c. Meminta pasien untuk menyeringai untuk menguji kemampuan otot untuk tertarik pada sudut mulut
d. Menguji pengecapan e. Pasien diminta untuk meniupkan udara, menahan udara didalam mulut dan
bersiul Bila terdapat hiperakusis, saat stetoskop diletakkan pada telinga pasien maka
suara akan terdengar lebih jelas pada sisi cabang muskulus stapedius yang paralisis. Tanda klinis yang membedakan Bell’s palsy dengan stroke atau kelainan yang
bersifat sentral lainnya adalah tidak terdapatnya kelainan pemeriksaan saraf kranialis lain, motorik dan sensorik ekstremitas dalam batas normal, dan pasien tidak mampu
mengangkat alis dan dahi pada sisi yang terkena.
21
Pada umumnya pasien tidak membutuhkan pemeriksaan laboratorium, namun pasien yang mengeluhkan paralisis yang persisten tanpa perbaikan yang signifikan
perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, seperti:
9
a. Computed tomography CT atau MRI diindikasikan pada pasien yang tidak mengalami perbaikan keadaan setelah 1 bulan mengalami paralisis wajah, hilangnya
pendengaran, defisit saraf kranial multipel dan tanda-tanda paralisis pada anggota gerak atau gangguan sensorik.
b. Pemeriksaan pendengaran dilakukan jika dicurigai kehilangan pendengaran, maka dilakukan tes audio untuk menyingkirkan neuroma akustikus.
c. Pemeriksaan laboratorium penting jika pasien memiliki gejala keterlibatan penyakit sistemik tanpa perbaikan signifikan setelah lebih dari 4 minggu.
2.3.5 Diagnosis Banding
Terdapat beberapa penyakit yang juga memiliki gejala paralisis fasialis yang menyerupai dengan Bell’s palsy, namun juga memiliki gejala yang dapat dijadikan
pembeda. Penyakit – penyakit tersebut adalah:
19,20,21
a. Lyme disease
Penyakit ini juga dapat menyebabkan paralisis nervus fasialis yang bersifat unilateral ataupun bilateral, namun yang paling sering adalah bilateral.
b. Ramsay Hunt Syndrome Merupakan komplikasi dari herpes zoster. Pasien dengan penyakit ini memiliki
prodromal nyeri. Paralisis pada nervus fasialis yang bersifat unilateral juga ditemukan, namun juga dapat melibatkan nervus vestibulokoklearis sehingga
menyebabkan gangguan pendengaran dan keseimbangan. c. Otitis media
Otitis media memiliki onset yang lebih bertahap, dengan disertai nyeri telinga dan demam.
d. Sarcoidosis Pasien dengan penyakit ini juga mengalami paralisis pada nervus fasialis,
namun bersifat bilateral, disertai juga dengan demam, pembesaran kelenjar limfe hilus, parotis dan kadang hiperkalsemia.
2.3.6 Penatalaksanaan
Pada beberapa evaluasi ditemukan bahwa 71 dari pasien yang tidak mendapatkan perawatan mengalami perbaikan secara sempurna dan 84 mengalami
perbaikan fungsi yang mendekati normal. Namun 20-30 pasien tidak mengalami kesembuhan sehingga diperlukan perawatan.
22
Penatalaksanaan Bell’s palsy masih menjadi perdebatan akibat etiologinya yang belum jelas. Secara umum diyakini pengobatan Bell’s palsy dapat dilakukan
dengan menggunakan terapi farmakologis, terapi fisik dan pembedahan.
6,7
Terapi farmakologis yang digunakan pada pasien Bell’s palsy adalah kortikosteroid dan antivirus. Penggunaan kortikosteroid dapat mengurangi rasa sakit,
mengurangi kemungkinan paralisis permanen dari pembengkakan pada saraf di kanalis fasialis yang sempit. Kortikosteroid, terutama prednisolon yang dimulai
dalam 72 jam dari onset, harus dipertimbangkan untuk optimalisasi hasil pengobatan. Dosis pemberian prednison maksimal 40-60 mghari dan prednisolon maksimal 70
mg adalah 1 mg per kg berat badan per hari peroral selama enam hari diikuti empat hari tappering off.
23
Penggunaan anti virus pada pasien Bell’s palsy didasari oleh dugaan virus Herpes simpleks tipe 1 dan Varicella zoster sebagai penyebab. Reaktivasi dari virus
tersebut dapat menyebabkan inflamasi pada saraf fasialis. Anti virus yang paling sering digunakan adalah asiklovir. Pada beberapa studi bahkan dilakukan kombinasi
pemakaian dengan prednisolon. Keuntungan penggunaan anti virus masih diragukan, sehingga telah dilakukan beberapa studi. Pada studi tersebut disimpulkan bahwa tidak
terdapat manfaat signifikan dari antivirus dibandingkan placebo pada pengobatan Bell’s palsy. Studi lain juga menemukan bahwa tidak ditemukan perbedaan pada
tingkat perbaikan klinis dengan prednisolon dan kombinasi prednisolon dan asiklovir.
23,24
Pada pasien Bell’s palsy yang etiologinya diduga akibat dari komplikasi penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, perlu dilakukan kontrol terhadap kadar
gula darah. Pasien yang kadar gula darahnya terkontrol memiliki prognosis yang lebih baik.
25
Terapi fisik juga disarankan untuk dilakukan dengan menggunakan terapi panas superfisial. Selama 15 menitsesi untuk otot wajah lebih diutamakan untuk
diberikan stimulasi elektrik. Pemijatan yang selama ini juga disarankan pada pasien Bell’s palsy guna meningkatkan sirkulasi dan dapat mencegah kontraktur. Akupuntur
dan terapi magnet juga dilakukan sebagai kombinasi fisioterapi perawatan Bell’s palsy, namun masih perlu dilakukan studi lebih lanjut untuk melihat efisiensinya.
10
Bedah dekompresi untuk Bell’s palsy diajukan untuk dilakuakn karena hipotesis bahwa adanya kemungkinan nervus fasialis mengalami kompresi patologis
akibat oedema pada fallopian canal. Bedah dekompresi diharapkan dapat mengurangi oedema. Prosedur ini biasanya dilakukan melalui pendekatan fossa tengah dan lebih
dibaik dilakuakan dalam 2 minggu, sebelum kerusakan serabut saraf tidak dapat diperbaiki.
6
Penatalaksanaan dengan pembedahan dibagi menjadi dua bagian yaitu manajemen primer dan manajemen sekunder. Manajemen primer terdiri dari
perbaikan saraf, nerve graft dan nerve sharing atau transposisi saraf. Sedangkan manajemen sekunder bertujuan untuk mengembalikan fungsi wajah atau perbaikan
estetis wajah.
6,26
Tindakan pembedahan yang dapat dilakukan sebagai penatalaksanaan primer adalah neurorrhaphy dan graft neurorrhaphy. Direct neurorraphy diindikasikan pada
laserasi benda tajam yang melibatkan nervus fasial. Prosedur ini diharapkan dapat memberikan pengembalian fungsi nervus fasial dengan baik. Prosedur graft
neurorrhaphy mirip dengan perbaikan saraf langsung, yang membedakan adalah dibutuhkannya anastomosis tambahan untuk setiap cabang saraf yang dirawat. Donor
yang umumnya digunakan untuk prosedur graft neurorrhaphy adalah great auricular nerve, sural nerve, dan antebrachial cutaneous nerve.
6,26
Manajemen sekunder yang memiliki tujuan untuk mengembalikan fungsi wajah dengan melakukan bedah rekonstruksi. Teknik statis pada pembedahan
dianggap lebih cocok untuk dilakukan karena lebih mudah dilakukan dan hanya membutuhkan intervensi sebanyak satu kali. Secara umum tujuan dari pembedahan
dengan teknik statis adalah melindungi kornea dan mengangkat kembali sudut mulut yang turun.
6,26
Selain terapi yang telah diuraikan diatas, perlindungan pada mata dan otot wajah juga perlu dilakukan. Kornea mata memiliki risiko mengering dan terpapar
benda asing. Perlindungan dapat dilakukan dengan penggunaan air mata buatan artificial tears, pelumas pada saat tidur, kaca mata, plester mata, penjahitan kelopak
mata atas, atau tarsorafi lateral penjahitan bagian lateral kelopak mata atas dan bawah.
7
2.3.7 Prognosis