HASIL DAN PEMBAHASAN vulgaris L. var cicla L. yang dilaksanakan di Laboratorium Pengemasan

21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan sebagai langkah awal untuk mencari teknik pengeringan terbaik dari film dengan tambahan pewarna alami, komposisi penambahan pewarna alami pada film, dan mengamati perubahan warna film terhadap suhu lingkungan sekitar. Pengamatan dilakukan secara visual, yaitu dengan melihat tampilan film, warna film indikator setelah pengeringan, dan kemudahan pengelupasan film.Variabel perlakuan pada penelitian pendahuluan adalah metode pengeringan, komposisi bahan atau jenis formulasi, komposisi pewarna, dan suhu penyimpanan. Perlakuan suhu yang digunakan pada penyimpanan adalah suhu ruang, suhu kulkas 3-5ºC, suhu freezer -5--10ºC, suhu matahari paparan matahari, dan ruang gelap. 4.1.1 Pembuatan Film Kitosan dan Kitosan-PVA Dalam melarutkan kitosan, pelarut yang umum digunakan adalah asam asetat. Hal ini dikarenakan asam asetat merupakan asam organik dan pelarut yang paling mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, serta memiliki pH sekitar 2.4 dalam larutan 1.0 M asam asetat kira-kira sama dengan konsentrasi pada cuka rumah. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Pangabean 2010 bahwa kitosan memiliki sifat tidak larut dalam air tetapi dapat larut dalam larutan asam dengan pH kurang dari 6 dan asam organik seperti asam asetat, asam format, dan asam laktat. Sementara itu, PVA dapat larut dalam air, sedikit larut dalam etanol, tetapi tidak dapat larut dalam pelarut organik lainnya. Oleh karena itu, pelarut yang paling umum untuk PVA adalah air. Air yang digunakan untuk melarutkan PVA tersebut dipanaskan terlebih dahulu sampai 80ºC. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan Sheftel 2000 bahwa PVA dapat larut dalam air pada suhu 80ºC. Kemudian penambahan gliserol pada pembuatan larutan film ini dilakukan agar film menjadi lebih lentur dan halus. Film yang dihasilkan dari kedua formulasi ini memiliki kenampakan visual yang berbeda. Lembaran film kitosan Gambar 10a berwarna kekuningan sedangkan lembaran film Kitosan-PVA Gambar 10b berwarna lebih bening, mengkilat, dan permukaannya terlihat lebih halus. Selain itu, film Kitosan-PVA lebih terlihat seperti lembaran plastik. Hal ini dikarenakan PVA sendiri termasuk ke dalam bahan plastik. Walaupun begitu, keduanya memiliki kelenturan yang sama. Baik film kitosan maupun kitosan-PVA, mudah untuk dilepaskan dari plat kaca dan tidak mudah sobek. a b Gambar 10. Film a kitosan dan b kitosan-PVA. 4.1.2 Pewarna Indikator Setelah didapatkan lembaran film indikator, tahap selanjutnya adalah pemberian pewarna alami. Pewarna alami merupakan bahan pewarna yang diambil dari tumbuh-tumbuhan atau tanaman 22 tertentu. Bahan pewarna alami yang digunakan dapat berasal dari bit, rosella, bayam merah, daun suji, daun pandan, kunyit, bunga telang, wortel, dan masih banyak lagi. Tumbuhan atau tanaman tersebut memiliki warna yang berbeda-beda tergantung pada pigmen warna yang terdapat didalamnya. Pada penelitian ini bahan pewarna alami yang digunakan berasal dari bit. Ekstraksi bit dilakukan secara sederhana, yaitu menggunakan blender untuk membuat bubur bit, kemudian menggunakan kain saring untuk memisahkan ampas dan pewarnanya. Ekstrak bit berwarna merah keunguan. Pewarna ini diujicobakan pada larutan film dengan konsentrasi berbeda-beda hingga didapatkan warna yang sesuai sebagai indikator warna. Hasil uji coba pencampuran warna dengan larutan film disajikan pada Gambar 11 dibawah ini. i a b c ii Gambar 11. Larutan kitosan i tanpa pewarna bit dan ii dengan pewarna bit a 1 ml, b 2 ml, dan c 3 ml. Pada penambahan pewarna sebanyak 1 ml, warna yang dihasilkan pada larutan film indikator masih terlalu pucat. Penambahan pewarna sebanyak 2 ml warna yang dihasilkan lebih baik, hanya saja masih kurang menarik untuk dijadikan sebagai pewarna indikator. Sementara pada penambahan warna sebanyak 3 ml, warna yang dihasilkan cukup pekat dan lebih menarik untuk dijadikan pewarna indikator. Pemilihan 3 ml100 ml sebagai pewarna indikator didasarkan pada kenampakan warna film yang dihasilkan. Warna merah yang dihasilkan tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda sehingga diharapkan dengan intensitas warna merah tersebut dapat menarik konsumen untuk melihat label indikator tersebut ketika ditempelkan pada produk. Oleh karena itu, pencampuran warna sebanyak 3 ml100 ml larutan film dipilih untuk digunakan pada penelitian ini. 4.1.3 Teknik Pengeringan Film Indikator Pada penelitian ini diujicobakan tiga cara pengeringan, yaitu pengeringan beku Freeze Drying , pengeringan blower, dan pengeringan vakum. Tujuan dilakukan ketiga cara pengeringan tersebut adalah untuk mencari teknik pengeringan yang sesuai agar diperoleh warna film yang stabil. Hal ini dikarenakan pada penelitian yang dilakukan oleh Putri 2012, film yang diberi pewarna bit mengalami perubahan saat proses pengeringan selama 24 jam dalam oven, yaitu dari merah keunguan menjadi hijau. Oleh karena itu, teknik pengeringan merupakan hal penting dalam perubahan indikator 23 warna. Diharapkan dengan menggunakan teknik pengeringan yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda pula. Perubahan warna film hasil ketiga pengeringan tersebut dapat dilihat pada Gambar 12. i a b c ii Gambar 12. Film i sebelum pengeringan dan ii hasil pengeringan a blower, b beku, dan c vakum. 4.1.3.1 Oven blower Pengeringan blower adalah pengeringan dengan menggunakan oven yang dilengkapi dengan blower . Adanya blower ini mengakibatkan adanya sirkulasi udara di oven, sehingga uap air yang dihasilkan tidak terjebak di dalam oven. Keuntungan dari penggunaan oven blower ini, bahan menjadi cepat kering. Larutan yang telah diberi pewarna bit selanjutnya dituang ke plat kaca dan dikeringkan dengan pengeringan blower selama 24 jam dengan suhu 50ºC. Larutan film sebelum pengeringan berwarna merah keunguan, setelah pengeringan selama 24 jam menghasilkan lembaran film yang berwarna coklat Gambar 12a. 4.1.3.2 Freeze Drying Pengeringan beku atau freeze drying merupakan salah satu metode pengeringan yang memiliki keunggulan dalam mempertahankan mutu hasil pengeringan, khususnya untuk produk-produk yang sensitif terhadap panas Anonim 2011b. Cara pengeringan ini melibatkan tiga tahap, yaitu pembekuan, pengeringan primer, dan pengeringan sekunder. Pada tahap pembekuan, bahan dibekukan terlebih dahulu. Biasanya, suhu beku antara -50°C dan -80°C Anonim 2011b. Kemudian tahap pengeringan utama dimana air dan pelarut berada dalam keadaan beku dikeluarkan secara sublimasi padat → gas, tekanan dibuat mendekati keseimbangan air dalam bahan beku. Tahap pengeringan sekunder, uap air hasil sublimasi atau air terikat yang ada dilapisan kering dikeluarkan Anonim 2011b. Larutan yang telah diberi pewarna bit selanjutnya dituang ke plat kaca dan dikeringkan dengan pengeringan beku selama 6 jam. Khusus untuk pengeringan beku, larutan film yang telah diberi pewarna dibekukan terlebih dahulu dalam freezer selama satu hari 24 jam. Hal ini dilakukan agar proses pembekuan bahan lebih cepat sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan bahan 24 menjadi lebih cepat pula. Pada pengeringan beku, larutan film berwarna merah keunguan menjadi lembaran film berwarna merah muda Gambar 12b dan lembaran film yang dihasilkan setelah 6 jam pengeringan masih dalam kondisi basah. Hal ini berarti, untuk mengeringkan film indikator dengan pengeringan beku membutuhkan waktu lebih dari 6 jam agar film benar-benar kering. 4.1.3.3 Oven Vacuum Pengeringan vakum adalah suatu pengeringan bahan dalam ruang yang tekanannya lebih rendah dari tekanan udara atmosfer 1 atm. Tekanan uap air dalam udara yang lebih rendah, mengakibatkan air pada bahan menguap pada suhu yang lebih rendah Anonim 2009b. Suhu pengeringan yang biasa dilakukan berkisar antara 37-93ºC. Larutan yang telah diberi pewarna bit selanjutnya dituang ke plat kaca dan dikeringkan dengan pengeringan vakum selama 3 jam. Hasil setelah pengeringan, lembaran film indikator telah berubah warna menjadi kuning kehijauan Gambar 12c Berdasarkan hasil pengamatan diatas terlihat bahwa pewarna bit ini sensitif terhadap panas. Kedua pengeringan tersebut oven blower dan vacuum tetap menggunakan panas untuk mengeringkannya, sehingga tetap tidak cocok untuk mengeringkan larutan film dengan pewarna bit. Selain itu, dalam pewarna bit terdapat pigmen betalain yang memberikan warna pada bit. Sifat betalain pada bit dipengaruhi oleh pH, cahaya, udara, suhu, serta aktivitas air Cai 1998 dalam Mastuti 2010. Sementara perubahan warna film indikator pada pengeringan beku tidak begitu besar apabila dibandingkan dengan pengeringan blower dan pengeringan vakum. Pada pengeringan beku masih terdapat warna merah walaupun lebih pucat. Hal ini dikarenakan betalain merupakan pigmen yang dapat larut dalam air, sehingga ketika dilakukan pengeringan dengan pengeringan beku, pewarna yang terikat dalam matrik air juga ikut menghilang atau ikut teruapkan dan menyebabkan film indikator berubah warna. Menurut Ishak 2012, pengeringan beku memiliki prinsip kerja yang berbeda dengan pengeringan vakum. Pengeringan beku akan menarik komponen-komponen dari bahan yang akan dikeringkan, termasuk air yang terikat secara fisik juga akan ikut tertarik sedangkan pengeringan vakum menguapkan komponen bahan yang dikeringkan sehingga hanya air bebas yang memiliki peluang besar untuk menguap dibandingkan air yang terikat secara fisik dan kimia. Kemudian pengeringan beku menghasilkan tekstur pada lembaran film yang berserat-serat, tidak halus atau rata seperti pada pengeringan vakum dan pengeringan blower. Selain itu, pigmen betalain terutama betasianin kestabilannya dipengaruhi oleh suhu. Menurut Pranutikagne 2009, warna betasianin paling stabil di bawah suhu 40ºC. Sementara suhu pengeringan yang digunakan adalah 50ºC. Apabila suhu yang digunakan kurang dari 50ºC, proses pengeringan film akan membutuhkan waktu yang lebih lama sehingga ketiga teknik pengeringan tersebut tidak cocok digunakan dalam pengeringan film indikator dengan pewarna bit. Tidak cocoknya ketiga pengeringan tersebut menyebabkan dibutuhkannya alternatif lain agar pewarna bit tersebut tetap dapat digunakan sebagai pewarna indikator kemasan cerdas. Cara lain yang ditemukan adalah metode oles. 4.1.4 Pewarnaan Film dengan Metode Oles Pewarnaan film indikator dengan metode oles ini dilakukan sebagai alternatif agar pewarna alami bit ini dapat digunakan sebagai pewarna indikator. Alternatif ini didapatkan setelah beberapa teknik pengeringan yang dilakukan tidak dapat digunakan 4.13. Pada prosedur sebelumnya pewarna bit dicampur terlebih dahulu dengan larutan film baru dikeringkan dengan oven. Sementara pada pewarnaan metode oles larutan film terlebih dahulu dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada suhu 50ºC. Setelah itu, pewarna indikator dengan volume tertentu dioleskan pada lembaran film. Atas informasi tersebut, dilakukan percobaan metode oles pewarna bit pada lembaran film berbahan 25 kitosan dan film campuran kitosan-PVA. Perbandingan ini dilakukan untuk mencari bahan dasar film terbaik untuk pewarna bit. Pada metode sebelumnya volume pewarna yang digunakan adalah 3 ml, sedangkan pada metode oles volume pewarna yang digunakan sebanyak 6 ml. Hal ini dikarenakan, volume sebanyak 3 ml yang digunakan dengan metode oles menghasilkan lembaran film dengan warna yang tidak merata dan belum dapat menutup lembaran film dengan warna merah keunguan. Selain itu, warna merah keunguan yang ditampilkan sangat tipis bahkan lebih cenderung merah pucat Gambar 13a. Selain itu, penambahan pewarna dipilih sebanyak 6 ml400 cm 2 film Gambar 13b, karena apabila volume pewarna yang ditambahkan kurang dari 6 ml warna film yang dihasilkan kurang pekat, sementara apabila warna yang ditambahkan lebih dari 6 ml lembaran film akan mudah sobek. Film yang telah diberi pewarna, dimasukkan ke freezer selama 30-60 menit untuk mengeringkan warna sekaligus untuk menurunkan kadar air pada lembaran film tersebut. a b Gambar 13. Film indikator dengan pewarna bit a 3 ml dan b 6 ml. Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa film indikator kitosan-PVA menampilkan warna yang lebih cerah dan lebih mengkilap dibandingkan dengan film kitosan. Walaupun sama-sama menggunakan pewarna bit, terlihat bahwa kedua film menampilkan tingkat kepekatan warna merah yang berbeda. Pada film indikator kitosan, pewarna bit yang berwarna merah keunguan menjadi terlihat lebih ke arah merah. Sementara pada film indikator kitosan-PVA tetap terlihat berwarna merah keunguan. Lembaran film hasil pengolesan pewarna bit dapat dilihat pada Gambar 14 dibawah ini. a b c Gambar 14. Lembaran film indikator a sebelum pewarnaan, b kitosan, dan c kitosan-PVA. 4.1.5 Pengamatan Perubahan Film Indikator Selama Penyimpanan Setelah dikeringkan dalam freezer ± -10ºC, lembaran film dipotong kecil-kecil 3×3 cm untuk dilakukan pengamatan pada kondisi penyimpanan yang berbeda-beda. Penyimpanan film ini dilakukan pada lima kondisi berbeda, yaitu pada suhu ruang, suhu 3-5ºC, suhu -5--10ºC, ruang gelap, dan paparan matahari. Pengamatan secara visual dilakukan setiap satu jam sekali sampai film berubah warna. Akhir perubahan dicatat sebagai titik akhir pengamatan yang akan digunakan sebagai titik pengamatan di penelitian utama. Hasil dari pengamatan ini, yaitu film indikator berbahan kitosan dan Kitosan-PVA ditampilkan pada Tabel 8 di bawah ini. 26 Tabel 8. Hasil pengamatan perubahan warna film kitosan dan kitosan-PVA. Suhu penyimpanan Film kitosan Kitosan-PVA 3-5ºC 30 jam 13 jam -5 - -10ºC 30jam 13 jam 26-27ºC 14 jam 5 jam Ruang gelap 14 jam 5 jam Paparan Matahari 3 jam 2 jam Pada film indikaror kitosan-PVA yang disimpan di lemari es mengalami perubahan warna setelah 13 jam penyimpanan, yaitu dari warna merah keunguan menjadi ungu tua. Pada suhu ruang dan ruang gelap mengalami perubahan warna setelah 5 jam penyimpanan, yaitu dari warna merah keunguan menjadi merah, sedangkan pada paparan matahari mengalami perubahan setelah penyimpanan selama 2 jam merah keunguan menjadi merah pucat dan mengeras. Kemudian film indikator berbahan kitosan mengalami perubahan warna setelah 3 jam penyimpanan pada film yang terpapar matahari, yaitu dari warna merah keunguan menjadi orange. Film yang disimpan di lemari es kulkas dan freezer mengalami perubahan setelah 30 jam penyimpanan merah keunguan menjadi merah, dan 14 jam penyimpanan untuk film yang disimpan di suhu ruang dan ruang gelap merah keunguan menjadi merah ke-orange-an. Hasil pengamatan perubahan warna film indikator kitosan- PVA Gambar 15 dan film indikator kitosan Gambar 16 adalah sebagai berikut: a b c d e f Gambar 15. Perubahan warna film indikator kitosan-PVA selama penyimpanan pada jam a ke-0, b ke-13 suhu -5--10ºC, c ke-13 suhu 3-5ºC, d ke-5 suhu ruang, e ke-5 ruang gelap, dan f ke-2 paparan cahaya matahari. 27 a b c d e f Gambar 16. Perubahan warna film indikator kitosan selama penyimpanan jam a ke-0, b ke-3 paparan cahaya matahari, c ke-14 suhu ruang, d ke-14 ruang gelap, e ke-30 suhu 3- 4ºC, dan f ke-30 suhu -5--10ºC. Berdasarkan hasil pengamatan diatas Tabel 8 dapat dilihat bahwa film indikator warna berbahan kitosan memiliki rentang waktu perubahan warna lebih lama dari pada film indikator warna berbahan kitosan-PVA, sehingga film indikator warna berbahan kitosan yang terpilih. Selain itu, suhu pengamatan yang dipilih untuk digunakan dalam penelitian utama adalah suhu 3-5ºC, suhu -5-- 10ºC, dan paparan matahari. Hal ini dikarenakan, film indikator warna bit ini diharapkan dapat diaplikasikan sebagai sensor atau indikator pada produk-produk yang rentan terhadap suhu. 4.2 Penelitian Utama 4.2.1 Analisis Respon Film Indikator Selama Penyimpanan 4.2.1.1 Perubahan Warna Warna merupakan unsur penting dalam penglihatan manusia dan dalam produk agroindustri. Melalui warna, manusia dapat membedakan obyek-obyek yang dilihatnya lebih cepat daripada bentuk atau rupa. Warna-warna yang cerah atau dengan kekontrasan yang seimbang akan menarik perhatian jauh lebih cepat daripada warna-warna gelap. Selain itu, banyak mutu komoditas yang dapat dinilai dari warnanya.Warna dari komoditas tersebut akan menginformasikan kualitas maupun kemunduran mutu dari produk yang bersangkutan. Warna juga menjadi salah satu penilaian kualitas sensori produk. 28 Dalam pengukuran warna suatu produk, terdapat dua metode pengukuran warna yang paling banyak digunakan, yaitu pengukuran warna secara obyektif dan pengukuran warna secara subyektif. Pengukuran warna secara obyektif dipandang sebagai sifat fisik produk tersebut sehingga pengukurannya menggunakan instrumen fisik. Sementara pengukuran warna secara subjektif dipandang sebegai sifat organoleptik sehingga pengukurannya menggunakan indera penglihatan. Instrumen fisik yang digunakan untuk pengukuran obyektif antara lain Spektrophotometer, Colorimeter atau Chromameter, dan kamera CCD. Kemudian alat bantu yang digunakan untuk pengukuran warna secara subyektif dapat menggunakan diagram warna, Chromaticity CIE 1931, Munsell, dan Hunter Nurmawati 2011. Sesuai dengan pengamatan yang dilakukan 4.1.5, terjadi perubahan pada Smart packaging indikator warna selama penyimpanan di suhu 3-5ºC, suhu -5--10ºC, dan paparan matahari. Semakin lama penyimpanan, warna dari film indikator juga semakin cerah. Perubahan warna film indikator selama awal penyimpanan hingga akhir penyimpanan pada berbagai suhu penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 17. Agar hasil pengamatan secara visual tersebut semakin akurat, maka dilakukan pengukuran perubahan warna secara kuantitatif dengan menggunakan Chromameter. i a b c ii Gambar 17. Perubahan warna film indikator i awal penyimpanan, ii akhir penyimpanan pada a paparan matahari, b suhu 3-5ºC, dan c suhu -5--10ºC. Pada penelitian ini, dilakukan pengukuran warna secara objektif dengan menggunakan Chromameter . Chromameter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur warna dari suatu sampel padat. Prinsip kerja alat ini adalah pemantulan cahaya oleh sampel. Kromameter memiliki lampu getar yang ditangkap oleh fotosel dan filter untuk mencocokkan dengan standar CIE Commision Internasionale d’Eclairage dalam mengukur sinar yang dipantulkan oleh sampel Kartika 2009. Data hasil pengukuran dapat berupa Yxy CIE 1931, Lab CIE 1976, Hunter Lab atau nilai tristimulus XYZ. Sistem pengukuran CIE Lab atau CIELab merupakan sistem pengukuran yang paling sering digunakan. L menyatakan parameter kecerahan, a menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau, dan b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning. Grafik nilai L film indikator dapat dilihat pada Gambar 18. Kemudian Tabel 9 menunjukkan persamaan regresi dan nilai R 2 dari masing-masing grafik nilai L. 29 Gambar 18. Grafik nilai L film indikator selama penyimpanan terpapar matahari atas, suhu 3-5ºC tengah, dan suhu -5--10ºC bawah. Tabel 9. Persamaan regresi dan nilai R 2 dari grafik nilai L paparan matahari, suhu 3-5ºC, dan suhu - 5--10ºC. Suhu penyimpanan Persamaan regresi Nilai R 2 Paparan matahari y= 0.053x + 46.66 0.664 3-5ºC y= 0.337x + 34.94 0.494 -5 - -10ºC y = 0.079x + 47.08 0.072 30 Berdasarkan ketiga grafik tersebut dapat dilihat bahwa terjadi perubahan warna film indikator selama penyimpanan. Pada penyimpanan di paparan matahari film indikator rata-rata sudah mulai berubah dari 30 menit pertama penyimpanan hingga 30 menit keenam penyimpanan atau 180 menit Gambar 18 atas. Sementara pada penyimpanan suhu 3-5ºC Gambar 18 tengah dan suhu -5--10ºC Gambar 18 bawah warna film indikator rata-rata sudah mulai berubah pada hari pertama penyimpanan hingga hari ke-8 penyimpanan. Perubahan warna ini juga diikuti dengan perubahan pada nilai L kecerahan warna yang semakin meningkat. Awal penyimpanan di paparan matahari, tingkat kecerahan warna film indikator adalah 50.45 Lampiran 3 dengan warna merah keunguan. Diakhir penyimpanan 180 menit, terjadi kenaikan tingkat kecerahan warna, yaitu menjadi 58.41 dengan warna oranye. Tingkat kecerahan warna film indikator pada suhu 3-5ºC di awal penyimpanan adalah 47.05 Lampiran 3. Kemudian mengalami peningkatan pada hari ke-8 menjadi 50.57. Sama seperti pada paparan matahari dan suhu 3-5ºC, pada penyimpanan suhu -5--10ºC pun terjadi peningkatan kecerahan warna dari hari ke-0 sebesar 47.71 menjadi 48.06 pada hari penyimpanan ke-8 Lampiran 3. Selama pengamatan yang dilakukan terjadi penurunan tingkat kecerahan warna di beberapa titik pengamatan. Hal ini dapat disebabkan metode pemberian warna pada film juga mempengaruhi kepekatan warna pada film. Metode oles yang digunakan untuk memberi warna pada film dilakukan secara manual, kemungkinan ketidakrataan olesan sangat tinggi. Selain itu, adanya perubahan tingkat kecerahan pada film indikator ini diakibatkan oleh ketidakstabilan pigmen yang terdapat dalam pewarna yang digunakan. Dalam bit terdapat pigmen betasianin yang memberikan warna merah keunguan. Kestabilan Pigmen betasianin ini dipengaruhi oleh pH, paparan cahaya, oksigen, dan suhu. Selama pembuatan dan penyimpanan, pewarna ini selalu kontak dengan suhu dan cahaya. Menurut Sutrisno 1987, suhu dan lama pemanasan menyebabkan terjadi dekomposisi dan perubahan struktur pigmen sehingga terjadi pemucatan. Warna betasianin paling stabil pada suhu kurang dari 40ºC Pranutikagne 2009. Kemudian penyimpanan suhu rendah lebih dapat mempertahankan kestabilan dari warna tersebut. Oleh karena itu, kenaikan tingkat kecerahan warna pada suhu 3-5ºC dan suhu -5- -10ºC tidak terlalu cepat seperti pada paparan matahari. Pengukuran nilai L pada paparan matahari, suhu 3-5ºC, dan suhu -5--10ºC menghasilkan persamaan regresi dan nilai korelasi seperti yang ditampilkan pada Tabel 9. Berdasarkan persamaan regresi diperoleh nilai slope masing-masing suhu penyimpanan berturut-turut 0.053, 0.337, dan 0.079. Hal ini menyatakan bahwa nilai L pada ketiga suhu penyimpanan tersebut memiliki kecenderungan meningkat selama penyimpanan karena slope yang dihasilkan bernilai positif. Nilai slope ini juga menunjukkan bahwa kenaikan nilai L pada paparan matahari bergerak lebih cepat daripada penyimpanan suhu 3-5ºC dan suhu -5--10ºC, yaitu sebesar 0.053 setiap 30 menit. Sementara pada penyimpanan suhu suhu 3-5ºC, kenaikan nilai L terjadi setiap 24 jam 1 hari sebesar 0.337, dan suhu -5--10ºC sebesar 0.079 setiap 1 hari. Nilai L hasil pengukuran Chromameter untuk film indikator pada penyimpanan paparan matahari berkorelasi positif cukup tinggi dengan lama paparan karena nilai R 2 yang dimiliki lebih dari 0.6. Berarti sebesar 66.4 hubungan antara lama paparan matahari dan perubahan nilai L yang dapat dijelaskan oleh model regresi, sedangkan sisanya tidak dapat dijelaskan akibat pengaruh variabel lain. Sementara pada suhu suhu 3-5ºC, hubungan antara nilai L dan lama penyimpanan berkorelasi agak rendah karena nilai R 2 bernilai lebih tinggi dari 0.4 tetapi kurang dari 0.6 0.4 ≤ R 2 ≥0.6, berarti hanya 49.4 hubungan antara lama paparan matahari dan perubahan nilai L yang dapat dijelaskan oleh model regresi. Pada suhu -5--10ºC berkorelasi sangat rendah karena nilai R 2 berada di bawah 0.2. Hal ini berarti kemampuan lama paparan matahari dalam menjelaskan perubahan warna film indikator sangat rendah hanya sebesar 0.72. Sehingga untuk penyimpanan suhu rendah ini terdapat 31 pengaruh yang cukup lambat antara x lama penyimpanan terhadap y perubahan warna film nilai L. Selain nilai L, dalam pengukuran Chromameter juga terdapat nilai a derajat kemerahan dan b derajat kekuningan. Dalam pengamatan ini terdapat kecenderungan nilai L berbanding terbalik dengan nilai a dan berbanding lurus dengan nilai b. Nilai a + positif dengan jangkauan dari 0 – 100 menandakan warna merah, sedangkan nilai a – negatif dari 0 – -80 menandakan warna hijau. Sementara nilai b, jika b + positif dengan nilai dari 0 – 70 menandakan warna kuning dan nilai b - negatif bernilai 0 – -70 untuk warna biru. Grafik nilai a dapat dilihat pada Gambar 19. Gambar 19. Grafik nilai a film indikator selama penyimpanan terpapar matahari atas, suhu 3-5ºC tengah, dan suhu -5--10ºC bawah. 32 Tabel 10. Persamaan regresi dan nilai R 2 dari grafik nilai a paparan matahari, suhu 3-5ºC, dan suhu -5--10ºC Suhu penyimpanan Persamaan regresi Nilai R 2 Paparan matahari y= -0.134x + 44.35 0.960 3-5ºC y= -0.684x + 34.94 0.356 -5 - -10ºC y = -0.316x + 36.95 0.388 Pada ketiga grafik Gambar 19 terlihat bahwa nilai a dari film indikator cenderung bergerak turun meskipun penurunan yang terjadi tidak konstan. Terjadi kenaikan dibeberapa titik pada setiap suhu penyimpanan. Nilai a di awal penyimpanan paparan matahari bernilai 46.33 Lampiran 3. Kemudian pada penyimpanan selama 180 menit akhir penyimpanan menjadi 20.96. Pada suhu 3- 5ºC, nilai a di awal penyimpanan bernilai 38.54 Lampiran 3. Selama penyimpanan 8 hari, nilai a turun menjadi 29.24. Hal yang sama juga terjadi pada penyimpanan suhu -5--10ºC, yaitu dari 36.63 menjadi 34.35. Penurunan nilai a ini mengikuti nilai tingkat kecerahan warna L. Apabila nilai L turun dari pengukuran sebelumnya yang berarti lebih tua atau pekat dari warna nilai sebelumnya, maka nilai a akan meningkat yang menandakan derajat kemerahan film indikator tersebut lebih merah dari sebelumnya. Seperti halnya pada grafik nilai L, pada grafik nilai a ini juga dibuat persamaan regresi dan korelasinya Tabel 10. Parameter nilai aChromameter pada paparan matahari memiliki persamaan regresi y=-0.134x + 44.35 dengan koefisien determinasi 0.960. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi yang dihasilkan memiliki hubungan negatif tinggi. Bernilai negatif karena nilai slope yang dihasilkan bernilai negatif sehingga grafik yang dihasilkan menurun mulai dari jam ke-0 hingga jam ke-7. Penurunan yang terjadi sebesar 0.134 setiap 30 menit. Model regresi pada paparan matahari ini memiliki koefisien determinasi sebesar 0.960, artinya hubungan antara lama paparan matahari terhadap penurunan nilai a dapat dijelaskan dengan baik oleh model regresi tersebut. Sementara pada suhu 3-5ºC, persamaan regresi yang dimiliki, yaitu y=-0.684x + 34.94. Sama seperti pada penyimpanan paparan matahari, model regresi yang dihasilkan miliki hubungan negatif hanya saja dengan korelasi rendah. Hal ini dikarenakan koefisien determinasi yang dihasilkan bernilai kurang dari 0.4 dan lebih dari 0.21, hanya 35.6 hubungan yang dapat dijelaskan oleh model regresi, sisanya sisanya tidak dapat dijelaskan akibat pengaruh variabel lain. Sementara pada suhu -5--10ºC menghasilkan koefisiensi determinasi sebesar 0.388 dengan persamaan regresi y = -0.316x + 36.95. Hubungan korelasi regrasi pada penyimpanan suhu -5--10ºC pun memiliki hubungan negatif rendah, hanya penurunan yang terjadi pada suhu ini lebih lambat dari suhu 3-5ºC. Hal ini dapat terlihat dari nilai slope kedua suhu penyimpanan. Nilai slope suhu 3-5ºC lebih besar daripada suhu -5--10ºC , yaitu terjadi penurunan sebesar 0.684 setiap 1 hari penyimpanan. Perbandingan terbalik juga terjadi antara nilai a terhadap b. Berdasarkan gambar tersebut Gambar 20, dapat dilihat bahwa nilai b hasil pengukuran cenderung meningkat walaupun dalam pengukuran suhu 3-5ºC dan suhu -5--10ºC data yang diperoleh cenderung naik turun. Parameter b adalah warna kromatik campuran biru – kuning dengan nilai +b positif b dari nol sampai 70 kuning dan nilai –b negatif b dari nol sampai 70 biru Sumarto 2008. Nilai b memiliki pola data berbanding lurus dengan nilai L dan berbanding terbalik dengan nilai a. Peningkatan intensitas warna kuning b menunjukkan penurunan konsentrasi betasianin karena betasianin memberikan pengaruh warna merah yang lebih dominan dibandingkan warna kuning. Selain itu, peningkatan warna kuning juga menunjukkan peningkatan kerusakan betasianin. 33 Gambar 20. Grafik nilai b film indikator selama penyimpanan terpapar matahari atas, suhu 3-5ºC tengah, dan suhu -5--10ºC bawah. Berdasarkan data hasil pengukuran Chromameter tersebut Gambar 20, dibuat persamaan regresi dan nilai R 2 dari masing-masing grafik pengukuran nilai b pada Tabel 11. Persamaan linier yang menghasilkan koefisien determinasi berturut-turut 0.937, 0.283, dan 0.247 Tabel 11. Selain itu juga terbentuk persamaan regresi nilai b masing-masing y= 0.116x + 19.70, y= 0.379x + 26.47, dan y= 0.183x + 24.54 Tabel 11. Nilai b pada film indikator penyimpanan paparan matahari hasil pengukuran Chromameter berkorelasi positif tinggi dengan lama penyimpanan dengan nilai korelasi lebih dari 0.8. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi yang dihasilkan memiliki hubungan yang sangat kuat, sebesar 93.7 hubungan antara lama penyimpanan dengan kenaikan nilai b dapat dijelaskan oleh model regresi. Semakin tinggi nilai b pada Chromameter maka semakin lama waktu paparannya, begitu pula sebaliknya. Kemudian berdasarkan nilai slope yang dihasilkan perubahan derajat kekuningan pada paparan matahari meningkat rata-rata sebesar 0.116 setiap 30 menit. Melalui metode persamaan linier pada penyimpanan suhu 3-5ºC diperoleh koefisien determinasi sebesar 0.283 dengan nilai slope sebesar 0.379 Tabel 11. Kemudian pada suhu -5-- 10ºC, setelah dipetakan dengan metode persamaan linier didapatkan nilai koefisien determinasi 34 sebesar 0.247 dengan nilai slope 0.183. Hal ini menginformasikan bahwa model regresi yang dihasilkan pada kedua suhu penyimpanan tersebut memiliki hubungan positif rendah antara nilai b dengan lama penyimpanan. Peningkatan warna kuning pada sampel film indikator suhu-5--10ºC bergerak lebih lambat daripada suhu 3-5ºC, hal ini tercermin dari nilai slope yang hanya sebesar 0.183 setiap 1 hari. Tabel 11. Persamaan regresi dan nilai R 2 dari grafik nilai b paparan matahari, suhu 3-5ºC, dan suhu -5--10ºC. Suhu penyimpanan Persamaan regresi Nilai R 2 Paparan matahari y = 0.116x + 19.70 0.937 3-5ºC y = 0.379x + 26.47 0.283 -5 - -10ºC y = 0.183x + 24.54 0.247 Nilai warna yang terukur dengan Chromameter Lab ini dikonversi ke atribut warna Hue. Pengonversian ini dilakukan untuk mengetahui warna sampel yang terukur dengan kontrol warna yang ada pada kisaran nilai o Hue Tabel 12. Hasil konversi nilai Chromameter ke o Hue film indikator pada paparan matahari berkisar antara 19.98 sampai 62.55 Lampiran 2. Nilai tersebut apabila diinterpretasikan pada kisaran nilai o Hue, terbagi menjadi dua kisaran yaitu kisaran 18-54 yang warna merah dan 54-90 yang berwarna kuning merah. Sehingga intensitas warna film indikator pada paparan matahari ini adalah merah awal Penyimpanan hingga kuning merah akhir penyimpanan. Sementara untuk film indikator penyimpanan suhu 3-5ºC nilai o Hue yang terukur berkisar antara 31.31 sampai 45.60 Lampiran 2 dan untuk penyimpanan suhu -5--10ºC nilai o Hue yang terukur berkisar antara 32.85 sampai 36.93 Lampiran 2. Hasil interpretasi pada kisaran nilai o Hue baik untuk penyimpanan suhu 3-5ºC maupun suhu -5--10ºC, termasuk dalam kisaran nilai 18-54 Tabel 12 sehingga warna film indikator tersebut adalah merah awal hingga akhir penyimpanan. Tabel 12. Kisaran nilai o Hue . o Hue Warna 342-18 18-54 54-90 90-126 126-162 162-198 198-234 234-270 270-306 306-342 Red purple Red Yellow red Yellow Yellow green Green Blue green Blue Blue purple purple 4.2.1.2 Ketebalan Pengukuran ketebalan dilakukan untuk mengetahui perubahan ketebalan film indikator selama penyimpanan. Ketebalan film dipengaruhi oleh volume larutan dan ukuran cetakan yang digunakan. Pada cetakan yang sama, dapat terjadi variasi ketebalan film yang terbentuk apabila volume yang dituangkan ke dalam cetakan lebih besar atau lebih kecil. Berdasarkan Gambar 21 diperlihatkan perbedaan yang sangat signifikan hasil ketebalan film akibat perbedaan suhu penyimpanan yang digunakan pada film indikator. Ketebalan film indikator pada paparan matahari cenderung mengalami peningkatan ketebalan selama penyimpanan sedangkan film indikator pada suhu 3-5ºC dan suhu -5-- 35 10ºC cenderung mengalami penurunan selama penyimpanan. Kemudian persamaan regresi dan nilai R 2 dari grafik nilai ketebalan ini dapat dilihat pada Tabel 13. Gambar 21. Grafik tingkat ketebalan film indikator selama penyimpanan terpapar matahari atas, suhu 3-5ºC tengah, dan suhu -5--10ºC bawah. Tabel 13. Persamaan regresi dan nilai R 2 dari grafik nilai ketebalan paparan matahari, suhu 3-5ºC, dan suhu -5--10ºC. Suhu penyimpanan Persamaan regresi Nilai R 2 Paparan matahari y = 0.0003x + 0.159 0.407 3-5ºC y = -0.026x + 0.253 0.838 -5 - -10ºC y = -0.027x + 0.242 0.720 Kenaikan ketebalan film indikator pada paparan matahari terjadi karena selama penyimpanan film mengeras. Film indikator mulai mengeras setelah penyimpanan 60 menit, dan terus mengeras 36 hingga akhir penyimpanan 180 menit. Hal ini terjadi sebagai akibat dari hilangnya air yang terdapat dalam film. Selama terpapar matahari tersebut, selain warna yang semakin memudar, air yang terdapat di film pun ikut menguap. Kehilangan air pada bahan tersimpan selama periode penyimpanan tidak hanya menyebabkan kehilangan berat, tetapi dapat juga menyebabkan kerusakan yang akhirnya menyebabkan penurunan kualitas. Pada awal penyimpanan film indikator memiliki ketebalan 0.13 mm Lampiran 4. Selama penyimpanan terjadi naik turun hasil pengukuran ketebalan. Hal ini dikarenakan ketebalan masing-masing sampel yang digunakan juga tidak merata. Sementara film indikator yang di simpan pada suhu 3-5ºC dan suhu -5--10ºC rata-rata mengalami penurunan ketebalan. Film yang disimpan pada suhu 3-5ºC memiliki ketebalan awal sebesar 0.26 mm dan diakhir penyimpanan 8 hari ketebalan film tersebut berkurang menjadi 0.03 mm Lampiran 4. Begitu pula pada penyimpanan suhu -5--10ºC, ketebalan di awal penyimpanan sebesar 0.02 mm menjadi 0.02 mm di akhir penyimpanan Lampiran 4. Penurunan ketebalan film ini juga ditunjukkan dengan slope yang bernilai negatif pada ketiga suhu penyimpanan tersebut. Laju penurunan ketebalan yang terjadi pada suhu 3-5ºC dan suhu -5-- 10ºC ini menunjukan tingkat kecepatan penurunan yang hampir sama karena nilai slope yang dimiliki tidak jauh berbeda, yaitu mengalami penurunan sebesar 0.026 mm setiap 1 hari untuk suhu 3- 5ºC dan suhu -5--10ºC sebesar 0.027 mm per 1 hari. Sementara pada paparan matahari, terjadi kenaikan ketebalan sebesar 0.0003 mm per 30 menit. 4.2.1.3 Susut Bobot Pengukuran susut bobot film dilakukan untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan terhadap perubahan pada bobot film indikator. Nilai susut bobot berkorelasi dengan nilai ketebalan. Penurunan ketebalan pada film akan diikuti dengan kenaikan laju susut bobot film. Hasil menunjukkan seberapa besar persentase susut bobot yang terjadi selama film indikator disimpan. Ketidakstabilan nilai persentase susut bobot yang terukur dipengaruhi oleh ketebalan film yang bersangkutan. Ketebalan film dalam satu cetakan tidak merata besarnya. Setiap sisi pada lembaran film yang sama belum tentu memiliki ketebalan yang sama sehingga berpengaruh pula pada bobot film tersebut. Pada penyimpanan paparan matahari, persentase susut bobot di 30 menit pertama terukur sebesar 37.67 Lampiran 4. Kemudian persentase meningkat pada akhir penyimpanan menjadi 53.00 . Meningkatnya nilai persentase susut bobot menandakan bahwa terjadi penipisan film indikator sehingga susut bobot yang terjadi semakin besar. Hal yang sama juga terjadi pada penyimpanan suhu 3-5ºC, setelah penyimpanan selama 1 hari, persentase susut bobot yang terukur sebesar 30.29 dan diakhir penyimpanan persentase susut bobot yang terukur menjadi semakin tinggi, yaitu 45.11 . Lampiran 4. Begitu pula pada penyimpanan suhu -5--10ºC, setelah penyimpanan selama 1 hari persentase susut bobot terukur sebesar 20.58 dan setelah 8 hari penyimpanan menjadi 21.03 Lampiran 4. Film yang disimpan terkena paparan matahari memiliki nilai slope sebesar 0.193 dengan koefisien determinasi sebesar 0.543. Hal ini menyatakan bahwa persentase susut bobot yang cukup besar, yaitu mengalami kenaikan rata-rata sebesar 0.193 setiap 30 menit. Nilai koefisien determinasi sebesar 0.543 dapat diinterpretasikan bahwa hubungan antara lama penyimpanan dengan peningkatan persentase susut bobot hanya dapat dijelaskan sebesar 54.3. Kemudian kenaikan persentase susut bobot pada penyimpanan suhu 3-5ºC terjadi lebih cepat dari penyimpanan suhu -5-- 10ºC. Hal ini terlihat dari nilai slope suhu 3-5ºC yang mengalami kenaikan rata-rata sebesar 3.370 setiap 1 hari dibandingkan dengan suhu -5--10ºC yang mengalami kenaikan rata-rata 1.787. Pada suhu 3-5ºC, antara lama penyimpanan dengan perubahan susut bobot memiliki hubungan linier positif langsung agak rendah karena nilai koefisien determinasinya hanya 49. Sementara pada 37 penyimpanan suhu -5--10ºC, hubungannya positif linier yang rendah. Model regresi pada suhu -5-- 10ºC hanya mampu menjelaskan hubungan antara lama penyimpanan dengan perubahan persentase susut bobot sebesar 27.2. Persentase susut bobot selama penyimpanan di paparan matahari, suhu 3- 5ºC, dan suhu -5--10ºC pada film indikator dapat dilihat pada Gambar 22 sedangkan persamaan regresi dan nilai R 2 dari grafik susut bobot tersebut dapat dilihat pada Tabel 14. Gambar 22. Grafik susut bobot film indikator selama penyimpanan terpapar matahari atas, suhu 3- 5ºC tengah, dan suhu -5--10ºC bawah. Tabel 14. Persamaan regresi dan nilai R 2 dari grafik nilai susut bobot paparan matahari, suhu 3-5ºC, dan suhu -5--10ºC. Suhu penyimpanan Persamaan regrasi Nilai R 2 Paparan matahari y = 0,193x + 19,03 0.543 3-5ºC y = 3,370x + 18,51 0.490 -5--10ºC y = 1,787x + 14,97 0.272 38 4.3 Potensi Aplikasi Dewasa ini konsumen semakin kritis dalam menentukan produk yang mereka beli terutama pada produk pangan. Keamanan pangan, kualitas, dan kesegaran menjadi faktor penting bagi konsumen dalam mengambil keputusan saat membeli. Saat ini konsumen membutuhkan informasi yang semakin jelas dan akurat mengenai produk yang mereka beli. Penambahan kemasan cerdas sebagai label akan membantu konsumen untuk membeli produk dengan kualitas yang masih baik. Label berupa film indikator berwarna beserta standar warna dari film tersebut akan ditempelkan pada kemasan produk. Standar warna dibuat agar memudahkan konsumen dalam memperoleh informasi mengenai kesegaran produk hanya dengan melihat tingkat perubahan warna dari film indikator. Berikut adalah standar warna film indikator Gambar 23. a b Gambar 23. Standar wanna film indikator terhadap perubahan kualitas produk; a perubahan warna hasil dokumentasi; b perubahan warna sebagai pedoman bagi konsumen. Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat tingkatan warna yang menunjukkan kemunduran mutu produk. Label ini dapat digunakan untuk produk-produk yang mudah rusak pada suhu panas sensitif panas atau produk yang seharusnya disimpan dalam kondisi dingin. Ketika warna label berwarna merah keunguan maka produk tersebut masih dalam kondisi segar atau baik. Ketika berwarna merah tua maka produk harus segera dikonsumsi, sementara warna keoranyean menunjukan bahwa produk tersebut sudah rusak dan sebaiknya tidak dikonsumsi. Perubahan warna pada film indikator tersebut menjadi media informasi bagi konsumen sehingga dapat membantu konsumen Segar Segera konsumsi Rusak 39 ketika akan memilih produk yang dibeli. Perubahan warna tersebut juga menandakan bahwa produk telah terkena paparan dari suhu yang tidak seharusnya maupun penanganan penyimpanan yang tidak sesuai. Kemasan cerdas komersial yang memiliki prinsip yang sama dalam penggunaannya adalah Fresh-Check ® . Kemasan tersebut juga diterapkan pada produk yang mudah rusak oleh panas. Pusat lingkaran dari Fresh-Check ® terbuat dari polimer diasetilena. Perubahan warna pada pusat lingkaran Gambar 24 akan menggelap lebih cepat saat terkena suhu yang tinggi dan akan berubah dengan lambat saat terkena suhu rendah. Dengan demikian konsumen akan mudah menilai kapan produk tersebut dapat digunakanatau dikonsumsi dan kapan untuk tidak menggunakan produk tersebut walau masih dalam kode tanggal kadarluarsa. a b c Gambar 24. Indikator Fresh-Check ® dalam kondisi a segar, b segera konsumsi, dan c tidak dikonsumsirusak Kuswandi et al. 2011. 40

V. KESIMPULAN DAN SARAN