Tabel 15 dan Tabel 16. Analisis zonasi kawasan teluk bungus dalam rangka arahan penataan ruang pesisir Kota Padang Provinsi Sumatera Utara

46 Evaluasi Penyimpangan Peruntukan Ruang dalam RTRW berdasarkan Kondisi Biofisik Hasil tumpang-susun peruntukan ruang dalam Peta Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW di daerah penelitian dengan kelas lereng disajikan pada Tabel

14, Tabel 15 dan Tabel 16.

Tabel 14. Peruntukan pemukiman dalam RTRW berdasarkan kelas lereng Luas No. Kelas Lereng Klasifikasi Keterangan ha 1. 0 - 8 Datar Sangat sesuai 437,80 61,92 2. 8 -15 Landai Sesuai 19,90 2,81 3. 15 - 25 Agak Curam Tidak sesuai 84,17 11,90 4. 25 - 40 Curam Tidak sesuai 151,90 21,48 5. 40 Sangat Curam Tidak sesuai 13,28 1,88 Luas keseluruhan 707,05 100 Sumber: Hasil analisis Pada Tabel 14 terlihat bahwa peruntukan kawasan pemukiman berdasarkan Peta Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW sebagian besar berada pada kelas lereng 0-8 dengan luas 437,80 ha atau 61,92 . Meskipun demikian peruntukan pemukiman yang berada pada kelas lereng tidak sesuai untuk pemukiman masih cukup luas, yaitu 249,35 ha atau 35,27 . Tabel 15. Peruntukan industri dalam RTRW berdasarkan kelas lereng Luas No. Kelas Lereng Klasifikasi Keterangan ha 1. 0-8 Datar Sangat sesuai 19,81 46,11 2. 15-25 Agak Curam Tidak sesuai 12,97 30,19 3. 25-40 Curam Tidak sesuai 10,18 23,70 Luas keseluruhan 42.96 100 Sumber: Hasil analisis Pada Tabel 15 terlihat bahwa peruntukan kawasan industri di Peta Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW sebagian besar berada pada kelas lereng 15 agak curam – curam yang tergolong tidak sesuai dengan luas 23,15 ha atau 53,89 , sedangkan daerah industri yang sesuai yang berada pada kelas lereng 0-8 menempati areal seluas 19,81 ha atau 46,11 . 47 Tabel 16. Peruntukan perkebunan dalam RTRW berdasarkan kelas lereng Luas No. Kelas Lereng Klasifikasi Keterangan ha 1. 0-8 Datar Tidak sesuai 346,50 26,55 2. 8-15 Landai Sesuai 166,80 12,78 3. 15-25 Agak Curam Sesuai 343,10 26,29 4. 25-40 Curam Sesuai 407,90 31,26 5. 40 Sangat Curam Tidak sesuai 40,64 3,11 Luas keseluruhan 1.304,94 100 Sumber: Hasil analisis Pada Tabel 16 terlihat bahwa peruntukan perkebunan di Peta Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW berdasarkan kelas lereng menunjukkan sebagian besar kawasan perkebunan berada pada kelas lereng 8 – 40 dengan luas 917,80 ha atau 70,33 , sedangkan peruntukan kawasan perkebunan yang berada pada kelas lereng 0-8 menempati daerah seluas 346,50 ha atau 26,55 . Peta Inkonsistensi Peruntukan Ruang antara RTRW dengan penggunaantutupan lahan disajikan pada Gambar 14, sedangkan evaluasi peruntukan ruang dalam RTRW terhadap kondisi biofisik disajikan pada Gambar 15. Berdasarkan peruntukan ruang dalam Peta Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kota Padang 2004–2013 di daerah penelitian, yang meliputi: peruntukan permukiman, peruntukan industri, dan peruntukan perkebunan terhadap kelas lereng terlihat bahwa masih banyak peruntukan ruang di Peta Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW yang tidak sesuai dengan kondisi biofisik daerah penelitian. 48 Gambar 14. Inkonsistensi peruntukan ruang antara Peta RTRW dengan penggunaan tutupan lahan di daerah penelitian 49 Gambar 15. Evaluasi peruntukan ruang antara Peta Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kota Padang 2004-2013 dengan kelas lereng 50 Peruntukan Kawasan dan Kesesuaian lahan Peruntukan Kawasan Berdasarkan kriteria SK Menteri Pertanian No. 837KptsUm111980 dan No. 683KptsUm81981 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung dan Hutan Produksi dan Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, luas setiap peruntukan kawasan di Kawasan Teluk Bungus disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Peruntukan kawasan di daerah penelitian berdasarkan kriteria Departemen Pertanian dan Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990. Luas No. Kawasan ha 1. Kawasan Lindung - Hutan Lindung 2.499,0 40,17 - Sempadan Pantai Sungai 1.169,0 19,00 2. Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan 1.593,0 25,61 3. Kawasan Budidaya Tanaman Semusim 959,4 15,42 Luas Keseluruhan 6.220,0 100 Tabel 17 menunjukkan bahwa di daerah penelitian didominasi oleh peruntukan untuk kawasan lindung seluas 3.668 ha, terdiri atas: 1 kawasan hutan lindung seluas 2.499 ha atau 40,17 , dan 2 kawasan sempadan pantai dan sempadan sungai dengan luas areal 1.169 ha atau 19 , sedangkan peruntukan untuk kawasan budidaya tanaman semusim menempati areal paling kecil, yaitu 959,4 ha atau 15,42 . Peta Peruntukan Kawasan di daerah penelitian berdasarkan kriteria yang mengacu pada SK Menteri Pertanian No. 837KptsUm111980 dan No. 683KptsUm81981 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung dan Hutan Produksi dan Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dapat dilihat pada Gambar 16. 51 Gambar 16. Peta Peruntukan Kawasan di daerah penelitian 52 Kesesuaian Lahan Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan untuk peruntukan pemukiman, industri, pariwisata pantai, pelabuhan, dan budidaya keramba jaring apung KJA. Kelas kesesuaian peruntukan lahan di daerah penelitian berdasarkan kriteria yang digunakan dalam analisis kesesuaian lahan sebagai berikut: Pemukiman Kesesuaian lahan untuk pemukiman di daerah penelitian, terdiri dari empat kelas, yaitu: 1 sangat sesuai S1, 2 sesuai S2, 3 sesuai bersyarat S3, dan 4 tidak sesuai N. Luas dari setiap kategori kesesuaian lahan untuk peruntukan pemukiman disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Luas areal kesesuaian lahan untuk pemukiman Luas No. Pemukiman ha 1. Sangat Sesuai S1 464,3 7,5 2. Sesuai S2 1.318,5 21,2 3. Sesuai Bersyarat S3 72,9 1,2 4. Tidak Sesuai N 4.364,3 70,2 Luas Keseluruhan 6.220,0 100 Tabel 18 menunjukkan bahwa sebagian besar daerah penelitian tidak sesuai untuk pemukiman dengan luas 4.364,3 ha atau 70,2 dari luas keseluruhan daerah penelitian, sedangkan daerah dengan kriteria sangat sesuai hanya menempati areal seluas 464,3 ha atau 7,5 dari luas keseluruhan daerah penelitian. Peta Kesesuaian Lahan untuk pemukiman disajikan pada Gambar 17. 53 Gambar 17. Peta Kesesuaian Lahan untuk pemukiman di daerah penelitian 54 Industri Kesesuaian lahan untuk industri di daerah penelitian, terdiri dari empat kelas, yaitu: 1 sangat sesuai S1, 2 sesuai S2, 3 sesuai bersyarat S3, dan 4 tidak sesuai N. Luas dari setiap kesesuaian lahan untuk peruntukan industri disajikan pada Tabel 19. Tabel 19. Luas areal kesesuaian lahan untuk Industri Luas No Industri ha 1. Sangat Sesuai S1 408,1 6,6 2. Sesuai S2 1.374,7 22,1 3. Sesuai Bersyarat S3 72,9 1,2 4. Tidak Sesuai N 4.364,3 70,2 Luas Keseluruhan 6.220,0 100 Tabel 19 menunjukkan bahwa luas lahan untuk industri dengan kategori sangat sesuai S1 sangat terbatas dan hanya menempati areal seluas 408,1 ha atau 6,6 dari luas keseluruhan Kawasan Teluk Bungus, sedangkan lahan yang memiliki kategori tidak sesuai N sangat dominan dengan luas 4.364,3 ha atau 70,2 dari luas keseluruhan Kawasan Teluk Bungus. Peta Kesesuaian Lahan untuk industri disajikan pada Gambar 18. 55 Gambar 18. Peta Kesesuaian Lahan untuk industri di daerah penelitian 56 Pelabuhan Kesesuaian lahan pelabuhan di kawasan Teluk Bungus terdiri dari dua kelas, yaitu sangat sesuai S1 dan tidak sesuai N. Lahan yang sangat sesuai S1 untuk pelabuhan berada pada dua lokasi, yaitu pelabuhan Teluk Bungus sisi Utara dan daerah Teluk Pandan sisi Selatan. Faktor penghambat yang menjadikan lahan yang tidak sesuai untuk pelabuhan adalah material sedimen laut, karakteristik pantai, dan terbatasnya lahan yang terlindung terhadap gelombang laut. Peta Kesesuaian Lahan untuk pelabuhan dapat dilihat pada Gambar 19. Pariwisata Pantai Lahan di daerah penelitian yang memiliki kesesuaian lahan untuk wisata pantai dengan kategori sangat sesuai S1 sangat terbatas bila dibandingkan dengan kesesuaian lahan yang tidak sesuai N. Faktor penghambat yang menjadikan lahan tidak sesuai N untuk pariwisata pantai adalah penyusun material sedimen pantai, karakteristik pantai, dan penggunaan tutupan lahan sepanjang pantai. Daerah pariwisata pantai di daerah penelitian yang memiliki kategori sangat sesuai S1 hanya terdapat pada daerah sekitar muara S. Batang Air Tambang dan S. Batang Air Pinang yang memanjang hingga ke arah Kawasan Pelabuhan Teluk Bungus. Peta Kesesuaian Lahan untuk pariwisata pantai dapat dilihat pada Gambar 20. 57 Gambar 19. Peta Kesesuaian Lahan untuk pelabuhan di daerah penelitian 58 Gambar 20. Peta Kesesuaian Pariwisata Pantai di daerah penelitian. 59 Budidaya Keramba Jaring Apung KJA Kelas kesesuaian untuk budidaya keramba jaring apung KJA pada daerah penelitian terdiri dari empat kelas, yaitu: sangat sesuai S1, 2 sesuai S2, 3 sesuai bersyarat S3, dan 4 tidak sesuai N. Tabel 20. Luas areal kesesuaian lahan untuk budidaya keramba jaring apung KJA Luas No Keramba Jaring Apung ha 1. Sangat Sesuai S1 162,0 11,6 2. Sesuai S2 41,0 2,9 3. Sesuai Bersyarat S3 295,0 21,2 4. Tidak Sesuai N 893,0 64,2 Luas Keseluruhan 6.220,0 100 Tabel 20 menunjukkan bahwa perairan teluk bungus yang memiliki luas 1.391 ha, daerah yang sangat sesuai untuk budidaya keramba jaring apung KJA hanya menempati areal seluas 162 ha atau 11,6 . Daerah dengan kategori sangat sesuai S1 untuk budidaya keramba jaring apung terdapat pada daerah Teluk Sirih, Teluk Kaluang, Teluk Pandan, dan beberapa lokasi sisi Timur dan sisi Selatan perairan Teluk. Peta Kesesuaian Lahan Keramba Jaring Apung dapat dilihat pada Gambar 21. 60 Gambar 21. Peta Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Keramba Jaring Apung 61 Persepsi Mengenai Peruntukan Ruang di Kawasan Teluk Bungus Hasil analisis hirarkhi proses AHP terhadap persepsi dalam penyusunan zonasi di Kawasan Teluk Bungus disajikan pada Tabel 21, Tabel 22, dan Tabel 23. Tabel 21. Nilai gabungan persepsi berdasarkan aspek kriteria dalam peruntukan ruang di Kawasan Teluk Bungus Kriteria Nilai Urutan Prioritas Biofisik 0,133 4 Sosial ekonomi 0,246 2 Lingkungan 0,168 3 Kelembagaan 0,454 1 Tabel 21 dari keempat kriteria yang menjadi perhatian dalam penyusunan zonasi di Kawasan Teluk Bungus menunjukkan bahwa aspek kelembagaan menjadi prioritas utama dengan nilai 0,454 yang terdiri dari ketersediaan peraturan pengelolaan dengan nilai 0,167 dan konflik pemanfaatan ruang dengan nilai 0,287. Kriteria yang memiliki bobot paling rendah adalah aspek biofisik dengan nilai 0,133 yang terdiri dari kesesuaian lahan dengan nilai 0,060, dan mitigasi bencana dengan nilai 0,073. Nilai persepsi terhadap sub kriteria disajikan pada Tabel 22. Terhadap prioritas peruntukan ruang di Kawasan Teluk Bungus menunjukkan bahwa peruntukan kawasan pertanian memiliki nilai paling besar yaitu 0,176 dan menjadi prioritas utama dikembangkan di Kawasan Teluk Bungus, sedangkan yang memiliki nilai paling rendah adalah peruntukan untuk pemukiman dengan nilai 0,119. Nilai dari setiap peruntukan ruang disajikan pada Tabel 23. Hasil analisis persepsi menempatkan sektor pertanian dan perikanan pelabuhan perikanan menjadi prioritas utama dalam penyusunan ruang di Kawasan Teluk Bungus, sedangkan kawasan lindung menempati prioritas 62 keempat dan lebih rendah bila dibandingkan pelabuhan perikanan dan pariwisata. Hal ini berbeda dengan hasil analisis biofisik dimana kawasan lindung menempati areal yang paling luas bila dibandingkan peruntukan lainnya. Namun demikian peruntukan kawasan pertanian disesuaikan dengan kondisi fisik wilayah daerah penelitian dan kesesuaian lahannya. Hirarkhi dan nilai dari setiap aspek dan prioritas peruntukan ruang disajikan pada Gambar 22. Tabel 22. Persepsi berdasarkan aspek sub kriteria dalam peruntukan ruang di Kawasan Teluk Bungus Sub kriteria Nilai Urutan Prioritas Kesesuaian lahan 0,060 8 Mitigasi bencana 0,073 6 Penyediaan lapangan kerja 0,120 4 Peningkatan PAD 0,125 3 Perlindungan ekosistem pesisir 0,068 7 Pengaruh DAS 0,100 5 Ketersediaan peraturan pengelolaan 0,167 2 Konflik pemanfaatan ruang 0,287 1 Tabel 23. Prioritas peruntukan ruang di Kawasan Teluk Bungus Peruntukan Nilai Urutan Prioritas Pertanian 0,176 1 Pemukiman 0,119 7 Industri 0,125 5 Pelabuhan Perikanan 0,163 2 Pariwisata 0,142 3 Budidaya Laut 0,123 6 Kawasan Lindung 0,125 4 63 64 Arahan Zonasi di Kawasan Teluk Bungus Penyusunan arahan zonasi peruntukan ruang di daerah penelitian difokuskan untuk peruntukan: 1 permukiman, 2 industri, 3 pariwisata pantai, 4 pelabuhan, 5 budidaya keramba jaring apung KJA, 6 kawasan budidaya tanaman tahunan, 7 kawasan budidaya tanaman semusim, 8 peruntukan kawasan lindung, dan 9 alur pelayaran. Pendekatan yang digunakan dalam penyusunan zonasi adalah gabungan hasil analisis peruntukan kawasan, kesesuaian lahan, penggunaan lahan, rencana tata ruang wilayah RTRW, analisis persepsi, dan aturan perundang-undangan. Pembagian arahan zonasi di daerah penelitian sebagai berikut:

1. Zonasi Kawasan Lindung