likuiditas dan kualitas aset, yang menggunakan rasio Loan to Deposit Rate LDR, Non Performing Loan NPL, Kualitas Aset Produktif KAP, dan
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif PPAP, sesuai dengan pendekatan Peraturan Bank Indonesia No. 9 17 PBI 2007 tentang Tata Cara Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat BPR, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30 12 KEP DIR, Surat Edaran Bank Indonesia SE BI
No. 30 3 UPPB, dan Peraturan Bank Indonesia No. 8 19 PBI 2006 tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan Aktiva Produktif
Bank Perkreditan Rakyat. Perbankan diharapkan selalu dalam kondisi sehat, sehingga bank tidak
akan merugikan masyarakat yang berhubungan dengan perbankan. Bank yang beroperasi dan berhubungan dengan masyarakat diharapkan hanya bank yang
betul-betul sehat. Aturan tentang kesehatan bank yang diterapkan oleh Bank Indonesia mencakup berbagai aspek dalam kegiatan bank mulai dari
penghimpunan dana sampai dengan penggunaan dan penyaluran dana Peraturan Bank Indonesia: 2007.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian pada PD BPR Bank Salatiga dengan judul penelitian “ANALISIS TINGKAT KESEHATAN PD BPR BANK SALATIGA BERDASAR
KINERJA KREDIT TAHUN 2007-2011” .
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah “bagaimana tingkat
kesehatan bank pada PD BPR Bank Salatiga berdasarkan kinerja kredit pada tahun 2007-2011?”
D. Tujuan Penelitian
Bedasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui tingkat kesehatan bank
PD BPR Bank Salatiga berdasar analisis kinerja kredit pada tahun 2007-2011.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagi pengelola bank Hasil penelitian dari penulis diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan pengambilan keputusan dan masukan dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan analisis kinerja kredit, sehingga
perusahaan BPR dapat mencapai tingkat kesehatan dengan kategori yang sehat.
2. Bagi nasabah
Bagi nasabah dapat melihat bagaimana pengaruh penyaluran kredit dan keamanan nasabah dengan melihat risiko usaha dan kredit.
3. Bagi kalangan akademis
Sebagai referensi, informasi, pembanding hasil penelitian yang berkaitan dengan analisis kinerja kredit, dan landasan penelitian
selanjutnya yang bersifat ilmiah guna mendukung upaya menjadikan generasi berikutnya yang kritis dalam menganalisis masalah.
25
BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Tinjauan Pustaka
1. Kredit
a. Pengertian Kredit
Menurut Martono 2004: 52 kredit adalah pemberian prestasi berupa barang atau uang dengan kontraprestasi yang akan terjadi pada
waktu yang akan datang. Berdasarkan UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang
dimaksud dengan kredit adalah penyedia uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasar persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka
waktu dengan pemberian bunga. Jadi, kredit merupakan pemindahan dana kepada para debitur
pemohon kredit untuk mendapatkan keuntungan atas jasa yang diberikan kepada peminjam, didasarkan pada kepercayaan dan
persetujuan kedua belah pihak atas pinjaman setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah disepakati.
b. Unsur-unsur Kredit
Menurut Martono 2004: 53 unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian fasilitas kredit adalah sebagai berikut:
1 Kepercayaan
Kepercayaan merupakan keyakinan pemberi kredit bank bahwa kredit yang diberikan baik berupa uang, atau jasa akan benar-
benar diterima kembali di masa tertentu, di masa datang. 2
Kesepakatan Kesepakatan dituangkan dalam suatu perjanjian yang masing-
masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing- masing.
3 Jangka Waktu
Jangka waktu mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka waktu tersebut merupakan batas
pengembalian kredit yang diberikan sesuai yang telah disepakati. 4
Resiko Suatu resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya
jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima di kemudian hari. Semakin lama
kredit yang diberikan semakin tinggi pula tingkat resikonya. c.
Fungsi dan Tujuan Kredit Perbankan dalam Perekonomian, Perdagangan, dan Keuangan
Menurut Suyatno, dkk 1995: 16, fungsi kredit perbankan adalah
1 Kredit pada hakikatnya dapat meningkatkan daya guna uang
2 Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
3 Kredit dapat meningkatkan daya guna dan peredaran barang
4 Kredit sebagai salah satu stabilitas ekonomi
5 Kredit menimbulkan kegairahan berusaha masyarakat
6 Kredit adalah jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional
7 Kredit sebagai alat hubungan ekonomi internasional
Adanya pemberian fasilitas kredit oleh suatu bank mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Tujuan pemberian kredit menurut Martono
2004: 52 adalah: 1
Mencari keuntungan Tujuan utama pemberian kredit adalah untuk memperoleh
keuntungan. Hasil keuntungan yang diperoleh berupa bunga yang akan diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi
kredit yang dibebankan kepada nasabah. Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup bank.
2 Membantu usaha nasabah
Untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana untuk investasi maupun untuk modal kerja. Dengan dana
tersebut debitur dapat mengembangkan dan memperluas usahanya. 3
Membantu pemerintah Semakin banyak kredit yang disalurkan berupa dana kepada
masyarakat dalam rangka peningkatan pembangunan khususnya di sektor riil. Keuntungan bagi pemerintah yaitu penerimaan pajak yang
diperoleh dari nasabah bank, membuka kesempatan kerja, dan meningkatkan jumlah barang dan jasa.
d. Jenis Kredit
Jenis kredit yang diberikan oleh perbankan dapat dibedakan dari berbagai macam sudut pandang yaitu sifat penggunaan, keperluan,
jangka waktu, dan jaminan atas kredit yang diberikan bank. Menurut Martono 2004: 53 jenis-jenis kredit tersebut antara lain:
1 Kredit menurut tujuannya dibedakan menjadi dua, yaitu:
a Kredit Konsumtif
Kredit yang digunakan untuk membiayai pembelian barang- barang atau jasa-jasa yang dapat memberikan kepuasan langsung
terhadap kebutuhan manusia. b
Kredit Produktif Peranan kredit produktif digunakan untuk peningkatan
usaha, baik usaha-usaha produktif, perdagangan maupun investasi.
2 Kredit menurut kegunaannya dibedakan menjadi dua, yaitu:
a Kredit Investasi
Kredit yang biasa digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek atau pabrik baru yang masa
pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lebih lama. b
Kredit Modal Kerja Kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan
produksi dalam operasionalnya.
3 Jenis kredit menurut jangka waktunya dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a Kredit Jangka Pendek
Kredit jangka pendek yaitu kredit yang berjangka waktu maksimal satu tahun. Misalnya, kredit modal kerja.
b Kredit Jangka Menengah
Kredit jangka menengah yaitu kredit yang berjangka waktu antara satu tahun hingga tiga tahun. Misalnya, kredit investasi
yang relatif memiliki jumlah yang tidak terlalu besar. c
Kredit Jangka Panjang Kredit jangka panjang yaitu kredit yang berjangka waktu
lebih dari tiga tahun. Misalnya, kredit investasi seperti pembelian mesin-mesin berat, pembangunan gedung, pabrik, kredit
pemilikan rumah KPR. 4
Kredit menurut sumber dananya dibedakan menjadi dua, yaitu: a
Kredit yang Berasal dari Tabungan Masyarakat Kredit yang berasal dari tabungan masyarakat yaitu
pemberian kredit karena adanya kelebihan pendapatan masyarakat yang dikumpulkan dalam bentuk tabungan.
b Kredit yang Berasal dari Penciptaan Uang Baru
Kredit yang berasal dari penciptaan uang baru yaitu pemberian kredit yang dananya dibiayai oleh penambahan uang
yang beredar yang telah ada.
5 Kredit menurut jaminannya dibedakan menjadi dua, yaitu:
a Kredit Dengan Jaminan
Kredit dengan jaminan yang diberikan dengan suatu jaminan tertentu, dapat berbentuk barang berwujud atau tidak
berwujud. b
Kredit Tanpa Jaminan Kredit tanpa jaminan yang diberikan tanpa jaminan barang
atau orang tertentu. Penyerahan persediaan barang sebagai agunan dilakukan dengan akses kepercayaan, sehingga barang itu sendiri
tetap berada dalam perusahaan. 6
Kredit menurut sektor usaha Kredit menurut sektor usaha meliputi kredit pertanian,
perkebunan, industri,
perdagangan, pariwisata,
pendidikan pembangunan prasarana gedung, dan kredit profesi guru, dosen,
pengacara, dokter. e.
Tingkat Kesehatan Bank BPR Penilaian kesehatan suatu bank perkreditan rakyat BPR dapat
dilihat dari berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu BPR. Menurut Susilo, dkk 2000: 22 mangartikan
kesehatan suatu bank merupakan kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu
memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku.
Pemerintah telah menegaskan pentingnya penilaian tingkat kesehatan bank yang dituangkan dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 1998, 10 November 1998 pasal 29 ayat 2, yang menyatakan bahwa bank wajib memelihara tingkat kesehatan
bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang
berhubungan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
Hal-hal yang terkait dengan penilaian tingkat kesehatan bank menurut Latumaerisa 2011: 309 antara lain:
1 Hasil penilaian ditetapkan dalam empat predikat yaitu: Sehat, Cukup
Sehat, Kurang Sehat, dan Tidak Sehat. 2
Bobot setiap faktor CAMEL adalah Permodalan 30, Kualitas Aset Produktif 30, Manajemen 20, Rentabilitas 10, Likuiditas 10.
3 Pelaksanaan ketentuan yang sanksinya dikaitkan dengan penilaian
tingkat kesehatan BPR meliputi pelanggaran dan atau pelampauan teradap ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit BMPK,
pelanggaran ketentuan Penerapan Mengenal Nasabah KYC, pelanggaran ketentuan transparansi informasi produk BPR, dan
penggunaan data pribadi nasabah. 4
Faktor-faktor yang dapat menggugurkan penilaian tingkat kesehatan BPR menjadi kategori “Tidak Sehat”, yaitu perselisihan internal,
campur tangan pihak di luar manajemen BPR, window dressing,
praktik bank dalam bank, kesulitan keuangan, dan praktik perbankan lain yang dapat membahayakan kelangsungan usaha BPR.
2. Analisis Kredit
Menurut Suyatno, dkk 1995: 70, analisis kredit merupakan suatu pedoman yang penting karena menyangkut dengan jalannya prosedur
kegiatan perkreditan yang dijalankan oleh bank setiap harinya yaitu dengan melakukan penilaian kredit dalam segala aspek, baik keuangan
maupun non-keuangan untuk mengetahui kemungkinan dapat atau tidak dapat dipertimbangkan suatu permohonan kredit sehingga timbulnya
kredit macet dapat dicegah. Adapun tujuan dari analisis kredit menurut Sunarti 2007: 14
adalah: a.
Menilai kelayakan calon debitur yang akan memperoleh dana bank. b.
Untuk menekan resiko atau memperoleh keyakinan bahwa kredit yang diberikan akan dibayar kembali sesuai dengan perjanjian.
c. Untuk menentukan jumlah pinjaman yang sesuai dengan kebutuhan
peminjam. 3.
Prinsip Penilaian Kredit Penilaian kredit dengan The Five’s C’S of Credit Analysis
penjelasan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan adalah sebagai berikut:
a. Character, adalah kepribadian dan moral calon debitur yang selalu
harus diteliti secara seksama, terutama dalam menghadapi calon debitur yang baru.
b. Capacity, adalah kemampuan calon nasabah dalam membayar kredit
yang dihubungkan dengan kemampuannya mengelola bisnis serta kemampuannya mencari laba.
c. Capital, adalah sumber-sumber pembiayaan yang dimiliki nasabah
terhadap usaha yang akan dibiayai oleh bank. d.
Collateral, adalah jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik.
e. Condition, adalah kondisi ekonomi sekarang dan yang akan datang
sesuai sektor masing-masing. Prinsip-prinsip penilaian kredit menurut Martono 2004: 57-59,
yaitu: a.
Personality, merupakan penilaian dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-hari maupun masa lalunya.
b. Party, merupakan pengklasifikasian calon debitur berdasarkan variabel
tertentu seperti modal, loyalitas, dan karakternya. c.
Purpose, merupakan penilaian terhadap tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk jenis yang diinginkan nasabah.
d. Prospect, merupakan penilaian usaha nasabah di masa yang akan
datang apakah menguntungkan atau tidak.
e. Payment, merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan
kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja untuk pengembalian kredit yang diperolehnya.
f. Profitability, merupakan penilaian kemampuan calon debitur dalam
mencari laba. g.
Protection, merupakan analisis kredit yang bertujuan menjaga kredit yang akan disalurkan dengan melalui suatu perlindungan tertentu
seperti jaminan kebendaan, jaminan orang atau asuransi. Penilaian kredit dengan prinsip 3R untuk kredit berskala besar
menurut Yuliantin 2010: 26 adalah sebagai berikut: a.
Return, merupakan penilaian kemampuan perusahaan calon debitur untuk memperoleh hasil atas kredit yang akan ditanamkannya.
b. Repayment Capacity, adalah penganalisaan kemampuan membayar
kembali kredit beserta bunganya dan kesesuaian dengan schedule pembayaran kembali kredit yang akan diterimanya.
c. Risk Bearing Ability, merupakan penganalisaan kemampuan suatu
proyek mengahadapi dan menanggung resiko beserta bunganya. 4.
Kualitas Kredit Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8 18 PBI 2006
tentang Kualitas Aktiva Produktif Bank Perkreditan Rakyat, maka kualitas kredit untuk BPR digolongkan ke beberapa keadaan yaitu:
a. Lancar L, berarti tidak terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga.
b. Kurang Lancar KL, berarti ada keterlambatan dalam pembayaran
angsuran pokok dan bunga, tetapi debitur masih membayar dan dapat ditoleransi.
c. Diragukan D, berarti selalu terlambat cukup lama dalam pembayaran
angsuran pokok dan bunga, tetapi debitur masih membayar dan sulit ditoleransi.
d. Macet M, berarti menunggak dan tidak lagi membayar angsuran dan
bunga. Aktiva Produktif dalam bentuk kredit diklasifikasikan menjadi 3
tiga jenis sebagai berikut Peraturan Bank Indonesia, 2006: a.
Kredit dengan angsuran, diluar Kredit Pemilikan Rumah, dengan masa angsuran: Kurang dari 1 satu bulan,1 satu bulan atau lebih.
b. Kredit dengan angsuran, untuk Kredit Pemilikan Rumah.
c. Kredit tanpa angsuran.
Penilaian terhadap kualitas kredit dilakukan berdasarkan ketepatan membayar dan atau kemampuan membayar kewajiban oleh debitur dengan
kriteria sebagai berikut: a.
Kualitas kredit dengan masa angsuran kurang dari 1 satu bulan ditetapkan sebagai berikut:
1. Lancar dengan kriteria sebagai berikut:
a Tidak terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga.
b Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga tidak lebih
dari 1 satu bulan dan kredit belum jatuh tempo.
2. Kurang Lancar dengan kriteria sebagai berikut:
a Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari 1
satu bulan tetapi tidak lebih dari 3 tiga bulan. b
Kredit telah jatuh tempo tidak lebih dari 1 satu bulan. 3.
Diragukan dengan kriteria sebagai berikut: a
Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari 3 tiga bulan tetapi tidak lebih dari 6 enam bulan.
b Kredit telah jatuh tempo lebih dari 1 satu bulan tetapi tidak
lebih dari 2 dua bulan. 4.
Macet dengan kriteria sebagai berikut: a
Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari 6 enam bulan.
b Kredit telah jatuh tempo lebih dari 2 dua bulan.
c Kredit telah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang Negara
BUPN d
Kredit telah diajukan penggantian ganti rugi kepada perusahaan asuransi kredit.
b. Kualitas kredit dengan masa angsuran 1 satu bulan atau lebih
ditetapkan sebagai berikut: 1.
Lancar dengan kriteria sebagai berikut: a
Tidak terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga. b
Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga tidak lebih dari 3 tiga kali angsuran dan kredit belum jatuh tempo.
2. Kurang Lancar dengan kriteria sebagai berikut:
a Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari 3
tiga kali angsuran tetapi tidak lebih dari 6 enam kali angsuran.
b Kredit telah jatuh tempo tidak lebih dari 1 satu bulan.
3. Diragukan dengan kriteria sebagai berikut:
a Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari 6
enam kali angsuran tetapi tidak lebih dari 12 dua belas kali angsuran.
b Kredit telah jatuh tempo lebih dari 1 satu bulan tetapi tidak
lebih dari 2 dua bulan. 4.
Macet dengan kriteria sebagai berikut: a
Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari 12 dua belas kali angsuran.
b Kredit telah jatuh tempo lebih dari 12 dua belas kali angsuran.
c Kredit telah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang Negara
BUPN d
Kredit telah diajukan penggantian ganti rugi kepada perusahaan asuransi kredit.
c. Kualitas kredit dengan angsuran, untuk Kredit Kepemilikan Rumah
ditetapkan sebagai berikut: 1.
Lancar dengan kriteria sebagai berikut: a
Tidak terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga.
b Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga tidak lebih
dari 6 enam kali angsuran dan kredit belum jatuh tempo. 2.
Kurang Lancar dengan kriteria sebagai berikut: a
Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari 6 enam kali angsuran tetapi tidak lebih dari 9 sembilan kali
angsuran. b
Kredit telah jatuh tempo tidak lebih dari 1 satu bulan. 3.
Diragukan dengan kriteria sebagai berikut: a
Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari 9 sembilan kali angsuran tetapi tidak lebih dari 30 tiga puluh
kali angsuran. b
Kredit telah jatuh tempo lebih dari 1 satu bulan tetapi tidak lebih dari 2 dua bulan.
4. Macet dengan kriteria sebagai berikut:
a Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari
30 tiga puluh kali angsuran. b
Kredit telah jatuh tempo lebih dari 2 dua bulan. c
Kredit telah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang Negara BUPN
d Kredit telah diajukan penggantian ganti rugi kepada perusahaan
asuransi kredit. d.
Kualitas kredit tanpa angsuran ditetapkan sebagai berikut : 1.
Lancar dengan kriteria sebagai berikut:
a Tidak terdapat tunggakan angsuran bunga.
b Terdapat tunggakan angsuran bunga tidak lebih dari 3 tiga
kali angsuran dan kredit belum jatuh tempo. 2.
Kurang Lancar dengan kriteria sebagai berikut: a
Terdapat tunggakan angsuran bunga lebih dari 3 tiga kali angsuran tetapi tidak lebih dari 6 enam kali angsuran.
b Kredit telah jatuh tempo tidak lebih dari 1 satu bulan.
3. Diragukan dengan kriteria sebagai berikut:
a Terdapat tunggakan angsuran bunga lebih dari 6 enam kali
angsuran tetapi tidak lebih dari 12 dua belas kali angsuran. b
Kredit telah jatuh tempo lebih dari 1 satu bulan tetapi tidak lebih dari 2 dua bulan.
4. Macet dengan kriteria sebagai berikut:
a Terdapat tunggakan angsuran bunga lebih dari 12 dua belas
kali angsuran. b
Kredit telah jatuh tempo lebih dari 2 dua bulan. c
Kredit telah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang Negara BUPN
d Kredit telah diajukan penggantian ganti rugi kepada perusahaan
asuransi kredit. 5.
Kinerja Perkreditan Kinerja kredit adalah penilaian yang digunakan untuk mengukur
apakah tujuan perkreditan dapat tecapai atau tidak. Apakah terdapat
peningkatan terhadap kinerja keuangan bank atau tidak Muljono, 1995: 23. Kinerja keuangan yang kurang baik dapat menjadikan perusahaan
bangkrut atau bahkan dapat terancam akan likuidasi. Dalam mengukur kinerja perkreditan apakah tujuannya dapat
dicapai atau tidak, dapat digunakan analisis dengan rasio yang meliputi rasio Loan to Deposit Ratio LDR, Non Performing Loan’s NPL,
Kualitas Aktiva Produktif KAP, dan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif PPAP. Rasio-rasio tersebut harus diukur menurut standar atau
tolok ukur yang sesuai. Tolok ukur yang paling sederhana adalah membandingkan rasio-rasio suatu bank terhadap rasio-rasio untuk periode
terdahulu Sunarti, 2007: 24; Martono, 2004: 92. Ukuran yang dipakai untuk mengukur kinerja perkreditan adalah:
a.
Loan to Deposit Ratio LDR
LDR merupakan rasio yang mengukur tingkat kesehatan bank ditinjau dari aspek likuiditas. Jika dibandingkan dengan beberapa rasio
aspek likuiditas
yang lain,
pada dasarnya
rasio likuiditas
membandingkan antara aktiva dengan pasiva, namun berbeda dalam interpretasi. Jika LDR semakin besar persentasenya, maka semakin
rawan buruk likuiditasnya, dan jika rasio likuiditas yang lain semakin besar persentasenya, maka likuiditasnya semakin baik. LDR merupakan
satu-satunya rasio dengan faktor pembentuk utama adalah kredit yang diberikan, walaupun termasuk aset, tetapi tidak bisa dijadikan sebagai
aset lancar, karena kredit berasal dari piutang bank dan memiliki jangka waktu pengembalian tertentu.
LDR mengukur kemampuan bank dalam mengelola dana dengan membandingkan besarnya pinjaman yang diberikan oleh bank
dengan besarnya simpanan Budisantoso dan Sigit, 2006: 54. Besarnya LDR dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kredit sebagaimana yang dimaksud dalam perhitungan ini meliputi:
1 Kredit yang diberikan kepada masyarakat dikurangi dengan bagian
sindikasi yang dibiayai oleh bank lain. 2
Penanaman kepada bank lain, dalam bentuk kredit yang diberikan dengan jangka waktu lebih dari tiga bulan.
3 Penanaman kepada bank lain, dalam bentuk kredit dalam rangka
kredit sindikasi. Dana yang dimaksud dalam perhitungan tersebut meliputi:
1 Deposito dan tabungan masyarakat.
2 Pinjaman bukan dari bank lain dengan jangka waktu lebih dari 3
bulan. 3
Modal Inti. 4
Modal Pinjaman. Rasio tersebut untuk mengetahui kemampuan bank dalam
membayar kembali kewajiban kepada para nasabahnya dengan menarik
kembali kredit-kredit yang telah diberikan kepada debiturnya. Formulasi ini menjadi nilai kredit NK, yaitu rasio 115 atau lebih
mendapat nilai 0, dan untuk setiap penurunan 1 mulai dari 115 maka nilai kredit ditambah dengan 4, maksimum 100 perhitungan NK
Murni=115-Rasio LDR×4; perhitungan NK Limit: Maksimal 100 dari NK Murni SK DIR BI No 30 12 KEP DIR.
Tabel II.1 Hasil Penilaian LDR menurut Ketentuan Bank Indonesia
Kategori Hasil Penilaian
Sehat Cukup Sehat
Kurang Sehat Tidak Sehat
≤ 94,75 94,75 -
≤ 98,50 98,50 -
≤ 102,25 102,25
Sumber: SK DIR BI No 30 12 KEP DIR b.
Non Performing Loan’s NPL NPL merupakan rasio yang mengukur tingkat kesehatan bank
ditinjau dari aspek kualitas aset. Dengan mengunakan rasio NPL maka dapat diketahui risiko kredit yang terjadi. Nilai NPL mencerminkan
risiko kredit, semakin kecil NPL maka semakin kecil pula risiko kredit yang ditanggung oleh bank. Semakin tinggi NPL, maka semakin
menurun kinerja atau profitabilitas bank tersebut, karena dengan tingginya NPL maka kredit bermasalah yang dialami oleh bank juga
semakin tinggi dibandingkan dengan aktiva produktifnya. Sehingga akan berakibat pada perolehan pendapatan dari kredit yang diberikan,
yang berpengaruh langsung pada menurunnya laba dan profitabilitas bank tersebut Budi Santoso dan Sigit, 2006: 55.
Rasio NPL digunakan untuk mengukur sejauh mana kredit yang bermasalah dalam kolektibilitas Kurang Lancar KL, Diragukan D,
dan Macet M yang ada dapat dipenuhi dengan aktiva produktif yang dimiliki oleh suatu bank.
Rumus yang digunakan untuk mengukur NPL adalah sebagai berikut:
NPL = × 100
Tabel II.2 Hasil Penilaian NPL menurut Ketentuan Bank Indonesia
Kategori Hasil Penilaian
Sehat Cukup Sehat
Kurang Sehat Tidak Sehat
≤ 5 5 -
≤ 10
10 sd ≤ 20
20
Sumber: SK DIR BI No 30 12 KEP DIR c.
Kualitas Aktiva Produktif KAP Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8 19 PBI 2006
tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan Aktiva Produktif Bank Perkreditan Rakyat, disebutkan bahwa:
Kinerja dan kelangsungan usaha Bank Perkreditan Rakyat dipengaruhi oleh kualitas penyediaan dana pada aktiva produktif,
termasuk kesiapan untuk menghadapi resiko kerugian dari penyediaan dana tersebut. Dalam rangka mengembangkan usaha
dan mengelola risiko, pengurus Bank Perkreditan Rakyat wajib menjaga kualitas aktiva produktif dan membentuk penyisihan
penghapusan aktiva produktif.
Menurut Peraturan Bank Indonesia 2006, aktiva produktif adalah penyedia dana BPR dalam Rupiah untuk memperoleh
pengasilan, dalam bentuk kredit, Sertifikat Bank Indonesia dan
Penempatan Dana Antar Bank. Untuk dapat menjaga kualitas aktiva produktif, maka digunakan rasio KAP untuk dapat mengetahui kualitas
aset sehubungan dengan risiko kredit dan investasi dana antar bank pada portofolio yang berbeda. Salah satu komponen penghitungan rasio
KAP adalah aktiva produktif yang diklasifikasikan, yaitu aktiva produktif baik yang sudah maupun yang mengandung potensi tidak
memberikan penghasilan atau menimbulkan kerugian bagi bank Peraturan Bank Indonesia, 2006. Adapun cara pengklasifikasian ini
mengikuti cara penilaian kolektibilitas yang diatur dalam SE BI No.23 12 BPPP tanggal 28 Desember 1991:
1 0 dari aktiva produktif yang tergolong lancar.
2 50 dari aktiva produktif yang tergolong kurang lancar.
3 75 dari aktiva produktif yang tergolong diragukan.
4 100 dari aktiva produktif yang tergolong macet.
Rasio KAP dapat dihitung dengan rumus Sunarti, 2007:29: KAP =
Perhitungan NK Murni:
Tabel II.3 Hasil Penilaian KAP menurut Ketentuan Bank Indonesia
Kategori Hasil Penilaian
Sehat Cukup Sehat
Kurang Sehat Tidak Sehat
≤ 10,35 10,35 -
≤ 12,60 12, 60 -
≤ 14, 85 14, 85
Sumber: SK DIR BI No 30 12 KEP DIR; PBI No 8 19 PBI 2006
d. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif PPAP
PPAP merupakan penyisihan yang wajib dibentuk oleh BPR sebesar persentase tertentu dari baki debet berdasarkan penggolongan
kualitas aktiva produktif, untuk menutup resiko kerugian, yang tergolong dalam penilaian kualitas aset Latumaerisa, 2011: 308.
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8 19 PBI 2006 tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan PPAP adalah
sebagai berikut: 1
0,5 × Aktiva Produktif Lancar 2
10 × Aktiva Produktif Kurang Lancar – Nilai Agunan 3
50 × Aktiva Produktif Diragukan – Nilai Agunan 4
100 × Aktiva Produktif Macet – Nilai Agunan Nilai agunan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam
pembentukan PPAP diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8 19 PBI 2006, pasal 12 ayat 3, ditetapkan sebagai berikut:
1 100 dari agunan yang bersifat likuid, berupa Sertifikat Bank
Indonesia, tabungan, dan deposito yang diblokir pada bank yang bersangkutan disertai dengan surat kuasa pencairan emas dan logam
mulia; 2
80 dari nilai hak tanggungan untuk agunan berupa tanah, bangunan, dan rumah bersertifikat hak milik SHM, atau hak guna
bangunan SHGB yang diikat dengan hak tanggungan;
3 60 dari nilai jual objek pajak untuk agunan berupa tanah,
bangunan, dan rumah bersertifikat hak milik SHM atau hak guna bangunan SHGB, hak pakai tanpa tanggungan;
4 50 dari nilai jual objek pajak untuk agunan berupa tanah dengan
bukti kepemilikan berupa Surat Girik Letter C yang dilampiri surat pemberitahuan pajak terutang SPPT terakhir;
5 50 dari nilai pasar untuk agunan berupa kendaraan bermotor yang
disertai bukti kepemilikan dan diikat sesuai ketentuan yang berlaku. PPAP dapat dihitung dengan rumus:
PPAP = Perhitungan: Rasio PPAP × 1 maksimal 100
Tabel II.4 Hasil Penilaian PPAP menurut Ketentuan Bank Indonesia
Kategori Hasil Penilaian
Sehat Cukup Sehat
Kurang Sehat Tidak Sehat
≥ 81,00 ≥ 66,00 - 81,00
≥ 51,00 - 66,00 51,00
Sumber: SK DIR BI No 30 12 KEP DIR; PBI No 8 19 PBI 2006
B. Pembahasan