2.3.3 Gambaran Klinis
Bell’s palsy dapat memiliki tanda dan gejala seperti kelumpuhan otot-otot wajah pada satu sisi yang terjadi secara tiba-tiba. Rasa nyeri sering dikeluhkan dan
dapat terjadi pada daerah telinga, yang menyebar luas pada kepala, leher ataupun mata. Rasa nyeri biasaya muncul setelah beberapa hari dan dapat mengawali
terjadinya kelumpuhan hingga 72 jam, tetapi terkadang rasa nyeri muncul setelah beberapa hari terjadi paralisis dan dapat menjadi lebih parah dan menetap.
16
Temuan klinis paling sering dijumpai adalah alis mata turun, tidak dapat menutup mata dan
jika dusahakan untuk menutup maka akan terlihat bola mata memutar ke atas Bell’s phenomenon, lipatan nasolabial tidak tampak, dan mulut tertarik ke sisi yang sehat
gambar 4. Gejala lain Bell’s palsy adalah rasa kebas pada sisi wajah yang terkena, terutama pada bagian dahi, mastoid area, dan sudut mandibula. Rongga mulut dapat
menjadi kering akibat berkurangnya sekresi saliva dan perubahan sensasi rasa pada 23 anterior lidah dan hyperaesthesia sebagian pada nervus trigeminal serta
hiperakusis.
16,17
Gambar 4.
Gambaran klinis Bell’s palsy.
6
Perbedaan lokasi lesi saraf fasialis dapat menimbulkan gejala yang berbeda. Tanda dan gejala klinis pada Bell’s palsy berdasarkan lokasi lesinya gambar 5:
2
a. Lesi dibawah foramen stilomastoideus tumor kelenjar parotis, trauma : Mulut tertarik ke sisi mulut yang sehat, makanan terkumpul diantara gigi dan gusi,
sensasi pada wajah menghilang, tidak ada lipatan dahi dan mata tidak dapat menutup pada sisi yang terkena, atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus
gambar 5: nomor 4. b. Lesi di kanalis fasialis dan mengenai nervus korda timpani: Tanda dan
gejala klinis sama dengan lesi di luar foramen stilomastoideus, ditambah dengan hilangnya sensasi pengecapan pada 23 bagian anterior lidah. Berkurangnya sekresi
saliva akibat terkenanya korda timpani. Terjadi juga hiperaukusis gambar 5: nomor 3.
c. Lesi di ganglion genikuli: Tanda dan gejala klinis sama dengan dalam kanalis fasialis dan mengenai muskulus stapedius, disertai dengan nyeri di belakang
dan di dalam liang telinga dan di belakang telinga gambar 5: nomor 2. d. Lesi di interkranial dan atau meatus akustikus internus: Tanda dan gejala
klinis sama dengan lesi di ganglion genikuli, hanya saja disertai dengan timbulnya tuli sebagai akibat terlibatnya nervus vestibulokoklearis gambar 5: nomor 1.
Gambar 5. Lokasi lesi Bell’s palsy.
2
Derajat keparahan paralisis wajah dapat dinilai dengan sistem grading. Selain untuk menentukan derajat keparahan, sistem grading juga digunakan untuk menilai
progresivitas paralisis fasialis dan untuk membandingkan hasil dari pengobatan yang dilakukan. Sistem grading yang dapat digunakan adalah sistem grading yang
dikembangkan oleh House dan Brackmann.
6,18
Tabel 1. House Brackmann Facial grading system
6
Grade Deskripsi
Karakteristik I
Normal Gerakan wajah normal, tidak ada synkinesis
II Ringan
Deformitas ringan, synkinesis ringan, dahi
berfungsi normal, sedikit asimetri III
Sedang Kelemahan wajah jelas terlihat, mata menutup
dengan baik, asimetri, Bell’s phenomenon muncul
IV Sedang
Kelemahan wajah jelas terlihat, terlihat synkinesis, dahi tidak dapat digerakkan
V Berat
Kelumpuhan wajah yang sangat jelas, tidak dapat menutup mata
VI Total
Kelumpuhan wajah secara keseluruhan, tidak ada gerakan
2.3.4 Diagnosis