Kelas S1: Sangat Sesuai Higly Suitable, yaitu lahan tidak mempunyai Kelas S2: Sesuai Suitable, yaitu lahan yang mempunyai pembatas agak berat Kelas S3: Sesuai Bersyarat Currently Not Suitable, yaitu lahan yang Kelas N: Tidak Sesuai Permanen Permanently No

21

1. Kelas S1: Sangat Sesuai Higly Suitable, yaitu lahan tidak mempunyai

pembatas yang berat untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, atau hanya mempunyai pembatas yang kurang berarti dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi lahan tersebut, serta tidak menambah masukan input dari pengusahaan lahan tersebut.

2. Kelas S2: Sesuai Suitable, yaitu lahan yang mempunyai pembatas agak berat

untuk suatu penggunaan tertentu yang lestari. Pembatasan tersebut akan mengurangi produktivitas lahan dan keuntungan yang diperoleh serta meningkatkan masukan untuk mengusahakan lahan tersebut.

3. Kelas S3: Sesuai Bersyarat Currently Not Suitable, yaitu lahan yang

mempunyai pembatas dengan tingkat sangat berat, akan tetapi masih memungkinkan diatasidiperbaiki, artinya masih dapat ditingkatkan menjadi sesuai, jika dilakukan perbaikan dengan tingkat introduksi teknologi yang lebih tinggi atau dapat dilakukan dengan perlakukan tambahan dengan biaya rasional.

4. Kelas N: Tidak Sesuai Permanen Permanently Not Suitable, yaitu lahan

yang mempunyai pembatas sangat beratpermanen, sehingga tidak mungkin dipergunakan terhadap suatu penggunaan tertentu yang lestari. Analisis Persepsi Analisis persepsi dalam penelitian ini digunakan dengan maksud untuk menggali persepsi terhadap arahan dan prioritas dalam penyusunan peruntukan ruang di Kawasan Teluk Bungus. Analisis dilakukan dengan pendekatan Hirarkhi Proses dengan melakukan perbandingan berpasangan, dengan nilai bobot menggunakan skala Saaty mulai dari nilai bobot 1 sampai dengan 9. Skala Saaty disajikan pada Tabel 4. Teknik pengumpulan informasi persepsi dilakukan dengan kuisioner. Responden berasal dari BAPPEDA Kota Padang, BAPPEDA Provinsi Sumatera Barat, dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Padang Lampiran 25. Struktur hirarkhi terdiri dari: 1 tujuan yang ingin dicapai dalam peruntukan ruang, 22 2 kriteria-kriteria yang digunakan, 3 sub kriteria, dan 4 pilihan-pilihan prioritas peruntukan ruang. Struktur hirarkhi disajikan pada Gambar 5. Tabel 4. Skala perbandingan secara berpasangan Saaty, 1993 Nilai Keterangan 1 Kriteriaalternatif A sama penting dengan kriteriaalternatif B 3 A sedikit lebih penting dari B 5 A jelas lebih penting dari B 7 A sangat jelas lebih penting dari B 9 Mutlak lebih penting dari B 2, 4, 6, 8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Melakukan penyusunan hirarkhi pengambilan keputusan b. Melakukan perbandingan berpasangan, untuk menghasilkan input data c. Melakukan perhitungan bobot relatif, meliputi: membuat matrik yang dinormalisasi normalized matrik dengan menjumlahkan semua elemen kolom matrik, membagi setiap elemen dalam kolom dengan total kolom, mencari bobot dari masing-masing elemen dengan cara merata-ratakan elemen pada baris yang sama, melakukan pembagian elemen matrik dengan total unsur untuk mendapatkan vektor prioritas d. Menghitung pendapat gabungan Dalam studi ini, kriteria yang digunakan dalam menentukan prioritas dan arahan peruntukan ruang terdiri atas empat aspek, yaitu: biofisik, sosial ekonomi, lingkungan, dan kelembagaan. Sub kriteria yang digunakan terdiri dari aspek: kesesuaian lahan, mitigasi bencana, penyediaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan asli daerah PAD, perlindungan ekosistem pesisir, pengaruh daerah aliran sungai DAS, ketersediaan peraturan pengelolaan, dan konflik pemanfaatan ruang. 23 24 Arahan Zonasi Penyusunan arahan zonasi di Kawasan Teluk Bungus terdiri atas tiga peruntukan zonasi, yaitu: 1 kawasan lindungkonservasi dengan sub zona: hutan lindung, sempadan pantai, sempadan sungai, daerah berhutan bakau, dan terumbu karang. 2 kawasan budidaya pemanfaatan umum dengan sub zona: budidaya tanaman tahunan, budidaya tanaman semusim, pelabuhan, industri, pemukiman, pariwisata pantai, dan budidaya laut keramba jaring apung. Pendekatan yang digunakan dalam penyusunan arahan dari setiap peruntukan zonasi adalah hasil analisis peruntukan kawasan dan hasil analisis kesesuaian lahan yang hanya difokuskan pada kelas kesesuaian sangat sesuai. Namun demikian, tidak semua luasan daerah yang memiliki lahan sangat sesuai digunakan dalam menentukan luas dari setiap zonasi. Hal ini disebabkan karena satu lahan dengan kesesuaian sangat sesuai bisa memiliki lebih dari satu peruntukan. Dalam menentukan prioritas peruntukan ruang terhadap lahan yang memiliki lebih dari satu peruntukan, pendekatan pengambilan keputusan dilakukan dengan menggunakan analisis hirarkhi proses AHP. Selain dengan menggunakan analisis hirarkhi proses AHP, penggunaan tutupan lahan di Kawasan Teluk Bungus juga menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan arahan zonasi, seperti keberadaan pelabuhan, ekosistem pesisir, serta kondisi sosial masyarakat. 25 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Penelitian dilakukan di Kawasan Teluk Bugus yang secara administrasi meliputi sebagian dari wilayah Kecamatan Bungus Teluk Kabung, secara geografis terletak pada 100° 22 23 BT - 100° 29 13 BT dan 0° 59 1 LS -1° 5 44 LS. Pengertian kawasan dalam penelitian ini adalah mencakup wilayah daratan dan teluk. Wilayah daratan meliputi daratan dan dibatasi oleh punggungan-punggungan bukit dimana sungai-sungai besar dan anak sungai seluruhnya bermuara kedalam teluk. Sedangkan wilayah teluk mencakup seluruh perairan teluk mulai dari garis pantai hingga mulut teluk. Luas keseluruhan Kecamatan Bungus Teluk Kabung adalah 10.078 ha. Sebelum otonomi daerah, jumlah kelurahan di kecamatan ini terdiri dari enam kelurahan dan setelah otonomi daerah beberapa kelurahan mengalami pemekaran sehingga jumlah kelurahan menjadi tiga belas kelurahan. Daerah penelitian meliputi lima 5 kelurahan, yaitu: 1 Kelurahan Bungus Barat, 2 Kelurahan Bungus Timur, 3 Kelurahan Bungus Selatan, 4 Kelurahan Teluk Kabung Utara, dan 5 Kelurahan Teluk Kabung Tengah, dengan luas keseluruhan adalah 7.611 ha. Demografi dan Sosial Ekonomi Penduduk Kecamatan Bungus Teluk Kabung pada tahun 2006 berjumlah 23.400 jiwa terdiri atas 12.480 laki-laki dan 10.920 perempuan. Kepadatan penduduk Kecamatan Bungus Teluk Kabung tergolong yang terendah di Kota Padang, yakni 232 orang per kilometer persegi. Namun demikian, Kecamatan Bungus Teluk Kabung tergolong sebagai daerah yang memiliki laju pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi, yakni 2,48 persen per tahun selama periode 1998-2006 BPS Kota Padang 2007. Dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,48 per tahun, maka jumlah penduduk Kecamatan Bungus Teluk Kabung dapat menjadi dua kali lipat dalam kurun 26 waktu 30 tahun. Data jumlah, kepadatan dan laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Bungus Teluk Kabung dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perbandingan jumlah, kepadatan dan laju pertumbuhan penduduk serta sex ratio di Kecamatan Bungus Teluk Kabung dan Kota Padang tahun 2006 No Indikator Kec. Bungus Teluk Kabung Kota Padang 1. Luas Wilayah km 2 100,78 694,96 2. Persentase luas wilayah 15 100 3. Jumlah penduduk 2006 jiwa 23.400 819.740 4. Persentase jumlah penduduk 2,85 - 5. Laju pertumbuhan penduduk per tahun 1998 – 2006 2,48 2,07 6. Kepadatan penduduk 2006 orang per km 2 232 1.180 7. Sex Ratio 114,29 100,35 8. Rumah tangga 5.824 201.440 9. Jumlah anggota rumah tangga rata-rata 4,3 4,2 Keterangan: Bungus Teluk Kabung Dalam Angka Tahun 2006 Padang Dalam Angka Tahun 2007 Aktivitas ekonomi penduduk Kecamatan Bungus Teluk Kabung didominasi sektor pertanian tanaman pangan dan perikanan, berbeda dengan Kota Padang yang didominasi sektor jasa dan perdagangan serta sektor non-pertanian lainnya Tabel 6. Sektor pertanian sebagai lapangan pekerjaan utama penduduk Kecamatan Bungus Teluk Kabung memberikan sumbangan sekitar 31,4 terhadap seluruh lapangan kerja di daerah ini. Sumber utama mata pencaharian penduduk adalah sektor pertanian, yang terdiri dari sub-sektor tanaman pangan dan sub-sektor perikanan. Sektor pertanian menyumbang sebesar 54 dari total laki-laki terhadap penyerapan tenaga kerja laki-laki, dibandingkan tenaga kerja perempuan yang menyumbang sebesar 19 dari total perempuan terhadap tenaga kerja perempuan. Tenaga kerja laki-laki banyak bekerja pada sub-sektor tanaman 27 pangan dan sub-sektor perikanan nelayan. Sementara sektor industri pengolahan dan sektor jasa dominan dalam penyerapan tenaga kerja perempuan dengan kontribusi masing-masing sebesar 24,3 dan 25,9 . Tabel 6. Struktur mata pencaharian penduduk tahun 2000 Bungus Teluk Kabung Padang Lapangan Usaha Laki- Laki L Perempuan P L + P Laki- Laki L Perempuan P L + P Pertanian 53,9 19,6 31,4 9,9 0,2 6,9 a.Tanaman pangan 24,4 14,6 15,1 4,9 2,7 4,2 b.Perkebunan 0,3 0,3 0,2 0,3 0,2 0,3 c.Perikanan 22,6 1,8 12,1 2,5 0,2 1,8 d.Peternakan 0,2 0,4 0,2 0,4 0,3 0,3 e.Pertanian lainnya 6,5 2,5 3,8 1,8 0,9 1,5 Industri pengolahan 16,0 24,3 12,3 6,1 4,0 5,4 Jasa 12,3 16,1 9,1 36,1 43,2 38,3 Angkutan 4,9 0,3 2,6 6,3 0,5 4,5 Lainnya 4,6 13,8 4,7 15,5 28,3 19,4 Jumlah 100 100 100 100 100 100 Sumber: Laporan ANDAL PLTU SUMBAR 2 x 100 MW LP – UNAND Kondisi Fisik Wilayah Topografi Daerah penelitian berada pada ketinggian 0 – 920 dpl, didominasi daerah berbukit - bergunung dengan luas 3.284 ha atau 53 , diikuti daerah dengan bentuk wilayah datar-berombak menempati areal seluas 1.572 hektar atau 25 . Keadaan topografi dan kemiringan lereng disajikan pada Tabel 7 dan Lampiran 2. 28 Tabel 7. Kondisi topografi daerah penelitian Luas No Bentuk Wilayah Kelas Lereng Klasifikasi ha 1. Datar - Berombak 0-8 Datar 1.572,0 25,0 2. Bergelombang 8-15 Landai 433,4 7,0 3. Berbukit 15-25 Agak Curam 930,7 15,0 4. Bergunung 25-40 Curam 2.168,0 35,0 5. Bergunung 40 Sangat Curam 1.116,0 18,0 Geologi Kawasan Teluk Bungus Berdasarkan Peta Geologi lembar Muara Siberut edisi 1 yang diterbitkan oleh Marine Coastal Resources Management Project 2004, batuan penyusun daerah penelitian adalah:

1. Aluvium Qal : merupakan endapan asal sungai, danau, rawa dan pantai,