belum terinci secara detail. Namun demikian tak ada satu pun persoalan yang tak disinggung di dalam al-Qur’an, sekecil apapun Allah SWT tidak melupakannya.
Sumber kedua sebagai materi dakwah setelah al-Qur’an adalah as-Sunnah, yakni segala sesuatu yang menyangkut perbuatan Nabi Muhammad SAW, baik dalam
ucapannya, tingkahlakunya atau sikapnya. Pada al-Qur’an seluruhnya harus dijadikan pedoman hidup, akan tetapi tidak semua yang ada di dalam as-Sunnahmasih dikenal
adanya sunnah yang shahih dan ada juga yang dhaif. Untuk kedudukan as-sunnah terhadap al-Qur’an dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Bayan tafsir, yakni menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal dan
musytarak. b.
Bayan takrir, yakni memperkokoh dan memperkuat pernyataan al-Qur’an c.
Bayan taukid, yakni sebagai penjelas maksud dan tujuan suatu ayat al-Qur’an
3. Subjek dan objek dakwah
Berbicara mengenai dakwah, maka di dalamnya juga akan membahas subjek dan objek dakwah. Karena kedua komponen ini merupakan satu rangkaian yang tidak
dapat dipisahkan dari sudut prosesnya. Kedua unsur ini harus saling berinteraksi untuk mendukung keberhasilan
proses dakwah. Namun da’I merupakan unsur utama yang fundamental yang akan menetukan berhasil tidaknya proses dakwah. Subjek dakwah dinamakan da’I, juru
penerang, muballigh, dan sebagainya. Adapun pengertian da’I adalah orang yang menyeru, memanggil, mengundang atau mengajak.
33
Untuk melakukan aktivitas dakwah, seorang da’I harus mempunyai syarat- syarat dan kemampuan tertuntu agar bisa berdakwah dengan hasil yang baik dan bisa
33
M. Hafi Anshari, Pemahaman dan Pengamalan Dakwah, Surabaya: Al-Ikhlas, 1993, Cet. Ke-I, h. 179
sampai pada tujuannya. Persyaratan dan kemampuan yang perlu dimiliki oleh seorang da’I secara umum bisa mencontoh kepada Rasulullah SAW. Karena kehidupan
Rasulullah SAW. Merupakan standar atau ”uswatus hasanah “ bagi umatnya, karena tentunya hal itu pun berlaku dalam dakwah Islam.
Seorang da’I harus mengenal objek dakwahnya, yang meliputi pemikiran, persepsi, problem dan kesulitan-kesulitan objek dakwah. Dengan demikian, ia akan
mendapatkan celah-celah jalan untuk proses dakwah dan sekaligus memberikan solusi dan terapi yang tepat bagi persoalan yang dihadapi oleh objek dakwahnya. Oleh
karenanya, ajaran-ajaran yang mereka sampaikan kepada umat manusia, akan memiliki pengaruh yang efektif.
34
Permasalahan diatas sangat berkaitan sekali dengan teori psikologi komunikator atau kejiwaan seorang komunikator ketika berinteraksi dengan
komunikan atau mad’u. ada beberapa teori yang berkaotan dengan hal ini yakni: a.
Teorinya Aristoteles yang menyebut karakter komunikator itu sebagai ethos. Sedangkan ethos terdiri dari pikiran baik, akhlak yang baik dan juga maksud
yang baik seorang komunikator ketika berinteraksi dengan komunikan atau mad’u bagi seorang da’I.
b. Teori prior ethos yang menjelaskan tentang hal-hal apa saja yang
mempengaruhi persepsi komunikan atau mad’u tentang seorang komunikator atau da’I dalam hal ini sebelum ia melakukan komunikasinya atau sebelum ia
berinteraksi. c.
Teori intrinsic ethos yakni teori yang menjelaskan tentang ketertarikan seorang komunikan terhadap seorang komunikator setelah ia berkomunikasi
34
Mansyur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral Yogyakarta: Amin Press, 1997, Cet. Ke- 1 h. 52
dengan komunikator karena cara berbicaranya dan pemilihan kata-katanya, isi yang
disampaikannya dan
juga kedalaman
uraian materi
yang disampaikannya.
35
Objek dakwah disebut juga mad’u atau sasaran dakwah. Mereka adalah orang- orang yang diseru, dipanggil atau diundang. Maksudnya ialah orang yang diajak
kedalam Islam.
36
Sasaran atau objek dakwah ialah manusia, baik dirinya sendiri maupun orang lain. Sebab agama Islam diturunkan oleh Allah SWT bukan hanya untuk sekelompok
manusia, akan tetapi untuk seluruh umat manusia termasuk da’I itu sendiri. Sehubungan dengan kenyataan yang berkembang dalam masyarakat, jika dilihat
dari aspek kehidupan psikologis. Maka.Sasaran dakwahnya terbagi menjadi : a.
Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi sosiologis berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota besar dan kecil, serta masyarakat
di daerah masyarakat marginal dari kota besar. b.
Sasaran yang berupa kelompok-kelompok masyarakat dilihat dari segi struktur kelembagaan berupa masyarakat pemerinatahan dan keluarga
c. Sasaran yang berupa kelompok masyarakat dilihat dari segi sosial budaya
berupa golongan priyayi, abangan dan santri. Klasifikasi ini terutama terdapat dalam masyarakat Jawa.
d. Sasaran yang berhubungan dengan golongan dilihat dari segi tingkat usia
berupa golongan anak-anak, remaja, dan orang tua.
35
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet. Ke- 18. hal. 255-259
36
Hasanuddin, Hukum dan Tinjauan Aspek dalam Berdakwah di Indonesia,Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996, Cet. Ke-I, h. 34
e. Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat
kehidupan sosial okonomi berupa golongan orang kaya, menengah dan miskin.
f. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi pekerjaan
berupa golongan petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai, pegawai negeri dan sebagainya.
g. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi jenis
kelamin, berupa golongan wanita dan pria. h.
Sasaran yang berhubungan dengan golongan dilihat dari segi khsusus berupa golongan masyarakat tuna susila, tuna wisma, tuna karya, narapidana dan
sebagainya.
37
Jadi, subyek dan objek dakwah sangat berkaitan satu sama lain. Dimana da’i sebagai unsur utama yang sangat penting dalam menentukan berhaasil atau tidaknya
proses dakwah.
4. Metode Dakwah