Metoda Strategi Pengelolaan Lingkungan Analisis tingkat kepentingan variabel fokus terhadap variabel tujuan

B. Model Keputusan dengan Interpretative Structural Modelling

Menurut Marimin 2005, interpretative structural modelling ISM merupakan salah satu metodologi berbasis komputer yang membantu kelompok mengidentifikasi hubungan antara ide dan struktur tetap pada isu yang komplek. Oleh karena itu ISM dapat menganalisis elemen-elemen sistem dan memecahkannya dalam struktur grafik dari hubungan langsung antar elemen dan tingkat hierarki. Elemen- elemen itu merupakan tujuan kebijakan, target organisasi, faktor penilaian, dan lain- lain. Model keputusan dengan interpretative structural modelling selengkapnya telah diuraikan pada bagian sebelumnya.

C. Pemodelan Sistem Dinamis

Menurut Ottosson 2003, dynamisc systems memiliki mekanisme internal untuk selalu mengalami perubahan sepanjang waktu. Dynamisc systems digunakan untuk mencari penjelasan tentang berbagai permasalahan jangka panjang yang terjadi secara berulang-ulang di dalam struktur internal. Mekanisme umpan balik merupakan konsep inti yang digunakan di dalam dynamisc systems untuk memahami struktur sistem. Untuk melakukan simulasi dari sebuah model diperlukan perangkat lunak software yang secara cepat dapat melihat perilaku behavior dari model yang dibuat. Pada bagian ini perangkat lunak yang digunakan berupa program yang dinamakan powersim. Menurut Muhammadi 2001, powersim digunakan untuk membangun dan melakukan simulasi suatu model dinamis. Suatu model dinamis merupakan kumpulan dari variabel-variabel yang saling mempengaruhi antar satu dengan lainnya dalam suatu kurun waktu. Karena setiap variabel berkorespondensi dengan suatu besaran yang nyata atau besaran yang dibuat sendiri. Untuk menjalankan program powersim ini dibuatkan terlebih dahulu diagram sebab akibat cause effect diagram dan struktur modelnya, sedangkan hasil simulasinya berupa gambar atau grafik yang menggambarkan perilaku behavior dari sisitem.

7.3 Metoda Strategi Pengelolaan Lingkungan

Untuk menentukan model pengelolaan limbah industri baja sebagai upaya untuk mempertahankan kelestarian wilayah pesisir di Kawasan Industri Krakatau Cilegon, perlu dilakukan langkah-langkah pemecahan masalah sebagai berikut: 1 Pengelolaan limbah berdasarkan aktivitas penduduk, industri sekitar, pesisir laut, dan dampak sosial; 2 Menganalisis komponen-komponen pengelolaan limbah: proses dan teknologi, penduduk dan lingkungan, serta ekonomi; 3 Menganalisis baku mutu pengaruhnya terhadap: kesehatan masyarakat dan degradasi pesisir; 4 Penentuan- penentuan pengelolaan limbah: penentuan pemilihan parameter, penentuan parameter kunci, pengembangan model sebagai skenario pengelolaan. Selanjutnya untuk menentukan strategi pengelolaan lingkungan dilakukan langkah-langkah, yaitu penentuan pemilihan prioritas dengan menggunakan metode AHP, penentuan parameter kunci dengan menggunakan metode ISM, dan penentuan skenario dengan menggunakan dinamic modeling. Menurut Handoko 2005, untuk mengembangkan kebutuhan model tersebut diperlukan model dinamik dinamic modeling yang dilakukan bertujuan untuk melihat perilaku sistem dalam membantu penyusunan model, seperti model pengelolaan limbah industri baja dalam upaya mempertahankan kelestarian wilayah pesisir Kawasan Industri Krakatau Cilegon. Model dinamik ini dapat dibuat dengan bantuan software powersim, sehingga kompleksitas permasalahan dapat diselesaikan sesuai dengan keinginan yang diharapkan. Gambar 19 merupakan pemodelan sistem pengelolaanpengendalian limbah baja. Gambar 19. Pemodelan sistem pengelolaanpengendalian limbah baja 7.4 Hasil dan Pembahasan Strategi Pengelolaan Lingkungan 7.4.1 Asumsi Model Model strategi pengelolaan lingkungan difokuskan pada pengelolaan limbah baja dengan asumsi model yang berkaitan dengan penentuan pemilihan prioritas, penentuan parameter kunci, dan pengembangan model dengan menggunakan dynamic Penentuan pakar expert Kebijakan pengelolaan lingkungan wilayah pesisir Analisis Kondisi Eksiting PEMODELAN . Pendekatan system . Analisis dinamik Data primer Data sekunder Powersim MS-Excel Strategi pengendalian limbah baja modeling . Untuk membuat asumsi model pengelolaan limbah baja ini, maka dapat dibuat struktur model. Rancang bangun struktur model ini meliputi submodel kependudukan, submodel pesisir laut, dan submodel limbah industri. Ketiga submodel tersebut diasumsikan secara terpadu pada pembuatan rancang bangun model pengelolaan limbah industri baja sebagai upaya untuk mempertahankan kelestarian wilayah pesisir di Kawasan Industri Krakatau Cilegon, sehingga model tersebut dapat menggambarkan kondisi obyektif, baik permasalahan penduduk, wilayah pesisir maupun limbah industri khususnya limbah baja di masa mendatang.

7.4.2 Pengelolaan Limbah Berdasarkan Aktivitas Penduduk

Penduduk merupakan bagian terpenting di dalam pengelolaan limbah industri baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, Kota Cilegon pada tahun 2007 memiliki jumlah penduduk sebanyak 339.716 jiwa. Dengan komposisi 176.276 jiwa laki-laki dan 163.440 jiwa perempuan, dengan laju pertumbuhan penduduk rata- rata sebesar 2,32 per-tahun dan tingkat kepadatan mencapai 1.936 jiwakm 2 . Selain itu, data Dinas Kesehatan Kota Cilegon tahun 2007 diperoleh rata-rata angka kelahiran penduduk sebanyak 1,85 per-tahun dan angka kematian penduduk sebesar 1,15 per-tahun dari jumlah penduduk, dan angka urbanisasi penduduk 0,90 per-tahun jumlah penduduk. Dengan kondisi penduduk tersebut di atas, maka untuk menyusun submodel penduduk dilakukan dengan menggunakan analisis regresi, untuk mengetahui beban pencemaran limbah yang berasal dari aktivitas penduduk pada suatu waktu ditentukan oleh jumlah populasi penduduk saat ini, persentase jumlah angka kelahiran, persentase jumlah urbanisasi, dan persentase jumlah angka kematian, maka aktivitas jumlah penduduk Kota Cilegon adalah 42.846.944 jiwa dari persamaan 8.

7.4.3 Pengelolaan Limbah Berdasarkan Aktivitas Industri

Di dalam menentukan submodel industri ditentukan berdasakan hubungan antara luas areal kawasan industri Krakatau Cilegon dengan pertumbuhan industri, dimana pengelolaanya tangani oleh satu perusahaan yaitu PT. KIEC. Pertumbuhan dan perkembangan industri di Kota Cilegon setiap tahun selalu bertambah hingga saat ini, baik industri menengah maupun industri besarberat sebanyak 85 perusahaan swasta ditambah dengan industri yang bergerak pada kelompok industri Krakatau Steel Grup di Kawasan Industri Krakatau Cilegon. Prosentase sektor lapangan usaha baik sektor industri manufaktur maupun industri di Kota Cilegon tahun 2007 disajikan pada Tabel 21. Tabel 21. Prosentase sektor lapangan usaha di 4 kecamatan Kota Cilegon tahun 2007 Sektor Tenaga Kerja Prosentase Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Jasa-jasa, dll 9.741 937 46.629 1.226 9.247 47.242 21.339 73.74 2 6.567 5,72 0,55 27,38 0,72 5,43 27,74 12,53 4,33 15,60 Jumlah 170,303 100,00 Tabel 21 di atas, menunjukkan bahwa sektor lapangan usaha pada aktivitas industri terutama industri manufaktur yang berkecendrungan menghasilkan limbah sebanyak 27,38 dari total sektor lapangan usaha yang ada di Kota Cilegon. Meskipun prosentase sektor lapangan usaha industri lebih kecil dari prosentase dari lapangan usaha perdagangan, hotel, dan restoran, maka aktivitas industri mendapat perhatian dari pemerintah daerah, terutama permasalahan AMDALnya. Prosentase sektor lapangan usaha di Kota Cilegon disajikan pada Gambar 20. PROSENTASE SEKTOR LAPANGAN USAHA 5 10 15 20 25 30 P e rt an ai an In d u s tr i B a ng un an A n gk ut a n d a n K o m u n ika si Ja sa -j a sa Sektor P ro s en ta se PROSENTASE Gambar 20. Grafik prosentase sektor lapangan usaha di Kota Cilegon Selain tersebut di atas, juga diperlukan penyusunan submodel industri untuk menentukan Jumlah beban limbah industri Li tontahun dipengaruhi oleh Jumlah industri pada waktu ti Jlti, Jumlah industri awal Jlto sebanyak 16 pabrikperusahaan, Fraksi pembangunan industri FPI sebesar 462,5 , Luas lahan kawasan LK seluas 1.500 Ha, Fraksi limbah industri Fli sebesar 15 . Dari persamaan 10 dan 11 submodel industri halaman 56, maka diperoleh jumlah industri pada waktu ke ti adalah 74 pabrikperusahaan1.500 Ha. Sehingga dapat dihitung dan diperolah Jumlah beban limbah industri adalah 11,1 tontahun untuk 74 industripabrik dengan luas lahan kawasan pabrik 1.500 ha. Dalam menyusun submodel pengolah limbah perlu diketahui bahwa Jumlah limbah JL tontahun yang masuk ke pesisir pantai dipengaruhi oleh beban limbah sebesar 11,1 tontahun bersumber dari industri baja dan kapasitas instalasi pengolahan limbah yaitu 95 dari beban limbah. Sehingga dari persamaan 12 submodel pengoleh limbah halaman 56, dapat diperoleh bahwa jumlah limbah yang masuk ke pesisir pantai adalah 11,1 – 0,95 x 11,1 tontahun adalah 0,56 tontahun.

7.4.4 Pengelolaan Limbah Berdasarkan Dampak Sosial

Untuk menyusun submodel dampak sosial pada model pengelolaan limbah baja ini dapat dilakukan dengan analisis regresi. Dampak sosial pada pengelolaan limbah industri baja meliputi variabel kesehatan masyarakat, variabel lapangan kerja, dan variabel pencemaran lingkungan. Hasil analisis submodel dampak sosial menggunakan analisis faktor dengan koefisien adalah 0,36 kesehatan masyarakat + 0,04 lapangan kerja. Hasil selengkapnya submodel dampak sosial model pengelolaan limbah baja sebagai upaya untuk mempertahankan kelestarian wilayah pesisir di Kawasan Industri Krakatau Cilegon disajikan pada Tabel 22. Tabel 22. Dampak sosial model pengelolaan limbah baja tahun 2007 Kesehatan Lapangan Dampak Bulan Masyarakat orang Kerja orang Sosial orang 1 2.487 564 3.052 2 2.488 564 3.053 3 2.489 564 3.054 4 2.480 564 3.044 5 2.484 569 3.053 6 2.441 569 3.010 7 2.480 569 3.049 8 2.484 569 3.053 9 2.489 570 3.059 10 2.488 570 3.058 11 2.516 570 3.086 12 2.521 570 3.091 Total 29.847 6.812 36.662 Berdasarkan Tabel 22 di atas dapat diketahui pengaruh kesehatan masyarakat dan lapangan kerja di Kota Cilegon terhadap dampak sosial dalam model pengelolaan limbah baja sebanyak 36.662 orang, hal ini berarti faktor kesehatan masyarakat sebanyak 29.847 orang dan faktor lapangan kerja sebanyak 6.812 orang dapat mempengaruhi dampak sosial di Kota Cilegon sebanyak 36.662 orang.

7.4.5 Pengelolaan Limbah terhadap Pesisir Laut

Kelautan merupakan multi sektor dan lintas departemen, sehingga sangat wajar bila terjadi konflik kepentingan antar lembaga negara. Lembaga negara yang terlibat dalam mengurusi kelautan diantaranya, yaitu Departemen Pertahanan, POLRI, Perhubungan, Energi dan Sumberdaya Mineral, Pariwisata, Industri dan Perdagangan, Kelautan dan Perikanan, Keuangan, Lingkungan Hidup serta Pemukiman dan Prasarana Wilayah. Sementara itu, di samping kurangnya perhatian pemerintah terhadap pembangunan kelautan yang berlangsung selama tiga dasa warsa, kompleksitas permasalahan kelautan juga disebabkan oleh banyaknya lembaga negara yang terlibat. Hal ini dikarenakan, pembangunan kelautan tidak dilakukan secara koordinatif oleh satu lembaga negara. Terutama yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi, masing- masing lembaga negara mengeluarkan aturan-aturan atau kebijakan-kebijakan yang sama. Akibatnya adalah, kerusakan lingkungan laut yang tidak bisa terelakan, padahal kelestarian sumberdaya menjadi isu sentral masyarakat dunia dan pembangunan berkelanjutan sustainable development. Perairan wilayah pesisir umumnya merupakan perangkap zat-zat hara bahan- bahan buangan. Oleh karena itu pemanfaatan ganda yang tidak direncanakan dengan cermat akan menimbulkan masalah lingkungan yang berhubungan dengan bahan buangan. Sampah organik dari kota, sisa-sisa pestisida dan pupuk pertanian, bahan buangan dan sebaginya, akan terbawa aliran air sungai dan pada akhirnya akan mencapai ke perairan wilayah pesisir. Kota Cilegon dilalui oleh bebarapa sungai antara lain sungai Kahal, Tompos, Sehang, Gayam, Medek, Sangkanila, Cikuarsa, Sumur Wuluh, Grogol, Cipangurungan, dan sungai Cijalumpang. Diantara sebelas sungai tersebut sungai Grogol merupakan yang terbesar dan hampir semuanya bermuara di Selat Sunda atau pesisir kawasan industri Krakatau Cilegon, karena kawasan ini juga berada di wilayah pesisir 4 empat kecamatan yaitu: Ciwandan, Citangkil, Grogol, dan Pulomerak merupakan badan air yang langsung menampung limbah, terutama limbah industri, sehingga wilayah ini rawan terhadap pencemaran. Pesisir pantai wilayah Kawasan Industri Krakatau Cilegon mempunyai banyak kegiatan diantaranya terdapat di Kecamatan Ciwandan industri kimia, baja, pelabuhan, hotel dan wisata bahari. Perkembangan industri dan pertambahan penduduk yang cukup pesat sampai saat ini, akan berakibat timbulnya bahanlimbah cemaran. Kemajuan di bidang industri dan pertanian wilayah perairanpesisir di masa sekarang ini mengakibatkan banyaknya aktivitas manusia di darat yang menyebabkan tekanan terhadap pertanian di perairan sekitarnya meningkat. Pertambahan jumlah industri dan penduduk membawa akibat bertambahnya beban pencemaran yang disebabkan oleh pembuatan limbah industri. Pencemaran akibat limbah industri dapat menyebabkan kerugian besar, karena umumnya buanganlimbah mengandung zat beracun antara lain senyawa khlor, raksa, cadmium, khrom, timbal dan zat lainnya yang sering digunakan dalam proses produksi suatu industri, baik sebagai bahan baku, katalisator, maupun bahan lama. Logam berat merupakan bahan buangan yang sudah sering menimbulkan pencemaran laut atau pantai. Diketahui jenis-jenis logam berat yang dipertimbangkan sebagai bahan pencemar, namun ada beberapa dari logam berat tersebut yang esensial untuk kehidupan organisme, seperti Mn, Fe, dan Cu, tetapi dalam jumlah berlebih sangat beracun bagi kehidupan organisme. Beberapa hal yang perlu diperhatikan terhadap bahan-bahan yang akan dibuang ke parairan termasuk perairan wilayah pesisir, yaitu: 1 Macam, sifat, banyaknya dan kontinuitas bahan buangan; 2 Kemampuan daya angkut dan pengencer perairan yang berkaitan dengan kondisi oseanografi setempat; 3 Kemungkinan interaksi antara sifat-sifat kimia dan biologi bahan buangan dengan lingkungan perairan; 4 Pengaruh bahan buangan terhadap kehidupan dan rantai makanan; 5 Proses degradasi dan perubahan biogeokimia; 6 Prognose terhadap jumlah dan macam tambahan bahan pencemar di masa datang; 7 Faktor-faktor lain yang has. Oleh karena itu, untuk mempertahankan kelestarian daya guna perairan wilayah pesisir perlu diatur berdasarkan peraturan perundangan maupun Perda.

7.4.6 Analisis Baku Mutu

Produksi limbah bahan pencemar industri semakin meningkat dengan cepat, terutama limbah B3, dan pada umumnya dibuang langsung ke perairan laut. Limbah B3 yang dihasilkan oleh industri antara lain adalah logam berat, sianida, pestisida, zat pelarut, dan zat kimia berbahaya lainnya. Masukan kuantitas limbah ke dalam ekosistem pesisir dan lautan di Indonesia terus meningkat secara tajam terutama dalam dua dasawarsa terakhir. Berbagai upaya telah diupayakan dalam mengontrol dan memantau kehadiran limbah B3, khususnya logam di perairan laut. Dalam upaya tersebut Pemerintah Indonesia menetapkan suatu aturan baku sebagai suatu patokan penilaian kualitas suatu lingkungan, aturan baku yang dikenal untuk perairan adalah baku mutu air laut BMAL. Penetapan BMAL adalah sebagai salah satu instrumen dalam upaya perlindungan ekosistem perairan laut dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Namun pada BMAL Indonesia, khususnya dalam baku mutu limbah cair untuk logam, proses pengukuran konsentrasi logam, sebagai salah satu parameter pencemar air laut, hanya di titik beratkan pada air dan sedimen. Sekalipun menggunakan biota tetapi tidak mempertimbangkan pada dampak biologi yang signifikan di mana terjadi pada waktu yang lama setelah terjadi kontaminasi. Dengan demikian, hasil yang diperoleh belum dapat dianggap akurat secara ilmiah, mengingat kondisi ekosistem perairan laut sering mengalami perubahan akibat fenomena alam. Sampai saat ini orang masih menganggap bahwa perairan laut adalah tempat pembuangan sampah atau limbah yang paling aman. Salah satu kriteria aman adalah sejalan dengan kriteria penentuan ambang batas atau konsentrasi maksimum yang diijinkan menurut baku mutu air laut BMAL Indonesia untuk kegiatan pertambangan dan industri, misalnya baku mutu limbah cair untuk Industri Pelapisan Logam sesuai Kep-51MENLH101995. Selain itu, kriteria aman juga ditetapkan apabila limbah yang dimasud tidak termasuk dalam golongan limbah B3. Sedangkan Menurut Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor KEP-03MENKLHII1991tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan yang telah beroperasi di bagi empat golongan I, II, III, dan IV. Golongan I diperuntukkan baku mutu alir limbah yang paling keras atau ketat, sedangkan Golongan IV diperuntukkan baku mutu air limbah yang paling longgar. Ketentuan golongan baku mutu air limbah yang akan digunakan di suatu daerah ditetapkan oleh pemerintah daerah misalnya Gubernur, yang disesuaikan dengan keadaan kualitas ambien daerah tersebut, sehingga baku mutu ambiennya dapat dijaga tidak akan dilampaui. Dalam penetapan kadar logam berat Hg, Cd, Cu, Pb, dan Zn dalam sedimen lebih rendah dibandingkan air laut. Data ini menunjukkan adanya akumulasi logam berat Hg, Cd, Cu, Pb, dan Zn dalam sedimen. Baku mutu logam berat di dalam lumpur atau sediman di Indonesia belum ditetapkan, padahal senyawa-senyawa logam berat lebih banyak terakumulasi dalam sedimen karena proses pengendapan di mana terdapat kehidupan biota dasar. Biota dasar yang resisten terhadap perubahan kualitas lingkungan atau tercemar oleh logam berat, umumnya dijadikan sebagai indikator pencemaran. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu pengaturan baku mutu limbah dan baku mutu lingkungan, yaitu: 1 baku mutu lingkungan untuk mengarahkan pemanfaatan lingkungan, termasuk media lingkungan untuk budidaya, baku air laut, dan sebagainya penggolongan media untuk berbagai keperluan; 2 baku mutu limbah untuk membatasi jumlah limbah yang dapat dikembalikan ke media lingkungan; serta 3 mengarahkan perencanaan penggunaan teknologi produksi, teknologi pengolahan limbah.

A. Kesehatan Masyarakat

Salah satu pencemaran pada badan air adalah masuknya logam berat. Peningkatan kadar logam berat di dalam perairan akan diikuti oleh peningkatan kadar zat tersebut dalam organisme air seperti kerang, rumput laut dan biota laut lainnya. Pemanfaatan organisme ini sebagai bahan makanan akan membahayakan kesehatan manusia. Besi adalah salah satu bahan baku yang digunakan untuk pembuatan baja. Pembuatan baja dalam proses produksinya menghasilkan limbah baja. Seperti yang telah diuraikan dalam penelitian ini sebelumnya, bahwa limbah baja berdasarkan hasil uji pelindian atau toxicity charcteristic leaching prosedure TCLP dapat diketahui berkriteria sebagai limbah B3, karena beberapa komponen melebihi baku mutu seperti diatur dalam standard TCLP No. 04091995, yaitu: DR untuk Pb, HSM untuk Cr, Cu, dan Pb, FC untuk Cr dan Cu dan EAF untuk semua komponen kecuali Cu. Limbah baja WRM dan CRM tidak terkena kriteria tersebut. Setelah dicampur sebagai material lainnya, ternyata nilai TCLPnya di bawah baku mutu yang dipersyaratkan. Berdasarkan hasil uji toksisitas limbah baja yang pada jenis limbah: DR Pb 11 mgl, HSM Cr 7,2 mgl, Cu 18 mgl, Pb 6,2 mgl, EAF Cd 3,8 mgl, Cr 19,2 mgl, Pb 21 mgl, Zn 60,5 mgl yang diketahui berkriteria sebagai limbah B3, maka pihak perusahaan maupun pemerintah daerah dapat antisipasi dampak negatif dari limbah B3 terhadap kesehatan masyarakat. Limbah industri baja yang mengandung unsur Fe, walaupun logam ini termasuk dalam kelompok logam esensial, namun pengaruh terhadap kesehatan masyarakat disekitarnya seperti penyakit infeksi saluran pernapasan akut ISPA akibat dari debu limbah baja dan sering pula dilaporkan terutama kasus keracunan Fe pada anak-anak. Keracunan Fe pada anak terjadi secara tidak sengaja, saat anak memakan makanan atau benda yang menganndung Fe. Walaupun toksisitas Fe jarang menyebabkan kematian, tetapi dapat menyebabkan gangguan mental secara serius. Di sisi lain dampak pada kesehatan manusia terkait dengan sumber-sumber pencemaran lingkungan yang menimbulkan berbagai jenis penyakit. Untuk menunjang hal tersebut diperlukan data dari Badan Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Cilegon, Divisi K3LH PT. Krakatau Steel Cilegon, dan Dinas Kesehatan Kota Cilegon tahun 2007 yang selengkapnya disajikan pada Tabel 23 – 26. Tabel 23. Kondisi jumlah penduduk, jumlah limbah baja, dan jenis penyakit di Kecamatan Ciwandan tahun 2003 – 2007 Tahun Penduduk Limbah Jenis Penyakit di Kecamatan Ciwandan Org Org ton ISPA Dermatitis TBC Paru TBA Artritis Lainnya 2003 36.384 34.558 5.285 2.878 1.485 1.160 2004 37.658 35.765 5.465 3.150 1.658 1.285 2005 38.552 37.155 5.671 3.212 1.890 1.301 2006 38.898 39.110 6.098 3.453 2.032 1.399 2007 39.800 43.456 6.775 3.837 2.258 1.554 Berdasarkan Tabel 23 tersebut di atas, terlihat bahwa angka jumlah penduduk, jumlah limbah baja, dan jenis penyakit di Kecamatan Ciwandan Kota Cilegon dari tahun 2003 – 2007 berkecenderungan naik. Tabel 24. Kondisi jumlah penduduk, jumlah limbah baja, dan jenis penyakit di Kecamatan Citangkil tahun 2003 – 2007 Tahun Penduduk Limbah Jenis Penyakit di Kecamatan Citangkil Org Org ton ISPA Dermatitis TBC Paru TBA Artritis Lainnya 2003 53.040 34.558 9.868 1.844 925 985 2004 54.299 35.765 10.015 1.995 997 1.056 2005 55.589 37.155 10.246 2.021 1.045 1.211 2006 56.472 39.110 11.017 2.173 1.123 1.302 2007 57.782 43.456 12.241 2.414 1.248 1.447 Berdasarkan Tabel 24 tersebut di atas, terlihat bahwa angka jumlah penduduk dan jumlah limbah baja berkenderungan naik, sedangkan jumlah penyakit dari jenis penyakit di Kecamatan Citangkil Kota Cilegon dari tahun 2003 – 2007 berkecenderungan naik dengan jumlah penyakit lebih besar dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Tabel 25. Kondisi jumlah penduduk, jumlah limbah baja, dan jenis penyakit di Kecamatan Grogol tahun 2003 – 2007 Tahun Penduduk Limbah Jenis Penyakit di Kecamatan Grogol Org Org ton ISPA Dermatitis TBC Paru TBA Artritis Lainnya 2003 30.810 34.558 918 275 603 51 2004 31.425 35.765 932 285 646 56 2005 32.291 37.155 991 291 673 58 2006 32.862 39.110 1.066 313 724 63 2007 33.624 43.456 1.184 347 804 70 Berdasarkan Tabel 25 tersebut di atas, terlihat bahwa angka jumlah penduduk, jumlah limbah baja, dan jenis penyakit di Kecamatan Grogol Kota Cilegon dari tahun 2003 – 2007 berkecenderungan naik, namun jumlah penyakit dermatis, TBC Paru TBA, dan artritis lainnya cukup rendah kecuali penyakit ISPA tergolong tinggi. Tabel 26. Kondisi jumlah penduduk, jumlah limbah baja, dan jenis penyakit di Kecamatan Pulomerak tahun 2003 – 2007 Tahun Penduduk Limbah Jenis Penyakit di Kecamatan Pulomerak Org Org ton ISPA Dermatitis TBC Paru TBA Artritis Lainnya 2003 38.884 34.558 234 152 169 159 2004 40.831 35.765 327 165 178 172 2005 41.801 37.155 336 175 201 192 2006 42.037 39.110 362 188 216 206 2007 43.012 43.456 402 209 240 229 Berdasarkan Tabel 26 tersebut di atas, terlihat bahwa angka jumlah penduduk, jumlah limbah baja, dan jenis penyakit di Kecamatan Pulomerak Kota Cilegon dari tahun 2003 – 2007 berkecenderungan naik, namun tingkat kenaikan jumlah penyakit seperti halnya di Kecamatan Pulomerak menunjukkan angka yang kecil termasuk penyakit ISPA, karena di wilayah ini keberadaan jumlah industri tidak banyak. Berdasarkan Tabel-tabel tersebut di atas, baik jumlah penduduk, jumlah limbah, dan jenis penyakit di empat kecamatan Kota Cilegon yakni Kecamatan Ciwandan, Kecamatan Citangkil, Kecamatan Pulomerak, dan Kecamatan Grogol. Hal tersebut disebabkan oleh adanya pertumbuhan dan berkembangnya jumlah industri yang sangat pesat, sehingga sangat berpengaruh terhadap jumlah penduduk, jumlah limbah, dan berbagai jenis penyakit, dengan asumsi bahwa jenis penyakit di wilayah pesisir ini berasal dari limbah baja yang mencemari. Selanjutnya untuk mengetahui hubungan jenis penyakit dengan jumlah penduduk di tiap-tiap kecamatan wilayah pesisir Kota Cilegon dapat diperlihatkan besaran persentasinya disajikan pada Tabel 27 – 30. Tabel 27. Persentasi orang terkena penyakit tertentu di Kecamatan Ciwandan No. Uraian Persentasi Orang Terkena Penyakit Tertentu Di Kecamatan Ciwandan 2003 2004 2005 2006 2007 1 ISPA 5.285 14,53 5.465 14,51 5.671 14,71 6.098 15,68 6.775 17,02 2 Dermatitis 2.878 7,91 3.150 8,36 3.212 8,33 3.453 8,88 3.837 9,64 3 TBC Paru BTA 1.485 4,08 1.658 4,40 1.890 4,90 2.032 5,22 2.258 5,67 4 Artritis lainnya 1.160 3,19 1.285 3,41 1.301 3,37 1.399 3,60 1.554 3,90 5 Penduduk 36.384 37.658 38.552 38.898 39.800 Berdasarkan Tabel 27 di atas menunjukaan persentasi orang terkena penyakit ISPA 14. Urutan berikutnya jenis penyakit berikutnya adalah penyakit dermatitis 7 tahun 2003 – 2007, hal tersebut terjadi karena di Kecamatan Ciwandan telah berdiri dan berkembangnya jumlah industri yang sangat pesat berkecenderungan terjadinya pencemaran lingkungan. Tabel 28. Persentasi orang terkena penyakit tertentu di Kecamatan Citangkil No. Uraian Persentasi Orang Terkena Penyakit Tertentu Di Kecamatan Citangkil 2003 2004 2005 2006 2007 1 ISPA 9.868 18,60 10.015 18,44 10.246 18,43 11.017 19,51 12.241 21,18 2 Dermatitis 1.844 3,48 1.995 3,67 2.021 3,63 2.173 3,85 2.414 4,18 3 TBC Paru BTA 925 1,74 997 1,84 1.045 1,88 1.123 1,99 1.248 2,16 4 Artritis lainnya 985 1,86 1.056 1,94 1.211 2,18 1.302 2,31 1.447 2,50 5 Penduduk 53.040 54.299 55.589 56.472 57.782 Berdasarkan Tabel 28 di atas menunjukaan persentasi orang terkena penyakit yang cukup tinggi, seperti halnya yang terjadi di Kecamatan Ciwandan. Di Kecamatan Citangkil jenis penyakit tertinggi adalah penyakit ISPA 18 dan di kecamatan ini telah tumbuh dan berkembangnya sejumlah industri, baik industri menengah maupun industri berat yang berkecenderungan terjadinya pencemaran lingkungan sehingga jumlah penyakit ISPA tergolong sangat besar dari tahun 2003 - 2007, namun jenis penyakit lainnnya masih tergolong normal. Tabel 29. Persentasi orang terkena penyakit tertentu di Kecamatan Grogol No. Uraian Persentasi Orang Terkena Penyakit Tertentu Di Kecamatan Grogol 2003 2004 2005 2006 2007 1 ISPA 2.468 8,01 2.505 7,94 2.664 8,25 2.865 8,72 3.183 9,47 2 Dermatitis 590 1,91 611 1,94 624 1,93 671 2,04 745 2,22 3 TBC Paru BTA 603 1,96 646 2,05 673 2,08 724 2,20 804 2,39 4 Artritis lainnya 305 0,99 340 1,08 352 1,09 378 1,15 420 1,25 5 Penduduk 30.810 31.542 32.291 32.862 33.624 Berdasarkan Tabel 29 di atas, jenis penyakit ISPA di Kecamatan Grogol persentasinya tergolong cukup tinggi 7 dan berkecenderungan naik, sedangkan jenis penyakit dermatitis, TBC paru TBA, dan artritis masih relatif rendah. Tabel 30. Persentasi orang terkena penyakit tertentu di Kecamatan Pulomerak No. Uraian Persentasi Orang Terkena Penyakit Tertentu Di Kecamatan Pulomerak 2003 2004 2005 2006 2007 1 ISPA 318 0,80 327 0,80 336 0,80 362 0,86 402 0,93 2 Dermatitis 152 0,38 165 0,40 175 0,42 188 0,45 209 0,49 3 TBC Paru BTA 169 0,42 178 0,44 201 0,48 216 0,51 240 0,56 4 Artritis lainnya 159 0,40 172 0,42 192 0,46 206 0,49 229 0,53 5 Penduduk 39.884 40.831 41.801 42.037 43.012 Berdasarkan Tabel 30 di atas, jumlah penyakit di Kecamatan Pulomerak menunjukaan persentasinya realatif kecil 1 untuk jenis penyakit ISPA, dermatitis, TBC dan artritis. Meskipun jumlah penyakit ini berkecenderungan naik, namun tingkat kenaikan penyakitnya masih relatif kecil dibandingkan dengan jumlah penyakit yang terdapat di Kecamatan Ciwandan dan Citangkil. Selain hal tersebut di atas, untuk mengetahui pengaruh limbah baja terhadap jenis penyakit di empat kecamatan Kota Cilegon yakni Kecamatan Ciwandan, Kecamatan Citangkil, Kecamatan Grogol, dan Kecamatan Pulomerak, adalah sebagai berikut: 1. Jumlah limbah baja dari tahun ke tahun cenderung meningkat, karena limbah tidak diolah dan menumpuk di area penyimpanan. 2. Sementara itu kapasitas produksi meningkat dari tahun ke tahun, sedangkan dampak teknologi untuk meminimalisasi limbah belum nampak berubah secara signifikan. 3. Secara deskriptif terdapat hubungan antara jumlah masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah pesisir dengan jenis penyakit yang ditimbulkannya dan ada indikasi bahwa tumbuhnya industri-industri yang terdapat di wilayah tersebut akan berdampak pada semakin meningkatnya orang terkena penyakit seperti penyakit ISPA, dermatitis, TBC, dan artritis lainnya. 4. Dari penelitian terlihat bahwa semakin jauh lokasi industri, maka jumlah masyarakat yang terkena penyakit semakin rendah, hal ini disebabkan semakin jauh dari lokasi industri maka pencemaran udara semakin rendah sehingga berdampak semakin rendahnya pencamaran udara. Untuk mengetahui dampak limbah terhadap jumlah orang yang terkena penyakit tertentu yang dipengaruhi oleh jarak, waktu musin hujan, bahan-bahan mencemarinya yang ada diatmosfir sebagai akibat tercemarnya air hujan di wilayah pesisir Kawasan Industri Krakatau Cilegon tahun 2007 disajikan pada Tabel 31 – 34. Tabel 31. Jumlah masyarakat yang terkena penyakit di Kec. Ciwandan tahun 2007 Bulan Jumlah Masyarakat Terkena Penyakit di Kec. Ciwandan org ISPA Dermatitis TBC Paru TBA Artritis Lainnya 1 445 261 141 100 2 485 257 142 109 3 587 305 210 126 4 591 345 217 130 5 603 338 220 135 6 610 346 239 144 7 622 365 239 150 8 641 389 243 156 9 650 395 255 165 10 512 283 152 109 11 476 278 145 120 12 453 275 155 110 Jumlah 6.675 3.837 2.358 1.554 Wilayah pesisir di Kecamatan Ciwandan merupakan titik lokasi industri baja dan industri lainnya. Pada tahun 2007 wilayah ini berpenduduk 39.800 jiwa, karena jaraknya antara tempat tinggal penduduk dengan lokasi berdekatan, maka sangat memungkinkan sebagai sumber limbah dapat mencemari lingkungan sekitar yang mengakibatkan masyarakat mudah terkena penyakit tertentu yakni ISPA, dermatitis, TBC, dan artritis yang sangat tinggi seperti terlihat pada Tabel 31 di atas. Tabel 32. Jumlah masyarakat yang terkena penyakit di Kec. Citangkil tahun 2007 Bulan Jumlah Masyarakat Terkena Penyakit di Kec. Citangkil org ISPA Dermatitis TBC Paru TBA Artritis Lainnya 1 965 107 85 100 2 968 113 87 109 3 1.023 187 105 115 4 1.011 209 116 119 5 1.013 235 122 121 6 1.065 245 125 124 7 1.085 265 124 130 8 1.103 272 130 150 9 1.109 270 96 162 10 986 185 88 109 11 968 111 86 106 12 945 215 84 102 Jumlah 12.241 2.414 1.248 1.447 Seperti halnya di Kecamatan Ciwandan, juga terjadi di wilayah pesisir Kecamatan Citangkil. Wilayah ini merupakan titik lokasi industri baja dan industri lainnya. Pada tahun 2007 wilayah ini berpenduduk 57.782 jiwa dan jaraknya antara tempat tinggal penduduk dengan lokasi sangat berdekatan, maka memungkinkan sekali penduduk tercemari lingkungannya oleh limbah yang mengakibatkan masyarakat mudah terkena penyakit tertentu yakni ISPA, dermatitis, TBC, dan artritis yang sangat tinggi seperti terlihat pada Tabel 32 di atas. Tabel 33. Jumlah masyarakat yang terkena penyakit di Kec.Grogol tahun 2007 Bulan Jumlah Masyarakat Terkena Penyakit di Kec. Grogol org ISPA Dermatitis TBC Paru TBA Artritis Lainnya 1 76 25 55 3 2 78 25 60 4 3 107 32 67 5 4 114 25 70 5 5 112 33 71 6 6 113 36 76 8 7 112 34 78 8 8 115 35 75 9 9 113 36 76 9 10 87 23 58 5 11 78 23 59 4 12 79 20 59 4 Jumlah 1184 347 804 70 Wilayah pesisir di Kecamatan Grogol berpenduduk 33.624 jiwa pada tahun 2007, relatif cukup rendah penduduk terkena penyakit akibat pencemaran lingkungan oleh pabrik-pabrik yang ada di Kota Cilegon. Wilayah ini tidak banyak industri yang tumbuh dan berkembang di Kecamatan ini dan jarak antara penduduk dengan lokasi industri baja dan industri lainnya cukup jauh sehinga masyarakat tidak banyak terkena penyakit tertentu yakni ISPA, dermatitis, TBC, dan artritis, seperti terlihat pada Tabel 33 di atas. Tabel 34. Jumlah masyarakat yang terkena penyakit di Kec.Pulomerak tahun 2007 Bulan Jumlah Masyarakat Terkena Penyakit di Kec. Pulomerak org ISPA Dermatitis TBC Paru TBA Artritis Lainnya 1 26 13 15 16 2 26 14 15 16 3 34 16 19 20 4 35 18 21 21 5 37 20 22 22 6 37 21 25 22 7 35 22 26 24 8 36 20 26 22 9 39 18 25 20 10 33 18 15 15 11 32 14 15 15 12 32 15 16 16 Jumlah 402 209 240 229 Wilayah pesisir di Kecamatan Pulomerak berpenduduk 43.012 jiwa pada tahun 2007, lokasinya cukup aman dan relatif cukup rendah dari pencemaran lingkungan sehingga penduduk yang terkena penyakit akibat pencemaran lingkungan oleh pabrik-pabrik yang ada di Kecamatan Ciwandan dan Citangkil di Kota Cilegon. Wilayah ini jaraknya cukup jauh dari lokasi sumber pabrik baja dan hanya beberapa industri yang berdiri di wilayah ini, sehingga di waktu musim hujan limbah baja yang memcemari udara tidak sampai pada lokasi yang diinginkan. Jumlah penduduk yang terkena penyakit tertentu yakni ISPA, dermatitis, TBC, dan artritis, masih relatif rendah seperti terlihat pada Tabel 34 di atas. Berdasarkan tabel 31 - 34 di atas disimpulkan, bahwa 1 semakin jauh dari sumber limbah, maka semakin berkurang prosentasi masyarakat yang terkena penyakitnya, 2 dari data tahun 2007, pada musim hujan masyarakat yang terkena penyakit relatif berkurang.

B. Degradasi Pesisir

Lingkungan pesisir dan kelautan di Indonesia panjang seluruh garis pesisir di Indonesia mencapai 81.000 kilometer, hal ini adalah 14 dari seluruh pesisir di dunia. Indonesia adalah negara yang memiliki pesisir terpanjang di dunia. Ekosistem kelautan yang dimiliki oleh Indonesia sungguh sangat bervariasi, dan mendukung kehidupan kumpulan spesies yang sangat besar. Indonesia memiliki hutan bakau yang paling luas, dan memiliki terumbu karang yang paling spektakuler di kawasan Asia. Keadaaan mikroorganisme ini sangat memungkinkan degradasi senyawa organik dalam sampel sehingga senyawa karbon rantai panjang putus dan menjadi senyawa karbon lebih pendek. Degradasi mikroorganisme pada umumnya diminimalisasi dengan pengendalian pH dan suhu atau penambahan bahan kimia. Kondisi pH yang sangat rendah atau sangat tinggi dan suhu rendah merupakan cara efektif untuk meminimalisasi degradasi, hal ini juga dapat terjadi pada degradasi pesisir. Sedangkan dalam pengelolaan sumberdaya alam termasuk pengelolaan limbah adalah permasalahan yang sangat serius dan berkesinambungan tentang manajemen dan kebijaksanaan, karena degradasi pengelolaan sumberdaya alam lebih banyak disebabkan oleh kelalaian manusia dalam mengikuti dan menerapkan kaidah- kaidah syariat, serta keberanian manusia dalam melawan kaidah-kaidah tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai persoalan krusial sebagai implikasi yang timbul dari tidak diterapkannya aturan yang benar yang mengatur tentang pengelolaan sumberdaya alam, sangat kita rasakan akibatnya hingga kini. Permasalahan berpangkal dari tidak tegaknya aturan main regulasi penerapan dan mekanisme pengelolaan sumberdaya alam sebagai syarat utama bekerjanya sistem aturan pengelolaan sumberdaya alam. Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 18 mengenai data kualitas air laut di wilayah pesisir Kawasan Industri Krakatau Cilegon yang meliputi kecamatan, yaitu: Ciwandan, Citangkil, Grogol, dan Pulomerak, memperlihatkan parameter fisik pada kadar logam berat dalam air laut: tidak berbau, kecerahan 3,0 m, zat padat tersuspensi 80 mgl, lapisan minyak negatif, sampah bernilai negatif. Begitu juga, Parameter kimia memperlihatkan kadar logam berat dalam sedimen Hg, Cd, Cu, Pb, dan Zn pada kadar logam berat dalam air laut masih tergolong rendah, sehingga degradasi pesisir masih menunjukkan titik atau angka aman. Hasil analisa logam berat dalam air laut menunjukkan air raksa Hg, kadmium Cd, dan tembaga Cu berkisar rata-rata 0,0005 mgl, tembaga Pb rata-rata: 0,0005 mgl. Sedangkan untuk Seng Zn rata-rata: 0,005 mgl. Rendahnya kadar logam Hg, Cd, Cu, Pb, dan Zn kemungkinan karena logam tersebut mengalami proses pengenceran oleh pola arus pasang surut. Pengelolaan limbah baja adalah perkara yang sangat serius dan berkesinambungan tentang manajemen dan kebijaksanaan. Degradasi pengelolaan limbah lebih banyak disebabkan oleh kelalaian manusia dalam mengikuti dan menerapkan kaidah-kaidah syariat, serta keberanian manusia dalam melawan kaidah- kaidah tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai persoalan krusial sebagai implikasi yang timbul dari tidak diterapkannya aturan yang benar yang mengatur tentang pengelolaan limbah baja sangat kita rasakan akibatnya hingga kini. Permasalahan berpangkal dari tidak tegaknya aturan main regulasi penerapan dan mekanisme pengelolaan limbah baja sebagai syarat utama bekerjanya sistem aturan pengelolaan limbah baja. Dengan melihat keterkaitan pada semua level yang dikaitkan dengan konteks kekinian, gagasan ini perlu dikembangkan dalam merumuskan pembangunan kelautan nasional. Hal ini dikarenakan mencuatnya beberapa isu yang bersifat multi dimensi, multi struktural, dan memiliki keterkaitan antar lembaga pemerintahan antar departemen maupun lembaga non-departemen, sehingga memudahkan dalam proses penyelesaian. Mencermati perkembangan permasalahan yang terjadi hingga sekarang, sudah selayaknya gagasan ocean policy yang komprehensif tersebut mampu mengatasi kompleksnya permasalahan, diantaranya yaitu penambangan pasir laut, illegal fishing , kerusakan pulau-pulau kecil, pengembangan pariwisata bahari, pengembangan budidaya ikan, penanganan pelabuhan umum dan perikanan serta lemahnya armada laut nasional, ancaman perdagangan perikanan, lemahnya sumberdaya manusia, degradasi lingkungan pesisir dan laut, serta pertahanan dan keamanan laut.

7.4.7 Analisis terhadap Komponen-komponen Pengelolaan Limbah

Untuk memperoleh hasil analisis pengelohan air limbah yang baik, diperlukan sampling yang tepat. Sample yang diambil harus mewakili seluruh air limbah baja. Untuk menganalisis pengelolaan limbah baja dapat dilakukan dengan melihat komponen proses dan teknologi, komponen penduduk dan lingkungan, serta komponen ekonomi.

A. Komponen Proses dan Teknologi

Untuk analasis instalasi pengolahan air limbah pada komponen proses dan teknologi yang menghasilkan limbah industri baja akan tergantung pada kompleksitas instalasi. Masalah-masalah yang mengkin muncul dapat diakibatkan oleh kelemahan desain, penurunan kualitas kerja konstruksi, kesalahan peralatan, dan kesalahan yang dibuat oleh buruh operasi. Kesalahan yang berhubungan dengan desain biasanya merupakan masalah yang serius karena dapat menimbulkan gangguan aktivitas secara keseluruhan untuk jangka waktu tidak pasti. Misalnya, desain proses dan teknologi yang tidak tepat atau kesalahan dalam perhitungan kapasitas dan dimensi. Komponen proses dan teknologi dalam penanganan instalasi pengolahan air limbah industri berpengaruh terhadap jumlah limbah, jenis industri, daya dukung lingkungan, bahkan terhadap jumlah industri. Untuk memperbaiki komponen proses dan teknologi tersebut diperlukan investasi yang tidak sedikit.

B. Komponen Penduduk dan Lingkungan

Permasalahan lingkungan hidup pada dasarnya mencakup interaksi antara manusiapenduduk dengan lingkungannya, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Hubungan dan keadaan saling tergantung ini haruslah didasari dengan adanya keselarasan dan keseimbangan. Kesesuaian tersebut dapat terjadi apabila manusia dapat memilih berbagai alternatif yang disajikan lingkungannya. Untuk menyelaraskan dan menyeimbangkan pengelolaan limbah yang mempengaruhi faktor penduduk dan lingkungannya diperlukan langkah-langkah: 1 pengurangan limbah; 2 melestarikan tatanan lingkungan; 3 mengindahkan daya dukung lingkungan; 4 menaikkan mutu lingkungan; 5 menggairahkan peran serta masyarakat pada peduli lingkungan melalui program kesehatan masyarakat, dan sebagainya.

C. Komponen Ekonomi

Pembangunan yang pesat dibidang ekonomi disatu sisi akan meningkatkan kualitas hidup manusia, yaitu dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, tetapi di sisi lain akan berakibat pada penurunan kesehatan akibat adanya pencemaran yang berasal dari limbah industri dan rumahtangga. Hal ini karena kurangnya atau tidak memadainya fasilitas atau peralatan untuk menangani dan mengelola limbah tersebut. Di dalam pengelolaan limbah tidak lepas dari beban pembiayaan, karena pengelolaan dan peningkatan kualitas lingkungan bukan pilihan yang cuma-cuma, akan tetapi membutuhkan dana dan memanfaatkan sumber-sumber yang riil. Pengeluaran yang aktual sebagai pengelolaan limbah atau pengurangan kerusakan lingkungan diperlukan perhitungan ekonomi dari manfaat lingkungan yang dapat dilestarikan. Untuk dapat membantu setiap analisis sampai kesesuaian sosial dari pengelolaan limbah, yaitu pilihan dengan manfaat bersih manfaat lebih besar dari biaya merupakan hal yang diutamakan berdasarkan konsiderasi yang berkaitan dengan minat generasi masa depan. Pemikiran tersebut dapat diformulasikan, dengan perhitungan untuk membandingkan biaya dan manfaat dua atau lebih pilihan dalam pengelolaannya menggunakan analisa biaya manfaat cost-benefit analysis.

7.4.8 Penentuan-penentuan Pengelolaan Limbah

Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kualitas lingkungan pada wilayah pesisir di Kawasan Industri Krakatau Cilegon, yaitu dengan cara melakukan pengelolaan limbah industri baja. Penentuan pengelolaan limbah baja ini meliputi: penentuan pemilihan parameter, penentuan parameter kunci, dan pengembangan model berdasarkan skenario pengelolaan

7.4.8.1 Penentuan Pemilihan Prioritas

Untuk penentukan pemilihan prioritas pada model pengelolaan limbah industri baja sebagai upaya untuk mempertahankan kelestarian wilayah pesisir di Kawasan Industri Krakatau Cilegon ini didasarkan oleh pengumpulan pendapat pakar terutama para pakar pengamat, pemerhati dan pelaksana lingkungan. Pelaksanaan penjaringan pendapat para pakar tentang perbandingan tingakat kepentingan yang mempunyai peranan masing-masing derajat kepentingan dalam pengelolaan limbah industri baja menggunakan model AHP-criterium decision plus Cdplus3.0. Pada analisis ini, struktur pengelolaan limbah industri baja dikelompokkan menurut fokus, tujuan, kriteria, aktor, dan alternatif.

a. Analisis tingkat kepentingan variabel fokus terhadap variabel tujuan

Berdasarkan struktur tersebut, fokus yang ingin dicapai adalah strategi dan kebijakan pengelolaan limbah industri baja dalam upaya mempertahankan kelestaraian wilayah pesisir di Kawasan Industri Krakatau Cilegon KIKC. Tujuan yang ingin dicapai adalah pemanfaatan kembali limbah, minimalisasi limbah, pencegahan pencemaran terhadap wilayah pesisir, pencegahan pencemaran terhadap kesehatan masyarakat, upaya mempertahankan wilayah pesisir, dan kebijakan pengelolaan limbah berwawasan lingkungan dan berkelajutan. Kriteria yang menjadi sasaran keberhasilan dalam pengelolaan limbah ini adalah melakukan pencegahan timbulnya limbah, mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan, efisiensi material dan energi, mendukung prinsip “environmental equity”, mencegah degradasi lingkungan, memelihara ekosistem lingkungan, dan memperkuat daya dukung lingkungan. Aktor yang berkepentingan terdiri: pemerintah daerah, industri penghasil baja, Divisi K3LH PT. Krakatau Steel, masyarakat sekitar, lembaga swadaya masyarakat, dan para penelitipakar dari berbagai perguruan tinggi maupun instansi terkait lainnya. Selanjutnya untuk mencapai sasaran yang diinginkan dalam pengelolaan limbah industri baja ini diperlukan kebijakan atau alternatif-alternatif program yang diperlukan sesuai dengan fokus yang ditetapkan. Dalam strategi dan kebijakan pengelolaan limbah industri baja ini alternatif program yang dilaksanakan adalah perubahan bahan baku, perubahan proses dan teknologi, perubahan produk, perubahan 5 R lingkungan, mengurangi limbah, memakai kembali limbah, mendaur ulang limbah, dan mengganti limbah. Berdasarkan hasil pengumpulan pendapat pakar lingkungan dapat dilakukan dengan menggunakan model AHP Cdplus3.0 diperoleh hasil perhitungan tingkat kepentingan variabel fokus terhadap variabel tujuan disajikan pada Tabel 35. Tabel 35. Hasil analisis bobot fokus terhadap tingkat kepentingan tujuan pada strategi pengelolaan limbah baja di wilayah pesisir KIKC No. Variabel Nilai 1 2 3 4 5 6 Pemanfaatan limbah kembali Minimalisasi limbah Pencegahan pencemaran pesisir Pencegahan pencemaran terhadap kesehatan masyarakat Upaya mempertahankan kelestarian wilayah pesisir Kebijakan pengelolaan limbah berwawasan lingkungan dan berlanjutan 0,325 0,214 0,201 0,119 0,084 0,056 Consisitency ratio 0,099 Berdasarkan Tabel 35 di atas, terlihat bahwa bobot fokus terhadap tingkat kepentingan tujuan yang memiliki rangking tertinggi adalah pemanfaatan kembali limbah baja dengan nilai bobot 0,325 pada strategi pengelolaan limbah baja di wilayah pesisir KIKC.

b. Analisis tingkat kepentingan variabel tujuan terhadap variabel kriteria