Kedudukan dan Penggunaan Undang-Undang Syari’ah Sebelum dan

dimasukkan kedalam Ordinan Undang-Undang Sipil Melayu, yang kemudian berlaku untuk seluruh daerah Persekutuan Tanah Melayu hingga saat ini. 19

B. Kedudukan dan Penggunaan Undang-Undang Syari’ah Sebelum dan

Sesudah Kemerdekaan Undang-Undang Islam telah mulai dipraktekkan di tanah Melayu sejak abad ke 14, yaitu sejak zaman kesultanan Melayu Malaka. Hal ini berawal dari masuknya pengaruh agama Islam di tanah Melayu melalui pedagang-pedagang Arab dan India. Para pedagang-pedagang tersebut menjalankan ketentuan Islam yang berdasarkan kepada madzhab Imam Syafi’i, yang ini kemudian memberikan corak dan warna Islam dan perundang-undangannya di tanah Melayu hingga saat ini. Di zaman kerajaan Malaka, suatu Undang-undang yang dikenal sebagai Kanun Malaka telah diterima secara luas sebagai sebuah Undang-Undang Islam, meski Undang-Undang tersebut tidak sepenuhnya merujuk pada sumber-sumber Islam melainkan juga merujuk pada adat istiadat Melayu. Namun demikian isi Kanun Malaka sangat besar dipengaruhi oleh kitab Abu Sujak al-Thariq dan Fath al-Qorib karya Ibn Qosim al-Ghazzi. Undang-Undang ini meliputi beberapa 19 Ahmad bin Ibrahim dan Ahilemah binti Joned, Sistem Undang-undang di Malaysia, h. 20-23. kumpulan peraturan perundangan seperti Undang-Undang Malaka asal, laut, keluarga Islam, jual beli, dan Undang-Undang Hukum Acara Islam. 20 Berkaitan dengan persoalan Syari’ah, Undang-Undang Malaka mengakomodir Undang-Undang Pidana Islam dengan menerapkan sanksi qisas, hudud, ta’zir dan diat pasal; 4, 5, 7, 8, 11, 12, 16, 18, 21, 19, 36, 39, 41, 42, dan 43, hal-hal yang terkait dengan ekonomi Islam diatur dalam pasal 29 hingga pasal 34, adapun yang berkaitan dengan hukum keluarga diatur dalam pasal 25 hingga pasal 28. 21 Namun demikian, pengamalan ketentuan-ketentuan Hukum Islam tidaklah murni dan menyeluruh. Hal ini karena adanya pencampur adukan Undang- Undang Adat Temenggung dan beberapa kepercayaan agama lain. Sebagai contoh, hukuman pidana berkenaan dengan pencurian didasarkan pada Hukum Islam dengan ditambah denda mengikuti hukum adat. 22 Secara umum Undang-Undang Islam merupakan rujukan utama yang dipakai secara luas dalam menyelesaikan berbagai perkara, termasuk dalam perkara perdata dan Pidana, disamping Undang-Undang Adat Temenggung, Pepatih dan pengaruh Hindu, pada masa sebelum kedatangan penjajah di tanah Melayu. 20 Mohamad Azam, Quo Vadis Kekuasaan dan Kedudukan Mahkamah Syari’ah di Malaysia Abad ke 20, Jurnal Syari’ah edisi Juli 2000 jilid ke 8, h.104. 21 Hamid Jusoh, Pemakaian Undang-undang Islam Kini dan Masa Depannya di Malaysia, Dalam Ahmad Ibrahim, Al-Ahkam; Undang-undang Malaysia Kini, Kuala Lumpur, Dewan Bahasa dan Pustaka, 19900, h. 94. 22 Ahmad bin Ibrahim dan Ahilemah binti Joned, Sistem Undang-undang, h.11-12. Kemudian pemakaian Undang-Undang Islam semakin tersebar ke daerah- daerah lain selain Malaka, seperti Pahang pada tahun 1595, Kedah pada tahun 1605, Johor pada tahun 1789 dan Perak pada tahun 1878. 23 Penggunaan Undang- Undang Islam pada saat itu lebih luas penggunaannya dalam perkara-perkara yang berkaitan dengan keagamaan seperti perkawinan, perceraian dan pewarisan. Seiring datangnya penjajah Portugis dan Belanda dan semakin goyah ketika masa penjajahan Inggris. Menurut kebanyakan penulis, pada masa penjajahan Portugis dan Belanda pemakaian Undang-Undang Islam masih tidak banyak mengalami perubahan. Ini disebabkan baik Portugis maupun Belanda tidak mau ikut campur dalam pelaksanaan Undang-Undang Pribumi. Pada saat itu Undang-Undang Eropa berlaku hanya untuk orang Eropa dan bagi pribumi berlaku Undang-Undang Pribumi itu sendiri. Perubahan yang cukup signifikan atas kedudukan, fungsi dan peran Undang-Undang Islam di tanah Melayu terjadi pada masa penjajahan Inggris di awal abad ke- 19. Undang-Undang Islam pada masa itu hanya diakui dan digunakan dalam hal-hal yang berkaitan dengan lingkup agama seperti perkawinan, perceraian dan waris. Banyak kesalahan terjadi atas Undang-Undang Islam pada masa itu, dimana separuh Undang-Undang Adat diakui sebagai Undang-Undang Islam oleh para hakim berdasarkan perintah sultan. Adapun persoalan-persoalan yang berkaitan dengan perkara-perkara pidana diambil alih 23 Hamid Jusoh, Pemakaian Undang-undang, h. 95. sepenuhnya oleh Undang-Undang Inggris, menggusur Undang-Undang Islam dan Adat yang ada. 24 Pihak Inggris telah membawa masuk Undang-Undang Common Law mereka sedikit demi sedikit sehingga sampai di tahun 1956 dimana Undang- Undang Sipil Inggris dimasukkan kedalam Ordinan Undang-Undang Sipil Melayu yang berlaku secara umum di wilayah-wilayah persekutuan Melayu. 25 Dengan demikian jelaslah sudah posisi Undang-Undang Islam pra dan pasca penjajahan Inggris. Pasca penjajahan Inggris Undang-Undang Islam hanya dibatasi penggunaannya dalam perkara-perkara yang berkaitan dengan persoalan agama nikah, cerai, talak dan waris an sich. Sementara perkara-perkara pidana ditundukan secara mutlak kepada Undang-Undang Common Law Inggris. Pasca kemerdekaan, dengan diadopsinya Undang-Undang Sipil dalam perundang-undangan Malaysia tidak serta merta mengubur perundang-undang Islam. Meski harus diakui bahwa hadirnya Undang-Undang Sipil telah menjadikan Undang-Undang Islam sebagai Undang-Undang nomor dua di Malaysia. Keberlangsungan Undang-Undang Syari’ah -kendati terbatas pada hanya persoalan hukum keluarga- namun tetap dipertahankan pemberlakuannya di setiap daerah negara bagian. Hal ini berdasarkan amanat konstitusi Negara Malaysia yang menyebutkan bahwa: Pelaksanaan Undang-Undang Syari’ah berada dibawah kekuasaan Mahkamah Syari’ah di masing-masing negara bagian. 24 Ahmad bin Ibrahim dan Ahilemah binti Joned, Sistem Undang-undang di Malaysia, h. 15. 25 Ibid., h.23 Al hasil berbagai produk perundangan Syari’ah tetap lahir dan dijalankan di setiap negara bagian. Sebagai catatan misalnya di daerah Selangor lahir Undang-Undang Islam Selangor 1952, pembuatan Undang-Undang Syariah Terengganu 1955, Undang- Undang Agama Islam Pahang 1956, Undang-Undang Islam Malaka 1959, Pulau Pinang 1959, Negara Bagian Sembilan 1960, Kedah 1962, Perlis 1964, Perak 1965, Pembuatan Mahkamah Syari’ah dan perkawinan Kelantan 1966, agama dan adat Kelantan 1966, Undang-Undang Islam Johor 1978, Sabah 1971 dan Ordinan Majlis Islam Serawak tahun 1978. 26 Di antara Undang-Undang Islam setiap negeri bagian tidak ada perbedaan satu dengan yang lain, hanya saja waktu pengembangan Undang-Undang Islam yang membedakannya.

C. Kedudukan dan Wewenang Undang-Undang Syari’ah di Malaysia.