43 serta yang tidak kalah penting yaitu pengembangan bakat dan minat
terutama yang berkaitan dengan pelajaran.
F. Kolaborasi Guru Reguler dengan Guru Pendamping Khusus di Kelas
Inklusi
Di balik keberhasilan anak berkebutuhan khusus yang berada di sekolah inklusi, tentu tidak lepas dari peran guru reguler sebagai pendidik
di sekolah reguler dan guru pendamping khusus sebagai guru pendidikan khusus. Dari masing-masing peran yang dimiliki baik guru reguler
maupun guru pendamping khusus, dengan melakukan kolaborasi dapat memberikan akomodasi layanan pembelajaran bagi anak berkebutuhan
khusus di dalam kelas. Seperti yang diungkapkan oleh Sari Rudiyati 2013: 298, bahwa salah satu usaha dalam mengatasi masalah kompetensi
guru sekolah inklusif adalah melalui pembelajaran kolaboratif, sehingga masing-masing peran antara guru reguler dengan guru pendamping khusus
dapat saling berbagi pengetahuan yang dimiliki dan saling melengkapi dalam pembelajaran anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif.
Sari Rudiyati 2013: 298 juga mengungkapkan bahwa: “pembelajaran kolaboratif adalah proses pembelajaran yang dilakukan
oleh guru umumreguler dan guru pembimbing khusus dalam menciptakan kegiatan bersama yang terkoordinasi untuk bersama-sama
melakukan pembelajaran terhadap siswa yang heterogen, termasuk anak berkebutuhan khusus dalam setting pendidikan inklusif
”. Guru reguler dan guru pendamping khusus dalam berkolaborasi perlu
melakukan koordinasi bersama dalam pembelajaran anak berkebutuhan
44 khusus dalam setting kelas inklusi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Sari Rudiyati 2013: 305, bahwa pembelajaran kolaboratif terbukti dapat meningkatkan kompetensi profesional guru reguler dan guru pendamping
khusus dalam penanganan anak berkebutuhan khusus. Salah satu bentuk kolaborasi yang dilakukan oleh guru reguler
dengan guru pendamping khusus yaitu dengan melakukan konsultasi. Seperti yang diungkapkan oleh McLeskey, Rosenberg, dan Westling
2013: 166, bahwa ketika kolaborasi melibatkan dua profesional, partisipan akan secara khusus memiliki perbedaan area keahlian dan peran
yang berbeda. Seperti contohnya seorang guru pendidikan khusus akan berkonsultasi dengan guru reguler mengenai metode untuk membuat
akomodasi dalam tes memperbolehkan waktu yang lebih, memecah tes menjadi beberapa sesi, menyediakan kalkulator untuk menemukan
kebutuhan dari siswa dengan disabilitas. Di lain pihak, guru reguler yang belum memiliki pengetahuan yang lebih terhadap anak berkebutuhan
khusus dalam layanan pembelajaran di kelas, maka guru reguler perlu berkonsultasi dalam memberikan akomodasi pembelajaran yang
dibutuhkan anak berkebutuhan khusus.
G. Pertanyaan Penelitian