METODOLOGI vulgaris L. var cicla L. yang dilaksanakan di Laboratorium Pengemasan

16

III. METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan Bahan utama yang dipergunakan dalam penelitian ini, yaitu kitosan serpihan siap pakai dengan derajat deasetilasi 88,5 diperoleh dari Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor spesifikasi kitosan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Polivinil Alkohol PVA yang diperoleh dari toko Kemika Jaya. Bahan penunjang lainnya adalah asam asetat glasial 1, plasticizer gliserin, akuades, bit, dan alkohol 70. Sementara peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah oven atau inkubator dengan suhu 50ºC, hot plate dan magnetic stirrer, batang pengaduk, sudip, termometer, gelas piala, gelas ukur, plat kaca ukuran 20× 20 × 1 cm, neraca analitik, pipet tetes, kuas, kain saring, jar, cawan petri, styrofoam, alumminium foil, mikrometer sekrup, dan Chromameter. 3.2 Metode Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan tahap penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan formulasi penambahan indikator warna pada film , prosedur pengeringan dan pewarnaan film yang tepat, serta selang waktu perubahan warna film indikator. Pada tahap penelitian utama dilakukan analisis respon film indikator selama penyimpanan. Sementara untuk pembuatan film dilakukan berdasarkan hasil penelitian Putri 2012 dan Hasnedi 2009. Selain itu, pemilihan pewarna bit sebagai indikator didasarkan pada hasil penelitian Putri 2012. Dalam penelitiannya, Putri menggunakan pewarna bit dan rosella. Pewarna dari rosella ketika dicampurkan dengan larutan film memberikan respon perubahan warna yang begitu cepat. Pada awalnya larutan campuran berwarna merah darah, namun dalam hitungan menit warna berubah menjadi merah kecoklatan, kemudian menjadi coklat secara konsisten. Oleh karena itu, pewarna rosella tidak dijadikan sebagai pewarna indikator dan pewarna bit yang digunakan sebagai indikator. 3.3.1 Penelitian Pendahuluan 3.3.1.1 Ekstraksi Warna dari Bit Putri 2012 Bahan pewarna yang digunakan berasal dari bit. Bit yang sudah dikupas dihancurkan dengan menggunakan blender dengan diberi tambahan air. Perbandingan antara bit dan air agar larutan pewarna yang dihasilkan pekat adalah 2:1 bv. Setelah dihancurkan, bubur bit disaring dengan kain saring untuk mendapatkan larutan pewarna. Larutan pewarna yang didapat dicampurkan ke dalam larutan film untuk memperoleh warna yang paling baik untuk dijadikan indikator. 3.3.1.2 Pembuatan Film Indikator dari Kitosan Putri 2012 Larutan film berbahan kitosan berdasarkan pada penelitian Putri 2012, yaitu 3.5 gram kitosan dilarutkan dalam 70 ml asam asetat glasial 1. Pencampuran antara kitosan dengan pelarut dilakukan sedikit demi sedikit agar kitosan dapat larut dengan sempurna. Lalu larutan dihomogenkan dengan pengaduk stirer dan dipanaskan pada suhu konstan yaitu 40 o C ± 60 menit hingga larutan film tersuspensi dengan sempurna. Setelah larutan tersuspensi sempurna, larutan film tersebut ditera dengan aquades sampai 100 ml. Kemudian ditambahkan plasticizer gliserol sebanyak 1 dari volume 17 film yang dibuat. Larutan film kemudian dituangkan pada media plat kaca berukuran 20 × 20 cm untuk dibuat menjadi lembaran film. Agar dihasilkan ketebalan film yang merata, larutan diratakan dengan menggunakan sudip kaca. Setelah itu dilakukan pemanasan di dalam oven dengan suhu 50 o C selama 24 jam. Urutan proses pembuatan larutan film berbahan dasar kitosan dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Diagram alir pembuatan film kitosan Putri 2012. 3.3.1.3 Pembuatan Film Indikator dari Kitosan-PVA Hasnedi 2009 Pembuatan larutan film campuran kitosan dan PVA Polivinil Alkohol dilakukan berdasarkan penelitian Hasnedi 2009. Pada penelitian tersebut menggunakan bahan-bahan kitosan-asetat 1 bv sebanyak 48 ml, polivinil alkohol PVA 1 bv sebanyak 48 ml, dan pewarna indikator pH Bromthymol Blue BTB 0,2 bv sebanyak 4 ml. Modifikasi yang dilakukan meliputi kitosan- asetat 3 bv, polivinil alkohol PVA 3 bv, dan Bromthymol Blue disubstitusi oleh pewarna bit. Perbandingan antara larutan kitosan dengan larutan PVA dalam proses pencampuran kedua larutan adalah 4:6. Diagram alir pembuatan film campuran Kitosan-PVA dapat dilihat pada Gambar 9. Kitosan g Pelarutan Homogenisasi Asam asetat 1 mL Pemanasan 40ºC 60 menit Pendinginan Gliserol mL Larutan film Penuangan di plat kaca Pengeringan 50 o C selama 24 jam Pelepasan film dari cetakan Film kitosan akuades mL Plat kaca dibersihkan dengan alkohol 70 Pewarna bit mL 18 Keterangan : proses yang dimodifikasi dari Hasnedi 2009 Gambar 9. Diagram alir pembuatan film campuran Kitosan-PVA modifikasi dari Hasnedi 2009. PVA g akuades mL suhu 80ºC Kitosan g Pelarutan Homogenisasi 30 menit Asam asetat 1 mL Pelarutan Homogenisasi Pemanasan 40ºC 60 menit akuades mL Pencampuran Larutan PVA Larutan kitosan Homogenisasi Gliserol mL Pendinginan Larutan film Penuangan di plat kaca Pengeringan 50 o C selama 24 jam Pelepasan film dari cetakan Film Plat kaca dibersihkan dengan alkohol 70 Pewarna bit mL 19 Dalam pembuatan lembaran film ini dilakukan sebanyak tiga tahap yaitu, pembuatan larutan PVA, pembuatan larutan kitosan, dan pencampuran kedua larutan. Mula-mula 3 gram PVA sedikit demi sedikit dilarutkan dalam akuades 80ºC, lalu dihomogenkan dengan pengaduk stirer hingga terlarut sempurna. Kemudian untuk membuat larutan kitosan cara yang dilakukan sama seperti Gambar 5, yang berbeda hanya pada komposisi bahan. Jika pada penelitian Putri 2012 kitosan yang digunakan seberat 3.5 gram yang dilarutkan dalam 70 ml asam asetat glasial 1, maka dalam prosedur ini digunakan kitosan seberat 3 gram yang dilarutkan dalam 50 ml asam asetat glasial 1. Tahapan selanjutnya adalah menggabungkan kedua larutan tersebut. Perbandingan yang digunakan untuk mencampur kedua larutan tersebut adalah 6:4 vv larutan PVA:larutan kitosan. 3.3.1.4 Teknik Pengeringan Film Indikator Pada tahap uji coba pengeringan larutan film ini dilakukan beberapa teknik untuk mengetahui cara pengeringan terbaik agar warna film yang dihasilkan tidak berubah warna selama pengeringan. Berdasarkan hasil penelitian Putri 2012 pewarna alami sebagai indikator warna, sangat mudah berubah warna ketika dipanaskan. Beberapa cara pengeringan pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan freeze drying, oven vaccum, dan oven blower. Tahapan yang dilakukan pada ketiga pengeringan tersebut adalah sebagai berikut: i. Oven blower Larutan film yang telah dituangkan ke plat kaca, diratakan terlebih dahulu dengan menggunakan sudip kaca. Kemudian dimasukkan ke dalam oven blower yang sebelumnya telah dipanaskan hingga suhu 50ºC. Pengeringan dilakukan selama 24 jam. ii. Oven vacuum Oven terlebih dahulu dinyalakan hingga mencapai suhu 50ºC. Larutan film yang telah dituangkan ke plat kaca dimasukkan ke dalam oven. Setelah itu, vacuum mulai dinyalakan. Pada pengeringan dengan oven vacuum ini dilakukan selama 3 jam. iii. Freeze drying Larutan film yang telah dituangkan ke plat kaca, dibekukan terlebih dahulu pada suhu freezer± - 5ºC selama 24 jam. Setelah 24 jam, film yang telah membeku, dimasukkan ke mesin freeze drying dan dikeringkan selama 6 jam. 3.3.1.5 Pewarnaan Film dengan Metode Oles Larutan film terlebih dahulu dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada suhu 50ºC. Setelah itu, pewarna indikator dengan volume 6 ml400 cm 2 dioleskan pada lembaran film. Film yang telah diolesi pewarna kemudian dimasukkan ke dalam lemari pendingin selama ± 1 jam. Hal tersebut dilakukan agar warna dapat menempel dengan sempurna pada lembaran film. 3.3.1.6 PengamatanPerubahan Film Indikator Selama Penyimpanan Analisis perubahan warna indikator ini dilakukan untuk mengetahui perubahan warna pada lembaran film. Film yang sudah dipotong-potong 3×3 cm disimpan dalam lima tempat berbeda, yaitu suhu ruang ± 27ºC, suhu kulkas 3-5ºC, suhu freezer -5--10ºC, ruang gelap, dan terpapar sinar matahari. Perubahan warna diamati secara visual setiap satu jam sekali selama 24 jam. Data yang dihasilkan akan digunakan untuk menentukan titik pengamatan pada penelitian utama. 20 3.3.2 Penelitian Utama 3.3.2.1 Pengukuran Respon Film Indikator Selama Penyimpanan Pada tahap ini dilakukan pengamatan respon lembaran film terhadap perlakuan-perlakuan terbaik yang didapatkan pada penelitian pendahuluan. Perlakuan-perlakuan tersebut diantaranya penyimpanan lembaran film yang telah dipotong 3×3 cm pada suhu kulkas 3-5ºC, suhu freezer -5-- 10ºC, dan paparan matahari. Respon yang diamati adalah perubahan warna film indikator, susut bobot, dan ketebalan prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 2. Sesuai dengan hasil pengamatan 3.3.1.6, setiap suhu penyimpanan dilakukan 7 titik pengamatan untuk memperoleh garis kecenderungan perubahan film indikator selama penyimpanan. 3.3 Pengolahan Data Data penelitian yang telah didapatkan dari penelitian utama kemudian dianalisis secara statistik. Analisis statistik dilakukan untuk mengetahui hubungan hasil pengukuran warna menggunakan Chromameter dengan lama penyimpanan, pengukuran ketebalan dengan mikrometer sekrup, dan pengukuran susut bobot. Analisis yang digunakan adalah analisis korelasi regresi linier yang dinyatakan dengan persamaan regresi. Secara matematik persamaan linier dinyatakan sebagai berikut Usman dan Akbar 2008: Dimana : x = lama penyimpanan y = hasil pengukuran komponen warnaketebalansusut bobot a = slope garis regresi b = nilai komponen warnaketebalansusut bobot pada kondisi garis regresi berpotongan dengan sumbu y Tingkat ketepatan dan ketelitian pengukuran ditunjukkan dengan melihat nilai korelasi garis regresi kecenderungan data. Nilai pengukuran dinyatakan baik jika nilai korelasinya lebih dari 80 R 2 ≥ 0.80. Menurut Usman dan Akbar 2008, nilai R 2 terbesar adalah +1 dan terkecil adalah -1 sehingga dapat ditulis -1 ≤ R 2 ≤ +1. Apabila nilai r 2 = +1, maka disebut hubungan positif sempurna dan hubungannya linier langsung sangat tinggi. Sebaliknya jika nilai R 2 = -1, maka disebut hubungan negatif sempurna dan hubungannya tidak langsung sangat tinggi invers. Nilai R 2 tidak mempunyai satuan dimensi. Makna dari nilai R 2 yang dihitung dapat diinterpretasikan dengan Tabel 7. Tabel 7. Interpretasi dari nilai R 2 Usman dan Akbar 2008. R 2 Interpretasi Tidak berkorelasi 0.01 – 0.20 Sangat rendah 0.21 – 0.40 Rendah 0.41 – 0.60 Agak rendah 0.61 – 0.80 Cukup tinggi 0.81 – 0.99 Tinggi 1 Sangat tinggi 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN