ww.tread ton CO2 e

114 Lampiran 15. Pengambilan sampel air limbah dari separator Lampiran 16. Air limbah yang berasal dari pencucian ubikayu 115 Lampiran 17. Pengambilan air limbah di IPAL industri iapioka Lampiran 18. Pengukuran di lokasi Temperatur, pH, dan DO bersama Dr. Ir. Udin Hasanudin, M.T. 116 Lampiran 19. Kunjungan Prof.Dr.Ir. H.M.H. Bintoro, M.Agr. ke lokasi salah satu industri tapioka 117 Lampiran 20. Limbah padat yang cukup melimpah masuk ke kolam penampungan air limbah Lampiran 21. Limbah onggok yang dihasilkan dari proses produksi industri tapioka 118 Lampiran 22. Salah satu IPAL Industri tapioka Lampiran 23. Salah satu outlet IPAL akhir industri tapioka Lampiran 24. Spektrofotometer HACH 4000U untuk mengukur COD 119 Lampiran 25. Digestion Reactor DRB 200 untuk pemanas COD Lampiran 26. Inkubator dan furnace untuk analisa TS dan VTS Lampiran 27. Desikator dan timbangan analitik 4 digit 120 Lampiran 28. Gas Chromatography dan seperangkat PC untuk analisa konsentrasi biogas Lampiran 29. Reagen COD yang telah diisi sampel air limbah 121 Lampiran 30. Hasil biogas yang dimanfaatkan untuk memasak Lampiran 31. Generator biogas dengan kapasitas 3.2 MW MODEL PROSES PRODUKSI INDUSTRI TAPIOKA RAMAH LINGKUNGAN BERBASIS PRODUKSI BERSIH Studi Kasus di Provinsi Lampung ERDI SUROSO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ABSTRAK ERDI SUROSO. Model Proses Produksi Industri Tapioka Ramah Lingkungan Berbasis Produksi Bersih Studi Kasus di Provinsi Lampung . Dibimbing oleh M.H. BINTORO DJOEFRIE, UDIN HASANUDIN, dan AHMAD ARIF AMIN Industri tapioka merupakan salah satu industri yang potensial mencemari lingkungan terutama peningkatan pemanasan global sehingga memerlukan upaya perbaikan, Upaya perbaikan yang dilakukan diharapkan akan meningkatkan efisiensi proses sekaligus menurunkan biaya operasional. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan tahap proses pengolahan tapioka yang potensial untuk penerapan produksi bersih pabrik tapioka berdasarkan penggunaan air, energi, dan karakteristik limbah yang dihasilkan; menghasilkan alternatif perbaikan proses produksi dan pengelolaan limbah industri tapioka yang dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi risiko pencemaran terhadap lingkungan berdasarkan hasil analisis dan evaluasi nilai manfaat ekonomis dan lingkungan; menghasilkan model proses produksi industri tapioka ramah lingkungan berbasis produksi bersih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prinsip produksi bersih dapat diterapkan pada industri tepung tapioka. Proses daur ulang penggunaan air merupakan alternatif sebagai peningkatan efisiensi yang dapat dilakukan pada tahapan penggunaan limbah separator untuk proses pencucian bahan baku. Efisiensi penggunaan air produksi sebesar 923,52 m 3 hasil dari daur ulang air sisa separator sehingga akan menghemat penggunaan air bersih sebesar 27 dari total air bersih yang digunakan sebesar 3.420,43 m 3 . Apabila dihitung dengan pajak pemanfaatan air bawah tanah, maka akan menghemat biaya operasional sebesar Rp.955.843,- per hari. Pemanfaatan air limbah sebagai sumber energi baru terbarukan merupakan alternatif perbaikan efisiensi proses produksi tapioka. Energi yang dihasilkan dari konversi gas metana setara sebesar 47.221,75 kWhhari, sehingga bila dimanfaatkan untuk proses produksi industri tapioka sangat mencukupi dari energi yang dibutuhkan sebesar 39.904,2 kWhhari. Kelebihan energi industri tapioka sebesar 7.317,55 kWhhari dikonversikan ke bahan bakar solar, maka akan setara dengan 2.195,27 liter solarhari. Energi yang digunakan industri tapioka untuk keperluan proses pengeringan menggunakan oven sebesar 12.779,57 kWh bila dikonversi bahan bakar solar setara 3.833,87 liter, maka kebutuhan bahan bakar solar tersebut dapat terpenuhi 100 seluruhnya. Biaya operasional yang dibutuhkan untuk membeli bahan bakar solar sebesar Rp.25.303.548,- dapat dihemat dengan memanfaatkan sumber energi baru terbarukan. Kelebihan energi setelah dikurangi konsumsi energi untuk proses pengeringan sebesar 7.317,55 kWh setara dengan bahan bakar solar sebanyak 2.195,27 liter dapat dikonversikan menjadi nilai ekonomi sebesar Rp. 14,488,749,-. Kelebihan energi ini dapat digunakan untuk aktivitas lain di sekitar lokasi industri seperti aktivitas kantor, perumahan dan penerangan. Selain itu, berkurangnya gas CO 2 dari hasil dekomposisi air limbah industri tapioka adalah sebesar 4.562,84 tonCO 2 e. Perusahaan akan dapat memperoleh CER Credit Emission Reduction dari upaya pengurangan carbon yang terlepas ke lingkungan melalui methane capture berkisar Rp. 281.830.656,- sd Rp. 845.491.970,-. Hasil studi kelayakan ekonomi opsi produksi bersih industri tapioka dengan memanfaatkan ampasonggok sebagai pakan ternak dengan kegiatan penggemukan sapi sebanyak 100 ekor dapat memberikan keuntungan sebesar Rp.966.500.000,- dengan payback periode 0,74 tahun. Penggunaan kembali air sisa proses separator untuk pencucian ubikayu memberikan nilai keuntungan penghematan biaya sebesar Rp.24.851.923,- setiap bulannya. Pemanfaatan air limbah sebagai salah satu sumber energi terbarukan dalam bentuk biogas dengan sistem CIGAR memberikan manfaat yang cukup menguntungkan dengan payback periode selama 7,3 bulan. Pemanfaatan kulit, serat ubikayu untuk pupuk organik akan memberikan manfaat sebesar Rp.79.500.000. Industri tapioka dinilai sangat menguntungkan apabila dapat menerapkan dengan baik perbaikan proses yang direkomendasikan, sehingga dampak pencemaran terhadap lingkungan dapat diminimalkan. Model proses produksi industri tapioka ramah lingkungan berbasis produksi bersih yang dihasilkan dapat memberikan solusi skenario pemanfaatan air limbah, pemanfaatan energi dari air limbah dan reduksi emisi gas. Limbah padat dapat digunakan sebagai pakan ternak, pupuk organik yang secara efektif menuju terciptanya agroindustri tapioka yang ramah lingkungan dan menurunkan dampak efek pemanasan global. Kata kunci: produksi bersih, proses produksi, tapioka ABSTRACT ERDI SUROSO. Tapioka Industry Production Process Model-Based Environmentally Friendly Cleaner Production Case Study in Lampung Province. Under the direction of M.H. BINTORO DJOEFRIE, UDIN HASANUDIN, and AHMAD ARIF AMIN. Tapioca industry is one industry that potentially polluted the environment, especially the increase of global warming that requires improvement efforts, improvements made efforts expected to improve process efficiency while lowering operational costs. The purpose of this study is to get the tapioca processing stage for potential application of clean production of tapioca factory based on the use of water, energy, and characteristics of waste generated; produce alternative production process improvement and management of industrial waste tapioca that can increase efficiency and reduce the risk of pollution to the environment based on analysis and evaluation of economic benefits and environmental values; produce a process model of environmentally friendly industrial production of tapioca- based cleaner production. The results showed that the principle of cleaner production can be applied to the tapioca starch industry. The process of recycling water used efficiency improvements as an alternative that can be performed on stage separator for use of waste raw material leaching process. Efficiency of water used for production of 923.52 m 3 of recycled water from the rest of the separator so that will save fresh water use by 27 of the total water use for 3,420.43 m 3 . If the tax is calculated with the use of underground water, it will save operational cost IDR.955,843 per day. Utilization of wastewater as a source of new renewable energy is an alternative to tapioca production process efficiency improvements. The energy generated from the conversion of methane equivalent of 47,221.75 kWh day, so when used for industrial production processes of tapioca is sufficient energy required for 39,904.2 kWh day. Excess energy for industrial tapioca 7,317.55 kWh day is converted into diesel fuel, it will be the equivalent of 2,195.27 liters of diesel day. Energy used tapioca industry for the drying process using an oven at 12,779.57 kWh when converted diesel fuel equivalent of 3,833.87 liters, then the diesel fuel requirements can be fulfilled 100 full. Operational costs required to purchase diesel fuel for IDR5.303.548, - can be saved by making use of new renewable energy sources. Excess energy net energy consumption for the drying process of 7317.55 kWh equivalent to diesel fuel as much as 2195.27 liters could be converted into economic value of IDR. 14,488,749, -. Excess energy can be used for other activities around the location of industries such as office activities, housing and lighting. In addition, the reduction of CO 2 gases from the decomposition of the waste water industry amounted to 4,562.84 tonCO2e tapioca. The company will be able to obtain CERs Credit Emission Reduction of reduction carbon released into the environment through methane capture ranges from IDR. 281,830,656 - 845,491,970. The results of the economic feasibility study of industrial cleaner production options by utilizing tapioca pulp onggok as fodder to cattle fattening activities as much as 100 individuals may provide a gain of IDR.966,500,000 with a payback period of 0.74 years. Reusing water separator for the rest of the process of washing the cassava value IDR.24,851,923 advantage of cost savings per month. Utilization of wastewater as a source of renewable energy in the form of biogas systems provided sufficient benefit Cigar profitable with payback period of 7.3 months. Utilization of the skin, fiber cassava for the organic fertilizer will provide benefits for IDR.79,500,000. Tapioca industries considered to be very profitable if it can apply to either the recommended process improvements, so the impact of pollution on the environment can be minimized. Tapioca production process model of environmentally friendly industrial based on production cleaner that can provide solutions resulting waste water utilization scenarios, energy utilization of waste water and reduction of gas emissions. Solid waste can be used as animal feed, organic fertilizer which effectively towards the creation of environmentally friendly agroindustry tapioca and reduce the impact of global warming effects. Keywords: cleaner production, production process, tapioka industry RINGKASAN DISERTASI ERDI SUROSO. Model Proses Produksi Industri Tapioka Ramah Lingkungan Berbasis Produksi Bersih Studi Kasus di Provinsi Lampung . Dibimbing oleh M.H. BINTORO DJOEFRIE, UDIN HASANUDIN, dan AHMAD ARIF AMIN. Industri tapioka merupakan salah satu jenis industri agro Agro-based- industri berbahan baku ubikayusingkong yang banyak tersebar di Indonesia baik skala kecil, menengah, maupun berskala besar. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi ubikayu di Indonesia dengan total luas panen pada tahun 2009 mencapai 320.344 ha, tingkat produktivitas rata-rata 24,61 tonha dan total produksi sebesar 7.885.116 ton. Ubikayu Manihot esculenta Crantz merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang memiliki peranan penting dalam sistem ekonomi daerah. Produksi ubikayu yang sangat tinggi telah mendorong berdirinya lebih dari 65 industri tapioka di Propinsi Lampung. Industri tapioka dalam kegiatan produksinya memiliki rendemen berkisar 20-25 bb dari bobot ubikayu yang diolah. Industri tapioka selalu menghasilkan limbah, baik berupa limbah padat, cair maupun gas yang sering menimbulkan bau yang tidak dikehendaki. Limbah padat berupa kulit, ampas onggok, dan lindur elot. Kandungan air yang cukup tinggi dalam limbah padat tapioka merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme yang menyebabkan proses pembusukan limbah padat menjadi lebih cepat dan proses pembusukan ini dapat menimbulkan masalah bau busuk pada limbah padat tapioka. Air limbah industri tapioka berasal dari proses pencucian bahan baku, dan ekstraksi. Limbah organik tersebut bila dibuang langsung ke perairan umum akan menimbulkan perubahan warna air menjadi kehitaman, penurunan kadar oksigen dalam air dan me- nimbulkan bau busuk. Air limbah yang dihasilkan industri tapioka sekitar 4-7 m 3 ton ubikayu yang diolah dengan konsentrasi bahan organik yang sangat tinggi. Sistem pengolahan air limbah tapioka saat ini banyak menggunakan kolam-kolam anaerobik yang memanfaatkan mikroba untuk menguraikan bahan-bahan organik dalam air limbah tersebut. Sistem kolam anaerobik selain memerlukan waktu tinggal yang lama, juga dinilai kurang ekonomis karena memerlukan areal pengolahan air limbah yang cukup luas dan tidak menghasilkan sesuatu yang ber- nilai ekonomi. Penerapan sistem kolam anaerobik dalam pengolahan air limbah tapioka akan menghasilkan gas berupa metana CH 4 . Gas metana merupakan gas rumah kaca yang memberikan kontribusi terhadap pemanasan global. Selain bersifat merusak lingkungan, gas metana dikenal umum berpotensi sebagai bahan bakar alternatif dengan nilai kalor 35,9 MJm 3 CH 4 . Hal ini ditunjukkan dengan telah dimanfaatkannya gas metana sebagai bahan bakar alternatif antara lain dari pengolahan kotoran ternak, baik sapi maupun babi. Pemanfaatan gas metana yang dihasilkan dari air limbah agroindustri sebagai sumber energi alternatif belum banyak dikaji. Pemanfaatan gas metana yang terbentuk pada kolam anaerobik IPAL agroindustri tapioka akan memberikan manfaat yaitu menurunnya nilai COD air limbah sehingga dapat memenuhi baku mutu lingkungan, tersedianya energi alternatif, dan sekaligus berperan dalam mencegah pemanasan global dengan tidak terlepasnya gas metana ke udara. Obyek penelitian ini adalah pabrik tapioka yang mengolah ubikayu menjadi tapioka. Penelitian difokuskan pada proses pengolahan ubikayu menjadi tapioka yang potensial untuk penerapan konsep produksi bersih dengan beberapa kriteria penilaian antara lain identifikasi sumber penghasil limbah, efisiensi penggunaan sumberdaya energi, daur ulang limbah dan pemanfaatan air limbah. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan tahap proses pengolahan tapioka yang potensial untuk penerapan produksi bersih pabrik tapioka berdasarkan peng- gunaan air, energi, dan karakteristik limbah yang dihasilkan; menghasilkan alternatif perbaikan proses produksi dan pengelolaan limbah industri tapioka yang dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi risiko pencemaran terhadap lingkungan berdasarkan hasil analisis dan evaluasi nilai manfaat ekonomis dan lingkungan; menghasilkan model proses produksi industri tapioka ramah lingkungan berbasis produksi bersih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prinsip produksi bersih dapat diterapkan pada industri tepung tapioka. Proses daur ulang penggunaan air merupakan alternatif sebagai peningkatan efisiensi yang dapat dilakukan pada tahapan penggunaan limbah separator untuk proses pencucian bahan baku. Efisiensi penggunaan air produksi sebesar 923,52 m 3 hasil dari daur ulang air sisa separator sehingga akan menghemat penggunaan air bersih sebesar 27 dari total air bersih yang digunakan sebesar 3.420,43 m 3 . Apabila dihitung dengan pajak pemanfaatan air bawah tanah, maka akan menghemat biaya operasional sebesar Rp.955.843,- per hari. Pemanfaatan air limbah sebagai sumber energi baru terbarukan merupakan alternatif perbaikan efisiensi proses produksi tapioka. Energi yang dihasilkan dari konversi gas metana setara sebesar 47.221,75 kWhhari, sehingga bila dimanfaatkan untuk proses produksi industri tapioka sangat mencukupi dari energi yang dibutuhkan sebesar 39.904,2 kWhhari. Kelebihan energi industri tapioka sebesar 7.317,55 kWhhari dikonversikan ke bahan bakar solar, maka akan setara dengan 2.195,27 liter solarhari. Energi yang digunakan industri tapioka untuk keperluan proses pengeringan menggunakan oven sebesar 12.779,57 kWh bila dikonversi bahan bakar solar setara 3.833,87 liter, maka kebutuhan bahan bakar solar tersebut dapat terpenuhi 100 seluruhnya. Biaya operasional yang dibutuhkan untuk membeli bahan bakar solar sebesar Rp.25.303.548,- dapat dihemat dengan memanfaatkan sumber energi baru terbarukan. Kelebihan energi setelah dikurangi konsumsi energi untuk proses pengeringan sebesar 7.317,55 kWh setara dengan bahan bakar solar sebanyak 2.195,27 liter dapat dikonversikan menjadi nilai ekonomi sebesar Rp. 14,488,749,-. Kelebihan energi ini dapat digunakan untuk aktivitas lain di sekitar lokasi industri seperti aktivitas kantor, perumahan dan penerangan. Selain itu, berkurangnya gas CO 2 dari hasil dekomposisi air limbah industri tapioka adalah sebesar 4.562,84 tonCO 2 e. Perusahaan akan dapat memperoleh CER Credit Emission Reduction dari upaya pengurangan carbon yang terlepas ke lingkungan melalui methane capture berkisar Rp. 281.830.656,- sd Rp. 845.491.970,-. Hasil studi kelayakan ekonomi opsi produksi bersih industri tapioka dengan memanfaatkan ampasonggok sebagai pakan ternak dengan kegiatan penggemukan sapi sebanyak 100 ekor dapat memberikan keuntungan sebesar Rp.966.500.000,- dengan payback periode 0,74 tahun. Penggunaan kembali air sisa proses separator untuk pencucian ubikayu memberikan nilai keuntungan penghematan biaya sebesar Rp.24.851.923,- setiap bulannya. Pemanfaatan air limbah sebagai salah satu sumber energi terbarukan dalam bentuk biogas dengan sistem CIGAR memberikan manfaat yang cukup menguntungkan dengan payback periode selama 7,3 bulan. Pemanfaatan kulit, serat ubikayu untuk pupuk organik akan memberikan manfaat sebesar Rp.79.500.000. Industri tapioka dinilai sangat menguntungkan apabila dapat menerapkan dengan baik perbaikan proses yang direkomendasikan, sehingga dampak pencemaran terhadap lingkungan dapat diminimalkan. Model proses produksi industri tapioka ramah lingkungan berbasis produksi bersih yang dihasilkan dapat memberikan solusi skenario pemanfaatan air limbah, pemanfaatan energi dari air limbah dan reduksi emisi gas. Limbah padat dapat digunakan sebagai pakan ternak, pupuk organik yang secara efektif menuju terciptanya agroindustri tapioka yang ramah lingkungan dan menurunkan dampak efek pemanasan global. Kata Kunci: Produksi bersih, proses produksi, industri tapioka 1 P P E E N N D D A A H H U U L L U U A A N N Latar Belakang Industri tapioka merupakan salah satu jenis industri agro Agro-based- industri berbahan baku ubikayusingkong yang banyak tersebar di Indonesia baik skala kecil, skala menengah, maupun skala besar. Provinsi Lampung merupakan salah satu produsen ubikayu di Indonesia dengan total luas panen pada tahun 2009 seluas 320.344 ha, tingkat produktivitas rata-rata sebesar 24,61 tonha dan total produksi sebesar 7.885.116 ton BPS, 2010. Ubikayu Manihot esculenta Crantz merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang memiliki peranan penting dalam sistem ekonomi daerah Direktorat Jenderal PPHP, 2006. Produksi ubikayu yang sangat tinggi telah mendorong berdirinya lebih dari 65 industri tapioka di Propinsi Lampung. Industri tapioka dalam kegiatan produksinya memiliki rendemen berkisar 20-25 bb dari bobot ubikayu yang diolah. Industri tapioka selalu menghasilkan limbah, baik berupa limbah padat, cair maupun gas yang sering menimbulkan bau yang tidak dikehendaki. Ketiga jenis limbah ini memiliki karakteristik dan beban pencemaran yang berbeda. Limbah padat berupa kulit, ampas onggok, dan lindur elot. Kandungan air yang cukup tinggi dalam limbah padat tapioka merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme yang menyebabkan proses pembusukan limbah padat menjadi lebih cepat dan proses pembusukan ini dapat menimbulkan masalah bau busuk pada limbah padat tapioka. Air limbah industri tapioka berasal dari proses pencucian bahan baku ubikayu, dan ekstraksi. Limbah organik tersebut bila dibuang langsung ke perairan umum akan menimbulkan perubahan warna air menjadi kehitaman, penurunan kadar oksigen dalam air dan menimbulkan bau busuk. Air limbah yang dihasilkan industri tapioka sekitar 4-7 m 3 ton ubikayu yang diolah dengan konsentrasi bahan organik yang sangat tinggi. Sistem pengolahan air limbah tapioka saat ini banyak menggunakan kolam- kolam anaerobik yang memanfaatkan mikroba untuk menguraikan bahan-bahan organik dalam air limbah tersebut. Sistem kolam anaerobik selain memerlukan 2 waktu tinggal yang lama, juga dinilai kurang ekonomis karena memerlukan areal pengolahan air limbah yang cukup luas dan tidak menghasilkan sesuatu yang ber- nilai ekonomi. Penerapan sistem kolam anaerobik dalam pengolahan air limbah tapioka akan menghasilkan gas berupa metana CH 4 . Gas metana merupakan gas rumah kaca yang memberikan kontribusi terhadap pemanasan global Rhode, 1990. Gas metana akan menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan panas bumi meningkat. Adanya pencemaran udara, yang berupa bau tidak sedap di dekat lokasi industri tapioka, banyak disebabkan oleh membusuknya limbah padat maupun air limbah yang tidak dikelola dengan cepat dan tepat, sehingga terjadi pembusukan yang tidak dikehendaki Balitbang Industri, 2007. Untuk itu sangatlah perlu kiranya dikembangkan metode pengelolaan limbah yang lebih baik dan ramah lingkungan sehingga akan memberikan nilai ekonomis yang lebih besar. Tindakan pengelolaan lingkungan dalam sistem pengelolaan lingkungan environment protection agency diprioritaskan pada usaha pengurangan limbah pada sumbernya. Pendekatan tersebut memunculkan konsep produksi bersih. Produksi bersih merupakan suatu pendekatan yang mengarah kepada peningkatan efisiensi proses produksi, penggunaan teknik-teknik daur ulang dan pakai ulang, kemungkinan substitusi bahan baku dengan yang lebih ekonomis dan tidak ber- bahaya serta perbaikan sistem operasi dan prosedur kerja. Upaya-upaya yang di- lakukan pada penerapan produksi bersih, mulai dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks, yaitu good housekeeping, optimasi proses, substitusi bahan baku, teknologi baru, dan desain produk baru. Kerangka Pemikiran Kegiatan industri tapioka yang ada saat ini sering menimbulkan masalah lingkungan sehingga sudah selayaknya diperhatikan dan dikendalikan. Jika tidak ditangani secara serius, maka limbah industri tapioka yang terdiri atas limbah padat, cair dan gas, berpotensi besar mencemari lingkungan. 3 Upaya-upaya nyata sebagai pelaksanaan prinsip pengembangan industri yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan harus menjadi perhatian khusus dalam melakukan kegiatan industri. Pengendalian tersebut sudah harus dimulai dari tahap pemilihan bahan baku hingga akhir proses produksi. Sehubungan dengan itu, dibutuhkan informasi pemilihan bahan baku yang bersih dari bahan pencemar, teknologi proses yang bersih dan mampu menghasilkan limbah yang sedikit, efisiensi proses yang tinggi, serta didukung teknologi daur ulang dan penanganan limbah yang baik. Hal tersebut merupakan salah satu butir konsep cleaner productionproduksi bersih. Produksi bersih merupakan konsep strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu yang diterapkan secara terus-menerus pada proses produksi, produk dan jasa untuk meminimalkan terjadinya resiko terhadap manusia dan lingkungan UNEP, 2003. Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian Upaya pokok dari penerapan konsep produksi bersih adalah upaya men- cegah, mengurangi, dan mengeliminasi limbah yang dihasilkan dengan cara sebagai berikut: 1 menghitung penggunaan bahan-bahan kimia dan bahan-bahan lainnya serta jumlah limbah yang dihasilkan; 2 mengidentifikasi penyebab dihasilkannya limbah; 3 mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan upaya untuk mengurangi limbah; 4 mengevaluasi kemungkinan-kemungkinan yang layak; dan 5 meng- implementasikan kemungkinan terbaik dari penerapan produksi bersih. Keluaran Ubikayu Pabrik Tapioka Tapioka Limbah Masukan:  Air yg diperlukan?  Energi yg diperlukan Produksi bersih  QuickScan  Profound Analysis  Sintesis Kajian yg dilakukan Meminimalisasi Global Warming? Pencemaran? E fis ie ns i Proses Pengolahan 4 yang diharapkan dari implementasi produksi bersih adalah terjadinya peningkatan efisiensi, kinerja lingkungan, dan keunggulan kompetitif. Kerangka pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 1. P P e e r r u u m m u u s s a a n n M M a a s s a a l l a a h h Tapioka yang dihasilkan dari proses produksi ubikayu memiliki rendemen berkisar 20-25 bb dari bobot ubikayu yang diolah. Selebihnya industri ini juga menghasilkan limbah padat,air limbah dan gas. Limbah padat yang dihasilkan berupa kotoran kulit ubikayu, ampas limbah yang dihasilkan industri tapioka berkisar 4-7 m 3 ton ubikayu yang diolah dengan konsentrasi bahan organik yang sangat tinggi dengan nilai COD mencapai 18.000- 25.000 mgL, sehingga perlu dilakukan penanganan serius dalam menurunkan jumlah dan konsentrasi limbah yang dihasilkan. Sistem pengolahan air limbah industri tapioka yang saat ini diterapkan yaitu pengolahan limbah biologis secara anaerobik terbuka lagoonpond yang dapat menghasilkan gas karbon diokasida CO 2 , metana CH 4 , amoniak NH 2 , hidro- gen sulfat H 2 S, dan senyawa lainnya. Sistem kolam anaerobik disamping me- merlukan waktu tinggal yang lama, juga dinilai kurang ekonomis karena me- merlukan areal pengolahan air limbah yang cukup luas dan tidak menghasilkan sesuatu yang bernilai ekonomi. Gas metana merupakan gas rumah kaca yang memberikan kontribusi terhadap pemanasan global Rhode, 1990. Pemanasan global global warming merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca greenhouse effect yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas seperti karbondioksida CO 2 , metana CH 4 , dinitrooksida N 2 O dan CFC sehingga energi matahari akan terperangkap dalam atmosfer bumi. Gas metana CH 4 merupakan gas yang mudah terbakar flammable gas sehingga merupakan salah satu sumber energi baru dan terbarukan. Pemanfaatan gas metana sebagai sumber energi dapat mengurangi dampak pemanasan global. Walaupun dalam pembakaran metana juga akan dihasilkan karbon dioksida, tetapi dampak karbon dioksida terhadap pemanasan global jauh lebih kecil, yaitu hanya 21 kali lebih kecil dibandingkan dampak gas metana Rodhe, 1990. 5 Gambar 2. Perumusan Masalah Selain bersifat merusak lingkungan, gas metana dikenal umum berpotensi sebagai bahan bakar alternatif dengan nilai kalor 35,9 MJm 3 CH 4 Nakamura, 2006. Hal ini ditunjukkan dengan telah dimanfaatkannya gas metana sebagai bahan bakar alternatif antara lain dari pengolahan kotoran ternak, baik sapi mau- pun babi. Pemanfaatan gas metana yang dihasilkan dari air limbah agroindustri sebagai sumber energi alternatif belum banyak dikaji. Pemanfaatan gas metana yang terbentuk pada kolam anaerobik IPAL agroindustri tapioka akan memberi- kan manfaat yaitu menurunnya nilai COD air limbah sehingga dapat memenuhi baku mutu lingkungan, tersedianya energi alternatif, dan sekaligus berperan dalam mencegah pemanasan global dengan tidak terlepasnya gas metana ke udara. Cleaner production atau produksi bersih adalah suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terintegrasi dan berkelanjutan untuk mencegah INDUSTRI TAPIOKA Air limbah Limbah Padat Kulit, Onggok, Elot Pencemaran Air Pencemaran Udara CO 2 CH 4 Global Warming TAPIOKA PRODUKSI BERSIH  Preventif  Integratif  Berkelanjutan  menghitung penggunaan bahan serta limbah yang dihasilkan  mengidentifikasi penyebab dihasilkannya limbah  mengidentifikasi kemungkinan upaya mengurangi limbah  mengevaluasi kemungkinan-kemungkinan yang layak  mengimplementasikan kemungkinan terbaik dari penerapan MODEL PROSES PRODUKSI INDUSTRI TAPIOKA RAMAH LINGKUNGAN BERBASIS PRODUKSI BERSIH Bahan Baku Ubikayu 6 danatau mengurangi terbentuknya limbah pada sumbernya. Obyek penelitian ini adalah pabrik tapioka yang mengolah ubikayu menjadi tapioka. Penelitian di- fokuskan pada proses pengolahan ubikayu menjadi tapioka yang potensial untuk penerapan konsep produksi bersih dengan beberapa kriteria penilaian antara lain identifikasi sumber penghasil limbah, efisiensi penggunaan sumberdaya energi, daur ulang limbah dan pemanfaatan air limbah. Selanjutnya dilakukan kajian terhadap bagian dari proses produksi ubikayu menjadi tapioka untuk menghasilkan kemungkinan penerapan konsep produksi bersih berdasarkan analisis dan evaluasi nilai manfaat ekonomis dan lingkungan- nya. Implementasi produksi bersih industri tapioka tersebut dilakukan untuk menghasilkan suatu model proses produksi industri tapioka ramah lingkungan berbasis produksi bersih yang efisien dalam penggunaan air dan energi, biaya produksi, minimalisasi limbah yang dihasilkan dan kemungkinan produksi dan pemanfaatan energi dari air limbah. T T u u j j u u a a n n P P e e n n e e l l i i t t i i a a n n Tujuan penelitian ini adalah: 1. mendapatkan tahap proses pengolahan tapioka yang potensial untuk penerap- an produksi bersih pabrik tapioka berdasarkan penggunaan air, energi, dan karakteristik limbah yang dihasilkan; 2. menghasilkan alternatif perbaikan proses produksi dan pengelolaan limbah industri tapioka yang dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi risiko pencemaran terhadap lingkungan berdasarkan hasil analisis dan evaluasi nilai manfaat ekonomis dan lingkungan; 3. menghasilkan model proses produksi industri tapioka ramah lingkungan berbasis produksi bersih. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi untuk perbaikan proses produksi dan pengelolaan limbah industri tapioka yang ramah lingkungan sehingga dapat menurunkan resiko pencemaran lingkungan sekaligus meningkatkan efisiensi industri tapioka. 7 Novelty Kebaruan Dalam penelitian ini novelty kebaruan yang dikemukakan adalah dapat memberikan kontribusi kondisi industri tapioka yang lebih baik dan ramah lingkungan dibandingkan kondisi industri tapioka sekarang ini dengan me- rekomendasikan perbaikan efisiensi penggunaan air dan energi terhadap proses produksi industri tapioka yang telah berlangsung selama ini dan memanfaatkan potensi energi dari air limbah industri tapioka sebagai salah satu sumber energi terbarukan sekaligus berkontribusi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. 8 T T I I N N J J A A U U A A N N P P U U S S T T A A K K A A Konsep Dasar Produksi Bersih Produksi bersih merupakan salah satu sistem pengelolaan lingkungan yang dilaksanakan secara sukarela voluntary sebab penerapannya bersifat tidak wajib. Konsep produksi bersih merupakan pemikiran baru untuk lebih meningkatkan kualitas lingkungan dengan lebih bersifat proaktif. Produksi bersih merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan pendekatan secara konseptual dan operasional terhadap proses produksi dan jasa, dengan meminimumkan dampak terhadap lingkungan dan manusia dari keseluruhan daur hidup produknya. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Bapedal, 1995 mendefinisikan Produksi bersih sebagai suatu strategi pengelolaan lingkungan yang preventif dan diterapkan secara terus-menerus pada proses produksi, serta daur hidup produk dan jasa untuk meningkatkan eko-efisiensi dengan tujuan mengurangi risiko terhadap manusia dan lingkungan. Strategi Produksi bersih mempunyai arti yang sangat luas karena di dalam- nya termasuk upaya pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan melalui pilihan jenis proses yang akrab lingkungan, minimisasi limbah, analisis daur hidup produk, dan teknologi bersih. Pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan merupakan strategi yang perlu diprioritaskan dalam upaya untuk mewujudkan industri dan jasa yang berwawasan lingkungan, namun bukanlah merupakan satu satunya strategi yang harus diterapkan. Strategi lain seperti program daur ulang, pengolahan dan pembuangan limbah tetap diperlukan, sehingga dapat saling melengkapi satu dengan lainnya Bratasida, 1997. Strategi untuk menghilangkan limbah atau mengurangi limbah sebelum terjadi preventive strategy, lebih baik daripada strategi pengolahan limbah atau pembuangan limbah yang telah ditimbulkan treatment strategy. Kombinasi kedua strategi tersebut sesuai dengan skala prioritas pelaksanaan produksi bersih adalah sebagai berikut Overcash, 1986 : 1. Eliminasi : Strategi ini dimasukkan sebagai metode pengurangan limbah secara total. Bila perlu tidak mengeluarkan limbah sama sekali zero discharge. 9 2. Mengurangi sumber limbah: Strategi pengurangan limbah yang terbaik adalah menjaga agar limbah tidak terbentuk pada tahap awal. Pencegahan limbah mungkin memerlukan beberapa perubahan penting dalam proses produksi, tetapi dapat meningkatkan efisiensi ekonomi yang besar dan menekan pen- cemaran lingkungan. 3. Daur ulang: Jika timbulnya limbah tidak dapat dihindarkan dalam suatu proses, maka harus dicari strategi untuk meminimalkan limbah tersebut sampai batas tertinggi yang mungkin dilakukan, seperti misalnya daur ulang recycle danatau penggunaan kembali reuse. Jika limbah tersebut tidak dapat dicegah atau diminimalkan melalui penggunaan kembali atau daur ulang, maka strategi yang bersifat mengurangi volume atau kadar racunnya melalui pengolahan limbah dapat dilakukan. Walaupun strategi ini kadang-kadang dapat mengurangi jumlah limbah, tetapi tidak sama efektifnya dengan mencegah limbah di tahap awal. 4. Pengolahan limbah: Strategi yang terpaksa dilakukan mengingat pada proses perancangan produksi perusahaan belum mengantisipasi adanya teknologi baru yang sudah bebas limbah zerro waste. Hal ini berarti limbah memang sudah terjadi dan ada dalam sistem produksinya, namun kualitas dan kuantitas limbah yang ada dikendalikan agar tidak melebihi baku mutu yang telah disyaratkan. 5. Pembuangan limbah: strategi terakhir yang perlu dipertimbangkan adalah metode-metode pembuangan alternatif. Pembuangan limbah yang tepat merupakan suatu komponen penting dari keseluruhan program manajemen lingkungan, meskipun ini adalah teknik yang paling tidak efektif. 6. Remediasi: strategi penggunaan kembali bahan-bahan yang terbuang bersama limbah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kadar racun dan kuantitas limbah yang ada. Peluang dan Tantangan Penerapan Produksi Bersih Produksi bersih diperlukan sebagai cara untuk mengharmonisasikan upaya perlindungan lingkungan dengan kegiatan pembangunan dan pertumbuhan 10 ekonomi. Menurut Djajadiningrat 2001, peluang penerapan Produksi bersih adalah: 1. Memberi keuntungan ekonomi, karena konsep produksi bersih didalamnya terdapat strategi pencegahan pencemaran pada sumbernya source reduction dan inprocess recycling yaitu pencegahan terbentuknya limbah secara dini sehingga dapat mengurangi biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk pengolahan, pembuangan limbah dan upaya perbaikan lingkungan. 2. Mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan. 3. Memelihara dan memperkuat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang melalui konservasi sumberdaya, bahan baku dan energi. 4. Mendorong pengembangan teknologi baru yang lebih efisien dan akrab lingkungan 5. Mendukung prinsip ‘environmental equity’ dalam rangka pembangunan ber- kelanjutan. 6. Mencegah atau memperlambat terjadinya proses degradasi lingkungan dan pemanfaatan sumberdaya alam. 7. Memelihara ekosistem lingkungan. 8. Memperkuat daya saing produk di pasar internasional. Tantangan penerapan produksi bersih, antara lain : 1. Tercapainya efisiensi produksi yang optimal 2. Diperolehnya penghargaan masyarakat terhadap sistem produksi yang akrab lingkungan 3. Mendapatkan insentif . Pengembangan pelaksanaan dan penerapan produksi bersih intinya adalah mengubah pola pikir tradisional ‘end-of-pipe’ dengan paradigma baru dalam pengelolaan pencemaran lingkungan, yaitu penerapan produksi bersih, yang dapat meningkatkan efisiensi produksi sehingga akan memberikan peningkat- an keuntungan baik secara finansial, teknik maupun regulasi. Hambatan ekonomi akan timbul bila kalangan pengusaha merasa tidak akan mendapat keuntungan dalam penerapan produksi bersih. Sekecil apapun penerapan 11 produksi bersih, bila tidak menguntungkan bagi perusahaan maka sulit bagi manajemen untuk membuat keputusan tentang penerapan produksi bersih. Menurut Djajadiningrat 2001, hambatan pada aspek ekonomi dan teknis antara lain: 1. Keperluan biaya tambahan peralatan 2. Tingginya modalinvestasi yang dibutuhkan dibanding kan penerapan kontrol pencemaran secara konvensional sekaligus penerapan produksi bersih 3. Penghematan proses produksi bersih yang belum nyata realisasinya 4. Kurangnya informasi produksi bersih 5. Sistem yang baru ada kemungkinan tidak sesuai dengan yang diharapkan, sehingga dapat menyebabkan gangguan 6. Fasilitas produksi ada kemungkinan sudah penuh sehingga tidak ada tempat lagi untuk tambahan peralatan . Kendala sumberdaya manusia dalam penerapan produksi bersih dapat berupa: 1. Kurangnya komitmen manajemen puncak 2. Adanya keengganan untuk berubah baik secara individu maupun organisasi 3. Lemahnya komunikasi internal 4. Pelaksanaan organisasi yang kaku 5. Birokrasi, terutama dalam pengumpulan data. 6. Kurangnya dokumentasi dan penyebaran informasi. 7. Kurangnya pelatihan kepada sumberdaya manusia mengenai produksi bersih. Manfaat penerapan Produksi bersih, antara lain : 1. Lebih efektif dan efisien dalam penggunaan sumberdaya alam. 2. Mengurangi biaya-biaya yang berkenaan dengan lingkungan 3. Mengurangi atau mencegah terbentuknya pencemar 4. Mencegah berpindahnya pencemar dari satu media ke media lain 5. Mengurangi risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan 6. Memberikan peluang untuk mencapai sistem manajemen lingkungan pada ISO 14000 12 7. Memberikan keunggulan daya saing pada tingkat pasar domestik dan internasional. Saat ini terdapat dua mekanisme yang mendorong terjadinya pendekatan baru dalam hal perdagangan global, yaitu pertama, adanya kekuatan konsumen yang makin meningkat dan makin besarnya rasa solidaritas lingkungan terhadap produk yang dibelinya agar tidak menimbulkan dampak lingkungan dalam pengadaannya, seperti ecolabel atau green label yang menandai bahwa produk tertentu diproduksi melalui produksi bersih. Kedua, sejak awal tahun tujuh puluhan sampai pertengahan delapan puluhan, industri menghadapi penegakan hukum yang konsisten disertai baku mutu yang makin ketat. Oleh karena itu, terjadi kejar-mengejar antara baku mutu dengan kemampuan industri menaati baku mutu. Dari sisi perdagangan terjadi kecenderungan mengaitkan aspek lingkungan hidup, sehingga hal tersebut menjadikan suatu tantangan bagi kalangan industri dan jasa untuk dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerjanya supaya tetap dapat mempertahankan diri dalam situasi persaingan global. Pengusaha juga perlu mempertimbangkan perspektif konsumen mengenai produknya, seperti citra positif yang diperoleh dengan mendapatkan sertifikasi ecolabel dan ISO 14000. Sebagian konsumen mempunyai pertimbangan yang luas dalam setiap melakukan tindakan berkonsumsi. Mereka tidak hanya memperhatikan mutu, penampilan, harga, garansi ataupun pelayanannya saja, melainkan juga akan mempertimbangkan beberapa masalah baru. Pertama, masalah ekologi, yang ber- kaitan dengan ada tidaknya unsur pencemaran atau perusakan lingkungan mulai dari pengadaan bahan baku, proses produksi, serta akibat yang ditimbulkan dari penggunaan barang tersebut. Kedua, masalah etika, setiap kali konsumen memutuskan untuk membeli atau tidak membeli, mereka terlebih dahulu mem- pertimbangkan etika produsennya. Apakah produsen menjalankan usahanya dengan benar atau apakah produsen tidak memanfaatkan kelemahan peraturan yang ada di suatu negara. Contoh dalam hal ini adalah penghargaan yang lebih dari konsumen terhadap suatu perusahaan yang telah menggunakan standar yang diakui secara internasional misalnya ISO 9000, ISO 14000. Yang ketiga adalah masalah keadilan, yaitu apakah produksi tersebut mengeksploitasi sumberdaya alam dan ekonomi masyarakat lokal, atau apakah pengusaha mengupayakan 13 pelestarian dengan penghitungan yang tepat antara eksploitasi yang mereka lakukan sejalan dengan upaya perbaikan. Contoh dalam masalah ini adalah kondisi masyarakat sekarang yang semakin kritis sehingga upaya pelestarian lingkungan hidup selalu ditanyakan dalam setiap bentuk produk dan jasa yang ada. Penerapan produksi bersih dapat mendukung ketiga aspek tersebut, terutama dalam kaitannya dengan sertifikasi ecolabel dan ISO 14000. Sikap Indonesia mengenai perlunya integrasi produksi bersih dengan strategi pemasaran produk dalam menanggapi isu lingkungan sudah jelas. Hal tersebut sudah menjadi komitmen pemerintah. Dalam konteks perdagangan dan industri di Indonesia, pemerintah juga telah memperkenalkan produksi bersih cleaner production sejak tahun 1993 melalui program-program yang dikembangkan oleh BAPEDAL untuk menarik minat masyarakat community awareness dalam menerapkan produksi bersih. Tekad pemerintah untuk melaksanakan produksi bersih ini kemudian dicanangkan pada tahun 1995 sebagai komitmen nasional bagi kalangan industri dan pengusaha untuk dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan sustainable development. Tindak lanjutnya pada tahun 1996 telah disusun suatu rencana pelaksanaan kegiatan produksi bersih yang mencakup arahan pelaksanaan produksi bersih pada seluruh sektor kegiatan. Pola ini dilakukan melalui kegitan bantuan teknis, pengembangan sistem informasi, peningkatan kesadaran dan pelatihan serta pengembangan sistem insentif. Selanjutnya konsep produksi bersih dilaksanakan sejalan dengan program-program lain yang dapat mendorong penerapan produksi bersih seperti label lingkungan environmental labeling dan Sistem Manajemen Lingkungan environmental management system melalui kegiatan kerjasama dengan instansi terkait misalnya Kementerian Industri dan Perdagangan Republik Indonesia. Pemasaran pada hakekatnya ditujukan untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Persoalannya, kebutuhan konsumen tidak hanya sekedar memenuhi kebutuhan untuk hidup saja, tetapi juga kebutuhan untuk menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan hidup mereka. Kepedulian konsumen akan lingkungan yang semakin meningkat tersebut perlu diantisipasi oleh semua pihak. Adanya integrasi produksi bersih dengan strategi pemasaran produk maka banyak manfaat 14 yang dapat diperoleh bagi semua pihak win-win situation. Bagi pengusaha ekspor, upaya mengintegrasikan penerapan produksi bersih dengan strategi pemasaran akan membuat produk danatau jasa lainnya telah memenuhi per- syaratan tertentu sehingga dapat dikatakan sebagai produkjasa yang akrab dengan lingkungan. Dengan demikian, produknya akan dapat diterima oleh konsumen internasional. Strategi Penerapan Produksi Bersih Komitmen nasional produksi bersih merupakan upaya penggalangan penerapan produksi bersih secara sukarela oleh berbagai kalangan, baik itu pemerintah, kalangan industri dan jasa, bahkan para peneliti dan konsultan yang terlibat. Komitmen nasional produksi bersih ini antara lain : 1. Produksi bersih dipertimbangkan pada tahap sedini mungkin dalam pengembangan proyek-proyek baru, atau pada saat mengkaji proses danatau aktivitas yang sedang berlangsung 2. Semua pihak turut bertanggung jawab dan terlibat dalam program dan rencana tindakan produksi bersih dan bekerjasama untuk mengharmonisasi- kan pendekatan-pendekatan produksi bersih. 3. Agar produksi bersih dapat dilaksanakan secara efektif, semua pendekatan melalui peraturan perundang-undangan, instrumen ekonomi maupun upaya sukarela harus dipertimbangkan. 4. Program produksi bersih menekankan pada upaya perbaikan yang berlanjut. 5. Produksi bersih hendaknya melibatkan pertimbangan daur hidup suatu produk 6. Produksi bersih menjadi salah satu elemen inti dari sistem manajemen lingkungan, seperti pada ISO 14001. 7. Produksi bersih dilaksanakan agar tercapai daya saing yang lebih besar di pasar domestik maupun internasional melalui peningkatan efisiensi dan perbaikan struktur biaya . Penerapan produksi bersih hingga saat ini telah memperoleh dukungan yang luas dengan penerapan pada skala nasional maupun internasional melalui program Clean Development Mechanism CDM yang tercantum dalam Pasal 12 Protokol 15 Kyoto. Penerapan CDM terutama adalah untuk mengurangi emisi karbon ke atmosfir, dan dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing negara. Selain itu, negara maju khususnya yang tergabung dalam JI Joint Implementation harus membantu negara-negara berkembang dalam penerapan CDM. Dengan membantu penerapan CDM tersebut, negara maju dapat memperoleh unit pengurangan emisi Emission Reduction UnitERU dan sertifikasi pengurangan emisi Certified Emission ReductionCER dari penerapan CDM tersebut, serta peningkatan jatah emisinya di dalam negeri melalui perdagangan emisi. Bagi negara berkembang, kerjasama tersebut dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan pembangunan di negara tersebut serta membantu mempercepat tercapainya pembangunan yang berkelanjutan. Itulah sebabnya mengapa CDM dapat diterima oleh banyak negara, karena dinilai fleksibel dan mampu mengendalikan pencemaran lingkungan Murdiyarso, 2003. Menurut Murdiyarso 2003 bahwa secara umum untuk dapat menerapkan produksi bersih, diperlukan kelembagaan Produksi bersih sebagai prioritas pada semua aktivitas, dengan cara : 1. Memasukkan konsep produksi bersih ke dalam perundang-undangan, peratur- an dan kebijakan nasional. 2. Mengintegrasikan konsep produksi bersih dalam suatu kebijakan dan program departemen sektoral dan pemerintah daerah, diantaranya dengan meneliti peluang untuk memberikan insentif dalam rangka promosi untuk pelaksanaan produksi bersih. 3. Menetapkan komite nasional produksi bersih yang bertugas untuk me- ngembangkan, melaksanakan strategi dan merencanakan produksi bersih. Komite tersebut akan memantau perkembangannya dan melaporkan kepada presiden mengenai kinerja produksi bersih. 4. Mempercepat usaha penerapan produksi bersih secara nasional, berarti mem- fasilitasi diterimanya produksi bersih oleh semua pihak, dan hal ini akan diperkuat dengan diratifikasinya Protokol Kyoto. 5. Mengidentifikasi peluang dan mengembangkan kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang produksi bersih dan mendorong pelaksanaan produksi bersih yang bersifat operasional untuk semua aktivitas. 16 6. Mengembangkan program pendidikan dan latihan produksi bersih untuk semua pihak. 7. Bantuan bagi perusahaan skala kecil dan menengah dalam upaya meng- integrasikan konsep produksi bersih, baik bantuan teknis maupun pendanaan. 8. Pengembangan penggunaan instrumen ekonomi untuk dapat mendukung di- laksanakannya produksi bersih, mengingat produksi bersih perlu dirancang menarik agar dapat meningkatkan partisipasi semua pihak, seperti pemberian insentif. P P e e n n e e r r a a p p a a n n P P r r o o d d u u k k s s i i B B e e r r s s i i h h Produksi bersih berbeda dengan kontrol polusi yang merupakan proses pengendalian pencemaran suatu kegiatan setelah kegiatan produksi after-the- event dengan pendekatan reaksi dan perlakuan react and treat; sedangkan produksi bersih merupakan suatu tindakan proaktif dengan filosofi antisipasi dan pencegahan anticipate and prevent dan menganggap bahwa mencegah lebih baik daripada menangani sesuatu yang telah terjadi. Produksi bersih difokuskan pada upaya pengurangan limbah yang dihasilkan selama siklus hidup dari suatu produk yang dihasilkan berdasarkan kegiatan-kegiatan dan teknologi yang meminimalkan limbah dan energi yang digunakan dengan melibatkan penggunaan desain produk, teknologi yang ramah lingkungan, proses dan kegiatan yang meminimalkan limbah. Teknologi pengolahan limbah end-of-pipe tidak berarti menjadi tidak diperlukan dengan diterapkannya konsep produksi bersih, tetapi dengan penerapan filosofi produksi bersih menyebabkan berkurangnya masalah limbah dan polusi yang pada akhirnya mengurangi beban yang harus diolah dengan teknik pengolahan limbah dan untuk beberapa kasus resiko berupa limbah yang dihasilkan dapat dihindari. Andrews et al. 2002; UNEP DTIE dan DEPA 2000. Beberapa upaya dan teknik-teknik yang dapat dilakukan dalam penerapan konsep produksi bersih disajikan pada Gambar 3. dan Tabel 1. Keberhasilan penerapan upaya perbaikan melalui pendekatan produksi bersih didukung antara lain melalui: 1 perubahan sikap changing attitudes dari pihak-pihak yang terlibat didalam suatu organisasi yang menerapkan produksi bersih dan hal ini sama penting- nya dengan penerapan perubahan teknologi; 17 2 penerapan pengetahuan applying know-how yang berarti peningkatan efisiensi, penerapan teknik manajemen yang lebih baik, perbaikan teknik tata cara kerja housekeeping practices, dan penyempurnaan kebijakan dan prosedur kerja perusahaan; dan 3 perbaikan teknologi improving technology yang dilakukan antara lain dengan a perubahan proses dan teknologi manufaktur; b perubahan peng- gunaan input proses bahan baku, sumber energi, resirkulasi air; c perubahan produk akhir atau pengembangan produk-produk alternatif; dan d penggunaan kembali limbah dan hasil samping UNEP DTIE dan DEPA 2000; Maiellaro dan Lerario, 2000. Gambar 3. Teknik-teknik produksi bersih. Sumber: UNEP DTIE dan DEPA 2000 TEKNIK PRODUKSI BERSIH Pengurangan Sumber Pencemar Daur Ulang Pengubahan Produk  Penggantian Produk  Pengubahan Komposisi Produk Pengendalian Sumber Pencemar Pengambilan Kembali Diproses untuk:  Mendapatkan kembali bahan asal  Memperoleh produk samping Penggunaan Kembali  Pengembalian ke proses asal  Penggantian bahan baku untuk proses lain Pengubahan Material Input  Pemurnian material  Penggantian material Pengubahan Teknologi  Pengubahan proses  Pengubahan tata letak, peralatanperpipaan  Pengubahan tatanan dan ketentuan operasi  Otomatisasi peralatan Tata Cara Operasi  Tindakan-tindakan prosedural  Pencegahan kehilangan  Pemisahan aliran limbah  Peningkatan penanganan material  Penjadwalan produksi 18 Tabel 1. Upaya-upaya yang dapat diterapkan pada produksi bersih Jenis Upaya Keterangan Good House- keeping Penerapan produksi bersih melalui perbaikan tatacara kerja dan upaya perawatan yang memadai, sehingga dihasilkan suatu keuntungan yang nyata. Upaya ini memerlukan biaya yang rendah. Optimisasi Proses Konsumsi terhadap sumberdaya yang digunakan dapat dikurangi dengan mengoptimalkan proses yang digunakan. Upaya ini memerlukan biaya yang lebih tinggi dibandingkan house-keeping Substitusi Bahan Baku Penerapan produksi bersih melalui upaya ini dapat menghindari masalah lingkungan yang mungkin timbul dengan mengganti bahan-bahan yang berbahaya bagi lingkungan dengan bahan lain yang bersifat lebih ramah lingkungan. Upaya ini ke- mungkinan memerlukan perubahan peralatan proses produksi yang digunakan. Teknologi Baru Penerapan produksi bersih melalui upaya ini dapat mengurangi konsumsi sumberdaya dan meminimalkan limbah yang dihasil- kan melalui peningkatan efisiensi operasi kerja. Upaya ini umumnya memerlukan invesitasi modal yang tinggi, tetapi jangka waktu kembali modal payback periods umumnya singkat Desain Produk Baru Penerapan produksi bersih melalui desain produk baru menghasilkan keuntungan melalui siklus hidup produk tersebut termasuk mengurangi penggunaan bahan-bahan berbahaya, limbah yang dihasilkan, konsumsi energi, dan meningkatkan efisiensi proses produksi. Desain produk baru merupakan strategi jangka panjang yang membutuhkan peralatan produksi baru dan upaya pemasaran yang lebih intensif, tetapi hasil yang diperoleh sangat menjanjikan Sumber: UNEP DTIE dan DEPA 2000; Maiellaro dan Lerario 2000 Produksi bersih yang diterapkan pada berbagai bidang memberikan keuntungan antara lain: 1 perbaikan proses produksi yang dilakukan dan produk yang dihasilkan; 2 penghematan bahan baku dan energi, sehingga mengurangi biaya produksi; 3 peningkatan daya saing sebagai akibat penggunaan teknologi baru dan yang telah diperbaiki; 4 mengurangi kekhawatiran terhadap peraturan lingkungan yang diterapkan; 19 5 mengurangi upaya yang berkaitan dengan penanganan, penyimpanan, dan pembuangan bahan-bahan berbahaya; 6 meningkatkan kesehatan, keselamatan, dan moral para pekerja; 7 meningkatkan citra perusahaan; dan 8 mengurangi biaya penanganan limbah yang dihasilkan UNEP CCP dan the CRC WMPC, 1999; UNEP DITE dan DEPA 2000; Maiellaro dan Lerario, 2000. Industri Tapioka Industri tapioka di Indonesia terbagi menjadi industri berkapasitas kecil, menengah dan besar yang beroperasi secara nasional. Industri tapioka skala kecil adalah industri yang menggunakan teknologi proses dan peralatan tradisional dengan kemampuan produksi sekitar 5 ton bahan baku per hari. Industri tapioka skala menengah adalah industri yang menggunakan teknologi proses dan peralatan yang lebih sederhana dibandingkan industri skala besar serta mempunyai kemampuan produksi 20-200 ton bahan baku per hari. Industri tapioka skala besar adalah industri yang menggunakan teknologi proses produksi mekanis penuh dan mempunyai kemampuan produksi di atas 200 ton bahan baku per hari Bapedal, 1996. Dilihat dari proses pengolahan, industri tapioka digolongkan dalam dua kelompok. Kelompok pertama industri kecil menggunakan mesin-mesin sederhana dengan kapasitas produksi rendah, modal kecil dan lebih banyak menggunakan tenaga kerja, dan kelompok kedua merupakan industri besar yang menggunakan mesin-mesin dengan kapasitas produksi besar, modal kuat dan tenaga kerja sedikit. Skema proses pengolahan tapioka industri kecil dan industri besar dapat dilihat pada Gambar 4. dan Gambar 5. Tahapan proses produksi industri tapioka skala kecil adalah tahap proses pengupasan bahan baku, pencucian bahan baku, pemarutan ubikayu, proses ekstraksi bubur ubikayu, proses pengendapan dalam bak pengendapan, proses penjemuran menggunakan panas matahari, proses penggilingan tapioka kasar dan pengayakan hingga diperoleh tapioka halus. 20 Gambar 4. Skema Proses Pengolahan Tapioka di Industri Skala Kecil Sumber: Bapedal, 1996 Tahapan proses produksi di pabrik tapioka modern skala besar adalah tahap pembersihan ubikayu dari pasir atau tanah, pengupasan dapat dilakukan manual dengan tenaga manusia maupun secara mekanis, pemotongan dan pencacahan dilakukan untuk mendapatkan ukuran ubikayu yang lebih kecil untuk memper- mudah pada proses selanjutnya, serta pemarutan yang dilakukan secara mekanis dan biasanya pada proses ini ditambahkan dengan air yang akan menghasilkan bubur ubikayu. Tahap selanjutnya adalah ekstraksi bubur ubikayu yang dilakukan Ubikayu Pengupasan Air Kulit dan kotoran Pencucian Pemarutan Ekstraksi Pengendapan Penjemuran Penggilingan Pengayakan Air Air Limbah Ampas Air Air Limbah 1 ton TEPUNG TAPIOKA Bubur ubikayu Air Pencucian untuk peralatan Limbah Cair Limbah Cair 400 kg 300 kg 21 dengan ekstraktor saringan berputar berbentuk kerucut yang terdiri dari ayakan stainless steel atau filter cloth dengan bantuan air cucian yang mengandung asam sulfide untuk menjamin pemisahan pati dengan ampasnya dan untuk menghindari terjadinya proses mikrobiologi. Setelah dilakukan ekstraksi bubur ubikayu, tahap selanjutnya adalah pengeringan dan pengemasan. Kegiatan ini terdiri dari peng- hilangan air pada bubur tepung dengan menggunakan dewatering, pengeringan tepung basah dengan flash dryer atau pneumatic dryer, pengumpulan tepung kering dengan cyclone dan pengayakan atau penyaringan yang dilakukan untuk menyaring ukuran tepung sesuai kebutuhan sebelum dimasukkan ke silo ruangan penyimpan untuk pengemasan tepung tapioka yang selanjutnya siap dipasarkan. Gambar 5. Skema Proses Produksi Tapioka Industri Skala Besar Sumber: KLH, 2004 dalam Purwati, 2010 22 Limbah Industri Tapioka Menurut Winarno 1986 yang dimaksud limbah adalah kotoran atau buangan yang tercermin dalam kata pelimbahan yang berarti tempat penampung kotoran atau buangan. Thompson 1973 mengatakan bahwa sebagian besar limbah merupakan komponen penyebab pencemaran yang terdiri dan zat atau bahan yang tidak mempunyai kegunaan lagi bagi masyarakat. Limbah industri pertanian kebanyakan menghasilkan limbah yang bersifat cair atau padat yang masih kaya dengan zat organik yang mudah mengalami penguraian Algamar, 1986. Industri yang ada membuang umumnya membuang limbahnya ke perairan terbuka, sehingga dalam waktu yang relatif singkat akan terjadi bau busuk sebagai akibat terjadinya fermentasi limbah. Kunaefi 1982 berpendapat bahwa limbah industri adalah buangan yang berasal dari industri sebagai akibat dari produksi. Pengusaha industri yang akan membuang limbah diwajibkan mengolah terlebih dahulu untuk mencegah pen- cemaran lingkungan hidup di sekitarnya dengan metode pengolahan limbah yang dapat dilakukan secara fisik, kimia, biologi atau kombinasi untuk mengatasi pen- cemaran. Sugiharto 1987 mengatakan bahwa air limbah yang berasal dari industri sangat bervariasi, serta tergantung dari jenis dan besar kecilnya industri, pengawasan pada proses industri, derajat penggunaan air, dan derajat pengolahan. Limbah dari industri tapioka bisa dibedakan menjadi 3 macam yaitu limbah padat, cair dan gas Tjiptadi, 1985. Limbah padat dari industri tapioka adalah kulit ubikayu, ampas atau onggok, dan lindur elot. Limbah kulit ubikayu adalah limbah yang dihasilkan dari proses pengupasan kulit ubikayu. Persentase jumlah limbah kulit ubikayu bagian luar sebesar 0,5-2 dari berat total ubikayu segar dan limbah kulit ubikayu bagian dalam sebesar 8-15 Hikmiyati et al., 2009. Kulit ubikayu ini biasanya juga digunakan untuk pakan ternak dan selebihnya dibuang karena mengandung Cyanogenic glucosides yang dapat meracuni hewan ternak Nursita, 2005. Komposisi kimia kulit ubikayu dapat dilihat pada Tabel 2. Ampas onggok adalah limbah dan industri tapioka yang dihasilkan dari proses pemerasan dan penyaringan. Komponen penting yang terdapat dalam onggok adalah pati dan selulosa. Onggok juga mengandung air dan karbohidrat yang cukup tinggi serta kandungan protein kasar dan lemak yang rendah. 23 Tabel 2. Komposisi kimia kulit ubikayu Komposisi kimia Nilai Air Abu Lemak kasar Serat kasar Protein kasar 67,7438 1,8629 1,4430 10,5952 6,0360 C H O N S Ash 59,31 9,78 28,74 2,06 0,11 0,3 Sumber: Laboratorium Fakultas Peternakan,Universitas Diponegoro 2008 dalam Hikmiyati, et al. 2009 Ikawati, et al. 2009 Banyaknya onggok yang dihasilkan dipengaruhi oleh varietas ubikayu, umur ubikayu, dan kasar-halusnya parutan yang digunakan. Varietas ubikayu yang bermutu baik dapat menghasilkan pati dengan rendemen tinggi. Saat musim hujan sebagian industri tapioka banyak membuang onggok bersama dengan air limbahnya, sehingga airnya keruh dan pekat. Hal ini sangat mengganggu kesehatan dan bahkan dapat mematikan biota air. Onggok yang dikeluarkan industri kecil karena keterbatasan pengetahuan dan teknologi yang dimiliki maka onggok masih mengandung pati dengan konsentrasi cukup tinggi Ira, 1991 dalam Chardialani, 2008. Adapun komposisi kimia onggok dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi kimia onggok. Komposisi kimia Nilai Karbohidrat Protein Lemak Serat kasar Air Abu 68 3,6 2,3 10 20,31 4,4 Sumber : Susijahadi 1997 dalam Pratama 2009 Lindur atau elot adalah limbah padat yang dihasilkan dari sisa proses pengendapan pati. Limbah elot ini masih mengandung kadar pati dengan kualitas rendah, sehingga bila elot ini langsung dibuang bersamaan dengan air limbah ke perairan, maka elot akan meningkatkan beban pencemaran yang akan terjadi di perairan. 24 Air limbah industri tapioka berasal dari proses pencucian bahan baku, penyaringan bubur ubikayu ekstraksi dan pengendapan pati. Kualitas air limbah industri tapioka dapat ditentukan dengan beberapa parameter uji. Parameter uji yang pokok dalam air limbah industri tapioka antara lain BOD 5 , COD, padatan terlarut, padatan tersuspensi, sianida HCN dan pH. Menurut Fajarudin 2002, karakteristik limbah cair industri tapioka meliputi: 1. Warna Warna air limbah transparan disertai suspensi berwarna putih. Zat terlarut dan tersuspensi yang mengalami penguraian hayati dan kimia akan berubah warna. Hal ini merupakan proses yang paling merugikan, karena kadar oksigen di dalam air limbah menjadi nol, sehingga air limbah berubah menjadi warna hitam dan busuk. 2. Bau Bau industri tapioka tidak enak disebabkan oleh adanya pemecahan zat organik oleh mikroba. Bau menyengat yang timbul di perairan sungai atau salur- an, biasanya timbul apabila sungai atau saluran tersebut sudah menjadi anaerob atau tidak ada oksigen yang terlarut. Bau tersebut timbul karena penyusun protein dan karbohidrat terpecah, sehingga timbul bau busuk dari gas alam sulfida. 3. Kekeruhan Adanya padatan terlarut dan tersuspensi di dalam air limbah tapioka menyebabkan air keruh. Kekeruhan ini terjadi Karena zat organik atau zat-zat tersuspensi dari pati yang tercecer atau zat organik terlarut yang sudah terpecah, sehingga air limbah berubah menjadi emulsi keruh. 4. BOD Biochimical Oxigen Demand Padatan yang terlarut dalam air buangan terdiri dari zat organik dan anorganik. Zat organik misalnya protein, karbohidrat, lemak, dan minyak. Protein dan karbohidrat lebih mudah terpecah melalui proses hayati menghasilkan amonia, sulfida, dan asam lainnya. Sedangkan lebih stabil terhadap perusakan hayati, namun apabila ada asam mineral dapat menguraikan asam lemak menjadi gliserol. Air limbah industri tapioka mengandung pati, sedikit lemak, protein dan zat organik lainnya yang ditandai banyaknya zat-zat terapung dan menggumpal. Jumlah zat organik yang terlarut dalam air limbah tapioka dapat diketahui dengan 25 melihat nilai BOD. Angka BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk keperluan aktivitas mikroba dalam memecah zat organik secara biologis di dalam air limbah. Angka BOD dinyatakan dalam satuan mgLatau ppm part per million dan biasanya pula dinyatakan dalam beban yaitu gram atau kilogram per satuan waktu. 5. COD Chimical Oxigen Demand Chimical Oxigen Demand merupakan parameter air limbah yang menunjuk- kan jumlah zat organik biodegradasi dan non biodegradasi dalam air limbah. Zat tersebut dapat dioksidasi oleh bahan kimia K 2 Cr 2 O 7 dalam asam, misalnya sulfat, nitrit kadar tinggi, dan zat-zat reduktor lainnya. Besarnya angka COD biasanya dua sampai tiga kali lebih besar dari BOD. Kisaran angka COD adalah 7.000- 30.000 mgL. 6. Derajat Keasaman pH Derajat keasaman pH air limbah tapioka sangat dipengaruhi oleh kegiatan mikroba dalam pemecahan bahan organik. Air buangan cenderung asam, dan pada keadaan asam ini terlepas zat-zat yang mudah menjadi gas. Dari hasil percobaan, pada saat pembuatan tapioka pH larutan 6,51 namun setelah air limbah berumur tujuh jam mulai terjadi penurunan pH menjadi 5,8 setelah 13 jam pH menjadi 4,91 dan setelah satu hari menjadi pH 4,84 Nurhasan dan Pramudyanto, 1983. 7. Padatan Tersuspensi Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan air dan warna air. Apabila terjadi pengendapan dan pembusukkan zat-zat tersebut di dalam badan perairan penerima air limbah, maka akan mengurangi nilai guna perairan tersebut. Padatan tersuspensi di dalam air cukup tinggi, berkisar 1.500-5.000 mgL. Padatan tersuspensi ini merupakan suspensi pati yang terendapkan pada pengendapan tingginya kandungan padatan tersuspensi menandakan bahwa proses pengendapan belum sempurna. 8. Asam Sianida HCN Selama ini dikenal ada dua jenis ubikayu, yaitu ubikayu manis dan ubikayu pahit. Kriteria manis dan pahit biasanya berdasarkan kadar asam sianida HCN 26 yang terkandung dalam umbi ubikayu. Darjanto dan Muryati 1980 membagi ubikayu menjadi tiga golongan sebagai berikut. a. Golongan yang tidak beracun tidak berbahaya, mengandung HCN 20 - 50 mg per kg umbi. b. Golongan yangberacun sedang, mengandung HCN 50 – 100 mg per kg umbi. c. Golongan yang sangat beracun, mengandung HCN lebih besar dari 100 mg per kg umbi. Menurut Grace 1977, kandungan asam sianida semula diperkirakan berhubungan dengan varietas ubikayu, namun kemudian ternyata juga bergantung pada kondisi pertumbuhan, tanah, kelembaban, suhu dan umur tanaman. Komposisi kimia tepung dan pati ubikayu jenis pahit dan manis ternyata hampir sama, kecuali kadar serat dan kadar abu pada tepung ubikayu manis lebih tinggi dari tepung ubikayu pahit Rattanachon et al. 2004. Selanjutnya Rattanachon et al. 2004 menerangkan bahwa viskositas tepung dan pati ubikayu tergantung varietasnya, dan tidak ada hubungannya dengan kriteria manis atau pahit. Industri tapioka kebanyakan menggunakan bahan baku ubikayu beracun, karena harganya murah. Ubikayu mengandung senyawa sianogenik linamarin. Komponen ini apabila terhidrolisis dapat menjadi glukosa, aseton, dan asam sianida HCN. HCN terhidrolisa jika kontak dengan udara O 2 , oleh karena itu kandungan sianida bukan penyebab utama timbulnya pencemaran. Menurut Barana dan Cereda 2000 limbah cair industri tapioka memiliki kandungan sianida sebanyak 33,59 ppm. HCN pada ubikayu yang telah tua ditandai oleh membirunya umbi pada ubikayu ataupun pada kulitnya. HCN juga terletak pada daun ubikayu, ditandai dengan pahitnya rasa daun pada ubikayu tersebut. HCN diketahui dapat larut dalam air. Hal ini terlihat bahwa ubikayu yang mengalami proses pencucian akan mengalami perubahan warna biru perlahan memudar kemudian menjadi agak keputih-putihan kembali. Hal itu membuktikan bahwa kadar asam sianida ubikayu akan menurun kadarnya setelah mengalami pencucian, perendaman, perebusan, dan penjemuran. Air limbah dengan karakteristik tersebut harus ditangani dengan serius agar tidak mencemari lingkungan dan memenuhi standar baku mutu air limbah di 27 Provinsi Lampung. Spesifikasi baku mutu air limbah industri tapioka didasarkan pada Peraturan Gubernur Lampung Nomor 7 Tahun 2010 tentang baku mutu air limbah usaha danatau kegiatan di Provinsi Lampung. Baku mutu untuk air limbah industri tapioka dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Baku Mutu Air Limbah Industri Tapioka Parameter Kadar Maksimal BOD 5 Hari, 20 O C COD Total Padatan Tersuspensi pH Sianida Debit 100 mgL 250 mgL 60 mgL 6 – 9 0,2 mgL 25 m 3 per ton produk Sumber : Peraturan Gubernur Lampung Nomor 7 Tahun 2010 Biogas sebagai Sumber Energi Alternatif Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya kotoran manusia dan hewan, limbah domestik rumah tangga, limbah agroindustri, sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Biogas merupakan gas yang tidak berwarna, sangat tinggi dan cepat daya nyalanya, sehingga sejak biogas berada pada bejana pembuatan sampai penggunaannya untuk penerangan atau memasak, harus selalu dihindarkan dari api yang dapat menyebabkan kebakaran atau ledakan Suriawiria, 2005. Sifat Biogas adalah 20 lebih ringan dari udara dan mempunyai satu suhu nyala di sekitar 650ºC sampai dengan 750ºC. Nilai kalor dari biogas adalah 20 Mega Joules MJ per m 3 dan membakar dengan tingkat efisiensi 60 persen di suatu dapur biogas yang konvensional. Biogas dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembangkit listrik, pemanas ruangan, memasak, dan pemanas air. Jika dikompresi, biogas dapat menggantikan gas alam terkompresi CNG yang digunakan pada kendaraan. Biogas yang telah dimurnikan akan memiliki karakteristik yang sama dengan gas alam. Akan tetapi gas tersebut harus sangat bersih untuk mencapai kualitas pipeline. Air H 2 O, hydrogen sulfide H 2 S dan partikulat harus dihilangkan jika terkandung dalam jumlah yang besar di gas tersebut. Apabila biogas harus digunakan tanpa pembersihan yang ekstensif, maka biasanya gas ini dicampur dengan gas alam 28 untuk meningkatkan pembakaran. Biogas yang telah dibersihkan untuk mencapai kualitas pipeline dinamakan gas alam terbaharui. Nilai potensial pemanfaatan biogas ini akan terus meningkat karena adanya jumlah bahan baku biogas yang melimpah dan rasio antara energi biogas dan energi minyak bumi yang men- janjikan. Konversi energi biogas dan penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Konversi energi biogas Penggunaan Energi 1 m 3 biogas Penerangan Listrik Pengganti bahan bakar Minyak Tanah Solar sebanding dengan lampu 60 – 100 W selama 6 jam sebanding dengan 1,25 Kwh listrik 0,62 liter 0,52 liter Sumber: Kristoferson dan Bolkaders 1991 dalam Haryati 2006 Ditjen PPHP Departemen Pertanian RI 2009 Gas metan adalah gas yang mengandung unsur satu atom C dan empat atom H yang memiliki sifat mudah terbakar. Satu mol metana memerlukan dua mol oksigen untuk dapat dioksidasi menjadi CO 2 dan air, akibatnya setiap produksi 16 gram metana dapat menurunkan COD air limbah sebanyak 64 gram. Pada suhu dan tekanan standar, setiap stabilisasi 1 pound COD dapat meng-hasilkan 5,62 ft 3 metana atau 0,35 m 3 metanakg COD Grady dan Lim, 1980 dalam Haryati, 2006. Komposisi biogas dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Komposisi biogas Komposisi Metana CH 4 55 - 75 Karbon dioksida CO 2 25 - 45 Nitrogen N 2 0 - 0,3 Hidrogen H 2 1 - 5 Hidrogen sulfida H 2 S 0 - 3 Oksigen O 2 0,1 - 0,5 Sumber : Hermawan et al. 2007 29 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di industri tapioka skala kecil dengan kapasitas bahan baku 80 ton hari dan skala besar dengan kapasitas bahan baku 750 tonhari di Provinsi Lampung. Industri tapioka skala kecil berada di wilayah Kabupaten Pesawan. Sedangkan industri tapioka skala besar tersebut tersebar di 5 lima kabupaten. Selain dari industri tapioka, data juga dikumpulkan dari berbagai sumber baik data primer maupun data sekunder. Penelitian ini berlangsung selama 9 bulan dari bulan Februari sampai dengan November 2008. Gambar 6. Lokasi pengambilan sampel di Provinsi Lampung Keterangan: : lokasi penelitian pengambilan sampel Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilakukan pada dua tahap yaitu 1 pengamatan dan kajian produksi bersih pada tingkat pabrik tapioka; dan 2 kajian implementasi 30 penerapan produksi bersih pabrik tapioka yang direkomendasikan. Secara lengkap diagram alir tata laksana penelitian disajikan pada Gambar 7. Gambar 7. Diagram alir tata laksana penelitian Tahapan Penelitian Pada penelitian ini metodologi yang dikemukakan Gambault dan Versteege 1999 dalam Fauzi 2003 yang disajikan pada Gambar 8. dan Audit and Reduction Manual for Industrial Emission and Wastes UNEP 1991 dalam FHBB 2005 digunakan sebagai metodologi acuan kajian serta metode QuickScan Buser dan Pabrik Tapioka QuickScan  source identification  cause evaluation Profound Analysis  neraca massa dan energi  options generation Sintesis  Evaluasi ekonomi  Evaluasi lingkungan bagian proses produksi yang potensial untuk penerapan produksi bersih  Diagram input-output  Alternatif-alternatif pilihan penerapan produksi bersih layak? Alternatif-alternatif pilihan penerapan produksi bersih terpilih ya tidak Model Proses Produksi Industri Tapioka Ramah Lingkungan Berbasis Produksi Bersih 31 Walder 2002; FHBB 2005 digunakan pada tahap analisis pendahuluan. QuickScan menghasilkan keluaran berupa: 1 sumber-sumber utama penyebab polusi lingkungan; 2 kuantitas material dan atau energi yang digunakan; 3 limbah atau cemaran dan emisi yang dihasilkan. Metode QuickScan menghasilkan fokus audit pada pengkajian penerapan produksi bersih tahap berikutnya terhadap suatu bagian proses produksi dinilai potensial untuk diterap- kannya perbaikan berdasarkan konsep produksi bersih Buser dan Walder 2002. Gambar 8. Metodologi kajian produksi bersih modifikasi Gambault dan Versteege 1999 dalam Fauzi 2003 Analisis pendahuluan menggunakan teknik QuickScan dilakukan dengan cara identifikasi sumber source identification yang diikuti dengan evaluasi penyebab cause evaluation, dan perolehan pilihan yang mungkin diterapkan option gene- ration. Kajian difokuskan pada lima komponen yaitu 1 bahan-bahan masukan input; 2 teknologi yang digunakan; 3 pelaksanaan proses; 4 produk; dan 5 limbah yang dihasilkan Gambar 9.. Kemungkinan-kemungkinan jenis-jenis pilihan perbaikan yang dihasilkan berupa 1 substitusi bahan-bahan masukan; 2 modifikasi teknologi; 3 good housekeeping; 4 modifikasi produk yang dihasil- kan; dan 5 on-site reuse Gambar 10.. 1. Persiapan 2. QuickScan penelitian pendahuluan untuk menentukan fokus kemungkinan penerapan produksi bersih 3. Profound analysis analisis mendalam terhadap proses produksi terpilih, penjabaran dalam bentuk neraca massa dan energi 4. Sintesis pencarian pilihan pencegahan, penyeleksian pilihan pencegahan, dan studi kelayakan Alternatif-alternatif pilihan produksi bersih terpilih 32 Gambar 9. Lima jenis penyebab dihasilkannya limbah van Berkel, 2006. Gambar 10. Jenis-jenis pilihan perbaikan dengan pendekatan produksi bersih van Berkel, 2006. Tahapan proses pengolahan tapioka dikaji secara rinci dan mendalam profound analysis untuk mendapatkan informasi tentang masukan yang diguna- kan pada proses serta keluaran yang dihasilkan. Masukan pada suatu tahapan proses berupa bahan-bahan yang digunakan, energi, dan air; sedangkan keluaran yang dihasilkan berupa produk utama, hasil samping, limbah yang dapat didaur ulang atau digunakan kembali, dan limbah yang harus ditangani sebelum dibuang ke lingkungan. Masukan dan keluaran dihitung dalam basis yang sama dan selanjutnya dijabarkan dalam neraca seperti disajikan pada Gambar 11. Gambar 11. Neraca material dan komponen-komponennya PROSES PENGOLAHAN TAPIOKA Teknologi Pelaksanaan proses Bahan-bahan masukan Produk yang dihasilkan Limbah PROSES PENGOLAHAN TAPIOKA Modifikasi Teknologi Good Housekeeping Substitusi Bahan masukan Modifikasi Produk yang dihasilkan On-site reuse Proses produksi atau unit operasi Masukan Keluaran Bahan baku 1 Bahan baku 2 Bahan baku 3 Air dan energi Gas Produk utama Hasil samping Air limbah Limbah yang disimpan atau dibuang 33 Kajian Produksi Bersih Industri Tapioka Tahap ini berupa pengamatan terhadap proses pengolahan ubikayu menjadi tapioka pada tingkat pabrik dan wawancara untuk mendapatkan data yaitu 1 bahan-bahan masukan input; 2 teknologi yang digunakan; 3 pelaksanaan proses; 4 produk; dan 5 limbah yang dihasilkan. Data yang diperoleh dari hasil analisis pendahuluan dijabarkan dalam bentuk aliran masukan dan keluaran berupa neraca massa dan energi serta limbah yang dihasilkan. Komponen-komponen dalam neraca massa dan energi yang dihasil- kan disajikan berdasarkan basis unit produk yang dihasilkan. Tahap sintesis untuk menentukan pilihan produksi bersih terpilih berdasarkan: 1 evaluasi ekonomis menggunakan kriteria PBP, NPV, dan IRR Soeharto 2002 2 evaluasi lingkungan berdasarkan kriteria perubahan penggunaan bahan baku dan pembantu, perubahan penggunaan air dan energi, dan karakteristik limbah yang dihasilkan berupa nilai TSS, COD, BOD, sianida HCN, dan pH Alaerts dan Santika 1984; APHA 1992. Data yang dikumpulkan pada tahap ini disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Data yang dibutuhkan pada kajian produksi bersih tingkat industri tapioka Jenis Keterangan Cara perolehan data Masukan input Ubikayu, air, energi, dan lain- lain Wawancara, pengamatan dan pengukuran langsung Keluaran output Tapioka, hasil samping, limbah padat, air limbah Wawancara, pengamatan dan pengukuran langsung Proses pembuatan tapioka Diagram alir dan neraca Pengamatan langsung Mutu Ubikayu Kadar kotoran, kadar pati Pengujian laboratorium Mutu tapioka Kadar abu, kadar air, Derajat putih, cemaran logam, dan uji bakteri Pengujian laboratorium Air limbah Jumlah dan karakteristik lim- bah Pengukuran langsung dan pengujian laboratorium Limbah padat Jumlah dan jenis limbah Pengamatan dan peng- ukuran langsung Biaya produksi tapioka Biaya per satuan produk Wawancara 34 N N e e r r a a c c a a M M a a s s s s a a d d a a n n N N e e r r a a c c a a E E n n e e r r g g i i Neraca Massa Neraca massa mass balance seringkali disebut sebagai neraca material dalam industri kimia. Suatu neraca massa dapat bermakna tanpa adanya neraca energi, tetapi sebaliknya suatu neraca energi membutuhkan pengetahuan tentang massa dan komposisi dari semua aliran yang ada dalam neraca. Kombinasi dari neraca massa dan neraca energi merupakan suatu alat yang penting untuk evaluasi yang efektif terhadap proses rutin suatu industri kimia Clausen dan Mattson 1978. Neraca massa dibuat berdasarkan konsep hukum kekekalan konservasi materi yang menyatakan bahwa atom-atom tidak dapat diciptakan atau dihancurkan. Atom-atom yang masuk ke dalam suatu sistem terakumulasi dalam sistem atau meninggalkannya Clausen dan Mattson 1978. Hal ini dinyatakan dalam persamaan berikut: Akumulasi dari atom j total atom j yang total atom j yang dalam sistem = memasuki sistem - meninggalkan sistem …. 1 Dengan menjumlahkan seluruh atom yang masuk dan meninggalkan sistem, total neraca material yang dihasilkan menjadi: Total akumulasi dalam total massa total massa sistem = memasuki sistem - meninggalkan sistem …2 Jika tidak terjadi akumulasi dalam sistem maka persamaan 2 direduksi menjadi sebagai berikut: total massa total atom massa memasuki sistem = meninggalkan sistem ……..…..................... 3 Neraca massa dibuat berdasarkan beberapa tahap yaitu: 1 Menggambar- kan aliran proses yang telah disederhanakan dalam bentuk diagram; 2 Me- nempatkan data yang tersedia pada aliran proses yang telah dibentuk dalam suatu diagram menggunakan unit tertentu metric system atau the American engineering system; 3 Membuat semua persamaan kimia untuk reaksi kimia yang terjadi di dalam proses; dan 4 Memilih basis yang digunakan untuk perhitungan Clausen dan Mattson, 1978. 35 Neraca Energi Neraca energi dibuat berdasarkan hukum termodinamika pertama tentang kekekalan energi. Hukum termodinamika pertama diterapkan dalam bentuk ne- raca energi dengan persamaan sebagai berikut: Energi yang terakumulasi = energi yang – energi yang dalam sistem masuk keluar ……………… 4 Neraca energi dibuat dengan tahapan yang sama seperti pembuatan neraca massa dan semua jenis energi yang terdapat dalam sistem harus diekspresikan dalam satuan unit yang sama metric system atau the American engineering system. Jenis-jenis energi yang digunakan dalam neraca energi adalah energi potensial, energi kinetik, energi termal thermal energy, energi kerja work energy, dan energi dalam internal energy Clausen dan Mattson, 1978. Energi yang merupakan salah satu input dalam proses produksi pertanian memiliki beberapa bentuk, antara lain energi langsung, energi tidak langsung, dan energi biologis. Energi yang digunakan dalam proses produksi dan pengolahan tapioka dapat dikategorikan menjadi 2 golongan yaitu energi langsung dan energi tidak langsung. Energi langsung adalah bentuk energi yang digunakan secara langsung dalam proses produksi yang antara lain berupa energi bahan bakar dan energi manusia. Energi tidak langsung adalah energi yang digunakan untuk mem- bentuk barang atau memberikan masukan atau energi yang tidak langsung berhubungan dengan proses produksi yang antara lain berupa energi biomassa dan energi alat mesin. Jumlah energi langsung dan tidak langsung yang telah diguna- kan dalam memproduksi suatu barang disebut embodied energy Abdullah, 1987; Fluck, 1992. Dalam penelitian ini akan ditentukan kebutuhan energi langsung per satuan produk yang dihasilkan. E E v v a a l l u u a a s s i i E E k k o o n n o o m m i i s s P P i i l l i i h h a a n n P P r r o o d d u u k k s s i i B B e e r r s s i i h h Evaluasi ekonomis terhadap pilihan produksi yang dihasilkan ditentukan menggunakan instrumen-instrumen berupa pay back period, net present value NPV, dan internal rate of return IRR UNEP 1995 dalam UNEP DTIE dan DEPA 2000; Brown 1994; Soeharto 2002. 36 Pay back Period PBP PBP atau waktu pengembalian modal adalah waktu yang diperlukan oleh proyek untuk mengembalikan investasi awal dengan tingkat pengembalian tertentu. Perhitungan PBP dilakukan berdasarkan aliran kas baik tahunan maupun yang merupakan nilai sisa. Apabila suatu alternatif investasi mempunyai umur ekonomis lebih besar daripada periode pengembalian N’, maka alternatif tersebut layak. Jika sebaliknya N’ lebih besar dari estimasi umur ekonomis, maka dikatakan tidak layak. PBP dihitung dengan formula sebagai berikut: PBP = -P +   1 , , N t t t i F P A ….. 5 Keterangan: A t = Aliran kas yang terjadi pada periode t N’ = Periode pengembalian yang akan dihitung P = nilai sekarang F = nilai yang akan datang Net present value NPV NPV menyatakan nilai bersih investasi saat ini yang diperoleh dari selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan kas bersih di masa yang akan datang, setelah memperhitungkan discount factor. Suatu proyek dapat dinyatakan bermanfaat untuk dilaksanakan apabila NPV 0. Jika NPV =0 berarti proyek dapat mengembalikan sebesar social opportunity cost faktor produksi modal. Jika NPV 0 berarti proyek tidak dapat menghasilkan, sehingga ditolak. Formula untuk menghitung NPV adalah : NPV = 1 1 K i C B n t t t t     ……………………………… 6 Keterangan: B t = benefit bruto proyek pada tahun ke t C t = biaya bruto proyek pada tahun ke t K = nilai investasi awal n = umur ekonomis proyek i = tingkat bunga modal persen Internal rate of return IRR IRR menunjukkan tingkat bunga pada saat jumlah penerimaan sama dengan jumlah pengeluaran atau tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV = 0. Jika 37 nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku maka suatu proyek dapat dilanjutkan, jika yang terjadi sebaliknya maka proyek ditolak. IRR dapat dihitung dengan formula sebagai berikut IRR =          P D N D x PVN PVP PVP P D f f f …………….. 7 Keterangan: D f P = Discount factor yang menghasilkan present value positif D f N = Discount factor yang menghasilkan present value negatif PVP = present value positif PVN = present value negatif P P a a r r a a m m e e t t e e r r M M u u t t u u L L i i n n g g k k u u n n g g a a n n A A i i r r l l i i m m b b a a h h I I n n d d u u s s t t r r i i T T a a p p i i o o k k a a Industri tapioka mempunyai potensi mencemari lingkungan karena mengandung bahan organik yang tinggi berupa senyawa karbon, dan nitrogen yang relatif tinggi, sehingga berpotensi menyebabkan proses eutrofikasi dan dapat menstimulasi pertumbuhan ganggang secara cepat Tchobanoglous, 1991. Total Suspended Solid TSS TSS atau total zat padat tersuspensi diklasifikasikan menjadi zat padat dan melayang yang bersifat organis dan zat padat terendap yang dapat bersifat organis dan anorganis. Zat padat terendap adalah zat padat dalam suspensi yang dalam keadaan tenang dapat mengendap setelah waktu tertentu karena pengaruh gaya beratnya. Penentuan zat padat terendap tersebut dapat melalui volumenya yang disebut dengan analisis volume lumpur sludge volume dan dapat melalui bobotnya yang disebut dengan analisis lumpur kasar atau umumnya disebut zat padat terendap settleable solids Alaerts dan Santika 1984. Sampel dimasukkan ke dalam tabung untuk disentrifius. Sebelumnya cawan kosong telah di oven selama 1 jam dan dinginkan ke dalam desikator selama 30 menit. Kemudian dilakukan penimbangan berat cawan. Endapan yang terbentuk dari sentrifius di masukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui berat keringnya kemudian cawan di masukkan ke dalam oven 105 o C selama lebih kurang 3 jam atau masukkan ke dalam inkubator selama semalam dengan suhu 80 C. Kemudian di oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C. Selanjutnya dimasukkan ke dalam desikator selama kira-kira 60 menit dan 38 lakukan penimbangan. Selisih berat cawan setelah dioven dengan berat kering cawan dan dibagi dengan volume sampel yang disentrifius dalam liter adalah nilai TSS APHA, 1998. Biological Oxygen Demand BOD BOD atau kebutuhan oksigen secara biologis merupakan suatu analisis empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang terjadi di dalam air. Nilai BOD yang dihasilkan menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan atau mengoksidasikan hampir semua zat organik yang terlarut dan sebagian zat-zat organik yang tersuspensi dalam air Alaerts dan Santika 1984; APHA 1992. Larutan buffer yang digunakan untuk pengujian BOD terdiri dari 4 larutan dengan komposisi sebagai berikut : 1. Larutan buffer fosfat dibuat dengan cara melarutkan 8,5 gram KH 2 PO 4 , 33,40 gram Na 2 HPO 4 .7H 2 O, dan 1,70 gram NH 4 Cl ke dalam 1 Liter aquades. 2. Larutan buffer magnesium sulfat dibuat dengan cara melarutkan 22,50 gram MgSO 4 .7H 2 O dalam 500 mL aquades dan diencerkan sampai 1 Liter. 3. Larutan buffer kalsium klorida dibuat dengan cara melarutkan 27,50 gram CaCl 2 dalam 500 mL aquades dan diencerkan hingga 1 Liter. 4. Larutan buffer ferri klorida dibuat dengan cara melarutkan 0,25 gram FeCl 3 .6H 2 O ke dalam 500 mL aquades dan diencerkan hingga 1 Liter. Nilai BOD diukur dengan menghitung selisih antara konsentrasi oksigen terlarut sebelum DO dan sesudah inkubasi selama 5 hari DO 5 . Pengukuran DO menggunakan DO meter jenis DO-24P. Sebelum alat digunakan terlebih dahulu DO meter dilakukan kaliberasi. Sampel sebanyak 20 mL dimasukkan ke dalam gelas beaker 1000 mL dan ditambahkan larutan buffer masing-masing sebanyak 1 mL serta 1 tetes seed kemudian diencerkan hingga 800 mL. Setelah itu sampel distirer selama 5 menit lalu dimasukkan ke dalam botol BOD ukuran 300 mL ker 2 , 105 L us disentrifi yang sampel volum g cawan ing berat g jam C dioven setelah cawan berat SS o   39 sampel dibuat duplo dan dilakukan pengukuran DO . Blanko dibuat dengan memasukkan larutan buffer masing-masing 1 mL dan seed 1 tetes ke dalam gelas beaker 1000 mL dan diencerkan hingga 800 mL. Kemudian blanko distirer selama 5 menit lalu dimasukkan ke dalam botol BOD ukuran 300 mL blanko dibuat duplo dan dilakukan pengukuran BO . Setelah dilakukan pengukuran DO dan BO , botol BOD ditutup rapat dan diinkubasi selama 5 hari pada suhu 20 o C di ruang gelap. Pada hari ke-5 dilakukan pengukuran DO yang tersisa. Rumus perhitungan BOD : P x V BO BO V DO DO L mg BOD                           1000 2 1000 1 5 5 Dengan : DO = rata-rata DO sampel 0 hari mgL 5 DO = rata-rata DO sampel 5 hari mgL BO = rata-rata DO blanko 0 hari mgL 5 BO = rata-rata DO blanko 5 hari mgL 1 V = rata-rata volume botol sampel mL 2 V = rata-rata volume botol blanko mL P = Pengenceran Chemical Oxygen Demand COD Pengukuran karakteristik limbah berupa COD dilakukan dengan cara : Sampel diaduk terlebih dahulu kemudian diambil sebanyak 0,2 mL atau 200 µl menggunakan mikropipet. Masukkan ke dalam vial yang berisi reagen COD, kemudian dipanaskan dengan reactor unit DRB200 pada suhu 150 o C selama 2 jam. Setelah dipanaskan, vial dikeluarkan dan dibiarkan sampai suhunya sama dengan suhu ruang kemudian diukur nilai COD dengan HACH Spektrofotometri DR4000 HACH Company, 2004. Analisis COD berbeda dengan analisis BOD namun perbandingan antara nilai COD dan nilai BOD dapat ditetapkan seperti yang disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Perbandingan rata-rata angka BOD 5 COD untuk beberapa jenis air Jenis air BOD 5 COD Air buangan domestik penduduk Air buangan domestik setelah pengendapan primer Air buangan domestik setelah pengolahan biologis Air sungai 0,40 – 0,60 0,60 0,20 0,10 Sumber: Alaerts dan Santika 1984 40 Metode Pengukuran Biogas di Kolam Air Limbah Teknik yang dikembangkan adalah menggunakan metode Direct Floating Material Method yaitu meletakkan kontainer plastik yang dilengkapi dengan material mengambang floating material, pemberat, selang plastik, katup, dan gas-meter di atas kolam IPAL seperti pada Gambar 12. a b Gambar 12. Peralatan penangkap gas a dan gas meter b yang digunakan untuk pengukuran biogas pada IPAL industri tapioka Biogas dikumpulkan dari kolam No.4 menggunakan kontainer plastik dengan 60 cm × 40 cm × 30 cm panjang × lebar × kedalaman. Setiap titik peng- ambilan sampel biogas memiliki waktu pengukuran selama 1-3 jam. Laju aliran biogas yang keluar dicatat menggunakan meteran gas basah WK-NK-0.5B, Shinagawa Corporation, Jepang dengan kapasitas laju alir 1-300 Ljam. Sampel biogas diambil dari kolam air limbah No.4 untuk menentukan komposisi biogas. Sampel biogas selanjutnya diukur dengan menggunakan alat analisis gas GC- 2014, Shimadzu. Nilai Tambah Pengelolaan Limbah Terhadap Lingkungan Nilai tambah terhadap lingkungan dari pengelolaan limbah dihitung dari pengolahan limbah cair, sementara untuk pengolahan limbah padat tidak dilaku- kan perhitungan karena limbah padat diasumsikan dapat direduksi sampai ke titik nol zero. Nilai tambah terhadap lingkungan dari pengolahan limbah cair menjadi biogas dilakukan dengan menghitung reduksi pencemaran gas rumah kaca CH 4 setelah dilakukan pengolahan. 41 Reduksi gas CO 2 dari pemanfaatan limbah cair dihitung dengan meng- gunakan metode UNFCC United Nation For Climate Change tentang reduction emission di pengolahan limbah dan penggunaan reaktor dengan bahan bakar terbaharui biogas menggunakan IPCC 2006 Tools Avoided waste water and on site energy use emission in the industrial sector dimana gas CO 2 dikonversikan sebagai bahan terbakar yang terperangkap pada pembentukan methane Purwati, 2010. Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut : y y y PE BE ER   …………………………………………………….……………… 1 Keterangan : ER y : Emission reduction in the year y pengurangan emisi CO 2 pada tahun y t CO 2 BE y : Baseline emission in the year y emisi CO 2 yang ditimbulkan apabila tidak ada pemanfaatan pada tahun y t CO 2 PE y : Project emission in the year y emisi CO 2 yang ditimbulkan oleh adanya pemanfaatan pada tahun y t CO 2 power BE wwtread BE BE y y y   , ……………………………… 2 Keterangan : BE y ,wwtread : Baseline emission from open lagoon in the year y emisi CO 2 yang ditimbulkan dari kolam pengolahan terbuka apabila tidak ada pemanfaatan pada tahun y BE y ,power : Baseline emission year from power generator in the year y emisi CO 2 yang ditimbulkan dari generator apabila tidak ada pemanfaatan pada tahun y 10   y y BE PE ……………………………………………………………………………………… 3 42 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Tanaman Ubikayu Di Indonesia Tanaman ubikayu tumbuh tersebar di seluruh provinsi di Indonesia, namun penyebarannya terbanyak di pulau Jawa dan Sumatera, masing-masing 50 dan 32 dari total luas panen ubikayu di Indonesia. Pulau Sumatera tanaman ubikayu terbanyak di Provinsi Lampung 26,6 , sedangkan pulau Jawa terbanyak di Provinsi Jawa Timur 18,7 dan Provinsi Jawa Tengah 16,7 Departemen Pertanian, 2009. Indonesia merupakan salah satu negara produsen ubikayu nomor 4 terbesar di dunia setelah Nigeria, Brazilia dan Thailand. Luas lahan tanaman ubikayu di Indonesia mengalami penurunan sejak tahun 2001 seluas 1.284.040 ha hingga tahun 2009 seluas 1.205.440 ha seperti yang tertera dalam data statistik pada Lampiran 2, namun produksi umbi ubikayu tetap mengalami peningkatan. Dengan demikian, produktivitas tanaman ubikayu di Indonesia mengalami peningkatan yang mungkin disebabkan tersedianya bibit yang lebih baik serta tehnik budidaya yang lebih baik juga. Provinsi dengan luas lahan ubikayu, produksi ubikayu dan produktivitas ubikayu tertinggi di Indonesia adalah provinsi Lampung. Luas panen, produksi dan produktivitas ubikayu di provinsi ini pada tahun 2009 masing-masing mencapai 320.344 Ha, 7.885.116 ton dan 24,61 tonha. Data statistik pada Lampiran 3. menunjukkan sepuluh provinsi dengan luas lahan tanaman ubikayu terbesar di Indonesia, sedangkan Lampiran 4. dan Lampiran 5. masing-masing menunjukkan sepuluh provinsi dengan tingkat produksi dan produktivitas ter- tinggi. Data tersebut menunjukkan bahwa tingkat produktivitas tertinggi dicapai oleh provinsi di Sumatera, kemudian di Jawa dan di Sulawesi, sedangkan tingkat produktivitas di Nusa Tenggara Timur NTT dan Kalimantan Barat rendah, sehingga walaupun luas panen dan produksinya masuk dalam 10 besar, tetapi produktivitasnya tidak masuk ke dalam 10 besar. Provinsi Lampung sebagai salah satu sentra produksi ubikayu di Indonesia hampir merata diusahakan terutama pada lahan kering yang marjinal. Hal tersebut 43 didorong oleh karena mudahnya teknologi budidaya dan kecilnya risiko dalam usahatani ubikayu. Perkembangan luas panen ubikayu, produksi ubikayu, dan produktivitas ubikayu di Provinsi Lampung disajikan pada Lampiran 6. Ubikayu sebagai bahan baku industri dapat diolah menjadi berbagai produk antara lain tapioka, glukosa kristal, fruktosa, sorbitol, high fructose syrup HFS, dekstrin, alkohol, etanol, asam sitrat citric acid, dan monosodium glutamate. Dekstrin digunakan antara lain pada industri tekstil, kertas perekat plywood dan farmasikimia. Asam sitrat dapat digunakan sebagai pemberi rasa asam dalam pembuatan makanan kaleng, minuman, jams, jelly, obat-obatan. Selain itu asam sitrat dapat pula digunakan sebagai pemberi rasa asam pada sirup, kembang gula dan saus tembakau. Monosodium glutamate digunakan sebagai penyedap makan- an. Sorbitol produk akhir ubikayu dibuat dari tapioka cair berwarna putih bening seperti gelputih mengkilat digunakan antara lain pada industri kembang gula permen dan minuman instan yang produknya mempunyai nilai jual yang tinggi, serta dapat dimanfaatkan sebagai bahan pemanis untuk pasta gigi, kosmetik, dan cat minyak Hafsah, 2003. Ubikayu merupakan bahan campuran pakan ternak yang cukup baik. Namun demikian, penggunaannya di Indonesia masih sangat terbatas. Hal ini antara lain disebabkan industri pakan ternak di Indonesia masih banyak menggunakan jagung dan kedelai sebagai bahan baku utamanya. Negara pemakai hasil ubikayu untuk pakan ternak yang cukup besar adalah Jerman dan Belanda, dimana 50 meng- gunakan campuran ubikayu sebagai pakan ternak. Bahan ubikayu yang digunakan pada industri pakan ternak antara lain gaplek, chips, gaplek pellet, tepung gaplek, ampas, dan tepung ampas tapioka Hafsah, 2003. Ubikayu memiliki pohon industri yang berspektrum luas seperti diperlihatkan pada Gambar 13. Potensi Tanaman Ubikayu di Provinsi Lampung Selama kurun waktu 2005-2009 produksi ubikayu di Provinsi Lampung menunjukkan peningkatan sebesar 60,95 yaitu dari 4.806.254 ton pada tahun 2005 menjadi 7.885.116 ton pada tahun 2009. Walaupun mengalami peningkatan namun produktivitas ubikayu pada tahun 2009 di Provinsi Lampung masih relatif rendah, yaitu sebesar 24,61 ton per hektar. Wargiono 1990, menyatakan bahwa produktivitas rata-rata ubikayu dapat mencapai lebih dari 30 ton per hektar. 44 Gambar 13. Pohon industri ubikayu Sumber: Wargiono dan Barrett, 1987 Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan menggunakan metode quickscan rendahnya produktivitas komoditas ubikayu di Provinsi Lampung disebabkan oleh banyak faktor. Faktor utama adalah harga ubikayu yang masih rendah dan kelembaman dalam pemasaran menyebabkan petani produsen kurang berminat untuk meningkatkan produktivitas usahataninya. Faktor lain penyebab rendahnya produktivitas ubikayu adalah posisi tawar petani yang lemah sebagai akibat dari petani bekerja secara individual dalam struktur pasar yang cenderung oligopsoni, sehingga harga cendrung turun pada musim panen dan merugikan petani. Harga merupakan hal penting yang mempengaruhi keputusan petani untuk menentukan Industri Pangan: cassava chip, cassava stick Kulit Tapioka Onggok Dektrin Gula Glukosa Gula Fruktosa Ethanol Asam Organik Senyawa kimia lain Umbi UBIKAYU Industri pakan ternak Industri pangan, kertas, kayu lapis Industri pakan ternak Industri tekstil, pharmasi dan kimia Industri makanan Industri Kimia, pharmasi, Bio-fuel Industri makanan dan Kimia Industri Kimia Industri makanan Gaplek Pellet Industri pakan ternak 45 jumlah luas areal yang akan ditanami dengan suatu komoditi tak terkecuali ubikayu. Harga yang stabil dan tinggi menjadi insentif tersendiri bagi petani untuk memperluas areal tanamnya. Perkembangan harga ubikayu dapat dilihat pada Gambar 14. 100 200 300 400 500 600 700 800 1995 1998 2001 2004 2007 2010 2013 H ar ga R p Tahun Perkembangan Harga Jual Ubikayu Provinsi Lampung Gambar 14. Perkembangan Harga ubikayu di Provinsi Lampung Berdasarkan Gambar 14. perkembangan harga ubikayu relatif meningkat dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 16,6 persen per tahun. Peningkatan harga yang drastis terjadi pada tahun 1999 dimana harga ubikayu meningkat 35 persen dari Rp.318kg menjadi Rp.432kg. Tahun 2002 terjadi penurunan tingkat harga ubikayu sebesar 42 persen dari Rp.549kg menjadi Rp.317kg. Hal ini terjadi karena adanya panen raya yang mengakibatkan kelebihan penawaran ubikayu sehingga pada akhirnya harga menjadi turun. Selanjutnya hingga tahun 2010 harga ubikayu mulai semakin meningkat mendekati harga Rp.700kg. Mengingat peranan ubikayu sebagai sumber bahan baku maka faktor harga menjadi hal yang sangat penting untuk dijaga kestabilannya. Hal tersebut di- maksudkan agar petani tidak menjadi pihak yang dirugikan karena memiliki bargaining position yang lebih rendah. Kestabilan harga ini tentunya akan menjadi jaminan bagi ketersediaan ubikayu sebagai bahan baku karena petani memiliki insentif untuk memproduksi ubikayu yang memiliki harga jual yang stabil. Adanya struktur pasar yang cenderung oligopsoni mendorong terjadinya praktik-praktik yang merugikan petani produsen seperti curang timbang, dan tidak 46 jelasnya standar rafraksi. Keadaan tersebut sudah sering dikeluhkan oleh petani ubikayu di Provinsi Lampung Zakaria,1997. Struktur Industri Tapioka di Provinsi Lampung Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan menggunakan metode quickscan diperoleh informasi industri tapioka yang ada di provinsi Lampung dapat mengolah ubikayu sekitar 100-1.200 tonhariindustri sesuai jumlah dan besarnya kapasitas produksi. Selain itu, dalam waktu dekat akan beroperasi 2 pabrik ethanol berbahan baku ubikayu yang akan menyerap sekitar 720.000 ton ubikayu tahun. Tapioka yang dihasilkan Provinsi Lampung digunakan untuk industri pangan dan non pangan kertas, kayu lapis, dan papan partikel di dalam negeri dan sebagian diekspor. Khusus untuk gaplek sebagian besar digunakan sebagai bahan baku industri pakan ternak di dalam dan di luar negeri terutama di Republik Federal Jerman, Belanda, dan Prancis. Peluang ekspor gaplek Indonesia ke MEE hanya mampu menguasai 17 sisanya sebagian besar dikuasai oleh Thailand PAE, 1990; dan BPS, 2008. Sistem agribisnis ubikayu bagi masyarakat Lampung mampu menyediakan lapangan kerja yang luas. Budidaya ubikayu bersifat labor intensif dengan me- nyediakan lapangan kerja sebanyak 135 hari kerja setara pria HKPhatahun; di tingkat pabrik pengolahan, lapangan kerja yang tersedia sebesar 17.444 HKP tahun untuk pabrik berkapasitas giling 300 ton ubikayuhari. Selain itu, ubikayu merupakan bahan baku bagi 65 pabrik tapioka dengan total kapasitas setara 5,2 juta ton ubikayu dan bagi 14 pabrik gaplek dengan total kapasitas setara 3,5 juta ton ubikayu Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Lampung, 2006. Hasil penelitian pendahuluan menggunakan metode quickscan, diperoleh data informasi bahwa industri tapioka di Provinsi Lampung dalam memperoleh bahan baku sangat bergantung dari petani dan pemasokmitra binaan perusahaan. Keberadaan industri tapioka yang cukup banyak dengan kapasitas produksi tinggi mengakibatkan suplai bahan baku ubikayu tidak mencukupi kebutuhan industri sehingga proses produksi tidak berjalan secara efektif. Hal ini berdampak negatif dengan munculnya tengkulak yang menjadi pedagang perantara untuk mengambil 47 keuntungan secara sepihak dalam pengadaan bahan baku ubikayu bagi industri, sehingga posisi petani yang akan dirugikan. Lemahnya posisi petani ubikayu dalam menghadapi pengaruh fluktuasi harga, terutama disebabkan karena ubikayu memiliki daya simpan yang rendah, dan produktifitasnya juga rendah akibat modal usaha yang sangat terbatas, disamping kebutuhan keluarga yang sudah sangat mendesak. Pendapatan petani ubikayu akan makin rendah lagi karena pada saat dijual ke pabrik mendapatkan mutu ubikayunya rendah dan rafaksi yang ditentukan secara sepihak oleh pabrik. Industri tapioka sebagai pengguna bahan baku ubikayu sangat sulit mem- peroleh kualitas bahan baku yang bermutu dengan kadar pati tinggi. Sulitnya mengontrol kualitas bahan baku ubikayu ini karena bahan baku yg diterima dari petani atau mitra binaannya memiliki mutu sangat bervariasi baik dari segi varietas ubikayu yang tidak seragam, umur panen ubikayu yang bervariasi, dan kondisi penyimpanan sementara bahan baku terlalu lama yang dapat menurunkan kadar pati dalam ubikayu. Berdasarkan hasil informasi tersebut di atas, penelitian ini hanya difokuskan pada proses industri tapioka, sehingga dari segi penyediaan bahan baku ubikayu pada tingkat on farm tidak dilakukan. Pada proses produksi industri tapioka akan dikaji penggunaan air, pemanfaatan air limbah sebagai sumber salah satu sumber energi terbarukan dan mengurangi dampak pemanasan global akibat dari efek gas rumah kaca. Selain itu, akan dikaji alternatif pemanfaatan hasil samping dari industri tapioka ini. Industri tapioka yang dipilih sebagai lokasi dalam penelitian memiliki kapasitas produksi yang berbeda, dapat dilihat pada Tabel 9. Industri Tapioka Skala Kecil Industri tapioka skala kecil pada penelitian ini merupakan industri yang menggunakan teknologi tradisional, yaitu industri pengolahan tapioka yang menggunakan peralatan produksi teknologi mekanik yang sederhana dan masih mengandalkan sinar matahari dalam tahap pengeringannya. Industri tapioka A merupakan industri tapioka skala kecil dengan kapasitas mesin terpasang 80 tonhari bahan baku ubikayu. Bahan baku industri tapioka yang diolah pabrik berasal dari kebun sendiri dan dari petani yang menjual langsung ke lokasi pabrik. Bahan baku yang diolah tidak memiliki kualifikasi 48 mutu bahan baku tertentu karena untuk mendapatkan bahan baku ubikayu yang akan diolah, perusahaan harus bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar dalam jumlah maupun harga bahan baku yang dibeli. Tabel 9. Karakteristik industri tapioka yang dipilih sebagai lokasi penelitian Uraian Satuan Industri tapioka A B C D E Bahan Baku Ubikayu tonhar i 80,00 600,00 750,00 800,00 1.800,00 Produksi tapioka tonhar i 20,48 150 187,50 190,02 450,00 Skala Produksi - Skala kecil Skala besar Skala besar Skala besar Skala besar Teknologi - Semi otomati s Otomati s Otomati s Otomati s Otomati s Operasional hari 25,00 25,00 26,00 25,00 26,00 Sumber Energi - Listrik Listrik dan BBM Listrik dan BBM Listrik dan BBM Listrik dan BBM Penggunaan Air m 3 hr 400,00 2.640,00 3.750,00 3.420,43 7.712,55 Sumber Air - Sumur dalam Sumur dalam Sumur dalam Sumur dalam Sumur dalam Indeks Air m 3 ton tapioka 19,53 17,60 20,00 19,69 17,14 Indeks Listrik kWhton tapioka - 193,52 207,39 197,12 - Indeks BBM Lton tapioka - - 37,05 36,98 34,47 Air Limbah m 3 hr 395,38 1.690,00 2.112,50 3.629,46 5.713,93 Limbah padat  AmpasOnggok tonhr 9,60 180,00 225,00 266,03 675,01  Kulit tonhr 1,16 43,23 53,00 72,21 149,99  Bonggolkotoran tonhr 0,59 8,76 11,24 14,08 90,00 Secara umum tahapan proses produksi pada Industri tapioka A dengan kapaitas mesin 80 tonhari bahan baku ubikayu sebagai berikut: a. Pengupasan; ubikayu dapat dilaksanakan di pabrik atau pabrik membeli ubikayu yang telah dikupas. Selama proses pengupasan, sortasi ubikayu juga dilakukan untuk memilih ubikayu berkualitas tinggi. b. Pencucian; ubikayu yang telah dikupas lalu dicuci dalam bak pencuci, yang banyak dilakukan dengan tenaga manusia dan ban berjalan belt conveyer sederhana. 49 Gambar 15. Proses pengupasan ubikayu Gambar 16. Proses pencucian ubikayu c. Pemarutan; ubikayu yang sudah dikupas dan dicuci, selanjutnya dimasukan ke dalam parutan mekanik sambil diberi air. Gambar 17. Proses pemarutan ubikayu 50 d. Pengayakan; parutan aci basah dimasukkan ke dalam ayakan dari kawat dibingkai berukuran kira-kira 1 x 3 meter, yang bergerakbergoyang dengan as eksentrik. Air aci dialirkan ke dalam bak sedangkan onggok ditampung untuk dijemur. Gambar 18. Pengayakan parutan pati ubikayu Gambar 19. Air aci dialirkan pada bak pengendapan e. Pengendapan; air aci yang berupa susu masuk ke dalam bak pengendapan. Panjang bak tersebut ada yang mencapai 100 m. Ketebalan endapan dari ujung  50 cm, lalu menurun hingga habis ketebalannya. Tapioka dalam bak ini sudah dapat ditentukan kelas mutunya, antara lain terbaik terletak pada meter kedua hingga meter kelima. 51 Gambar 20. Proses pengendapan aci ubikayu Gambar 21. Tapioka basah yang siap untuk dijemur f. Pengeringan; tapioka basah diambil dengan sekop dan dijemur menggunakan tampah nampan bambu  100 cm. Gambar 22. Penjemuran tapioka basah 52 g. Penghalusan; tapioka kering yang telah dijemur kemudian dimasukkan ke dalam mesin penghalus, dan akhirnya lewat saringan terkumpul dalam bak. h. Pengepakan; tapioka kering dan halus dalam bak dimasukkan ke dalam karung, tetapi hal ini tidak dapat dilakukan bersama-sama saat mesin peng- halus sedang berjalan sebab bak pengumpul tersebut tertutup rapat agar tapioka tidak beterbangan. Secara rinci penggunaan air dan energi industri tapioka A dapat dilihat pada Gambar 23. Gambar 23. Neraca massa dan air industri tapioka A Air cucian 46.36 m 3 Air 44,3 m 3 Pencucian dan Pengupasan Ubi Kayu 80 ton Kulit 11,6 ton Meniran 0,36 ton Pemarutan Kotoran,serat 0,23 ton Penyaringan Ampas 9,6 ton Air 349,02 m 3 Air 355,7 m 3 Pengendapan Air menguap 4,62 m 3 Penjemuran, Penghalusan, dan Pengemasan Tapioka 20.48 ton Pati menguap 53 Dalam melakukan pengolahan terhadap limbah yang dihasilkan, industri tapioka A telah melakukan berbagai metode pengolahan untuk mengolah air limbah dan limbah padat yang dihasilkan dari pabrik. Proses pengelolaan air limbah yang dihasilkan, industri tapioka A telah lama memiliki IPAL berupa kolam-kolam penampung limbah yang berjumlah empat buah kolam yang cukup untuk menampung air limbah yang dihasilkan dari pabrik, selain kolam penam- pung, limbah padat yang berupa onggok juga telah dilakukan pengolahan dengan metode penjemuran untuk menghasilkan onggok kering. Sistem pengolahan air limbah dengan kondisi demikian belum termanfaatkan secara optimal sehingga dapat mengganggu estetika lingkungan dan memberikan sumbangan terhadap potensi pemanasan global dari gas rumah kaca yang dihasilkan. Selain itu, limbah meniran yang yang dihasilkan tidak dimanfaatkan sehingga terjadi penumpukan yang menimbulkan bau dan gundukan yang mempersempit lokasi pabrik. Gambar 24. Kondisi eksisting indistri tapioka A Air limbah tersebut dapat menghasilkan gas CH 4 dan CO 2 sehingga sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai salah satu sumber energi terbarukan. Metode penangkapan gas metana dan karbondioksida dengan menggunakan sistem CIGAR Covered In Ground Anaerobic Bioreactor merupakan metode Proses pengendapan pati Proses pengepresan onggok Proses penjemuran onggok Kolam air limbah 54 penangkapan biogas dengan cara membuat kolam penampung limbah dan menutup kolam tersebut dengan menggunakan plastik jenis HDPE High Density Poly Ethylene dengan ketebalan minimum 1,0 mm. Sistem CIGAR dapat mereduksi sedikitnya 95 BOD, 75 COD dan mereduksi warna limbah. Sistem CIGAR merombak bahan organik melalui tiga tahap proses biologi hidrolisis, asido-genesis, dan metano-genesis. Penggunaan HDPE sebagai penutup kolam pada sistem CIGAR adalah karena HDPE memiliki elastisitas yang baik, jika biogas diproduksi dengan baik, maka penutup akan mengembang keatas dan jika sedang tidak ada biogas, maka plastik penutup akan rata dengan permukaan kolam. Selain itu, plastik HDPE memiliki sifat porositas yang baik, sehingga biogas yang dihasilkan tidak hilang keluar melalui pori plastik tersebut. Sistem CIGAR dengan HDPE High Density Poly Ethylene sebagai cover dalam memproduksi biogas dari air limbah tapioka yang telah diterapkan di industri tapioka A ini dibangun pada bulan Januari 2010. Bioreaktor ini memiliki volume sebanyak 4.410 m 3 dengan laju alir umpan sebanyak 182.736 m 3 . Berdasarkan volume reaktor dan laju alir umpan tersebut, air limbah di dalam bioreaktor memiliki waktu tinggal hidrolik selama 24 hari. Berdasarkan pengembangan teknologi yang telah dilakukan terutama yang berkaitan dengan optimasi proses pembentukan gas metana maka biogas yang dihasilkan pada IPAL di industri tapioka masih dapat ditingkatkan jumlahnya. Teknik tersebut kemungkinan lebih layak dilakukan untuk agroindustri yang telah berjalan dan mengolah air limbahnya dengan sistem kolam Gambar 25. Gambar 25. IPAL industri tapioka A setelah di tutup dengan plastik HDPE 55 Industri tapioka A dengan hasil karakterisasi limbah yang telah dilakukan terhadap kinerja CIGAR yaitu nilai T-COD inlet rata-rata adalah sebesar 10.650 mgL dan nilai T-COD outlet rata-rata adalah sebesar 1.915 mgL. Nilai T-COD removal adalah 8.735 mgL, sehingga nilai T-COD removalhari adalah sebesar 1605056,25 mgL atau 1.605,06 gL. Konsentrasi gas metana dalam biogas adalah 54,36 Mulyadi, 2011 dan prosentase T-COD removal adalah 82,019, sehingga didapat produksi gas metana yang dihasilkan dari CIGAR adalah 460,76 m 3 kg CODhari dan produksi biogas yang dihasilkan adalah sebesar 847,64 m 3 hari atau 309.388,23 m 3 tahun. Karakterisasi terhadap air limbah yang diolah menjadi biogas digunakan untuk menghitung produksi gas yang dihasilkan dari reaktor CIGAR yang nantinya akan digunakan untuk menganalisis manfaat ekonomi dari pengolahan air limbah dengan metode penangkapan biogas dengan cara mengkonversi nilai produksi biogas dengan nilai bahan bakar atau energi yang disetarakan. Karakterisasi air limbah untuk menghitung potensi biogas dari reaktor meliputi nilai COD pada inlet dan outlet serta nilai COD removal air limbah. Industri Tapioka Skala Besar Industri tapioka skala besar pada penelitian ini merupakan industri yang menggunakan teknologi modern dari proses awal sampai produk jadi. Industri B, industri C, industri D, dan industri E yang menggunakan peralatan full outomate ini memiliki efisiensi tinggi, karena proses produksi memerlukan tenaga kerja yang sedikit, waktu operasional produksi lebih pendek dan menghasilkan tapioka berkualitas. Kapasitas produksi tapioka yang dihasilkan industri B sebesar 150 tonhari, Industri C sebesar 187,5 tonhari, industri D sebesar 200 tonhari. Sedangkan industri tapioka E memiliki 2 unit mesin produksi dengan kapasitas terpasang 200 tonhari dan 250 tonhari. Kondisi industri tapioka dapat dilihat pada Gambar 26. Berdasarkan data Tabel 12, diperoleh tingkat efisiensi penggunaan air semakin tinggi dengan semakin meningkatnya kapasitas mesin produksi yang digunakan. Penggunaan air bersih berkisar antara 4,28-5,00 m 3 ton ubikayu. 56 Gambar 26. Kondisi eksisting Industri tapioka skala besar Air yang digunakan bersumber dari air sumur dalamair bawah tanah, sehingga terjadi pemborosan dalam penggunaan air bersih untuk masing-masing industri tapioka. Industri tapioka B memanfaatkan air bersih sebesar 2.640 m 3 hari, industri C sebesar 3.750 m 3 hari, industri D sebesar 3.424 m 3 hari, dan industri E sebesar 7.712,55 m 3 hari. Penggunaan air tersebut akan berakibat tingginya pajak yang harus dibayarkan oleh industri yang diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Lampung No. 42002 tentang Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. Salah satu keputusan dari peraturan daerah tersebut disebutkan penggunaan air di atas 2.500 m 3 untuk niaga dikenai tarif Rp1.035,-m 3 . Selain itu, tingginya penggunaan air bawah tanah akan berdampak pada penurunan jumlah dan mutu air tanah, yang dibuktikan dengan penurunan muka air yang menerus, penyusupan air laut di daerah pantai, serta amblesan tanah. Bahan baku yang baru datang ke pabrik, terlebih dahulu ditimbang untuk mencari bobot brutonya. Setelah ditimbang mobil menuju ke lapangan ubikayu untuk dilakukan pemeriksaan oleh petugas KIR ubikayu untuk melakukan penaksiran besaran refaksipotongan berat yang akan diberlakukan. 57 Gambar 27. Proses pengangkutan bahan baku ubikayu Tafsiran refaksi dilakukan dengan dua cara, yaitu 1 dengan menimbang kadar aci dari sampel 5 kg ubikayu; 2 menaksir kandungan tanah, dan kotoran yang terbawa oleh ubikayu tersebut. Setelah selesai penimbangan dan kir, muatan truk tersebut kemudian diturunkan ke lantai penghamparan penyimpanan. Mobil kembali ditimbang untuk mendapatkan bobot bersih kendaraan. Dengan demikian bobot ubikayu yang akan dipakai sebagai dasar pembayaran kepada pemasoknya adalah: Bobot Netto = Bobot Bruto – Bobot Truk kosong - Refaksi Gambar 28. Proses penentuan kualitas dan pengukuran kadar pati ubikayu Bahan baku ubikayu industri tapioka diperoleh dari petani, pemasokmitra binaan perusahaan. Jumlah lahan dari pemasokmitra berdasarkan informasi dari perusahaan seluas ± 45.000 ha dengan menghasilkan ± 20 tonha ubikayu. Varietas ubikayu unggul yang biasa ditanam, antara lain Adira 1, Adira 4, Adira 2, Darul Hidayah, Malang 1, Malang 2, Malang-4, Malang-6, UJ-3, dan UJ-5. Beberapa varietas ubikayu dan keunggulannya dapat dilihat pada Lampiran 8. 58 Hasil pengukuran lapangan kadar pati varietas ubikayu yang dominan digunakan industri tapioka disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Kadar pati varietas ubikayu di wilayah studi No. Jenis sampel Kadar Pati 1. Ubikayu varietas Kasertsat 18,15 2. Ubikayu varietas Thailand 16,99 Berdasarkan Tabel 10, rendahnya hasil pengukuran kadar pati di lapangan dipengaruhi oleh variasi umur ubikayu yang dipanen tidak seragam, lamanya proses penampungan sementara sebelum proses pengolahan sehingga terjadi proses fermentasi yang berdampak pada menurunnya kandungan pati dalam bahan baku ubikayu. Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi penelitian, tahapan proses produksi tapioka pada industri tapioka skala besar di Provinsi Lampung memiliki kesamaan dalam tahapannya. Tahapan proses produksi yang disajikan dibawah ini adalah industri tapioka D dengan kapasitas 800 tonhari. Industri tapioka D memiliki data yang cukup, sehingga dipilih untuk dikaji lebih dalam tahapan proses produksi- nya. Diagram alir proses produksi industri tapioka D disajikan pada gambar 28. Secara lebih rinci tahapan proses produksi industri tapioka D sebagai berikut: 1. Pembersihan Bahan baku ubikayu dengan jumlah 800 ton dikumpulkan dalam tempat penampungan. Pembersihan yang dilakukan terhadap bahan baku bertujuan untuk membersihkan benda-benda asing seperti batang, ubikayu busuk, debu, pasir, tanah dan kotoran benda asing lainnya. Pembersihan dilakukan dengan cara peniupan angin yang bertekanan tinggi atau dengan sistem vibrasi dan saringan berputar. Setelah pembersihan dilakukan penimbangan bahan baku yang sudah dibersihkan. 2. Pencucian dan Pengupasan Kulit Pencucian bahan baku dilakukan dengan menggunakan air yang disemprotkan pada bagian ujung atas dari ban berjalan belt conveyer yang mempunyai kemiringan tertentu. Dengan demikian tanah, pasir, dan kotoran-kotoran 59 lainnya yang masih melekat pada bahan baku terbawa bersama air mengalir. Tahap selanjutnya adalah pengupasan kulit peeler. Hasil hitungan neraca massa dan air diperoleh bahwa proses pencucian dan pengupasan ubikayu ini membutuhkan air sebesar 1.026,13 m 3 , Proses pencucian dan pengupasan ubikayu menghasilkan produk samping berupa air cucian sebesar 1.007,13 m 3 air cucian, kotoran kulit sebesar 72,21 ton, dan meniran sebesar 14,08 ton. Sedangkan produk ubikayu hasil pencucian dan pengupasan sebesar 746,79 ton. Gambar 29. Neraca massa dan air proses pengupasan dan pencucian ubikayu 3. Sortasi Proses sortasi penyortiran terhadap bahan baku dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan bahan baku yang mempunyai kualitas rendah yaitu bahan baku yang berkayu, dan mulai membusuk yang dilakukan secara manual. Bagian umbi yang membusuk dipotong dan bagian yang masih segar tetap digunakan. Umbi yang masih kotor atau belum sempurna terkupas dikembali- kan ke alat pencuci pencuci dan pengupas kulit. 4. Pencacahan Ubikayu yang telah disortasi kemudian ditimbang dan ditransportasikan dengan ban berjalan belt conveyer menuju suatu alat pencacah choper. Pencacahan dilakukan sedemikian rupa dirajang hingga menjadi potongan kecil chip yang mempunyai ketebalan antara 30-50 mm. 5. Pemarutan Potongan kecil chip yang terbentuk ditampung dalam alat pengumpan feeder untuk diumpankan ke dalam alat pelumat desintegrator atau rasper. 60 Gambar 30. Neraca massa dan air proses pencacahan dan pemarutan ubikayu Di dalam desintegrator, chip dilumatkan menjadi bubur umbi. Pada operasi pelumatan diharapkan dapat menghasilkan pati yang maksimal dan tanpa menghasilkan serat halus yang terlalu banyak, karena kandungan serat halus yang terlalu banyak dapat mempengaruhi efisiensi hasil. Air bersih yang dibutuhkan untuk proses pemarutan sebesar 247,03 m 3 . Bubur ubikayu yang dihasilkan dari proses pemarutan sebesar 993, 82 ton. 6. Ektraksi Pati Ekstraksi pati dilakukan dengan cara bubur umbi dimasukkan ke dalam alat ekstraktor secara bertingkat 3 tahap. Bubur umbi disaring dengan saringan statis static screen dengan tujuan serat dan partikel kasar dapat dipisahkan. Bubur umbi yang lolos saringan dialirkan menuju saringan berputar rotary conical screen sehingga partikel-partikel yang lebih halus terutama serat dapat dipisahkan. Ektraksi bisa juga dilakukan dengan alat ekstraktor jet dengan model nozzle berputar jet extractor, rotary nozzle type. Alat tersebut termasuk alat pemu- tar centrifuge dengan saringan miring sliding screen yang didalamnya di- lengkapi dengan suatu system pencuci khusus nozzle. Dalam sistem tersebut butir-butir pati dan partikel-partikel halus terlempar keluar dan ampas serta partikel yang tidak lolos saring akan semakin kecil mengandung pati. Air bersih yang digunakan pada tahap ekstraksi pati ini sangat tinggi sebesar 1.387,17 m 3 . 61 Gambar 31. Neraca massa dan air proses ekstraksi bubur ubikayu Produk samping yang dihasilkan berupa air sisa ekstraksi sebesar 741,09 m 3 dan limbah padat berupa ampas sebesar 266,03 ton. 7. Pengurangan Air Dewatering Pati yang dihasilkan dari penyaringan ditampung dalam tangki pengumpan atau dipompa untuk dimasukkan ke dalam separator sentrifugal dengan tujuan agar serat-serat halus yang terkandung didalamnya dapat dipisahkan. Bahan- bahan yang terlarut dipisahkan dengan cara pencucian yang berulang di dalam separator. Pati yang sudah murni tersebut dialirkan ke dalam hidrocyclone atau bak-bak pengendapan untuk dipisahkan airnya. Kebutuhan air bersih pada proses ini sebesar 760,10 m 3 . Gambar 32. Neraca massa dan air proses dewatering susu pati ubikayu Pati yang sudah mengalami banyak kehilangan air tersebut dialirkan menuju alat pemutar atau penapis vakum rotary vacuum filter untuk dibuang airnya lebih lanjut de-watering. Air sisa yang dihasilkan dari proses de-watering sebanyak 1.254,16 m 3 . Air sisa tersebut selama ini belum dimanfaatkan dan langsung dibuang menuju kolam IPAL. Tapioka basah yang dihasilkan dari proses de-watering ini sebesar 252,73 ton. 62 Gambar 33. Neraca massa dan air proses sentrifuse susu pati 8. Pengeringan Alat pengering yang biasa digunakan untuk mengeringkan pati adalah alat pengering tipe pneumatic pneumatic flesh drier suction type. Dalam sistem pengeringan tersebut pati basah ditransformasikan menggunakan kotrek screw conveyer menuju zona pengisapan suction zone. Udara pengeringan dihasilkan dengan cara pemanasan udara, pati digerakkan menuju bagian atas alat pengering yang selanjutnya disemprotkan ke bagian bawah alat pengering terdapat ruangan yang mengandung udara panas yang mempunyai suhu antara 50 o C – 60 o C. Pati kering yang dihasilkan dialirkan menuju unit ayakan untuk memisahkan gumpalan-gumpalan pati kering sehingga terbentuk pati kering yang halus. Gambar 34. Neraca massa dan air proses pengeringan dan pengemasan tapioka 9. Pengemasan Pati kering yang halus selanjutnya dimasukkan ke dalam silo, lalu dikemas ke dalam kemasan yang terbuat dari bahan blacu atau karung plastik yang di dalamnya dilapisi dengan plastik. Produk tapioka yang dihasilkan proses produksi industri tapioka dengan bahan baku 800 tonhari sebesar 190,02 ton. 63 Proses produksi industri tapioka skala besar secara lengkap disajikan pada Gambar 35. di bawah ini. Gambar 35. Diagram alir proses produksi industri tapioka D Pengelolaan Limbah Industri Tapioka Sumber dan Karakteristik Limbah Limbah merupakan sesuatu yang dihasilkan dari suatu proses produksi atau proses penunjang yang mendukung proses utama selain produk yang diinginkan. Limbah dihasilkan karena adanya inefisiensi di segala aktivitas dan adanya bahan atau materi danatau energi yang tidak dapat digunakan kembali bagi kegiatan 64 produksi tersebut. Industri tapioka menghasilkan tiga macam limbah, yaitu limbah padat, air limbah dan limbah gas. Limbah yang dihasilkan sebagian besar didominasi oleh air limbah yang kemudian diikuti oleh limbah padat. Air limbah Proses pembuatan tapioka memerlukan air untuk memisahkan pati dari serat. Pati yang larut dalam air harus dipisahkan. Teknologi yang ada belum mampu memisahkan seluruh pati yang terlarut dalam air, sehingga air limbah yang dilepaskan ke lingkungan masih mengandung pati. Air limbah akan mengalami dekomposisi secara alami di badan-badan perairan dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Bau tersebut dihasilkan pada proses penguraian senyawa mengandung nitrogen, sulfur dan fosfor dari bahan berprotein Zaitun, 1999; Hanifah dkk, 1999. Gambar 36. Jenis air limbah proses produksi tapioka Air limbah yang dihasilkan pada proses pengolahan pati tapioka berasal dari proses pencucian, pembersihan alat produksi dan lantai pabrik serta dari proses pemisahan pati ubikayu. Air limbah dari hasil pengolahan pati tapioka terdiri atas air dan sisa pati tapioka yang ter-suspensi dalam air. Air limbah yang dihasilkan oleh industri tapioka skala besar ini berkisar antara 4,28-5,00 m 3 ton ubikayu. Pencucian ubikayu Air buangan pencucian ubikayu Air separator 65 Menurut Nurhasan dan Pramudyanto 1991, tingginya kandungan bahan- bahan organik tersebut dapat mempengaruhi keseimbangan lingkungan untuk menetralisasinya. Hal tersebut menyebabkan warna perairan berubah menjadi kehitaman, menurunkan kadar oksigen di dalam air, dan dapat menyebabkan bau busuk. Secara alami limbah tersebut dapat terdegradasi di lingkungan, akan tetapi penumpukan limbah organik di wilayah perairan seperti sungai, sumur, danau akan menurunkan kandungan oksigen terlarut. Parameter yang biasa dilakukan untuk mengukur nilai tinggi rendahnya kandungan oksigen terlarut pada suatu badan air adalah dengan menentukan nilai COD dan BOD. Semakin tinggi nilai kedua parameter tersebut maka semakin rendah kandungan oksigen terlarut pada suatu badan air tersebut. Air limbah yang dihasilkan dalam proses produksi industri tapioka dibagi dalam dua jenis yaitu: air limbah dari separator proses ekstraksi, separator dan sentrifuse dan air limbah dari cucian pencucian bahan baku dan pencucian peralatan. Kandungan COD dalam air limbah dari separator masih sangat tinggi yaitu 20.433 mgL, sedangkan kandungan COD air limbah dari cucian sangat rendah yaitu 2.015 mgL. Karakteristik kualitas air limbah dari separator dan cucian dapat di lihat pada Tabel 11. Tabel 11. Karakteristik kualitas air limbah dari separator dan cucian Komponen pH DO mgL Suhu O C COD mgL BOD 5 mgL Air limbah dari Separator 6,01 6,62 29,6 20.433 11.466 Air limbah dari Cucian 7,68 2,36 30,4 2.015 1.132 Menurut Soeriaatmadja 1984, limbah industri tapioka yang dibiarkan terbuang diperairan terbuka akan menimbulkan 5 perubahan kualitas air, yaitu: 1 Peningkatan zat padat berupa senyawa organik, sehingga timbul kenaikan limbah padatan, tersuspensi maupun terlarut 2 Peningkatan kebutuhan oksigen oleh mikroba-pembusuk senyawa organik, dinyatakan dengan BOD 5 3 Peningkatan kebutuhan oksigen untuk dekomposisi kimiawi dalam air, dinyatakan dalam COD 66 4 Peningkatan senyawa zat racun dalam air dan pembawa bau busuk dan menyebar keluar dari ekosistem akuatik 5 Peningkatan derajat keasaman dinyatakan dengan pH akan merusak keseimbangan ekosistem akuatikperairan terbuka. Bahan organik yang terdapat di perairan sebenarnya menguntungkan bagi hewan air, karena merupakan sumber pangan bagi hewan-hewan tersebut. Namun, dalam kadar yang tinggi justru mengancam lingkungan perairan. Bila persediaan oksigen di perairan cukup, maka terjadi dekomposisi aerobik yang pada umumnya tidak menghasilkan zat-zat yang bersifat toksik terhadap organisme air. Sebalik- nya, jika ketersediaan tidak mencukupi akan terjadi perombakkan anaerobik yang akan menghasilkan hidrogen sulfida dan amonia yang keduanya bersifat toksik bagi hewan air. Menurut Grady dan Lim 1980, kebutuhan oksigen ditentukan oleh kadar pencemar yang dapat diuraikan secara biologi biodegradable pollutant, artinya kebutuhan oksigen ditentukan oleh bobot oksigen yang diperlukan untuk oksidasi zat pencemar menjadi senyawa yang stabil. Jika kandungan senyawa organik dan anorganik cukup besar, maka apabila oksigen yang terlarut dalam air akan mencapai nol, sehingga mengancam kehidupan biota air. Air limbah industri tapioka biasanya mengandung bahan organik baik yang larut maupun yang tidak larut dalam air, sehingga air limbah industri tapioka lebih cocok bila diolah secara biologi. Namun mengingat bahwa kandungan bahan organik maupun padatan terlarut serta volume limbah yang dihasilkan sangat berfluktuasi, maka perlakuan secara fisika dan kimia masih diperlukan. Industri tapioka skala besar memiliki sarana pengolahan air limbah. Semua industri tapioka tersebut menggunakan sistem kolam lagoon untuk mengolah air limbah yang dihasilkan dari proses produksi tapioka. Salah satu industri tapioka D memiliki 15 kolam instalasi pengolahan air limbah dengan luas wilayah 11,7 ha. Lay out kolam air limbah industri tapioka D disajikan pada Gambar 37. 67 Gambar 37. Lay out pengolahan air limbah industri tapioka Air limbah yang dihasilkan dari proses produksi industri tapioka terus mengalir dari kolam No.1 sampai kolam No.15 dengan kedalaman rata-rata 3 meter. Kolam air limbah nomor 15 merupakan kolam air limbah yang terakhir outlet sebelum dibuang ke perairan umum, sesuai Peraturan Gubernur Lampung Nomor 7 Tahun 2010 tentang baku mutu air limbah usaha danatau kegiatan di Provinsi Lampung, maka seluruh industri tapioka di Provinsi lampung diwajibkan harus memenuhi kriteria baku mutu yang telah ditentukan tersebut. Karakteristik air limbah yang dihasilkan dari outlet industri tapioka sampel penelitian disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Karakteristik air limbah yang dihasilkan dari industri tapioka Parameter Satuan Hasil Pengukuran titik Outlet Industri A Industri B Industri C Industri D Industri E pH 7,81 8,15 6,80 7,45 7,12 Temperatur O C 28,50 27,50 29,00 30,50 29,50 Dissolved oxygen DO mgL 4,57 4,82 5,02 4,96 4,68 Chemical oxygen demand COD mgL 169,00 295,00 103,00 266,00 198,00 Biological oxygen demand BOD mgL 67,80 129,00 52,04 102,00 92,00 Total suspended solid TSS mgL 42,00 51,00 27,00 39,00 44,00 Asam Sianida HCN mgL 0,008 0,006 0,004 0,003 0,005 Berdasarkan Tabel 12. Tersebut, nilai COD dan BOD industri B dan industri C belum memenuhi kriteria baku mutu yang ditetapkan sebesar 250 mgL dan 100 mgL, sehingga perlu dilakukan perbaikan pada proses pengolahan air limbahnya. Salah satu penyebab tingginya nilai COD dan BOD tersebut akibat pendangkalan 68 kolam IPAL karena jumlah limbah padat berupa kulit, serat dan meniran yang masuk kedalam kolam IPAL cukup banyak. Industri tapioka potensial di Provinsi Lampung yang disurvai telah mempunyai IPAL dengan sistem kolam biologis yang terdiri atas kolam anaero- bik, fakultatif, dan aerobik. Sampel gas diambil dari kolam No.4 yang memiliki luas wilayah 0,52 ha. Kolam anaerobik No.4 IPAL industri tapioka merupakan kolam keempat yang dimasuki oleh air limbah tapioka setelah kolam anaerobik 1, anaerobik 2, dan anaerobik 3. Hasil survei yang dilakukan pada tanggal 11 januari 2008, sistem pengolahan air limbah yang ada di salah satu industri tapioka berupa kolam-kolam biologis. Kolam tersebut terdiri dari kolam penampungan, kolam pengendapan, kolam anaerob, kolam fakultatif, kolam aerob, kolam biokontrol, dan kolam bahan berbahaya dan beracun. Kolam anaerobik 4 ini memiliki luas sekitar 5.233 m 2 dengan kedalaman 3-4 meter, serta daya tampung kolam adalah 13.998 m 3 . Karakteristik kolam anaerobik 4 ini adalah berwarna hitam, berbau busuk, jumlah padatan terapung sedikit, aktifitas mikroba sangat tinggi, sedikit buih, dan jika diamati akan terlihat gelembung-gelembung gas CO 2 yang keluar dari dasar kolam. Karakteristik air limbah pada kolam anaerobik di salah satu industri tapioka di Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Karakteristik air limbah di kolam anaerobik I, II, III, IV. Karakteristik Kolam 1 Kolam 2 Kolam 3 Kolam 4 PH 4,39 6,92 7,05 6,95 Kekeruhan FAUNTU 2.606 359,0 236 7,25 Padatan normal mgL 4.680 1.104 956 1796 Padatan tersuspensi mgL 2.742 224,0 224 520 Padatan terendap 4 0,20 COD mgL 11.130 396,0 154,0 783 BOD 5 mgL 8.624,7 - 24,0 563,9 Volatil acid mgL 1.500 102,0 - 192 Pengukuran COD influen kolam No.1 di bulan Februari sebesar 7.465 mgL merupakan yang terendah nilai dan pada bulan Agustus adalah 13.640 mgL yang merupakan nilai tertinggi. Beberapa Penelitian melaporkan variasi COD air limbah dengan investigasi ke beberapa pabrik tapioka di Vietnam nilai COD 69 berkisar 11.000 - 13.500 mgL Hien et al., 1999 dan pabrik tapioka di Thailand nilai COD berkisar 12.966-19.278 mgL Sriroth et al., 2000. Menurut Kamahara et al. 2010 bahwa nilai COD air limbah dari pabrik tapioka tidak hanya memiliki variasi dari masing-masing pabrik tetapi juga dipengaruhi oleh perubahan musim. Dalam kolam No.3 ke kolam No.5, influen COD mengalami penurunan dari 13.330 mgL sampai 600 mgL selama waktu 20- 36 hari. COD Removal sekitar 96 sampai masuk kolam yang HRT No.5 adalah 36 hari. Di sisi lain, pH meningkat dari 4,11 nilai di kolam No.3 untuk 6,78 nilai di kolam No.5 pada saat yang sama. Rajbhandari dan Annachhatre 2004 melapor- kan kondisi anaerobik pH berkisar 6-8. Oleh karena itu, dengan kondisi yang ada sangat dimungkinkan untuk menghitung potensi gas metana selama waktu retensi hidrolik. Gambar 38. Lokasi pengambilan sampling gas pada kolam air limbah industri tapioka Aktivitas biologis diamati dari akhir kolam No.3 sampai akhir kolam No.4 yang dibuktikan dengan pembentukan gelembung gas yang berlebihan dan adanya lumpur mengambang di permukaan kolam Gambar 38. Oleh karena itu, kolam No.4 disimpulkan sebagai aktivitas yang paling anaerobik. Hasil yang diperoleh dari pengukuran lapangan adalah laju produksi biogas di kolam No.4 berkisar 25,9-133,4 Lm 2 jam, dan laju produksi gas rata-rata adalah 67,2 Lm 2 jam. Komposisi Biogas dari kolam No.4 adalah 58 metana, 30 karbon dioksida, nitrogen 5 dan 7 dari bahan lain. Dari hasil tersebut, faktor emisi metana di kolam No.4 dapat diperkirakan 0,24 g CH 4 g COD Removal. Hasil tersebut hampir sama dengan IPCC 2006 value 0,25g CH 4 g COD Removal. Selain itu, diperkirakan bahwa karbon berpengaruh mengkonversi menjadi 44 Kolam 3 Kolam4 Kolam 5 K3 K4 - 1 K4 - 2 K4 - 3 K5 70 sebagai metana, 23 karbon dioksida dan 6,8 sebagai limbah. Oleh karena itu, 26 dari karbon terdapat di dalam kolam. Produksi gas metana dari air limbah tapioka sangat tergantung pada COD selama proses anaerobik. Setiap kilogram COD removal akan menghasilkan 0,35 m 3 CH 4 Tchobanoglous, 1991. Air limbah segar dari pabrik tapioka memiliki COD sebesar 18.000 mgL dan harus ditangani sampai 250 maksimum COD mgL sesuai standar efluen nasional. Berdasarkan perhitungan teoritis, nilai yang diamati produksi gas dari kolam No. 4 hanya 42-49 persen dari nilai teoritis, kondisi tersebut mungkin disebabkan oleh kondisi pada pertumbuhan anaerob kolam No.4 yang tidak sepenuhnya mendukung seperti nilai pH 6. Kondisi optimum nilai pH untuk aktivitas anaerob berkisar 6 - 8 dan pH untuk bakteri metanogen sebesar 7 Sham, 1984. Gas metana CH 4 yang dihasil- kan pada kolam No.4 tersebut diukur secara langsung mengunakan detektor metana methane detector. Hasil pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa produksi biogas adalah sebesar 24 m 3 ton ubikayu dengan konsentrasi gas CH 4 berkisar antara 60-65 persen atau setara dengan 14,4-15,6 m 3 gas CH 4 ton ubikayu. Berdasarkan karakteristik kolam anaerobik Tchobanoglous, 1991, limbah pabrik tapioka berpotensial untuk dikembangkan sebagai sumber energi alternatif. Limbah Padat Limbah padat industri tapioka berasal dari proses pengupasan yaitu berupa kulit ubikayu dan dari proses ekstraksi yang berupa ampas ubikayu. Tjiptadi dan Nasution 1978 membagi limbah padat dari industri tapioka terbagi menjadi beberapa macam yaitu: 1 Kulit yang berasal dari pengupasan ubikayu 2 Sisa-sisa potongan ubikayu yang tidak terparut berasal dari proses pemarutan. 3 Ampas onggok yang merupakan sisa dari proses ekstrasi pati, terdiri atas sisa- sisa pati dan serat-serat. Persentase jumlah limbah kulit ubikayu bagian luar sebesar 0,5-2 dari berat total ubikayu segar dan limbah kulit ubikayu bagian dalam sebesar 8-15 Hikmiyati et al., 2009. 71 Gambar 39. Jenis limbah padat pengolahan tapioka Limbah Gas Air limbah dan limbah padat yang dihasilkan oleh industri tapioka, dalam pemanfaatannya masih belum maksimal. Beberapa industri telah melakukan pemanfaatan terhadap limbah yang dihasilkan baik yang berbentuk padat maupun cair dengan tujuan untuk meningkatkan nilai manfaat dari limbah tersebut. Namun demikian, masih banyak kendala yang dihadapi dalam melakukan pemanfaatan limbah industri tapioka. Selain volumenya yang besar, kandungan COD di dalam air limbah tersebut juga tinggi dan pada proses pengolahan secara biologi dengan sistem anaerobik tentunya dapat menimbulkan gas-gas yang ber- potensi memberi sumbangan terhadap pemanasan global. Kondisi tersebut tentu- nya menuntut kesadaran para pelaku industri untuk melakukan pengelolaan terhadap gas-gas yang dihasilkan pada proses pengolahan air limbah untuk meminimalisasi dampak negatif yang ditimbulkan. Karakteristik biogas di lokasi sampling disajikan pada Tabel 14. Berdasarkan Tabel 14, komposisi biogas yang dihasilkan dari beberapa industri tapioka di dominasi oleh gas CH 4 , CO 2 dan N 2 . Persentase rata-rata gas Ampas Onggok basah Meniran Onggok Kering Kulit Ubikayu 72 CH 4 yang dihasilkan sebesar 56,214 , persentase rata-rata gas CO 2 , yang dihasilkan sebesar 38,372, dan persentase gas N 2 yang dihasilkan sebesar 5,414. Tabel 14. Karakteristik biogas beberapa industri tapioka No. Industri Sampling Komposisi gas CH 4 CO 2 N 2 1. Industri A 54,36 35,64 10,00 2. Industri B 60,47 33,63 5,90 3. Industri C 55,97 42,08 1,95 4. Industri D 52,38 42,62 5,00 5. Industri E 57,89 37,89 4,22 Gambar 40. Air limbah yang menghasilkan gas CO 2 dan CH 4 Sistem Penanganan Limbah Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan sistem penanganan limbah yang telah dilakukan industri tapioka belum optimal sehingga masih meng- akibatkan kerusakan lingkungan, mengganggu kesehatan dan estetika lingkungan serta memberikan sumbangan terhadap potensi pemanasan global. Limbah padat berupa kulit, kotoran dan meniran yang merupakan produk samping dari proses industri tapioka belum seluruhnya dimanfaatkan sehingga terjadi penumpukan yang menimbulkan bau dan gundukan yang mempersempit lokasi pabrik. Selain itu, limbah padat berupa kulit yang terbawa pada air buang- an pencucian ubikayu tanpa dilakukan penanganan serius secara bertahap akan menutupi permukaan kolam air limbah, sehingga berakibat terjadi pendangkalan kolam air limbah yang ada. Pendangkalan kolam tersebut berpengaruh terhadap 73 lamanya waktu tinggal air limbah yang dihasilkan, sehingga proses pengolahan air limbah secara biologi dengan sistem anaerobik tidak berjalan dengan baik. Gambar 41. Kondisi sistem penanganan limbah padat industri tapioka Hal ini menyebabkan air limbah yang keluar dari kolam limbah terakhir ke perairan umumsungai tidak bisa sesuai standar baku mutu kualitas air yang diatur dalam Peraturan Gubernur Provinsi Lampung Nomor 7 tahun 2010 tentang baku mutu air limbah usaha danatau kegiatan di Provinsi Lampung. Limbah onggok yang dihasilkan dari proses produksi tapioka cukup tinggi berkisar 12-39 per ton ubikayu. Penanganan onggok basah masih sangat lambat sehingga terjadi penumpukan. Onggok basah sebagian akan dibeli oleh pihak ketiga dan sebagian limbah onggok basah ini di keringkan secara manual dengan menggunakan panas matahari. Proses penjemuran onggok basah ini tergantung kondisi cuacapanas matahari sehingga memerlukan penanganan khusus, tempat luas dan waktu yang cukup lama. Hal ini berakibat timbulnya bau busuk dan menjadi sarang hewanhama seperti kecoa, tikus, dan lalat yang dapat meng- ganggu kesehatan pekerja dan masyarakat yang tinggal di sekitar industri tapioka. Kasus pencemaran sungai terjadi di Provinsi Lampung selama tahun 2008 antara lain di Sungai Way Seputih dan Way Terusan yang mengalir di wilayah Kabupaten Lampung Tengah dan Tulang Bawang akibat limbah tapioka PT. Teguh Wibawa Bakti Persada PT. TWBP pada 11 Januari 2008. Akibat men- cemari sungai tersebut, PT. TWBP diwajibkan membayar ganti rugi kepada masyarakat dan PT. TWBP harus memulihkan lingkungan perairan dengan cara menebarkan benih ikan pada Sungai Way Terusan dari hulu hingga hilir. 74 Pencemaran sungai Way Muara dan Way Sungkai terjadi pada 26 Februari 2008 yang terletak di Kabupaten Lampung Utara. Warga di wilayah kampung- kampung yang dilalui Sungai Way Muara dan Way Sungkai menjadi resah akibat pencemaran sungai tersebut yang diduga tercemar limbah pabrik tapioka dari PT. FM di Tulung Buyut, Hulu Sungkai. Dugaan sungai tersebut tercemar limbah dibuktikan dengan banyaknya ikan palau, baung ukuran kecil, lais, dan parai wader yang mati serta warna air menjadi keruh dan berbau busuk. Selain itu juga air sungai tersebut sudah tidak dapat digunakan mandi karena membuat kulit gatal-gatal. Pencemaran Sungai Way Semah Kabupaten Pesawaran terjadi pada Juli 2008. Ratusan warga Desa Negarasaka, Negeri Katon, Pesawaran tidak bisa lagi memanfaatkan air Way Semah. Beberapa titik aliran sungai, terlihat warna air yang berwarna cokelat kehitam-hitaman dan mengeluarkan bau tidak sedap. Selain itu, beberapa titik aliran sungai terlihat permukaan airnya tertutup busa yang mengeluarkan bau menyengat. BLHD Provinsi Lampung, 2010. Pengurangan limbah pada sumbernya Source Reduction

a. Good Housekeeping

Good housekeeping adalah suatu cara untuk mencegah suatu kebocoran atau tumpahan, dan perawatan terhadap alat atau perangkat yang dapat menyebabkan inefisiensi. Good housekeeping dimaksudkan untuk memperbaiki efisiensi pemakaian air dan mencegah kehilangan bahan. Aktivitas produksi bersih antara lain dengan pelaksanaan cara berproduksi yang baik GMPs, pemantauan penggunaan air, dan pemantauan pekerja. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan penyuluhan sehingga pengetahuan dan kesadaran para pelaku industri lebih baik. Pencucian peralatan sebaiknya dilakukan setiap hari atau setelah selesai proses produksi. Sisa-sisa pati yang rnenempel pada alat akan mempengaruhi kualitas tapioka shift berikutnya terutama parameter derajat keputihan dan bau. Kusarpoko 2003 yang menyatakan bahwa proses kontaminasi limbah oleh mikroorganisme dapat terjadi setelah 12 jam. Menurut Grace 1977, kandungan gula dan nutrien lainnya menyebabkan mikroorganisme melakukan fermentasi dan menghasilkan alkohol dan asam organik penyebab bau. 75 Good housekeeping pada industri tapioka tersebut tergolong tidak baik. Hal tersebut terlihat dari banyaknya sisa-sisa tapioka yang bertebaran di lantai. Sisa tapioka yang bertebaran mengakibatkan bertumbuhnya mikroba. Hal tersebut dapat berdampak pada mutu tapioka yang dihasilkan. Upaya untuk mengurangi terjadinya kehilangan tersebut, industri tapioka sebaiknya menggunakan mesin khusus dalam proses pengecilan ukuran tapioka. Selain itu, pekerja tidak dilengkapi dengan sepatu boot padahal dalam proses pembuatan tapioka tersebut sebagian besar menggunakan air, sehingga kemungkinan untuk terpeleset sangat besar. Air langsung disalurkan dari tanki air melalui pipa dengan menggunakan pompa sehingga penggunaan air lebih ter- kontrol.

b. Perubahan proses Process Change

 Perubahan Bahan Input Material Input Change adalah penggantian bahan baku dari bahan yang memiliki kualitas rendah yaitu ubikayu terlalu muda atau terlalu tua, ubikayu dengan kadar pati rendah, ubikayu jumlah lendir tinggi, warna ubikayu yang tidak cerah, kadar HCN yang tinggi.  Pengendalian proses yang baik Better Process Control adalah modifikasi dari prosedur atau proses kerja, instruksi pengoperasian mesin dan pen- dokumentasian jalannya proses dalam rangka meningkatkan efisiensi dan meminimalisasi limbah dan emisi. o Tahap proses pencucian dilakukan pengontrolan pada jumlah air yang digunakan untuk proses pencucian dan mengganti secara periodik air pencucian tersebut. Ubikayu hasil pencucian juga diperiksa secara intensif sudah bersih dari lendir dan kotoran, karena dapat menurunkan kualitas produk tapioka yang dihasilkan. o Tahap proses pemarutan dilakukan pengontrolan mesin pemarutan secara periodik. Ubikayu diparut secara sempurna sehingga dapat meningkatkaan kadar pati lebih dari 86 dan granula pati yang keluar hilang kurang dari 90. o Tahap proses filtering dilakukan pengontrolan mesin secara priodik sehingga dapat mengurangi kemurnian produk. 76 o Tahap proses ekstraksi dilakukan pengontrolan mesin terutama serat yang masih terbawa dalam proses. Proses ekstraksi dilakukan dalam dua tahap proses sehingga akan mempengaruhi kemurnian produk tapioka yang dihasilkan. o Tahap proses de-watering dilakukan pengontrolan terhadap putaran silinder yang diatur konstan 1.450 rpm. o Tahap proses drying dilakukan pengotrolan suhu, kelembaban, dan waktu yang digunakan untuk proses pengeringan. o Proses pengemasan dan penyimpanan dilakukan penyimpanan secara aseptis dan menerapkan proses penggudangan first in first out.  Modifikasi peralatan Equipment Modification adalah modifikasi dari peralatan dan perlengkapan yang digunakan pada saat proses dengan cara menambahkan alat pengendalian dan pengukuran dalam rangka meningkatkan efisiensi, meminimalisasi limbah dan emisi. Perubahan teknologi Technology Change adalah penggantian teknologi yang ada, alur proses dalam rangka meminimalisasi limbah dan emisi selama proses produksi. Namun demikian cara ini membutuhkan desain lebih lanjut untuk meyesuaikan dengan kapasitas produksi yang berbeda-beda sehingga membutuhkan investasi yang besar. Pencucian dua tahap dengan menggunakan recovery air limbah proses ekstraksi dan air proses separator lainnya. Cara ini dapat dilakukan dengan syarat air tidak mengandung polutan berbahaya dan mikroorganisme karena bisa menurunkan kulitas tapioka yang dihasilkan Falcon et al., 1984. Daur Ulang Recycling a. Penggunaan kembali pada tempatnya On site Recovery and Reuse adalah penggunaan kembali limbah yang dihasilkan pada proses yang sama atau pada proses yang lain di industri tersebut. Pada strategi daur ulang dan penggunaan kembali proses tersebut dapat melakukan penggunaan air yang masih bersih white water secara berulang. Air yang dikeluarkan dari beberapa proses yang masih dianggap layak diguna- kan kembali, seperti air pencucian pada proses penggilingan, ditampung 77 terlebih dahulu di suatu bak penampungan white water pit yang kemudian disalurkan ke beberapa proses yang membutuhkan air. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menghemat penggunaan air fresh water dalam proses. Air tersebut tidak akan digunakan kembali atau dibuang apabila sudah dianggap tidak layak untuk digunakan kembali. Air yang dianggap tidak layak digunakan kembali disebabkan oleh adanya kotoran- kotoran yang dapat mengganggu kualitas tapioka yang dihasilkan. Hasil pengamatan yang telah dilakukan di industri tapioka tersebut, upaya untuk meminimalkan limbah yang dihasilkan dapat dilakukan dengan meman- faatkan kembali air sisa dari separator untuk digunakan kembali sebagai pengganti air pencucian bahan baku. Pada industri skala 800 tonhari bahan baku ubikayu, air yang digunakan sebagai pencucian dan pencacahan sebesar 1.026,13 m 3 per hari. Air sisa yang dihasilkan dari proses pengurangan air dewatering dengan separator sebesar 1.254,16 m 3 . Air sisa tersebut dapat mensubstitusi air bersih yang digunakan sebesar 90 dari 1.026,13 m 3 per hari kebutuhan air bersih, sehingga terjadi penghematan air bersih sebesar 923,52 m 3 atau kebutuhan air bersih hanya sebesar 102,61 m 3 per hari. Selain itu, dapat mengurangi air sisa dari separator yang terbuang, sehingga air sisa yang terbuang hanya 330,64 m 3 . Pemanfaatan kembali air sisa dari separator sebanyak 923,52 m 3 akan meng- hemat penggunaan air bersih sebesar 27 dari total air bersih yang digunakan sebesar 3.420,43 m 3 . Apabila dihitung dengan pajak pemanfaatan air bawah tanah yang harus dibayarkan perusahaan Rp.1.035m 3 sesuai Perda Provinsi Lampung No.42002, maka akan menghemat biaya sebesar Rp.955.843,- per hari dari total pajak Rp.3.540.145,- per hari. Karakteristik air sisa dari separator memiliki nilai COD yang masih tinggi sebesar 20.433 mgL, tetapi tidak akan mempengaruhi kualitas tapioka yang dihasilkan. Air sisa dari separator tersebut masih dalam keadaan encer dan air baru digunakan untuk proses produksi, sehingga masih layak untuk digunakan kembali. Neraca pemanfaatan dan penghematan air dari proses separator disajikan pada gambar 42.