bersifat agresif optimis atau konservatif. Kualitas laba yang ditentukan secara konservatif dianggap lebih tinggi karena kemungkinan kinerja kini
lebih kecil dan perkiraan kinerja masa depan dinyatakan terlalu tinggi dibandingkan dengan laba yang ditentukan secara lebih agresif.
Konservatisme mengurangi kemungkinan laba dinyatakan terlalu tinggi. Namun, konservatisme yang berlebihan, meskipun memengaruhi kualitas
laba, mengurangi keandalan dan relevansi laba jangka . mempelajari pemilihan prinsip akuntansi dapat memberikan indikasi kecenderungan dan
sikap manajemen.
2. Aplikasi Akuntansi. Penentu kualitas laba lainnya adalah kebebasan
manajemen dalam menerapkan prinsip-prnsip akuntans berlaku. Manajemen memiliki kebebasan terhadap jumlah laba yang dilaporkan melalui aplikasi
prinsip akuntansi untuk menentukan pendapatan dan beban. Beban yang “bebas”, seperti beban iklan, pemasaran, perbaikan, pemeliharaan, penelitian
dapat ditentukan waktunyauntuk mengelola tingkat laba atau rugi yang akan dilaporkan. Laba yang mencerminkan elemen waktu yang tidak terkait
dengan operasi atau kondisi usaha dapat mengurangi kualitas laba.
3. Risiko usaha. Penentu kualitas laba yang ketiga adalah hubungan antara laba
dan risiko usaha. Hal ini mencakup dampak siklus dan kekuatan usaha lain terhadap tingkat, stabilitas, sumber, dan variabilitas laba. Misalnya,
variabilitas laba biasanya tidak disukai dan meningkatnya variabilitas akan memperburuk kualitas laba. Kualitas laba yang lebih tinggi dikaitkan dengan
perusahaan yang lebih terlindung dari risiko usaha. Meskipun risiko usaha
tidak disebabkan oleh kebebasan manajemen dalam bertindak, risiko ini dapat dikurangi dengan strategi manajemen yang ahli.
Laba dikatakan berkualitas jika laba yang diperoleh saat ini menjadi indikator yang baik untuk memperoleh laba dimasa yang akan datang. Laba yang
berkualitas menunjukkan keoptimisan yang dapat memprediksi laba selanjutnya. Boediono 2005 dalam Aditya 2012 mengatakan bahwa Kualitas laba dapat
diindikasikan sebagai kemampuan informasi laba memberikan respon kepada pasar. Dengan kata lain, laba yang dilaporkan memiliki kekuatan respon
power of response
. 2.5.2
Pengukuran Kualitas Laba
Kualitas laba pada dasarnya merupakan konsep teoretis dan para peneliti belum menemukan metode pengukuran yang standar untuk mengukur konsep
kualitas laba
Velury Jenkins
2006. Pada kenyataannya banyak penelitian yang telah dilakukan dalam mengukur kualitas laba menggunakan sudut pandang yang
berbeda-beda.Tidak ada kesepakatan lengkap mengenai dasar pengukuran kualitas laba.
Abdelghany
2005 melakukan pengukuran kualitas laba menggunakan 3 model, yaitu model
Leuz
2003, model
Barton dan Simco
2002, serta model
Penman
2002. Model
Leuz
menggunakan variabilitas laba dengan menghitung rasio standar deviasai laba operasi terhadap standar deviasi arus kas dari aktivitas
operasi. Model yang dikembangkan
Barton dan Simco
2002 menyatakan
earning surprise
tercermin dalam saldo awal aset bersih relatif terhadap penjualan. Model
Penman
2002 mengukur kualitas laba dengan menggunakan
rasio arus kas dari aktivitas operasi terhadap penghasilan.
Balsam et al
, 2003 melakukan penelitian yang terkait dengan kualitas laba dengan ukuran tingkat
discretionary accruals
yang dihitung menggunakan model Jones yang dimodifikasi dan
earning response coefficient ERC
sebagai ukuran kualitas laba perusahaan yang diproksikan dengan CAR
Cummulative Abnormal Return
.
Libby et al
, 2009 dalam Maghfirotun 2010 menyatakan bahwa kualitas laba dilihat dari rasio arus kas operasi dengan laba bersih. Arus kas dari aktivitas
operasi mencerminkan besarnya laba perusahaan secara
cash basis
yang berasal dari aktivitas kas operasi. Sedangkan laba bersih perusahaan menggambarkan
besaran laba perusahaan yang secara
accrual basis
. Perbedaan antara
accrual bassis
dengan
cash basis
disebabkan oleh besarnya faktor akrual yang mengandung lebih banyak unsur kebijakan dari manajemen itu sendiri. Oleh
sebab itu, kualitas laba dapat diestimasikan dengan melihat perbedaan antara pembentukan laba secara
accrual basis
dan
cash basis
. Rasio ini mengukur bagian laba bersih perusahaan yang dihasilkan berupa aliran kas dari aktivitas operasi.
Semakin tinggi rasio ini mengindikasikan bahwa semakin besar kemampuan untuk membiayai kegiatan operasional dan kebutuhan kas lainnya dari arus kas
operasi. Rasio ini menggambarkan seberapa besar bagin laba bersih yang dilaporkan berasal dari arus kas operasi yang merupakan sumber aliran kas paling
baik, karena aktivitas dari operasional perusahaan akan berulang pada periode berikutnya. Rasio dihitung dengan membandingkan antara jumlah arus kas dari
aktivitas operasi dengan laba bersih.
2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Laba