Perubahan Penggunaan Lahan Periode Tahun 2005 - 2010

40 kering dan semak belukar. Pertanian lahan kering tersebut adalah kebun kelapa, dan hal tersebut terjadi di daerah pantai yang mengalami pendangkalan sehingga akhirnya menjadi lahan terbuka yang selanjutnya dijadikan kebun kelapa dan tertutup semak belukar. Matriks perubahan penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 6. Gambar 8 Peta perubahan penggunaan lahan Kota Bima periode tahun 2005-2010 Gambar 8 menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan terjadi merata di hampir seluruh wilayah Kota Bima, namun demikian paling banyak terjadi di bagian utara dan bahkan sampai ke daerah berbukit. Perubahan penggunaan lahan pada daerah datar relatif kecil karena sebagian besar area pada lahan datar sudah merupakan daerah terbangun. Tabel 6 Matriks perubahan penggunaan lahan Kota Bima periode tahun 2005-2010 Penggunaan Lahan Tahun 2005 Penggunaan Lahan Tahun 2010 Jumlah Air Hutan Mangrove Sekunder Hutan Sekunder Permukiman Pertanian Lahan Kering Rumput savanna Sawah SemakBelukar Tambak Tanah Terbuka ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha Air 63 63 Hutan Mangrove Sekunder 2 3 5 Hutan Primer 253 2 27 283 Hutan Sekunder 7.503 7 2.234 10 37 764 138 10.693 Permukiman 1.229 1.229 Pertanian Lahan Kering 136 4.661 767 1.443 16 7.022 Rumput 54 1 1 56 Sawah 39 96 683 16 1 834 Semak 45 535 19 938 34 1.571 Tambak 14 91 1 105 Tanah Terbuka 1 1 Jumlah 63 16 7.503 1.455 7.833 11 1.508 3.189 94 191 21.862 42

4.1.3 Pusat-pusat Perubahan Penggunaan Lahan

Berdasarkan nilai LQ, dapat dibuat tipologi wilayah kecamatan berdasarkan aktifitas perubahan penggunaan lahan dengan membagi kecamatan- kecamatan tersebut kedalam dua kelompok, yaitu yang memiliki nilai LQ1 dan nilai LQ1. Nilai LQ1 menunjukkan terjadinya konsentrasi aktifitas perubahan penggunaan lahan pada suatu kecamatan secara relatif dibandingkan dengan aktifitas perubahan penggunaan lahan di wilayah Kota Bima secara umum. Nilai LQ1 menunjukkan bahwa di kecamatan tersebut aktifitas perubahan penggunaan lahan yang terjadi lebih kecil dibandingkan dengan aktifitas perubahan penggunaan lahan di seluruh wilayah Kota Bima. Dari hasil perhitungan, yang memiliki nilai LQ1 adalah Kecamatan Mpunda 1,45 dan Raba 1,37, sementara yang memiliki nilai LQ1 adalah Kecamatan Rasanae Timur 0,95, Rasanae Barat 0,70, dan Asakota 0,56. Gambar 9 Peta tingkat aktifitas perubahan penggunaan lahan per kecamatan di Kota Bima periode tahun 2005 - 2010 Berdasarkan nilai LQ, pemusatan aktifitas perubahan penggunaan lahan terjadi di Kecamatan Mpunda. Kecamatan Mpunda memiliki jumlah penduduk 25.983 jiwa BPS 2011, merupakan pemekaran dari Kecamatan Rasanae Barat 43 dan diproyeksikan sebagai pusat pendidikan di Kota Bima. Sebagai kecamatan baru, Mpunda mengalami aktifitas pembangunan infrastruktur yang cukup tinggi, antara lain pembangunan kantor pemerintahan dan Puskesmas. Perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Mpunda mencapai 44,2 dari total luas wilayah kecamatan, mencakup perubahan dari pertanian lahan kering dan sawah menjadi lahan permukiman serta semak belukar menjadi sawah. Faktor lain yang mempengaruhi adalah laju pertumbuhan penduduk. Selama sepuluh tahun terakhir atau periode dua sensus periode tahun 2000 – 2010, rata-rata laju pertumbuhan penduduk di Kota Bima adalah sebesar 2 per tahun. Kecamatan yang mengalami laju pertumbuhan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Mpunda sebesar 4,54, jauh diatas pertumbuhan rata-rata Kota Bima. Sedangkan, Kecamatan Raba meskipun mempunyai jumlah penduduk tertinggi di Kota Bima namun laju pertumbuhan penduduknya terendah, yaitu 0,58 BPS 2011. Tingginya laju pertumbuhan penduduk di Kecamatan Mpunda menyebabkan pesatnya pertambahan luas lahan terbangun, baik berupa pembangunan kompleks perumahan, kantor pemerintahan dan fasilitas kesehatan, maupun kos-kosan pelajar dan mahasiswa. Gambar 10 Laju pertumbuhan penduduk Kota Bima per kecamatan periode tahun 2000-2010 Gambar 11 Contoh perubahan penggunaan lahan pertanian sawah menjadi lahan terbangun