.3.4. Pengetahuan Responden Tentang Waktu Responden Menggunakan Alat Kontrasepsi

Tabel 4.5. Distribusi Frekunsi Responden Tentang Waktu Responden Menggunakan Alat Kontrasepsi

No Waktu Responden Menggunakan

Alat Kontrasepsi Jumlah %

1 Apabila sebuah keluarga sudah memiliki anak laki-laki 25 43,1 2 Apabila sebuah keluarga sudah memiliki anak 2 orang 9 15,5 3 Apabila sebuah keluarga sudah memiliki anak 3 orang 24 41,4

Total 58 100,0

Berdasarkan tabel 4.5. di atas diketahui mengenai pengetahuan responden tentang waktu responden menggunakan alat kontrasepsi bahwa sebagian besar responden menjawab apabila sebuah keluarga sudah memiliki anak laki-laki sebanyak 25 orang (43,1%) sedangkan sebagian kecil responden menjawab apabila sebuah keluarga sudah memiliki anak 2 orang yaitu sebanyak 9 orang (15,5%) dan yang


(17)

lainnya menjawab apabila sebuah keluarga sudah memiliki anak 3 orang sebanyak 24 orang (41,4%).

4.3.5. Pengetahuan Responden Tentang Waktu Responden Menggunakan Vasektomi

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Waktu Responden Menggunakan Vasektomi

No Waktu Responden Menggunakan Vasektomi Jumlah % 1 Apabila suami ingin merencanakan menunda

kehamilan dalam jangka waktu yang sebentar 11 19 2 Apabila suami ingin merencanakan menunda

kehamilan dalam jangka waktu yang lama 22 37,9

3 Tidak tahu 25 43,1

Total 58 100,0

Berdasarkan tabel 4.6. di atas dapat diketahui bahwa pengetahuan responden tentang waktu responden menggunakan vasektomi yaitu sebagian besar responden menjawab tidak tahu sebanyak 25 orang (43,1%) sedangkan sebagian kecil responden menjawab apabila suami ingin merencanakan menunda kehamilan dalam jangka waktu yang sebentar yaitu sebanyak 11 orang (19%) dan yang lainnya apabila suami ingin merencanakan menunda kehamilan dalam jangka waktu yang lama sebanyak 22 orang (37,9%).

4.3.6. Pengetahuan Responden Tentang Manfaat Kondom Sebagai Alat Kontrasepsi

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Manfaat Kondom Sebagai Alat Kontrasepsi

No Manfaat kondom sebagai Alat Kontrasepsi Jumlah % 1 Mencegah terjadinya penyakit menular seks

(kencing nanah, HIV/Aids 12 20,7


(18)

3 Tidak tahu 25 43,1

Total 58 100,0

Berdasarkan tabel 4.7. di atas dapat diketahui bahwa pengetahuan responden tentang manfaat kondom sebagai alat kontrasepsi yaitu sebagian besar responden menjawab tidak tahu sebanyak 25 orang (43,1%) sedangkan sebagian kecil responden menjawab mencegah terjadinya penyakit menular seks (kencing nanah, HIV/Aids yaitu sebanyak 12 orang (20,7%) dan yang lainnya menjawab mencegah terjadinya penyakit kencing manis sebanyak 21 orang (36,2%).

4.3.7. Kategori Tingkat Pengetahuan

Berdasarkan hasil kuesioner diketahui bahwa seluruh responden memiliki kategori pengetahuan kurang yaitu sebanyak 58 orang (100%) dan tidak ada responden yang memiliki kategori pengetahuan sedang dan kategori pengetahuan baik.

4.4. Sikap Responden

Dalam sikap terdapat kalimat pernyataan dengan pilihan jawaban SS untuk menggantikan kata Sangat Setuju menggantikan kata, S untuk menggantikan kata Setuju, TS untuk menggantikan kata Tidak Setuju dan kata STS untuk menggantikan kata kata Sangat Tidak Setuju .


(19)

4.4.1. Sikap Responden Dalam Menggunakan Alat Kontrasepsi

Tabel 4.8. Distribusi Sikap Responden Terhadap Beberapa Pernyataan Tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi

NO Pernyataan Sikap Responden SS % S % T S

% S T S

%

1 Saya bisa berpartisipasi aktif dalam KB dengan menggunakan alat kontrasepsi

6 10,3 8 13,8 25 43,1 19 32,8 2 Kondom hanya akan digunakan

oleh pria yang melakukan hubungan seksual diluar nikah

25 43,1 20 34,5 7 12,1 6 10,3 3 Agar bisa menghemat, kondom

bisa digunakan berulang- ulang 22 37,9 25 43,1 8 13,8 3 5,2 4 Salah satu manfaat

penggunaan kontrasepsi adalah meningkatka keterlibatan suami dalam keluarga berencana

2 3,4 11 19 25 43,1 20 34,5

5 Bila istri saya sangat berisiko untuk hamil, dan dia tidak bisa menggunakan alat

kontrasepsi apapun, saya akan menggunakan alat kontrasepsi

2 3,4 10 17,2 31 53,4 15 25,9

6 Saya tidak mau

menggunakan kontrasepsi, karena akan dilarang di dalam keluarga, agama dan adat istiadat saya

4 6,9 8 13,8 28 48,3 18 31

7 Menurut saya kondom sangat baik digunakan untuk

Mencegah kehamilan

6 10,3 6 10,3 33 56,9 13 22,4 8 Jika saya di tawarkan untuk

menggunakan alat kontrasepsi maka saya akan mengikutinya

1 1,7 7 12,1 32 55,2 18 31 9 Jika ada orang yang memberikan

informasi tentang penggunaan alat kontrasepsi maka saya akan mendengarkannya

2 3,4 9 15,5 25 43,9 22 37,9

10 Walaupun sudah memiliki anak lebih dari 2 orang maka saya tetap tidak akan menggunakan alat kontrasepsi


(20)

Berdasarkan tabel 4.8. di atas diketahui bahwa terdapat 58 orang responden yang telah diberikan pertanyaan berupa sikap mereka dalam menggunakan alat kontrasepsi pria yang dinilai dari sikap SS untuk Sangat Setuju, S untuk Setuju, TS untuk tidak setuju dan STS untuk menyatakan sangat tidak setuju. Sebanyak 25 (43,1%) orang responden menyatakan tidak setuju bahwa saya bisa berpartisipasi aktif dalam KB dengan menggunakan alat kontrasepsi sedangkan ada sebanyak 8 orang (13,8%) yang menyatakan tidak setuju dan 6 orang (10,3%) lagi menyatakan sangat tidak setuju. Untuk pernyataan menurut saya kondom sangat baik digunakan untuk mencegah kehamilan terdapat sebanyak 33 orang responden ( 56,9%) tidak setuju dengan pernyataan tersebut sedangkan 6 orang responden (10,3%) menyatakan setuju dan sangat setuju, untuk pernyataan jika saya di tawarkan untuk menggunakan alat kontrasepsi maka saya akan mengikutinya sebanyak 32 orang responden (55,2%) menyatakan tidak setuju dan 18 orang

11 Menggunakan alat kontrasepsi akan mengurangi kepuasan dalam berhubungan seksual pada pasangan suami istri.

17 29,3 27 46,6 8 13,8 6 10,3

12 Hanya istri yang boleh

menggunakan alat kontrasepsi 18 31,0 25 43,1 9 15,5 6 10,3 13 Suami yang suka

berganti-ganti pasangan seksual tidak boleh menggunakan kondom

16 27,6 29 50 7 12,1 6 10,3 14 Saya hanya akan menggunakan

alat kontrasepsi jika tokoh agama, tokoh adat

memperbolehkannya.

17 29,3 28 48,3 6 10,3 7 12,1

15 Penggunaan kontrasepsi bertentangan dengan aturan di agama, adat istiadat saya


(21)

responden( 31%) menyatakan sangat tidak setuju sedangkan 7 orang responden (12,1%) menyatakan setuju dan 1 orang (1,7%) menyatakan sangat setuju.

Untuk pernyataan walaupun sudah memiliki anak lebih dari 2 orang maka saya tetap tidak akan menggunakan alat kontrasepsi diperoleh sebanyak 25 orang responden (43,1%) menyatakan setuju dengan pernyataan dan sebanyak 23 orang (39,7%) lainnya juga yang menyatakan sangat setuju sedangkan sebanyak 8 orang (13,8%) dan 2 orang (3,4%) menyatakan tidak setuju dan sangat tidak setuju, untuk pernyataan hanya istri yang boleh menggunakan alat kontrasepsi sebanyak 25 orang responden (43,1%) menyatakan setuju yang di dukung oleh 18 orang responden lainnya (31 %) menyatakan sangat setuju sedangkan 9 orang (15,5%) dan 6 orang (10,3%) menyatakan tidak setuju dan sangat tidak setuju.

Sebanyak 28 orang (48,3%) responden menyatakan setuju dan 17 orang (29,3%) responden lainnya sangat setuju dengan pernyataan saya hanya akan menggunakan alat kontrasepsi jika tokoh agama, tokoh adat memperbolehkannya, sedangkan 6 orang (10,3%) dan 7 orang (12,1%) lainnya menyatakan tidak setuju dan sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut.Untuk pernyataan penggunaan kontrasepsi bertentangan dengan aturan di agama, adat istiadat saya sebanyak 28 orang(48,3%) dan 15 orang (25,9%) menyatakan setuju dan sangat setuju akan tetapi terdapat 10 orang (17,2%) dan 5 orang (8,6%) lainnya yang menyatakan tidak setuju dengan pernyataan tersebut


(22)

4.4.2. Kategori Tingkat Sikap

Tabel 4.9. Distribusi Kategori Sikap Responden Tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi

No Kategori Sikap Jumlah %

1 Sedang 48 82,2

2 Kurang 10 17,2

Total 58 100,0

Berdasarkan tabel 4.9. diketahui bahwa sebahagian besar responden atau sebanyak 48 orang (82,2% ) responden memiliki sikap dengan kategori sedang sedangkan sebanyak 10 orang responden (17,2%) memiliki kategori sikap kurang dan tidak terdapat responden yang memiliki kategori sikap baik.


(23)

BAB V

PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden merupakan suatu adalah faktor yang melekat dari dalam diri responden yang dapat mempengaruhi responden yang mencakup umur, pekerjaan , pendidikan suku.

5.1.1. Umur

Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan dalam tabel 4.1. dapat diperoleh bahwa sebagian besar umur responden yaitu berusia 31- 40 tahun sebanyak 39 orang (67,2%) sedangkan sebagian kecil umur responden yaitu berusia ≤ 20 tahun sebanyak 3 orang (5,2).

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Barus (2009) yang menunjukkan bahwa terdapat variasi dalam umur responden dan yang paling banyak adalah pada umur 36-40 tahun yaitu sebanyak 38,67%. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakuan oleh Kasmarita (2009) menunjukkan sebanyak 83,1% responden tidak menggunaan kontrasepsi yang 37% diantaranya berusia 34-40 tahun.

Umur merupakan hal yang penting karena biasanya sasaran program pelayanan kesehatan cenderung berkaitan dengan umur. Seperti diketahui bahwa pada hakekatnya pelayanan kesehatan dapat dimanfaatkan oleh semua golongan


(24)

umur, tetapi ada pelayanan kesehatan tertentu yang tidak dapat dimanfaatkan oleh golongan umur tertentu.

Hasil pengamatan yang dilakukan peneliti menunjukkan umur dapat memberikan pengaruh terhadap penggunaan kontrasepsi pria yang dikarenakan semakin tua umur responden akan membuat dirinya semakin sulit untuk diberikan informasi yang baru karena semakin tua seorang individu akan membuat dirinya merasa memiliki pengetahuan tertentu dan semakin sulit untuk dirubah perilakunya dan hal ini juga termasuk penggunaan alat kontrasepsi.

5.1.2.Jumlah anak

Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan dalam tabel 4.1 diatas diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki jumlah anak tiga atau lebih sebanyak 54 orang (93,1%) sedangkan sebagian kecil responden memiliki jumlah 1-2 orang yaitu sebanyak 4 orang (6,9%).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Barus (2009) menunjukkan terdapat 61,3% keluarga yang memiliki anak 3 orang atau lebih, hal berbeda didapatkan dari hasil penelitian Riski (2010) yang menunjukkan tidak adanya pengaruh jumlah anak dengan partisipasi suami dalam ber-KB. Hal ini sejalan dengan pendapat Ricardo (2007) bahwa jumlah anak tidak menjadi pertimbangan responden dalam mengambil keputusan menerima atau menolak penggunaan kontrasepsi.


(25)

Sedangkan Penelitian Mardiani (2006), menyebutkan bahwa jumlah anak memiliki hubungan yang bermakna dengan partisipasi pria dalam ber-KB di Jawa Barat dan Jawa Timur. Hasil penelitian ini menyebutkan ada faktor-faktor budaya setempat mengenai jumlah anak terhadap partisipasi suami dalam ber-KB. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Jennings (1970), yang menyebutkan bahwa pengaruh budaya yang menempatkan jumlah anak sebagai simbol prestise dan jaminan keamanan pada usia tua mengakibatkan tingginya angka kelahiran di Afrika

Menurut asumsi peneliti berdasarkan pengamatan selama penelitian bahwa sebahagian besar masyarakat didesa Perangin menganggap sebuah keluarga tidak lengkap apabila tidakada anak laki-laki dan tidak ada perempuan yang dikarenakan terdapat kepercayaan bahwa setiap anak memiliki rejekinya masing-masing. Padahal hal ini bertentangan dengan rekomendasi dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana yang ada di Indonesia yang memiliki program Keluarga Berencana (KB) yang cukup memiliki 2 orang anak dimana anak laki-laki dan perempuan sama saja.

5.1.3. Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan dalam tabel 4.1. di atas diketahui bahwa sebagian besar wirausaha yaitu sebanyak 32 orang (55,2%) sedangkan sebagian kecil lagi bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yaitu sebanyak 6 orang (10,3%).

Menurut Bongaart dalam Riski (2010) yang menyatakan prevalensi penggunaan kontrasepsi oleh mereka yang bekerja lebih tinggi daripada yang tidak


(26)

bekerja. Penyebab utamanya adalah dorongan untuk menyelaraskan kedudukan dalam keluarga dengan tuntutan pekerjaan sehingga menumbuhkan motivasi untuk mengatur kelahiran dengan menggunakan kontrasepsi. Hasil studi lain menunjukkan bahwa pasangan yang bekerja dan mempunyai penghasilan yang tinggi akan lebih cenderung mempraktikkan metode KB modern daripada mereka yang tidak bekerja dan memiliki penghasilan yang rendah (Samosir, 1994) .

Menurut peneliti dari hasil penelitian yang dilakukan bahwa pekerjaan dapat memberikan dorongan responden dalam menggunakan alat kontrasepsi,hal ini dikarenakan dengan suatu pekerjaan tertentu akan dapat mempengaruhi informasi yang diterima responden khusunya mengenai penggunaan alat kontrasepsi yang akan berhubungan dengan pola pemikiran mengenai kebutuhan dan kecukupan didalam keluarga mereka.

5.1.4. Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan dalam tabel 4.1. di atas diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki pendidikan terakhir tammat SMP yaitu sebanyak 16 orang (27,6%) sedangkan sebagian kecil responden memiliki pendidikan terakhir tidak tammat sekolah dasar yaitu sebanyak 7 orang (12,1%).

Menurut UU No 20 tahun 2003 disimpulkan tingkat pendidikan orang tua dapat dikatagorikan menjadi pendidikan dasar dan pendidikan menengah ke atas. Bahkan Liliweri lebih memberikan pendapat yang lebih spesifik terhadap pendidikan, dimana menurut Liliweri (2007), bahwa cakupan pengetahuan atas keluasan wawasan


(27)

seseorang sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah diberikan pengertian mengenai suatu informasi.

Hasi penelitian Riski (2010) menunjukkan bahwa suami yang berpartisipasi dalam ber-KB lebih tinggi pada tingkat pendidikan rendah sebanyak 7 orang (41,2%), tingkat pendidikan sedang 6 orang (35,3%), dan tingkat pendidikan tinggi sebanyak 4 orang (23,5%), akan tetapi tingginya penggunaan alat kontrasepsi ini karena permintaan istri dan rasa kasihan terhadap istri bukan karena adanya pengetahuan yang tinggi tentang kesehatan.

Hal ini sejalan menurut Hary A dalam Apriadi (2011) yang menyebutkan bahwa tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik pula pengetahuannya. Keterbatasan pendidikan suami akan berpengaruh pada kemudahan seseorang untuk menyerap informasi dan mengimplementasikan dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan .

Menurut peneliti, mayoritas pendidikan responden yang Tammat dapat membuat responden cenderung lebih susah mendapatkan dan menerima informasi yang baru, hal ini dikarenakan dengan pendidikan yang masih rendah akan membuat pengetahuan yang dimilikinya tentang suatu hal masih belum banyak dan ini dapat terjadi dalam hal penggunaan alat kontrasepsi pria.


(28)

5.2. Pengetahuan Responden Tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi Pria 5.2.1. Pengetahuan Responden Tentang Defenisi Alat Kontrasepsi

Hasil penelitian yang berada dalam tabel 4.2. mengenai definisi alat kontrasepsi menunjukkan bahwa sebagian besar responden menjawab alat untuk mencegah penyakit menular seks sebanyak 34 orang (58,6%) sedangkan sebagian lagi memberikan jawaban alat yang dipakai untuk mencegah kehamilan dan alat yang dipakai wanita untuk memperbaiki organ reproduksi yaitu sebanyak 12 orang (20,7%).

Menurut BKKBN (2007) bahwa kontrasepsi secara harfiah diartikan sebagai suatu alat atau metode yang digunakan untuk mencegah terjadinya kehamilan

(BKKBN, 2007). Sedangkan menurut Prawirohardjo (2002), kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan.

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa hanya sebagian kecil responden yang memberikan jawaban kontrasepsi sebagai alat yang dipakai untuk mencegah kehamilan yaitu sebanyak 12 orang (20,7%). Hal memperlihatkan bahwa mayoritas responden belum memiliki pengetahuan dalam tingkatan tahu mengenai defeinisi alat kontrasepsi secara baik dan benar. Hal ini sesuai menurut Notoadmodjo (2003) bahwa apabila seseorang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, mendefenisikan, mengatakan maka dapat dikategorikan dalam tingkatan pengetahuan yang pertama yaitu kategori tahu.

Menurut peneliti hal ini dapat terjadi karena memang responden kurang mendapatkan informasi mengenai defenisi kontrasepsi secara baik dan benar, walaupun sebenarnya peneliti melihat sudah banyak media yang memberikan


(29)

informasi mengenai alat kontrasepsi yang berupa poster, spanduk dan baliho tetapi tetap saja tidak memuat tentang defenisi alat kontrasepsi,

5.2.2. Pengetahuan Responden Tentang Tujuan Penggunaan Kontrasepsi

Hasil penelitian yang berada dalam tabel 4.3. mengenai tujuan penggunaan kontrasepsi yaitu sebagian besar responden menjawab untuk mempermudah kehamilan sebanyak 21 orang (36,2%) sedangkan sebagian kecil responden menjawab untuk mencegah / menghindari terjadinya kehamilan yaitu sebanyak 18 orang (31%) dan yang lainnya menjawab untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak sebanyak 19 orang (32,8%) sebagai jawaban untuk pertanyaan tujuan penggunaan kontrasepsi .

Menurut Barus (2009), kontrasepsi memiliki tujuan untuk mencegah / menghindari terjadinya kehamilan, pernyataan ini juga dinyatakan oleh Arma (2010), tujuan kontrasepsi yaitu untuk mencegah terjadinya kehamilan dengan menghambat masuknya sperma kedalam kemaluan wanita.

Hasil penelitian ini membuat peneliti memiliki pemikiran bahwa mayoritas responden kurang tahu mengenai tujuan kontrasepsi, hal ini dapat dibuktikan dari mayoritas responden yang menyatakan tujuan kontrasepsi yaitu untuk mempermudah kehamilan sebanyak 21 orang (36,2%). Mayoritas pengetahuan responden yang masih rendah ini akan dapat mempengaruhi tindakan responden dalam menggunakan alat kontrasepsi pria.


(30)

5.2.3. Pengetahuan Responden Tentang Jenis Alat Kontrasepsi Untuk Laki-Laki Hasil penelitian yang berada dalam tabel 4.4. menunjukkan bahwa sebagian besar responden menjawab implant sebanyak 25 orang (43,1%) sedangkan responden lainnya menjawab kondom yaitu sebanyak 15 orang (25,9%) dan yang menjawab pil KB sebanyak 18 orang (31%) untuk pengetahuan responden tentang waktu responden menggunakan vasektomi sebagai jawaban untuk pertanyaan jenis alat kontrasepsi untuk laki-aki .

Menurut Everret dalam Arma (2010) bahwa jenis kontrasepsi pria dapat dilakukan pembagian menjadi 2 yaitu kondom dan vasektomi sedangkan menurut Manuaba (1998), jenis-jenis alat kontrasepsi yang dapat digunakan oleh laki-laki ada 4 yaitu kondom, vasektomi, pantang berkala, dan senggama terputus, untuk kontrasepsi wanita menurut Sari (2010) bahwa pil ( tablet) KB dan implant termasuk kedalam kontrasepsi wanita bersama dengan susuk dan kontrasepsi mantap.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini menunjukkan terdapat kurangnya pengetahuan mayoritas responden mengenai jenis kontrasepsi untuk laki-laki, hal ini dapat terjadi karena memang informasi mengenai penggunaan alat kontrasepsi laki-laki sangat jarang bahkan tidak dilakukan terhadap laki-laki di Desa Perangin Kecamatan Juhar ini dan hal ini berbeda dengan promosi alat kontrasepsi yang diakukan kepada wanita yang lebih gencar diberikan.

5.2.4. Pengetahuan Responden Tentang Waktu Responden Menggunakan Alat Kontrasepsi


(31)

Hasil penelitian yang berada dalam tabel 4.5. menunjukkan sebagian besar responden menjawab apabila sebuah keluarga sudah memiliki anak laki-laki sebanyak 25 orang (43,1%) sedangkan sebagian kecil responden menjawab apabila sebuah keluarga sudah memiliki anak 2 orang yaitu sebanyak 9 orang (15,5%) dan yang lainnya menjawab apabila sebuah keluarga sudah memiliki anak 3 orang sebanyak 24 orang (41,4%) sebagai jawaban untuk pertanyaan waktu responden menggunakan alat kontrasepsi.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Barus (2009) yang menunjukkan sebanyak 37,3% responden menyatakan anak laki-laki memiliki nilai lebih tinggi daripada anak perempuan. Padahal BKKBN telah mempromosikan bahwa semua anak itu sama kedudukannya baik perempuan dan laki-laki, tetapi hal ini tidak berlaku di Desa Perangin Kecamatan Juhar yang masih menganggap anak laki-laki sebagai kebanggaan dan kehormatan sebuah keluarga yang dapat meneruskan marga sebagai garis keturunan.

Menurut peneliti bahwa fenomena ini menunjukkan masih kuatnya kepercayaan masyarakat terhadap tradisi dan adat istiadat yang ada di Desa Perangin Kecamatan Juhar membuat pengetahuan dan informasi yang datang menjadi hal yang masih belum menyambut segala informasi yang telah diberikan kepada mereka walaupun informasi yang diberikan masih kurang begitu banyak.

5.2.5. Pengetahuan Responden Tentang Manfaat Kondom Sebagai Alat Kontrasepsi


(32)

Hasil penelitian yang berada dalam tabel 4.5. mengenai manfaat kondom sebagai alat kontrasepsi menunjukkan sebagian besar responden menjawab tidak tahu sebanyak 25 orang (43,1%) sedangkan sebagian kecil responden menjawab mencegah terjadinya penyakit menular seks (kencing nanah, HIV/Aids yaitu sebanyak 12 orang (20,7%) dan yang lainnya menjawab mencegah terjadinya penyakit kencing manis sebanyak 21 orang (36,2%).

Menurut Kasmarita (2009) bahwa penggunaan kondom memiliki manfaat yaitu dapat bertindak efektif sebagai alat kontrasepsi, murah dan mudah didapatkan, tidak memerlukan pengawasan medis, dapat mencegah PMS dan hepatitis B, serta sebagai penghambat orgasme bagi pria yang mengalami kelemahan ejakulasi dini. Hal ini sejalan dengan pendapat Barus (2009 ),kondom dapat mencegah penularan mikroorganisme IMS dan HIV/AIDS dari satu pasangan kepada pasanganlainnya.

Hasil penelitian ini memperlihatkan masih banyaknya responden yang masih belum mengetahui manfaat dan kegunaan kondom sehingga tidak membingungkan jika memang penggunaan kondom masih sangat minim. Hal ini dapat dilihat dari Data BKKBN Provinsi Sumatera Utara tahun 2008 dalam Barus (2009) yang menunjukkan pengguna kondom di Sumatera Utara hanya sebanya 4,58%, hasil ini semakin memperlihatkan bagaimana penggunaan kondom yang masih sangat jarang digunakan masyarakat sebagai alat kontrasepsi.

Menurut peneliti yang melihat hasil penelitian ini memiliki asumsi bahwa responden masih memiliki persepsi dan pengetahuan yang sangat buruk terhadap kondom karena masih minimnya sosialisasi yang didapatkan responden mengani


(33)

kondom dan manfaatnya kepada mereka dan ditambah dengan masih ada kejanggalan yang terdapat di masyarakat di Indonesia dalam mensosialisasikan kondom sebagai alat kontrasepsi yang baik.

5.2.6. Kategori Tingkatan Pengetahuan

Berdasarkan hasil kuesioner diketahui bahwa seluruh responden memiliki kategori pengetahuan kurang yaitu sebanyak 58 orang (100%) dan tidak ada responden yang memiliki kategori pengetahuan sedang dan kategori pengetahuan baik.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2003) dalam Arma (2010) tentang pengetahuan dan motivasi suami terhadap kontrasepsi pria di Sumatera Barat , dimana pengetahuan suami tentang kontrasepsi pria cenderung pada kategori kurang (48,5%), hal ini dapat dikarenakan masih rendahnya informasi yang didapatkan mengenai kontrasepsi pria yang dikarenakan kurang adanya komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang dilakukan kepada para pria. KIE lebih banyak dilakukan dengan sasaran wanita selain itu masih minimnya penggunaan media massa seperti spanduk, baliho atau koran merupakan media yang paling mudah diakses masyarakat.

Selain itu kurangnya pengetahuan tentang kontrasepsi pria juga disebabkan karena pekerjaan mereka yang menyita waktu. Sebagian besar responden bekerja sebagai wirausaha yang membuat mereka bekerja dari pagi sampai sore hari


(34)

sehingga membuat mereka tidak mempunyai waktu untuk mendapatkan informasi tentang kontrasepsi pria.

Padahal menurut Brunner dalam Apriadi (2012) bahwa pengetahuan yang baik diperoleh dari proses pembelajaran yang baik, dengan demikian penyebab tingginya angka responden yang memiliki pengetahuan kurang baik salah satunya yaitu kurangnya informasi yang bisa diterima responden saat mendapatkan informasi kesehatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2000) bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu seperti mengikuti pendidikan kesehatan. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Padahal pengetahuan seseorang erat kaitannya dengan perilaku yang akan diambilnya, karena dengan pengetahuan tersebut ia memiliki alasan dan landasan untuk menentukan suatu pilihan, sehingga dengan pengetahuan yang masuk dalam kategori kurang ini dapat membuat responden cenderung tidak akan menggunakan alat kontrasepsi pria.

Peneliti memiliki asumsi rendahnya pengetahuan responden dikarenakan juga akses informasi mengenai penggunaan alat kontrasepsi pria yang masih sangat kurang, petugas kesehatan yang tidak memberikan informasi dan peyuluhan tentang penggunaan alat kontrasepsi pria dan ditambah dengan latar belakang pendidikan responden yang mayoritas berada di tingkat pendidikan tamat SMP mempengaruhi tingkatan pengetahuan responden dalam memahami penggunaan alat kontrasepsi pria,


(35)

5.3. Sikap Responden Dalam Penggunaan Alat Kontrasepsi Pria

5.3.1.Sikap Responden Dalam Berpartisipasi Aktif KB Dengan Menggunakan Alat Kontrasepsi

Menurut hasil penelitian pada tabel 4.8 didapatkan sebanyak 25 (43,1%) orang responden menyatakan tidak setuju bahwa saya bisa berpartisipasi aktif dalam KB dengan menggunakan alat kontrasepsi sedangkan ada sebanyak 8 orang (13,8%) yang menyatakan tidak setuju dan 6 orang (10,3%) lagi menyatakan sangat tidak setuju dengan pernyataan saya bisa berpartisipasi aktif dalam KB dengan menggunakan alat kontrasepsi.

Hal ini juga terdapat dalam hasil penelitian Arma (2010) yang menunjukkan bahwa 86,4% responden memiliki sikap yang negative dalam penggunaan alat kontrasepsi pria sedangkan hal berbeda didapatkan dari hasil penelitian Kasmarita (2009) yang menunjukkan sebanyak 50,8 % responden menyatakan tidak setuju dengan pernyataan suami tidak perlu berpartisipasi dalam menggunakan alat kontrasepsi.

Hal dapat terjadi karena menurut Notoadmodjo (2003) dalam Apriadi (2012) bahwa sikap sesorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya. Oleh karena itu, informasi yang didapatkan seseorang tentang sesuatu hal akan dapat mempengaruhi sikapnya.

Menurut asumsi peneliti, hal ini dapat terjado karena responden yang masih memiliki pendidikan rendah, informasi yang kurang ditambah lagi dengan sosial budaya yang masih berlawanan dengan penggunaan alat kontrasepsi yang membuat


(36)

responden dalam penelitian ini cenderung memiliki respon yang kurang baik terhadap penggunaan alat kontrasepsi.

5.3.2.Sikap Responden Tentang Tawaran Penggunaan Alat Kontrasepsi.

Menurut hasil penelitian pada tabel 4.8 terdapat sebanyak 32 orang responden (55,2%) menyatakan tidak setuju dan 18 orang responden ( 31%) menyatakan sangat tidak setuju sedangkan 7 orang responden (12,1%) menyatakan setuju dan 1 orang (1,7%) menyatakan sangat setuju untuk pernyataan jika saya di tawarkan untuk menggunakan alat kontrasepsi maka saya akan mengikutinya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden cenderung memberikan respon negative terhadap tawaran yang datang untuk menggunakan alat kontrasepsi yang memperlihatkan bahwa responden memiliki sikap yang tidak baik terhadap alat kontrasepsi. Hal ini juga terdapat pada penelitian Barus (2009) dimana 4 orang informannya menyatakan tidak mau menggunakan walaupun lingkungan disekitar telah menganjurkan untuk menggunakan alat kontrasepsi. Hal berbeda didapatkan dari hasil penelitian Ginting (2010) yang menunjukkan bahwa 76,2 % responden tidak mendapatkan dukungan dalam menggunakan alat kontrasepsi yang membuat responden cenderung tidak menggunakan alat kontrasepsi.

Hasil penelitia ini menunjukkan bahwa responden memiliki sikap yang negative yang dapat dilihat dari responden yang memiliki kecenderungan untuk bertindak untuk menolak tawaran untuk menggunakan alat kontrasepsi. Hal ini sesuai menurut Allport dalam Notoadmodjo(2007) yang menjelaskan tiga komponen sikap


(37)

yang salah satunya adalah kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Hal yang berbeda menurut Notoadmodjo (2003) yang menyatakan sikap responden ini termasuk kedalam tingkatan tidak menerima (receiving) yang dapat diartikan bahwa responden tidak mau dan memperlihatkan stimulus negatif yang diberikan (objek)

Hasil penelitian yang didapatkan membuat peneliti memiliki asumsi bahwa responden sudah memiliki kepercayaan tertentu terhadap penggunaan alat kontrasepsi sehingga membuat responden memiliki kecenderungan untuk bertindak dan tidak menerima respon yang diberikan sebagai bentuk sikapnya terhadap stimulus yang diberikan.

5.3.3. Sikap Responden Tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi Setelah memiliki 2 anak

Menurut hasil penelitian pada tabel 4.8 terdapat sebanyak 25 orang responden (43,1%) menyatakan setuju dengan pernyataan walaupun sudah memiliki anak lebih dari 2 orang maka saya tetap tidak akan menggunakan alat kontrasepsi dan sebanyak 23 orang (39,7%) lainnya juga yang menyatakan sangat setuju sedangkan sebanyak 8 orang (13,8%) menyatakan tidak setuju terhadap pernyataan walaupun sudah memiliki anak lebih dari 2 orang maka saya tetap tidak akan menggunakan alat kontrasepsi.

Menurut BKKBN (2006) dalam Riski (2010) bahwa alat kontrasepsi merupakan salah satu metode untuk mewujudkan program KB yaitu untuk membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga


(38)

yang dapat diwujudkan dengan memiliki 2 orang anak sebagai wujud membentuk keluarga bahagia dan sejahtera. Oleh karena itu, BKKBN merekomendasikan setiap keluarga untuk memiliki 2 orang anak dengan cara menunda kehamilan dengan menggunakan alat kontrasepsi.

Akan tetapi hasil penelitian penelitian Ginting (2010) menunjukkan hasil yang berbeda yaitu penggunaan alat kontrasepsi responden yang punya anak ≥ 3 orang jauh lebih banyak daripada responden yang menggunakan alat kontrasepsi yang punya anak 1-2 orang yang memberikan arti bahwa penerimaan terhadap norma keluarga kecil bahagia sejahtera yang dipromosikan BKKBN belum berjalan secara baik dalam masyarakat.

Hasil penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa responden memiliki sikap yang negatif terhadap penggunaan alat kontrasepsi dan juga terhadap Keluarga Berencana, hal dapat dilihat dari respon yang diberikan oleh responden yang cenderung tidak sesuai dengan perwujudan Keluarga Berencana (KB) yang menganjurkan memiliki 2 orang anak saja dan juga menggunakan alat kontrasepsi .

5.3.4. Sikap Responden Tentang Alat Kontrasepsi Bertentangan Dengan Aturan di Agama, Adat Istiadat

Menurut hasil penelitian pada tabel 4.8 didapatkan sebanyak 28 orang(48,3%) dan 15 orang (25,9%) menyatakan setuju dan sangat setuju akan tetapi terdapat 10 orang (17,2%) dan 5 orang (8,6%) lainnya yang menyatakan tidak setuju dengan


(39)

pernyataan penggunaan kontrasepsi bertentangan dengan aturan di agama, adat istiadat saya

Alat kontrasepsi merupakan suatu program dari BKKBN yang memiliki tujuan untuk mencegah / menghindari terjadinya kehamilan, pernyataan ini juga dinyatakan oleh Arma (2010), tujuan kontrasepsi yaitu untuk mencegah terjadinya kehamilan dengan menghambat masuknya sperma kedalam kemaluan wanita, akan tetapi penggunaan alat kontrasepsi ini menurut beberapa kelompok masyarakat bertentangan dengan adat istiadat dan ajaran agama mereka.

Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Wijayanti (2001) yang memperlihatkan bahwa terdapat hubungan antara adat istiadat dan agama dengan penggunaan alat kontrasepsi. Hasil penelitan Justicia (2008) juga menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara suku terhadap penerimaan dan penolakan penggunaan alat kontrasepsi sedangkan untuk agama tidak terdapat pengaruh agama terhadap penerimaan dan penolakan penggunaan alat kontrasepsi.

Menurut hasil penelitian Kasmarita (2009) menunjukkan 83,1% responden tidak menggunakan alat kontrasepsi yang dapat disebabkan latar belakang budaya yang masih beranggapan bahwa memiliki anak dalam jumlah yang banyak merupakan suatu rezeki yang harus disyukuri dan tidak ada leluhur mereka yang meyakini bahwa perlu membatasi jumlah anak, serta pandangan agama yang tidak melarang seseorang memiliki anak yang banyak dan tidak membatasi seorang memiliki anak yang banyak.


(40)

Sikap yang ditunjukkan oleh responden dalam penelitian ini merupakan sikap yang negative terhadap penggunaan alat kontrasepsi yang dikarenakan pembatasan adat istiadat dan agama, hal ini sesuai dengan pendapat Notoadomodjo (2007) yang menyatakan sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk merespon (secara positif atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Oleh karena itu, peneliti mengangap responden memiliki kecenderungan untuk merespon negatif terhadap penggunaan alat kontrasepsi.

5.3.5. Kategori Sikap

Menurut hasil penelitian pada tabel 4.9. diketahui bahwa sebahagian besar responden atau sebanyak 48 orang (82,2% ) responden memiliki sikap dengan kategori sedang sedangkan sebanyak 10 orang responden (17,2%) memiliki kategori sikap kurang dan tidak terdapat responden yang memiliki kategori sikap baik.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hastuti dalam Arma (2010) tentang sikap suami terhadap kontrasepsi pria di Kecamatan Coblong Bandung dimana sikap suami terhadap kontrasepsi pria cenderung pada kategori negatif (34,4%). Hasil penelitian yang menunjukkan sebahagian responden yang memiliki sikap sedang dan kurang dapat disebabkan karena tingkat pendidikan yang masih rendah dan kurang optimalnya informasi yang didapat melalui penyuluhan kesehatan sehingga membuat responen bingung dalam menentukan sikap.


(41)

Hal ini sejalan dengan menurut Notoatmodjo (2003) menyatakan pengetahuan dan sikap mengenai kesehatan akan berpengaruh terhadap perilaku sebagai hasil jangka panjang dari pendidikan kesehatan hal itu dikarenakan dari pengetahuan dan sikap itulah akan tercipta upaya untuk penggunaan alat kontrasepsi.

Menurut Maulana (2009), sikap merupakan respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak dapat langsung dilihat dan merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek sehingga diketahui adanya responden yang bersikap negates bias disebabkan karena kecenderungan dan kebiasaan dari diri mereka sendiri yaitu tidak mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi dan kondisi yang sebenarnya mereka tahu tentang kontrasepsi pria.

Sedangkan menurut Kreech (2004) bahwa individu akan membentuk sikap positif terhadap hal-hal yang dirasakannya akan mendatangkan keuntungan dan membentuk sikap negatif terhadap hal-hal yang dirasakan akan merugikan dirinya. Ini dapat diartikan bahwa semakin seseorang mengerti dan memiliki pengetahuan yang baik tentang manfaat dan keuntungan dari pemakaian kontrasepsi pria, maka orang tesebut cenderung bersikap lebih positif .

Menurtut peneliti tidak selamanya orang yang mempunyai pengetahuan baik akan memiliki sikap yang positif, atau sebaliknya yang mempunyai pengetahuan kurang akan memiliki sikap yang negatif. Hal ini mengidikasikan bahwa kesadaran akan pentingnya peran suami dalam kontrasepsi pria masih kurang. Selain itu faktor lingkungan setempat yang masih menganggap keluarga berencana adalah urusan


(42)

perempuan saja, sehingga bila responden yang menggunakan kontrasepsi dianggap tidak lazim yang dapat mempengaruhi responden dalam menyikapi penggunaan alat kontrasepsi.


(43)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Karakteristik umur responden berusia 31- 40 tahun sebanyak 67,2% responden, suami dalam menggunakan alat kontrasepsi pria memiliki jumlah anak tiga atau lebih sebanyak 93,1% responden, sebahagian besar suami dalam penggunaan alat kontrasepsi pria memiliki pekerjaan wirausaha sebanyak 55,2%, sebahagian besar suami dalam penggunaan alat kontrasepsi adalah pria yang memiliki pendidikan tamat SMP sebanyak 27, 6%.

2. Gambaran pengetahuan suami dalam penggunaan alat kontrasepsi pria termasuk dalam kategori tingkat pengetahuan kurang sebanyak 100%.

3. Sikap suami dalam penggunaan alat kontrasepsi termasuk dalam kategori tingkat sikap sedang sebanyak 82,2% dan sebahagian kecil responden termasuk dalam kategori tingkat sikap baik sebanyak 17,2%

6.2. Saran

1. Untuk petugas BKKBN Kabupaten Karo agar terus melaksanakan promosi program KB dan meningkatkan kemudahan akses untuk mendapatkan informasi dan keinginan untuk berpartisipasi dalam penggunaan kontrasepsi bagi suami.

2. Untuk tenaga kesehatan Puskesmas Juhar agar terus meningkatkan pengetahuan suami mengenai keluarga berencana dan kontrasepsi pada pria


(44)

dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat baik dari rumah ke rumah, pendekatan secara keagamaan baik itu setelah kebaktian di gereja maupun ceramah di masjid yang dilakukan bersama tokoh agama, berbagai kegiatan adat bersama tokoh adat dan juga dalan musyawarah desa bersama tokoh masyarakat.

3. Untuk tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat yang ada di Desa Juhar juga memberikan himbauan kepada masyarakat untuk ikut mendukung program KB dengan menggunakan alat kontrasepsi pria dan juga mendukung program hanya memiliki 2 orang anak baik laki-laki dan perempuan sama saja, mengingat masih banyaknya masyarakat Desa Juhar yang masih merasa kurang lengkap jika sebuah keluarga tidak memiliki anak laki-laki dan perempuan.


(45)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku Kesehatan

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini bersifat pasif (tanpa tindakan: berpikir,berpendapat,bersikap)maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasannya perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan, sikap tentang kesehatannya serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan.

Menurut L.W. Green, faktor penyebab masalah kesehatan adalah faktor perilaku dan non perilaku. Faktor perilaku khususnya perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu :


(46)

1. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors), adalah faktor yang terwujud dalam kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan juga variasi demografi seperti status ekonomi, umur, jenis kelamin, dan susunan keluarga. Faktor ini lebih bersifat dari dalam diri individu tersebut.

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, yang termasuk di dalamnya adalah berbagai macam sarana dan prasarana, misal : dana, transportasi, fasilitas, kebijakan pemerintah dan sebagainya.

3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan, termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.

Perilaku dapat dibatasi sebagian jiwa (berpendapat, berfikir, bersikap dan sebagainya) (Notoadmojo, 1999). Untuk memberikan respon terhadap situasi diluar objek tersebut. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan).

Bentuk operasional dari perilaku dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu : 1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi dan

rangsangan.

2. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan perasaan terhadap keadaan atau rangsangan dari luar diri si subjek sehingga alam itu sendiri akan mencetak perilaku manusia yang hidup di dalamnya, sesuai dengan sifat keadaan alam


(47)

tersebut (lingkungan fisik) dan keadaan lingkungan sosial budaya yang bersifat non fisik tetapi mempunyai pengaruh kuat terhadap pembentukan perilaku manusia. Lingkungan ini adalah merupakan keadaan masyarakat dan segala budi daya masyarakat itu lahir dan mengembangkan perilakunya.

3. Perilaku dalam bentuk tindakan, yang sudah konkrit berupa perbuatan terahadap situasi dan rangsangan dari luar.

2.1.1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu indra penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (ever behavior). Pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapi.

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung ataupun melalui pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan optimal.


(48)

Menurut Notoatmodjo (1993), pengetahuan mempunyai enam tingkatan yaitu: 1. Tahu (know)

Diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bagian yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, mendefenisikan, mengatakan.

2. Pemahaman (Comprehension)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah memahami terhadap objek atau materi atau harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyampaikan, meramalkan terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan buku, rumus, metode, prinsip dalam konteks, atau situasi lain. Misalnya adalah dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian dan dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus-kasus yang diberikan.


(49)

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian kedalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sistesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan formulasi-formulasi yang ada. Misalnya: dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan-kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoadmojo, 2003).


(50)

2.1.2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoadmojo, 1993).

Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk merespon (secara positif atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih dan sebagainya). Selain bersifat positif dan negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap itu tidaklah sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang. Sebab sering kali terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap sesorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Manifestasi sikap itu tidak langsung dapat dilihat, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.


(51)

Allport (1954) dalam Soekijo (1993), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok yaitu :

a. Kepercayaan (kenyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Sikap ini terdiri dari 4 (empat) tingkatan yaitu :

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperlihatkan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya. Mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya: seorang ibu yang mengajak ibu yang lain untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu, atau mendiskusikan


(52)

tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Ciri-ciri sikap adalah :

1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat motif-motif biogenetis seperti lapar, haus atau kebutuhan akan istirahat.

2. Sikap dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah-ubah pada orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain sikap itu terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa.

4. Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

5. Sikap mempunyai segi motivasi dari segi-segi perasaan. Sifat ilmiah yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang (Purwanto, 1999).


(53)

Fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yakni :

1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable artinya sesuatu yang mudah menjalar sehingga mudah pula menjadi milik bersama.

2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Kita tahu bahwa tingkah laku anak kecil atau binatang umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap sekitarnya. Antara perangsang dan reaksi tidak ada pertimbangan tetapi pada orang dewasa dan yang sudah lanjut usianya, perangsang itu pada umumnya tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu. Jadi antara perangsang dan reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi merupakan sesuatu yang erat hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang, peraturan-peraturan kesusilaan yang ada dalam bendera, keinginan-keinginan pada orang itu dan sebagainya.

3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman dari dunia luar sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif artinya semua pengalaman yang berasal dari luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia


(54)

tetapi juga manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.

4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan kepribadian seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada obyek-obyek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi sikap sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan mengubah sikap sesorang kita harus mengetahui keadaan sesungguhnya dari sikap orang tersebut dengan mengetahui keadaan sikap itu kita akan mengetahui pula mungkin tidaknya sikap tersebut dapat diubah dan bagaimana cara mengubah sikap-sikap tersebut (Purwanto, 1999).

2.2. Suami

Kamus besar bahasa Indonesia mengartikan bahwa suami adalah pria yg menjadi pasangan hidup resmi seorang wanita (istri) yg telah menikah. Sedangkan peran adalah perangkat tingkah yg diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat (KBBI, 2008). Suami berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya (Effendi, 1998).


(55)

2.3. Alat Kontrasepsi

2.3.1 Definisi Alat Kontrasepsi

Kontrasepsi berasal dari kata kontra, berarti "mencegah" atau "melawan" dan konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan. Jadi, kontrasepsi adalah menghindari terjadinya

kehamilan akibat pertemuan sel telur matang dengan sel sperma (BKKBN, 2005). Kontrasepsi secara harfiah diartikan sebagai suatu alat atau metode yang digunakan untuk mencegah terjadinya kehamilan (BKKBN, 2007). Menurut Prawirohardjo (2002), kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya tersebut dapat bersifat sementara maupun permanen. Penggunaan alat kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi fertilitas. Program Keluarga Berencana merupakan usaha langsung yang untuk mengurangi angka kelahiran, mengatur jarak kelahiran untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak sehingga tercapai Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (BKKBN, 2004).

2.3.2. Manfaat Alat Kontrasepsi

Di bidang keluarga berencana, Garis-garis Besar Haluan Negara 1978 mengamanatkan bahwa tujuan program keluarga berencana adalah untuk meningkatkan kesejahteraan Ibu dan anak dalam rangka mewujudkan keluarga bahagia dengan mengendalikan kelahiran sekaligus dalam rangka menjamin terkendalinya pertumbuhan penduduk Indonesia. Pelaksanaan keluarga


(56)

berencana diusahakan diperluas keseluruh wilayah dan lapisan masyarakat termasuk daerah pemukiman baru. Penggunaan alat kontrasepsi dapat memberikan beberapa manfaat yaitu dapat mengatur jarak kelahiran, menunda kelahiran serta mencegah kehamilan (Hestiantoro, 2008).

2.3.3 Faktor-faktor dalam memilih alat kontrasepsi

Ada beberapa faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih kontrasepsi yaitu faktor pasangan, faktor kesehatan, dan faktor metode kontrasepsi. Dalam faktor pasangan, harus mempertimbangkan dari segi umur, gaya hidup, frekuensi senggama, dan jumlah anak yang diinginkan. Dalam faktor kesehatan, mempertimbangkan status kesehatan, riwayat keluarga, dan pemeriksaan fisik. Sedangkan dalam faktor alat kontrasepsi, harus mempertimbangkan efektivitas, efek samping, komplikasi-komplikasi yang potensial, dan biaya (Hartanto, 2003).

2.3.4 Jenis alat kontrasepsi pada laki-laki

Menurut Manuaba (1998), jenis-jenis alat kontrasepsi yang dapat digunakan oleh laki-laki ada 4 yaitu kondom, vasektomi, pantang berkala, dan senggama terputus. Kondom merupakan salah satu metode pencegahan kehamilan pada suatu kegiatan senggama dengan menggunakan alat berbentuk kantong tipis yang terbuat dari bahan lateks (karet), pelastik (vinil) atau bahan alami, yang dikenakan pada alat vital seorang pria. Cara kerja kondom adalah dengan menghalangi pertemuan antara sperma dan sel telur dengan cara mengemas sperma di ujung selubung karet yang dipasang pada penis sehingga sperma tersebut tidak dapat masuk ke dalam saluran reproduksi wanita. Keuntungan penggunaan kondom yaitu


(57)

dapat bertindak efektif sebagai alat kontrasepsi, murah dan mudah didapatkan, tidak memerlukan pengawasan medis, dapat mencegah PMS dan hepatitis B, serta sebagai penghambat orgasme bagi pria yang mengalami kelemahan ejakulasi dini. Sedangkan kelemahan penggunaan kondom yaitu sedikit sulit dalam pemakaiannya, dapat menyebabkan alergi terhadap jeli spermisida pada beberapa wanita sehingga menimbulkan keputihan dan iritasi, serta dapat mengganggu kenikmatan pada saat berhubungan seksual.

Vasektomi merupakan suatu tindakan penutupan, pemotongan, pengikatan atau penyumbatan pada kedua saluran mani (testis) sebelah kiri dan kanan sehingga menghambat produksi sperma. Menurut WHO (1994) vasektomi merupakan cara sterilisasi pria dengan melakukan pemotongan vas deferens yang berguna untuk menghalangi transport spermatozoa. Keuntungan vasektomi yaitu: tidak mengubah kemampuan pria untuk orgasme dan angka kegagalan sangat sedikit yaitu 0,15%. Sedangkan kelemahan vasektomi adalah kemungkinan komplikasi yang terjadi saat pembedahan yang menyebabkan perdarahan, rasa nyeri dan infeksi ringan.

Senggama terputus (coitus ineruptus) merupakan metode KB tradisional dimana pria mengeluarkan alat kelaminnya (penis) dari dalam vagina sebelum pria mencapai orgasme. Keuntungan senggama terputus yaitu: tidak memerlukan biaya, tidak memiliki efek samping dan tidak menggunakan zat-zat kimiawi, dapat digunakan setiap waktu, dan dapat digunakan sebagai pendukung metode KB lainnya. Sedangkan kelemahan metode senggama terputus yaitu tingkat kehamilan tinggi


(58)

(17-25 %), dan kepuasan dalam hubungan seksual berkurang serta dapat menimbulkan tekanan kejiwaan.

Pantang berkala yaitu metode KB yang mempertimbangkan masa subur wanita yang berkaitan erat dengan siklus menstruasi. Prinsip pasangan adalah tidak melakukan hubungan seksual pada saat masa subur istri. Keuntungan pantang berkala adalah : hubungan seksual yang alami dan kepuasan seksual tidak terganggu. Sedangkan kelemahan pantang berkala adalah kegagalan tinggi bila siklus menstruasi istri tidak teratur.

2.5.Kerangka Konsep

Alat kontrasepsi pria Karakteristik

-Umur -Pendidikan -Jumlah anak Pengetahuan Sikap


(59)

Keterangan

Untuk mengungkap gambaran pengetahuan dan sikap suami tentang alat kontrasepsi pria di Desa Juhar Perangin-angin Kecamatan Juhar Kabupaten Karo Tahun 2012, maka kerangka konsep yang digunakan menurut teori Green yang menyatakan bahwa karakteristik (umur, pendidikan, pekerjaan, jumlah anak), pengetahuan dan sikap merupakan termasuk dalam faktor predisposing yang dapat mempengaruhi tindakan suami dalam menggunakan alat kontrasepsi pria di Desa Juhar Perangin Kecamatan Juhar Kabupaten Karo Tahun 2012.


(60)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Masalah penduduk merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh negara berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Berbagai program pembangunan telah dilakukan, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah kependudukan tersebut, antara lain melalui program pelayanan kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana dan pembangunan keluarga sejahtera.

Keluarga Berencana merupakan usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi . Keluarga Berencana memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat sejahtera dengan pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk.

Jumlah penduduk dunia pada tahun 2007 telah mencapai sekitar 26,6 miliar jiwa dan jumlah penduduk Indonesia menempati urutan keempat dunia yaitu 236 juta jiwa. Tingkat pertumbuhan sekitar 1,48% per tahun dan tingkat kelahiran atau Total Fertility Rate (TFR) sebesar 2,6 anak per wanita. Jumlah penduduk Indonesia setiap saat mengalami peningkatan, padahal pemerintah telah berupaya untuk menargetkan idealnya 2,1 anak per wanita. Meski begitu, masih ada saja dari keluarga Indonesia yang senang mempunyai anak banyak (Riski, 2010).


(61)

Untuk coba mengatasi permasalahan laju penduduk ini maka pemerintah berupaya untuk meningkatkan program Keluarga Berencana (KB). Sasaran program KB adalah Pasangan Usia Subur yaitu suami dan isteri. Sekarang ini program keluarga berencana nasional mempunyai paradigma baru dengan visi yang telah diubah menjadi mewujudkan keluarga berkualitas tahun 2015, keluarga berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Pinem, 2009). KB dapat dilaksanakan jika pasangan usia subur mau berpartisipasi dalam menggunakan alat kontrasepsi sebagai upaya untuk mewujudkan program keluarga berencana. Jumlah akseptor KB di Indonesia telah mencapai 66,2% dimana akseptor kondom sebesar 0,6% dan akseptor vasektomi sebesar 0,3%. Artinya, dari total akseptor KB aktif, pria yang menjadi akseptor KB hanya 0,9% (SDKI 2002-2003).

Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang memiliki jumlah penduduk yang terbesar di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah dengan jumlah penduduk 12,982,204 orang dari 237,641,326 orang total jumlah penduduk di Indonesia ( BPS, 2010). Hal ini berbeda dengan jumlah peserta KB yang berasal dari Provinsi Sumatera Utara yang masih jauh dari provinsi lainnya yang semakin mengalami peningkatan (BKKBN, 2010). Berdasarkan data BKKBN tahun 2009 bahwa jumlah pasangan usia subur di Sumatera Utara sebanyak 1.982.810 pasangan yang menjadi peserta KB aktif sebanyak 1.266.071 atau 63,8% %. Dari jumlah pasangan usia subur yang berhasil dibina menjadi


(1)

telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing saya, tidak lupa buat ka` Ondang, mak Fit, ka Friska (mak attack), ka iin, Novri yang saat ini sedang berjuang, tetap smangat. Serta buat Wenni Nova terimakasih untuk dukungan moral yang telah diberikan.

9. Teman-teman peminatan PKIP Jhon , Rudi , Wahab, Putra Apriadi siregar, Mustajudin, Cut Alia, Vera, Arif KL,Vidya Lubis, Ida, terima kasih banyak atas bantuan, dukungan, waktu serta masukan yang diberikan selama peminatan. 10.Buat semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan satu

persatu penulis mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan, kerja sama dan doanya.

Akhir kata semoga Tuhan senantiasa melimpahkan karunianya kepada kita semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, April 2012 Penulis


(2)

ABSTRAK

Keluarga Berencana merupakan usaha untuk menjarangkan atau

merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Partisipasi kaum perempuan dalam menggunakan kontrasepsi masih cukup dominan dibandingkan partisipasi pria dalam menggunakan alat kontrasepsi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran predisposing karakteristik (umur, pendidikan, pekerjaan, agama, suku), pengetahuan, sikap dalam penggunaan alat kontrasepsi pria di Desa Juhar Perangin Kecamatan Juhar Kabupaten Karo Tahun 2012. Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan teknik pengambilan sampling purposive. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh suami di Desa Perangin Kecamatan Juhar Kabupaten Karo Tahun 2012 ( BPS Karo, 2011) sebanyak 397 orang dan jumlah sampel sebagai responden diambil sebanyak 58 orang.

Hasil penelitian ini menunjukkan gambaran faktor predisposing karakteristik yang berupa umur sebagian besar responden berusia 31- 40 tahun sebanyak 67,2% responden, jumlah anak tiga atau lebih sebanyak 93,1% responden, memiliki pekerjaan wirausaha sebanyak 55,2% responden, memiliki pendidikan tammat SMP sebanyak 27, 6%. gambaran faktor predisposing pengetahuan suami dalam penggunaan alat kontrasepsi pria termasuk dalam kategori tingkat pengetahuan kurang sebanyak 100%. faktor predisposing sikap suami dalam penggunaan alat kontrasepsi pria termasuk dalam kategori tingkat sikap sedang sebanyak 82,2% dan sebahagian kecil responden termasuk dalam kategori tingkat sikap baik sebanyak 17,2%.

Dari hasil penelitian disarankan kepada tenaga kesehatan Puskesmas Juhar dan petugas BkkbN Kabupaten Karo untuk turut berpartisipasi dalam memberikan informasi mengenai penggunaan kontrasepsi pria bagi seorang suami untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat di Desa Juhar Perangin dalam penggunaan kontrasepsi pria bagi seorang suami.

Kata Kunci : Kontrasepsi, Suami, pengetahuan, sikap


(3)

ABSTRAC

Planning family is an effort to dilute or to plan the number and spacing of pregnancy by using contraception. Women's participation in contraceptive use is still quite dominant than male participation in contraceptive use.

This study aims to know the description of predisposing characteristics (age, education, occupation, religion, ethnicity), knowledge, attitudes in the use of male contraceptives in the District Juhar Village Perangin Juhar Karo 2012. This type of research is quantitative descriptive study with purposive sampling collection technique. The population in this study is the whole man in the village of Karo Juhar District Perangin Year 2012 (BPS Karo, 2011) as many as 397 people and the number of samples for the study was taken as 58 people.

The results of this study show an overview of factors predisposing characteristics of age the majority of respondents aged 31-40 years as much as 67.2% of respondents, the number of children of three or more as much as 93.1% of respondents, has a job as much as 55.2% of respondents self-employment, have educational tammat SMP by 27, 6%. predisposing factors husband's picture of knowledge in the use of male contraceptives are included in the category of lack of knowledge level as much as 100%. predisposing factors husband's attitude in the use of male contraceptives are included in the category of the attitudes are as much as 82.2% and small sebahagian respondents included in the category of good behavior as much as 17.2%.

From the results of the study suggested the health center personnel Juhar and Karo BKKBN officials to participate in providing information regarding the use of male contraceptive for a husband to improve knowledge and attitudes of people in the village of Juhar Perangin in the use of male contraceptive for a husband.


(4)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan ... i

Daftar Riayat Hidup ... i

Kata Pengantar ... iii

Abstrak ... iv

Abstrac ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1 Tujuan Umum ... 7

1.3.2 Tujuan Khusus ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Perilaku Kesehatan ... 9

2.1.1 Pengetahuan ... 11

2.1.2 Sikap ... 14

2.2 Suami ... 18

2.3 Alat Kontrasepsi ... 19

2.3.1 Defenisi Alat Kontrasepsi ... 19

2.3.2 Manfaat Alat Kontrsepsi ... 19

2.3.3 Faktor-faktor dalam memilih Kontrasepsi ... 20

2.3.4 Jenis alat Kontrasepsi Laki-laki ... 20

2.4 Kerangka Konsep ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 24

3.1 Jenis Penelitian ... 24

3.2 Lokasi dan waktu Penelitian ... 24

3.2.1 Lokasi ... 24

3.2.2 Waktu ... 24

3.3 Populasi dan Sampel ... 24

3.3.1 Populasi ... 24

3.3.2 Sampel ... 25

3.4 Metode Pengumpulan data ... 26

3.5 Defenisi Operasional ... 26

3.6 Aspek Pengukuran dan Instrumen ... 28

3.6.1 Aspek Pengukuran ... 28

3.6.2 Instrumen ... 29


(5)

3.7 Pengolahan dan Analisis Data ... 29

BAB IV HASIL ... 30

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 30

4.2 Karakteristik Responden ... 31

4.3 Pengetahuan Responden Tentang Penggunaan Alat Kontrasepi Pria ... 32

4.3.1 Pengetahuan Responden Tentang Defenisi Alat Kontrasepsi ... 32

4.3.2 Pengetahuan Responden Tentang Tujuan Penggunaan Alat Kontrasepsi ... 33

4.3.3 Pengetahuan Responden Tentang Jenis Alat Kontrasepsi Untuk Laki-Laki ... 33

4.3.4 Pengetahuan Responden Tentang Waktu Responden Menggunakan Alat Kontrasepsi ... 34

4.3.5 Pengetahuan Responden Tentang Waktu Responden Menggunakan Vasektomi... 34

4.3.6 Pengetahuan Responden Tentang Manfaat Kondom Sebagai Alat Kontrasepsi ... 35

4.3.7 Kategori Tingkat Pengetahuan ... 35

4.4 Sikap Responden ... 36

4.4.1 Sikap Responden Dalam Menggunakan Alat Kontrasepsi ... 36

4.4.2 Kategori Tingkat Sikap ... 39

BAB V PEMBAHASAN ... 40

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 60 LAMPIRAN ...


(6)

DAFTAR TABEL

Table 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik di

Desan Juhar Perangin-angin Tahun 2012 ... 31 Table 4.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Defenisi

Alat Kontrasepsi ... 32 Table 4.3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Tujuan

Penggunaan Alat Kontrasepsi ... 33 Table 4.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Jenis Alat

Kontrasepsi Untuk Laki-Laki ... 33 Table 4.5 Pengetahuan Responden Tentang Waktu Responden Menggunakan

Alat Kontrasepsi ... 34 Table 4.6 Pengetahuan Responden Tentang Waktu Responden Menggunakan

Vasektomi ... 34 Table 4.7 Pengetahuan Responden Tentang Manfaat Kondom Sebagai Alat

Kontrasepsi ... 35 Table 4.8 Distribusi Frekuensi Sikap Responden Terhadap Pertanyaan

tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi ... 36 Table 4.9 Distribusi Kategori Sikap Responden Tentang Alat Kontrasepsi ... 39