Kajian Penerapan Strategi Produksi Bersih Di Sentra Industri Kecil Tapioka : Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara

(1)

KAJIAN PENERAPAN STRATEGI PRODUKSI BERSIH DI

SENTRA INDUSTRI KECIL TAPIOKA: KASUS KELURAHAN

CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA

oleh

AINY RAHMAWAKHIDA

F34103013

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul: ”Kajian Penerapan Strategi Produksi Bersih di Sentra Industri Kecil Tapioka: Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara” adalah karya asli saya sendiri dengan arahan dari dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, September 2007

Ainy Rahmawakhida F34103013


(3)

Ainy Rahmawakhida. F34103013

.

Kajian Penerapan Strategi Produksi Bersih di Sentra Industri Kecil Tapioka: Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara. Di bawah bimbingan: Anas M. Fauzi. 2007

RINGKASAN

Pengelompokan industri kecil pada suatu sentra akan menyebabkan terakumulasinya limbah industri yang dapat mencemari lingkungan. Salah satu sentra industri kecil yang berpotensi menimbulkan masalah lingkungan adalah industri tapioka. Sentra industri kecil tapioka di Bogor dapat dijumpai antara lain di Ciluar, Kecamatan Bogor Utara.

Permasalahan lingkungan sebagai dampak dari kegiatan industri dapat ditangani dengan menerapkan strategi produksi bersih. Produksi bersih bertujuan meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku dan meminimalisir limbah, pencemaran dan resiko lingkungan langsung pada sumbernya. Penelitian ini mempelajari potensi penerapan produksi bersih dan pengelolaan lingkungan industri serta merumuskan alternatif strategi produksi bersih dalam rangka mengembangkan sentra industri kecil tapioka di Ciluar. Data yang digunakan terdiri dari data primer (hasil pengamatan di lapangan, wawancara, kuisioner untuk ahli) dan data sekunder.

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada kajian terhadap usulan opsi strategi produksi bersih yang dapat diterapkan. Kajian penelitian meliputi analisis penerapan produksi bersih yang terdiri dari aspek teknologi, finansial dan politis; serta strategi implementasi produksi bersih untuk mengembangkan sentra industri kecil tapioka di Ciluar. Metode analisis yang digunakan adalah AHP (Analytical Hierarchy Process) dengan software Expert Choice 2000.

Industri kecil tapioka di Ciluar memproduksi tapioka kasar untuk dijual ke pabrik pengayakan tapioka halus. Ampas dari ekstraksi ubi kayu parut yang dikeringkan disebut onggok. Onggok tersebut dijual ke pabrik tapioka besar sedangkan limbah cair dari pengolahan tapioka langsung dialirkan ke sungai.

Usulan aktivitas perbaikan yang diprioritaskan terdiri dari good hausekeeping (penyuluhan pekerja, pemantauan pemakaian air); meningkatkan efisiensi proses dengan alat gobegan, menjaga kualitas dengan pencucian bak pengenapan pati setiap hari, dan pemantauan pekerja. Usulan aktivitas perbaikan tersebut membutuhkan modal sebesar Rp.10.052.000 dengan PBP (Payback Period) 1 tahun 7 bulan.

Hasil analisis AHP dengan tujuan memaksimalkan efisiensi produksi tapioka kasar dengan penerapan produksi bersih memperlihatkan bahwa teknologi (0,434) merupakan faktor terpenting, diikuti oleh modal (0,377) dan kebijakan pemerintah daerah (0,189). Urutan program produksi bersih adalah sosialisasi dan pelatihan penerapan produksi bersih (0,429), penanganan limbah terpadu (0,328), dan sosialisasi dan cara-cara peningkatan kualitas tapioka kasar (0,243).

Strategi implementasi produksi bersih terdiri dari: (1) sosialisasi dan pelatihan produksi bersih dengan cara: a) meningkatkan kesadaran dan motivasi pengusaha dalam mempertahankan kualitas lingkungan, b) memberikan pendampingan kelompok, (2) meningkatkan efisiensi produksi, (3) meningkatkan peran pemerintah, (4) meningkatkan vokalitas pengusaha kecil tapioka di Ciluar.


(4)

Ainy Rahmawakhida. F34103013. Study of Cleaner Production Strategy Application in Centralized Small Scale Tapioca Industry: A Case Study in Kelurahan Ciluar, North Bogor Sub-District. Under the direction of Anas M. Fauzi. 2007.

ABSTRACT

The centralization of small scale industry has caused accumulation of industrial wastes being able to pollute the surrounding environment. One of centralization of small scale industry having the potential to cause environment problems is tapioca industry. One of tapioca small industry centers in Bogor can be found in Ciluar, North Bogor Sub-District.

Environment problems as the impact of industrial activities can be solved by applying cleaner production strategy. Cleaner production is aimed to increase the efficiency of material usage and minimizing wastes, pollution, and environmental risks directly to the source. This research was aimed to study (1) the potentials of cleaner production application and industrial environment management, (2) to formulate alternatives of the cleaner production strategy for centralized small scale tapioca industry in Ciluar. The data being used consists of primary data (field observation, interviews, and questionnaires for experts) and secondary data. The implementation of cleaner production was analyzed based on technological, financial, and political aspects. The method of analysis being used was AHP (Analytical Hierarchy Process).

The centralized small scale tapioca industry in Ciluar produces crude tapioca to be sold to tapioca sieving industry. The solid wastes being produced is dried (onggok) to be sold. Meanwhile the waste water is drained to river without treatment.

The suggestion for improvement activities consist of good housekeeping (worker training, water usage monitoring); increasing the rendemen with gobegan, keeping the quality by washing settling tanks everyday, and workers monitoring. Those activities need Rp.10.052.000 of capital with PBP 1 year and 7 months.

AHP analysis resulted in the recommendation to maximize crude tapioca production efficiency by applying cleaner production has denoted that technology (0,434) is the most important factor, followed by capital (0,377) and regional government policy (0,189). The priority of cleaner production program is socialization and training of cleaner production application (0,429), integrated waste management (0,328), and socialization and training of crude tapioca quality increasing procedures (0,243).

The strategy of cleaner production implementation consists of: (1) socialization and training of cleaner production by: a) increasing the awareness and motivation of businessman in maintaining environmental quality, b) accompanying group development; (2) accelerating production efficiency, (3) increasing the role of government; (4) increasing vocalism of tapioca producer in Ciluar.


(5)

KAJIAN PENERAPAN STRATEGI PRODUKSI BERSIH DI

SENTRA INDUSTRI KECIL TAPIOKA: KASUS KELURAHAN

CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

oleh

AINY RAHMAWAKHIDA

F34103013

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(6)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KAJIAN PENERAPAN STRATEGI PRODUKSI BERSIH DI

SENTRA INDUSTRI KECIL TAPIOKA:KASUS KELURAHAN

CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

oleh

AINY RAHMAWAKHIDA

F34103013

Dilahirkan pada tanggal 5 Februari 1985 Di Cilacap, Jawa Tengah

Tanggal Lulus: September 2007 Menyetujui,

Bogor, September 2007

Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, MEng. Dosen Pembimbing


(7)

PRAKATA

Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala karunianya sehingga penulis berhasil menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2007 ini berjudul: Kajian Penerapan Strategi Produksi Bersih di Sentra Industri Kecil Tapioka: Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari potensi penerapan teknologi produksi bersih dan potensi pengelolaan lingkungan industri serta merumuskan alternatif strategi produksi bersih dalam rangka mengembangkan sentra industri kecil tapioka.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Anas M. Fauzi, MEng. selaku pembimbing, Ibu Dr. Ir. Nastiti dan Bapak Ir. Sugiarto selaku penguji. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Gupuh Samirono, BBA. dari Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor, Kantor Kelurahan Ciluar, Bapak Aji Sanjaya beserta keluarga, Bapak A. Syarif Hidayat, Bapak Sutrisno serta pengusaha kecil tapioka di Desa Tarikolot dan Desa Bubulak, Ciluar yang telah membantu selama pengumpulan data.

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Aan Yulistia, M.App.Sc. dari Balai Besar Industri Agro, Bapak Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira Sa`id, MADev., Bapak Dr. Ir. Sutrisno, MAgr., Bapak Prof. Dr. Ir. Djumali M., DEA., dan Dr. Ir. Titi C. Sunarti, Msi. atas kesediaannya menjadi responden ahli dan saran-saran yang telah diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak, ibu dan adik tercinta, serta seluruh keluarga dan sahabat, teman-teman TIN 40, dan keluarga Wisma Balio 19 atas doa dan kasih sayangnya.

Penulis mengharap kritik dan saran yang membangun demi peningkatan kualitas karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2007

Ainy Rahmawakhida


(8)

RIWAYAT HIDUP

Ainy Rahmawakhida lahir di Cilacap pada tanggal 5 Februari 1985 dari ayah Drs. H. Zainal Abidin dan ibu Hj. Mubarokah. Penulis adalah putri pertama dari dua bersaudara. Pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Umum ditempuh di Perguruan Islam Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB.

Pada tahun 2006, penulis melaksanakan Praktek Lapangan di PT. Industri Sandang Nusantara II Cilacap untuk mempelajari aspek produksi dan manajemen limbah. Penulis juga mengikuti Short Course Perbankan Syariah Angkatan II yang diadakan oleh Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Yogyakarta. Karya ilmiah berjudul ”Kajian Penerapan Strategi Produksi Bersih di Sentra Industri Kecil Tapioka: Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara” telah diselesaikan oleh penulis pada tahun 2007 sebagai bagian dari program sarjana S1 di IPB.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. Definisi Usaha Kecil ... 3

B. Industri Kecil Tapioka ... 3

C. Limbah Industri Kecil Tapioka ... 5

D. Produksi Bersih ... 6

E. Penelitian Terdahulu ... 9

III.METODE PENELITIAN ... 12

A. Kerangka Pemikiran ... 12

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 12

C. Pengumpulan Data ... 12

D. Teknik Analisis ... 13

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

A. Keadaan Umum Wilayah ... 15

B. Sentra Industri Kecil Tapioka ... 15

C. Status Penerapan Produksi Bersih ... 22

D. Analisis Penerapan Produksi Bersih ... 26

a. Aspek teknologi penerapan produksi bersih ... 27

b. Aspek finansial penerapan produksi bersih ... 29

c. Aspek politis penerapan produksi bersih ... 31

E. Implementasi Penerapan Produksi Bersih ... 35

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

A. Kesimpulan ... 38

B. Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39


(10)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Standar kualitas tapioka dan tapioka kasar ... 4

2 Komposisi ampas tapioka ... 6

3 Karakteristik limbah cair pada berbagai industri tapioka (rata-rata) ... 6

4 Karakteristik industri kecil tapioka di Ciluar ... 17

5 Rendemen dari industri kecil tapioka di Ciluar yang menggunakan alat gobegan ... 23

6 Rendemen dari industri kecil tapioka di Ciluar yang tidak menggunakan alat gobegan (manual) ... 23

7 Produksi bersih dan pengelolaan lingkungan pabrik yang sudah dilakukan oleh industri kecil tapioka di Ciluar ... 25

8 Opsi produksi bersih yang dapat diterapkan oleh industri kecil tapioka di Ciluar ... 27

9 Analisis biaya penerapan produksi bersih dan pengelolaan lingkungan industri ... 30

10 Alternatif program produksi bersih dalam pengembangan sentra industri kecil tapioka di Ciluar ... 31


(11)

KAJIAN PENERAPAN STRATEGI PRODUKSI BERSIH DI

SENTRA INDUSTRI KECIL TAPIOKA: KASUS KELURAHAN

CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA

oleh

AINY RAHMAWAKHIDA

F34103013

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul: ”Kajian Penerapan Strategi Produksi Bersih di Sentra Industri Kecil Tapioka: Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara” adalah karya asli saya sendiri dengan arahan dari dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, September 2007

Ainy Rahmawakhida F34103013


(13)

Ainy Rahmawakhida. F34103013

.

Kajian Penerapan Strategi Produksi Bersih di Sentra Industri Kecil Tapioka: Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara. Di bawah bimbingan: Anas M. Fauzi. 2007

RINGKASAN

Pengelompokan industri kecil pada suatu sentra akan menyebabkan terakumulasinya limbah industri yang dapat mencemari lingkungan. Salah satu sentra industri kecil yang berpotensi menimbulkan masalah lingkungan adalah industri tapioka. Sentra industri kecil tapioka di Bogor dapat dijumpai antara lain di Ciluar, Kecamatan Bogor Utara.

Permasalahan lingkungan sebagai dampak dari kegiatan industri dapat ditangani dengan menerapkan strategi produksi bersih. Produksi bersih bertujuan meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku dan meminimalisir limbah, pencemaran dan resiko lingkungan langsung pada sumbernya. Penelitian ini mempelajari potensi penerapan produksi bersih dan pengelolaan lingkungan industri serta merumuskan alternatif strategi produksi bersih dalam rangka mengembangkan sentra industri kecil tapioka di Ciluar. Data yang digunakan terdiri dari data primer (hasil pengamatan di lapangan, wawancara, kuisioner untuk ahli) dan data sekunder.

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada kajian terhadap usulan opsi strategi produksi bersih yang dapat diterapkan. Kajian penelitian meliputi analisis penerapan produksi bersih yang terdiri dari aspek teknologi, finansial dan politis; serta strategi implementasi produksi bersih untuk mengembangkan sentra industri kecil tapioka di Ciluar. Metode analisis yang digunakan adalah AHP (Analytical Hierarchy Process) dengan software Expert Choice 2000.

Industri kecil tapioka di Ciluar memproduksi tapioka kasar untuk dijual ke pabrik pengayakan tapioka halus. Ampas dari ekstraksi ubi kayu parut yang dikeringkan disebut onggok. Onggok tersebut dijual ke pabrik tapioka besar sedangkan limbah cair dari pengolahan tapioka langsung dialirkan ke sungai.

Usulan aktivitas perbaikan yang diprioritaskan terdiri dari good hausekeeping (penyuluhan pekerja, pemantauan pemakaian air); meningkatkan efisiensi proses dengan alat gobegan, menjaga kualitas dengan pencucian bak pengenapan pati setiap hari, dan pemantauan pekerja. Usulan aktivitas perbaikan tersebut membutuhkan modal sebesar Rp.10.052.000 dengan PBP (Payback Period) 1 tahun 7 bulan.

Hasil analisis AHP dengan tujuan memaksimalkan efisiensi produksi tapioka kasar dengan penerapan produksi bersih memperlihatkan bahwa teknologi (0,434) merupakan faktor terpenting, diikuti oleh modal (0,377) dan kebijakan pemerintah daerah (0,189). Urutan program produksi bersih adalah sosialisasi dan pelatihan penerapan produksi bersih (0,429), penanganan limbah terpadu (0,328), dan sosialisasi dan cara-cara peningkatan kualitas tapioka kasar (0,243).

Strategi implementasi produksi bersih terdiri dari: (1) sosialisasi dan pelatihan produksi bersih dengan cara: a) meningkatkan kesadaran dan motivasi pengusaha dalam mempertahankan kualitas lingkungan, b) memberikan pendampingan kelompok, (2) meningkatkan efisiensi produksi, (3) meningkatkan peran pemerintah, (4) meningkatkan vokalitas pengusaha kecil tapioka di Ciluar.


(14)

Ainy Rahmawakhida. F34103013. Study of Cleaner Production Strategy Application in Centralized Small Scale Tapioca Industry: A Case Study in Kelurahan Ciluar, North Bogor Sub-District. Under the direction of Anas M. Fauzi. 2007.

ABSTRACT

The centralization of small scale industry has caused accumulation of industrial wastes being able to pollute the surrounding environment. One of centralization of small scale industry having the potential to cause environment problems is tapioca industry. One of tapioca small industry centers in Bogor can be found in Ciluar, North Bogor Sub-District.

Environment problems as the impact of industrial activities can be solved by applying cleaner production strategy. Cleaner production is aimed to increase the efficiency of material usage and minimizing wastes, pollution, and environmental risks directly to the source. This research was aimed to study (1) the potentials of cleaner production application and industrial environment management, (2) to formulate alternatives of the cleaner production strategy for centralized small scale tapioca industry in Ciluar. The data being used consists of primary data (field observation, interviews, and questionnaires for experts) and secondary data. The implementation of cleaner production was analyzed based on technological, financial, and political aspects. The method of analysis being used was AHP (Analytical Hierarchy Process).

The centralized small scale tapioca industry in Ciluar produces crude tapioca to be sold to tapioca sieving industry. The solid wastes being produced is dried (onggok) to be sold. Meanwhile the waste water is drained to river without treatment.

The suggestion for improvement activities consist of good housekeeping (worker training, water usage monitoring); increasing the rendemen with gobegan, keeping the quality by washing settling tanks everyday, and workers monitoring. Those activities need Rp.10.052.000 of capital with PBP 1 year and 7 months.

AHP analysis resulted in the recommendation to maximize crude tapioca production efficiency by applying cleaner production has denoted that technology (0,434) is the most important factor, followed by capital (0,377) and regional government policy (0,189). The priority of cleaner production program is socialization and training of cleaner production application (0,429), integrated waste management (0,328), and socialization and training of crude tapioca quality increasing procedures (0,243).

The strategy of cleaner production implementation consists of: (1) socialization and training of cleaner production by: a) increasing the awareness and motivation of businessman in maintaining environmental quality, b) accompanying group development; (2) accelerating production efficiency, (3) increasing the role of government; (4) increasing vocalism of tapioca producer in Ciluar.


(15)

KAJIAN PENERAPAN STRATEGI PRODUKSI BERSIH DI

SENTRA INDUSTRI KECIL TAPIOKA: KASUS KELURAHAN

CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

oleh

AINY RAHMAWAKHIDA

F34103013

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(16)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KAJIAN PENERAPAN STRATEGI PRODUKSI BERSIH DI

SENTRA INDUSTRI KECIL TAPIOKA:KASUS KELURAHAN

CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

oleh

AINY RAHMAWAKHIDA

F34103013

Dilahirkan pada tanggal 5 Februari 1985 Di Cilacap, Jawa Tengah

Tanggal Lulus: September 2007 Menyetujui,

Bogor, September 2007

Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, MEng. Dosen Pembimbing


(17)

PRAKATA

Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala karunianya sehingga penulis berhasil menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2007 ini berjudul: Kajian Penerapan Strategi Produksi Bersih di Sentra Industri Kecil Tapioka: Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari potensi penerapan teknologi produksi bersih dan potensi pengelolaan lingkungan industri serta merumuskan alternatif strategi produksi bersih dalam rangka mengembangkan sentra industri kecil tapioka.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Anas M. Fauzi, MEng. selaku pembimbing, Ibu Dr. Ir. Nastiti dan Bapak Ir. Sugiarto selaku penguji. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Gupuh Samirono, BBA. dari Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor, Kantor Kelurahan Ciluar, Bapak Aji Sanjaya beserta keluarga, Bapak A. Syarif Hidayat, Bapak Sutrisno serta pengusaha kecil tapioka di Desa Tarikolot dan Desa Bubulak, Ciluar yang telah membantu selama pengumpulan data.

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Aan Yulistia, M.App.Sc. dari Balai Besar Industri Agro, Bapak Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira Sa`id, MADev., Bapak Dr. Ir. Sutrisno, MAgr., Bapak Prof. Dr. Ir. Djumali M., DEA., dan Dr. Ir. Titi C. Sunarti, Msi. atas kesediaannya menjadi responden ahli dan saran-saran yang telah diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak, ibu dan adik tercinta, serta seluruh keluarga dan sahabat, teman-teman TIN 40, dan keluarga Wisma Balio 19 atas doa dan kasih sayangnya.

Penulis mengharap kritik dan saran yang membangun demi peningkatan kualitas karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2007

Ainy Rahmawakhida


(18)

RIWAYAT HIDUP

Ainy Rahmawakhida lahir di Cilacap pada tanggal 5 Februari 1985 dari ayah Drs. H. Zainal Abidin dan ibu Hj. Mubarokah. Penulis adalah putri pertama dari dua bersaudara. Pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Umum ditempuh di Perguruan Islam Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB.

Pada tahun 2006, penulis melaksanakan Praktek Lapangan di PT. Industri Sandang Nusantara II Cilacap untuk mempelajari aspek produksi dan manajemen limbah. Penulis juga mengikuti Short Course Perbankan Syariah Angkatan II yang diadakan oleh Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Yogyakarta. Karya ilmiah berjudul ”Kajian Penerapan Strategi Produksi Bersih di Sentra Industri Kecil Tapioka: Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara” telah diselesaikan oleh penulis pada tahun 2007 sebagai bagian dari program sarjana S1 di IPB.


(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. Definisi Usaha Kecil ... 3

B. Industri Kecil Tapioka ... 3

C. Limbah Industri Kecil Tapioka ... 5

D. Produksi Bersih ... 6

E. Penelitian Terdahulu ... 9

III.METODE PENELITIAN ... 12

A. Kerangka Pemikiran ... 12

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 12

C. Pengumpulan Data ... 12

D. Teknik Analisis ... 13

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

A. Keadaan Umum Wilayah ... 15

B. Sentra Industri Kecil Tapioka ... 15

C. Status Penerapan Produksi Bersih ... 22

D. Analisis Penerapan Produksi Bersih ... 26

a. Aspek teknologi penerapan produksi bersih ... 27

b. Aspek finansial penerapan produksi bersih ... 29

c. Aspek politis penerapan produksi bersih ... 31

E. Implementasi Penerapan Produksi Bersih ... 35

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

A. Kesimpulan ... 38

B. Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39


(20)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Standar kualitas tapioka dan tapioka kasar ... 4

2 Komposisi ampas tapioka ... 6

3 Karakteristik limbah cair pada berbagai industri tapioka (rata-rata) ... 6

4 Karakteristik industri kecil tapioka di Ciluar ... 17

5 Rendemen dari industri kecil tapioka di Ciluar yang menggunakan alat gobegan ... 23

6 Rendemen dari industri kecil tapioka di Ciluar yang tidak menggunakan alat gobegan (manual) ... 23

7 Produksi bersih dan pengelolaan lingkungan pabrik yang sudah dilakukan oleh industri kecil tapioka di Ciluar ... 25

8 Opsi produksi bersih yang dapat diterapkan oleh industri kecil tapioka di Ciluar ... 27

9 Analisis biaya penerapan produksi bersih dan pengelolaan lingkungan industri ... 30

10 Alternatif program produksi bersih dalam pengembangan sentra industri kecil tapioka di Ciluar ... 31


(21)

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Definisi dan ruang lingkup produksi bersih ... 7

2 Industri-industri kecil tapioka yang letaknya saling berdekatan ... 16 3 Gobegan ukuran lima meter (5 bingkai saringan) ... 21 4 Struktur hierarki AHP pengembangan sentra industri kecil tapioka di Ciluar ... 32 5 Hasil perhitungan bobot faktor, aktor dan program dengan metode AHP ... 33 6 Posisi industri kecil tapioka pada matriks SWOT (Hidetoshi, 2006) ... 36


(22)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Batasan / kriteria usaha kecil dan menengah menurut beberapa organisasi (www.menlh.go.id.) ... 43 2 Analisis proksimat umbi ubi kayu dan tapioka (Balagopalan et al., 1988) ... 45 3 Diagram alir pembuatan tapioka kasar (Eris, 2006) ... 46 4 Diagram alir penelitian ... 47 5 Neraca massa industri kecil tapioka di Ciluar milik pengusaha nomor 6 ... 48 6 Neraca massa industri kecil tapioka di Ciluar milik pengusaha nomor 10 ... 49 7 Neraca massa industri kecil tapioka di Ciluar milik pengusaha nomor 12 ... 50 8 Perhitungan biaya aktivitas perbaikan penerapan produksi bersih ... 51 9 Penilaian pakar terhadap alternatif program produksi bersih dalam

pengembangan sentra industri kecil tapioka di Ciluar ... 52 10 Analisis faktor internal dan eksternal matriks SWOT (Hidetoshi, 2006) ... 53 11 Dokumentasi penelitian ... 54


(23)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permasalahan lingkungan yang terjadi akhir-akhir ini membuat industri dan masyarakat mulai menyadari arti penting dari perlindungan lingkungan. Industri selalu berpotensi menghasilkan limbah yang berdampak negatif bagi lingkungan. Industri kecil juga berkontribusi terhadap pencemaran lingkungan. Terlebih lagi pengelompokan industri kecil pada suatu sentra akan menghasilkan limbah yang lebih banyak bila dibandingkan dengan limbah dari sebuah industri kecil. Namun demikian, sentra industri kecil memudahkan pengelolaan limbah. Hal ini dikarenakan praktek pengendalian lingkungan dari sentra industri kecil dapat dirancang secara terpusat. Oleh karena itu, biaya pengelolaan limbah juga dapat diminimalisir (Sofyar, 2004).

Salah satu sentra industri kecil yang berpotensi menimbulkan masalah lingkungan adalah industri tapioka. Industri tapioka membutuhkan banyak air dalam proses produksinya sehingga menghasilkan limbah cair. Sentra industri kecil tapioka dapat dijumpai antara lain di Ciluar, Kecamatan Bogor Utara.

Kegiatan penanganan limbah tidak hanya dilakukan dengan pengolahan limbah saja, namun kegiatan pengendalian dan pengurangan jumlah limbah yang dihasilkan juga merupakan suatu langkah yang dapat membantu menurunkan beban pencemaran. Salah satu cara untuk mengendalikan dan mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan adalah dengan mengefisienkan proses produksi. Produksi yang tidak efisien dapat menyebabkan pemborosan sumber daya, kerugian ekonomi, kondisi kerja yang buruk dan pencemaran lingkungan.

Efisiensi produksi adalah bagian dari konsep produksi bersih. Produksi bersih bertujuan meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku dan meminimalisir limbah, pencemaran dan resiko lingkungan langsung pada sumbernya. Pengalaman internasional membuktikan bahwa produksi bersih dapat diterapkan pada industri-industri kecil. Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada kajian terhadap usulan opsi strategi produksi bersih yang dapat diterapkan dalam rangka mengembangkan sentra industri kecil tapioka di Ciluar.


(24)

2 B. Tujuan Penelitian

1. Mempelajari potensi penerapan teknologi produksi bersih dan pengelolaan lingkungan di industri kecil tapioka di Ciluar

2. Merumuskan alternatif strategi produksi bersih untuk mengembangkan sentra industri kecil tapioka di Ciluar


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Usaha Kecil

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Kriteria usaha kecil yang dimaksud adalah (a) memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau (b) memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah); (c) milik Warga Negara Indonesia; (d) berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar; (e) berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi. Kriteria usaha kecil menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Menneg Koperasi & PKM, Bank Indonesia, dan Bank Dunia dapat dilihat pada Lampiran 1.

B. Industri Kecil Tapioka

Tapioka merupakan pati yang diperoleh dari ekstraksi umbi ubi kayu (Manihot esculenta Crantz atau Manihot utilissima Pohl) (Grace, 1977). Menurut Balagopalan et al. (1988), kebanyakan industri pati memproduksi pati dari ubi kayu. Ubi kayu adalah salah satu produk pertanian yang paling banyak mengandung pati. Umbinya mengandung 30 % pati dan hanya sedikit protein, karbohidrat dan lemak. Oleh karena itu, ekstraksi pati dari ubi kayu lebih mudah dilakukan dibandingkan ekstraksi pati dari jagung, gandum, atau pun serealia. Kandungan nutrisi umbi ubi kayu dan tapioka dapat dilihat pada Lampiran 2. Sedangkan standar kualitas tapioka dan tapioka kasar dapat dilihat pada Tabel 1.


(26)

4 Tabel 1 Standar kualitas tapioka dan tapioka kasar

SNI 0-3451-1994 LJAP* (2006/7/4) Dianalisis oleh

satuan Kualitas I Kualitas II Kualitas III Tapioka Tapioka kasar

Kadar air % max. 17 max. 17 max. 17 9,41 12,45

Kadar abu % max. 0,60 max. 0,60 max. 0,60 0,1 0,07

Keputihan

(BaSO4 = 100) %

min. 94,5

min.

92,0 < 92,0 93,85 91,61

Viscositas oEngler 3-4 2,5-3 <2,5 4,08 1,35

Derajat asam ml 1N NaOH /100g 3,0 3,0 3,0 0,453 0

Kadar HCN % negatif negatif negatif 0,0012 0,0016

* Laboratorium Jasa Analisis Pangan IPB Hidetoshi (2006)

Menurut Thaib (1985), dari segi ukuran dan umur singkong yang digunakan untuk pembuatan tapioka, singkong yang digunakan adalah umbi dengan ukuran dan umur yang maksimal untuk dikonsumsi. Bila dipilih umbi dari singkong muda, kandungan pati sangat rendah. Tetapi bila menggunakan singkong yang terlalu tua maka umbi keras seperti kayu. Umur singkong yang dipilih untuk tapioka adalah sekitar 8-11 bulan.

Kualitas tapioka yang dihasilkan akan ditentukan dari keseluruhan proses. Mulai dari pemanenan umbi hingga pengeringan harus dilakukan secepat mungkin. Ubi kayu harus segera diproses dalam waktu kurang dari 24 jam setelah dipanen. Tahapan proses pembuatan tapioka terdiri dari: (1) pencucian dan pengupasan ubi kayu untuk membersihkan dan membuang kulit umbi, (2) pemarutan atau penghancuran dinding dan struktur sel untuk mengeluarkan pati, (3) penyaringan ekstraksi untuk memisahkan bubur pati menjadi dua fraksi yaitu ampas dan pati (starch milk), (4) pemurnian atau penghilangan air untuk memisahkan padatan granula pati dengan air, dengan cara pengenapan (sedimentasi atau sentrifugasi), (5) pengeringan untuk mengurangi kadar air dari 14-35% menjadi 12-14% agar dapat disimpan dalam waktu lama, (6) penyelesaian akhir seperti penggilingan, pengayakan dan pengemasan (Balagopalan et al., 1988).


(27)

5 Menurut penelitian Irawan (1989) yang dilakukan di Provinsi Lampung dan Jawa Barat, tapioka yang dihasilkan dapat dibagi atas tapioka halus dan tapioka kasar. Kedua jenis tapioka ini pada dasarnya dapat memiliki kegunaan yang sama dan hanya berbeda dalam bentuk produk yang dihasilkan. Tapioka halus merupakan hasil proses lanjutan dari tapioka kasar.

Meskipun tapioka kasar dapat pula langsung diproses menjadi jenis krupuk tertentu, namun pemasaran tapioka pada umumnya dilakukan dalam bentuk tapioka halus. Industri kecil tapioka melakukan pengolahan ubi kayu menjadi tapioka kasar (Irawan, 1989). Proses pembuatan tapioka kasar pada dasarnya sama dengan pembuatan tapioka halus. Akan tetapi, prosesnya berhenti setelah tapioka kasar dihasilkan dan tidak dilanjutkan lagi dengan penggilingan atau penepungan dan pengayakan seperti pada pembuatan tapioka halus. Urutan proses produksi tapioka dapat dilihat pada Lampiran 3.

C. Limbah Industri Kecil Tapioka

Menurut Balagopalan et al. (1988), proses pembuatan tapioka membutuhkan banyak air sehingga akan selalu menghasilkan limbah cair. Banyak dari industri tapioka yang lokasinya dekat dengan perairan seperti sungai atau pun danau. Limbah cair dari industri tapioka yang dibuang langsung ke sungai akan mencemari sungai atau pun danau tersebut. Limbah cair ini memerlukan perlakuan karena dapat mempengaruhi lingkungan dan kualitas hidup masyarakat sekitar.

Limbah industri tapioka apabila tidak diolah dengan baik dan benar dapat menimbulkan berbagai masalah yaitu: timbulnya penyakit, misalnya: gatal-gatal; timbul bau yang tidak sedap; matinya ikan; dan berubahnya estetika sungai (www.menlh.go.id.). Menurut Balagopalan et al. (1988) limbah cair tapioka akan mengakibatkan peningkatan COD, BOD, dan padatan terlarut, turunnya pH dan total Nitrogen. Selain itu, limbah cair tapioka juga mengandung mikroorganisme antara lain: bakteri, dan fungi. Hal ini dikarenakan limbah tapioka yang belum diolah mengandung selulosa, dan gula bebas.

Proses ekstraksi pati dari ubi kayu juga menghasilkan ampas (onggok). Tabel 2 menunjukkan bahwa komponen yang paling banyak terkandung dalam


(28)

6 ampas dari tapioka adalah karbohidrat. Tabel 3 menunjukkan besarnya debit limbah cair berbagai industri tapioka dan karakteristiknya.

Tabel 2 Komposisi ampas tapioka

Komponen Persen

Lemak 0,22 - 0,30

Protein 1,45 - 1,70

Serat kasar 9,42 - 0,54

Air 19,70 - 20,30

Karbohidrat 67,93 - 68,30

BPPI Semarang (1983) di dalam Retnani (1999)

Tabel 3 Karakteristik limbah cair pada berbagai industri tapioka (rata-rata)

Karakteristik Satuan Industri

Kecil Menengah Besar

Bahan baku ton/hari 5,00 20,00 200-600

Debit m3/hari 22,00 80,00 1200,00

BOD5 ppm 5055,82 5439,45 3075,84

COD ppm 16202,30 25123,33 5158,78

MPT ppm 3415,45 3422,00 1342,00

pH - 5,50 4,50 5,00

Sianida (CN) ppm 0,1265 0,117 0,200

BPPI Semarang (1983) di dalam Retnani (1999)

D. Produksi Bersih

Produksi bersih adalah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat pencegahan dan terpadu yang diterapkan pada seluruh siklus produksi untuk meningkatkan produktivitas dengan memberikan tingkat efisiensi yang lebih baik pada penggunaan bahan mentah, energi dan air; mendorong performansi lingkungan yang lebih baik melalui pengurangan sumber-sumber pembangkit limbah dan emisi serta mereduksi dampak produk terhadap lingkungan dari siklus hidup produk dengan rancangan yang ramah lingkungan, namun efektif dari segi


(29)

7 biaya (Osuna, 2007). Gambar 1 menunjukkan definisi dan ruang lingkup produksi bersih.

Gambar 1 Definisi dan ruang lingkup produksi bersih

Menurut Fresner dan Schnitzer (1997), produksi bersih dapat diterapkan pada semua industri. Adapun langkah-langkah yang umum dilakukan dalam penentuan opsi minimisasi limbah adalah sebagai berikut: (1) menetapkan material atau komponen yang akan ditelusuri, (2) menetapkan batasan sistem, (3) menetapkan target waktu, (4) menetapkan tahapan-tahapan proses, (5) membuat flowchart, (6) membuat neraca keseluruhan dan neraca tiap satuan proses, (7) menginterpretasikan hasil dan memformulasikannya dalam grafik.

Produksi Bersih

Strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat terpadu dan preventif

Diterapkan dalam produksi dan siklus pelayanan

Produk:

- reduksi limbah melalui rancangan yang lebih baik - penggunaan limbah untuk produksi baru Proses:

- konservasi bahan baku, energi dan air - pengurangan jumlah atau tingkat toksisitas emisi pada sumber - evaluasi dari

pilihan teknologi - reduksi biaya dan

teknologi Pelayanan: - efisiensi manajemen lingkungan dalam rancangan dan pengiriman Dampak :

- perbaikan efisiensi

- performansi lingkungan yang lebih baik - peningkatan keuntungan yang kompetitif


(30)

8 Pada umumnya teknik minimisasi limbah dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori yaitu manajemen persediaan dan perbaikan proses, modifikasi peralatan, penggantian proses produksi, dan daur ulang. Masing-masing teknik dapat diterapkan pada berbagai industri (Eckenfelder, 2000).

Menurut penelitian Weston dan Stuckey (1994), produksi bersih dapat diimplementasikan saat mulai mendesain proses atau pun dengan reformulasi produk. Teknik teknologi yang sederhana seperti goodhousekeeping (tata laksana yang baik) dapat diterapkan dan dapat menekan biaya.

Usaha pengembangan konsep produksi bersih diharapkan dapat menimbulkan perubahan pada masyarakat. Perubahan ini mencakup perubahan kesadaran, pengetahuan, cara pandang, sikap dan tingkah laku. Terdapat sejumlah pihak yang secara khusus terkait dengan promosi dan penerapan konsep produksi bersih. Pihak-pihak tersebut antara lain: (a) pemerintah: pusat, daerah dan desa, (b) pelaku bisnis (swasta-BUMN, industri-nonindustri, kecil-besar), (c) masyarakat para ahli (perguruan tinggi, lembaga penelitian, perusahaan konsultan), (d) Lembaga Swadaya Masyarakat, (e) masyarakat luas (konsumen dan anggota masyarakat lain) (Raka, 1999).

Bagaimanapun, nampak bahwa tidak mudah sama sekali untuk mengimplementasikan konsep produksi bersih dalam suatu perusahaan. Menurut penelitian Weston dan Stuckey (1994) pada sejumlah kasus di Inggris, pengembangan produksi bersih memiliki banyak kendala yang bervariasi. Pada penelitian di Amerika, kendala-kendala tersebut dikelompokkan menjadi tiga yaitu: kendala teknis (10%), kendala finansial (30%), kendala politis (60%). Kendala politis terdiri dari kendala organisasional dan legislatif. Sedangkan kendala teknis terjadi akibat kurangnya data dan informasi detail teknis yang dibutuhkan.

Menurut Frijns dan Vliet (1999) terdapat empat tipe hambatan pada level perusahaan dan level kelembagaan, di antaranya: pola sikap, organisasional, teknis, dan ekonomis. Pola sikap berkaitan dengan kurangnya perhatian terhadap permasalahan lingkungan, resistensi terhadap perubahan, pandangan bahwa ketentuan lingkungan memerlukan biaya mahal, dan suatu penekanan pada ketentuan teknologi end of pipe. Kesadaran di antara pekerja dan majikan


(31)

9 terhadap permasalahan kesehatan pekerjaan dan lingkungan pada umumnya masih rendah. Hambatan teknis disebabkan oleh informasi dan teknologi yang tersedia sulit diakses oleh industri berskala kecil. Hambatan ekonomis disebabkan oleh kurangnya pendanaan. Beberapa hambatan pada level perusahaan terkait pula dengan lingkungan kelembagaan dimana industri berskala kecil beroperasi. Tidak hanya faktor internal seperti biaya dan komitmen manajemen yang terpenting, tetapi juga harus disokong oleh pendorong eksternal yang memotivasi industri untuk melakukan produksi bersih.

Industri kecil memiliki peluang kecil untuk mengendalikan pencemaran akibat keterbatasan yang dimiliki. Oleh karena itu, industri kecil membutuhkan dukungan tambahan yang spesifik untuk menerapkan upaya-upaya minimisasi limbah. Menurut Frijns dan Vliet (1999), dalam mendorong produksi bersih pada industri kecil, terdapat empat elemen kunci dari strategi pendukung yang diajukan, yaitu: (1) meningkatkan kesadaran pengusaha mengenai isu-isu keamanan dan lingkungan, dan mendidik pekerja serta pejabat dalam sektor skala kecil mengenai isu-isu lingkungan; (2) menyediakan insentif teknis dan finansial untuk produksi bersih di industri berskala kecil; (3) meningkatkan kemungkinan representasi dari pengusaha berskala kecil dalam badan-badan pembuat keputusan; dan (4) mengkoordinasi upaya-upaya kebijakan yang tersebar saat ini, program LSM bagi industri berskala kecil, dan isu-isu lingkungan.

E. Penelitian Terdahulu

Hidetoshi (2006) telah melakukan penelitian kepada industri kecil tapioka di Bogor. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor penjaminan mutu dan mengembangkan strategi penting untuk meningkatkan penjaminan mutu pada industri kecil tapioka. Analisa data dilakukan dengan QFD (Quality Function Deployment) dan SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat). Penelitian ini menunjukkan bahwa persyaratan atribut ubi kayu adalah kesegaran perubahan warna, pencemar, jenis dan ukuran.

Penelitian Hidetoshi (2006) juga menyimpulkan bahwa industri kecil tapioka berada pada Kuadran I dalam matrik SWOT. Hal ini menunjukkan bahwa strategi agresif dapat digunakan untuk memperbaiki kemampuan penjaminan mutu industri kecil tapioka, seperti sistem pengadaan ubi kayu dan persyaratan


(32)

10 mutunya, perbaikan teknologi proses dan diversifikasi pemasaran tapioka kasar. Salah satu faktor kondusif adalah pengembangan standar mutu tapioka kasar, baik untuk industri kecil tapioka maupun pengguna. Faktor-faktor eksternal harus dikaji untuk memperluas dukungan untuk menyediakan lingkungan yang lebih baik bagi industri kecil tapioka.

Kurniarto (2006) telah melakukan penelitian kepada industri kecil tapioka di Ciluar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi pengusaha terhadap pengelolaan limbah cair industri kecil tapioka; mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan/ketidaksediaan membayar (Willingness to Pay/ WTP) terhadap pengelolaan limbah dan pemeliharaan lingkungan; mencari besarnya nilai WTP dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pendekatan penilaian ekonomi yang digunakan adalah CVM (Contingent Valuation Method).

Penelitian Kurniarto (2006) dilakukan dengan membuat empat skenario. Masing-masing skenario dianalisis agar diperoleh skenario yang optimal. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengelolaan limbah industri kecil tapioka Kelurahan Ciluar yang sebaiknya dilakukan adalah IPAL pengenapan mekanis dimana manajemen operasionalnya dilakukan oleh pemerintah (pihak kelurahan), dan pengusaha membantu dengan membayar iuran pembangunan dan retribusi per bulan untuk perawatan IPAL.

Sofyar (2004) telah melakukan penelitian yang bertujuan untuk merumuskan kebijakan usaha kecil yang berbasis produksi bersih. Obyek penelitian adalah tiga jenis usaha kecil yaitu usaha kecil tapioka yang berlokasi di Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung; pembatikan di Kabupaten Klaten dan Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah; serta penyamakan kulit di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat.

Hasil penelitian Sofyar (2004) mengindikasikan bahwa (1) ketiga kelompok usaha kecil tidak berbeda secara signifikan dalam persepsinya terhadap faktor-faktor pengembangan kebijakan, sehingga faktor-faktor pertimbangan kebijakan tersebut dapat bersifat inklusif, (2) ketiga kelompok usaha kecil cenderung berperilaku lebih mementingkan aspek bisnis dibanding pada aspek lingkungan. Hasil penelitian tersebut diperoleh dari serangkaian kombinasi metode analisis yang terdiri atas: metode statistik inferensi, metode analisis MEP


(33)

11 (Measurement Environmental Performance). Alternatif strategi kebijakan dan prioritas kebijakan dalam pengembangan usaha kecil berbasis produksi bersih didapatkan melalui analisis SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat) dan AHP (Analytical Hierarchy Process).

Salah satu kesimpulan dari penelitian Sofyar (2004) adalah strategi yang diperlukan dalam pencapaian sasaran pembangunan usaha kecil yang berbasis produksi bersih terdiri dari (1) sosialisasi konsep produksi bersih dan pelatihan manajemen, produksi dan pemasaran, yang mendukung penerapan produksi bersih pada kegiatan usaha kecil, (2) penyusunan kebijakan bersama lintas Departemen/ Instansi, (3) bantuan permodalan bagi Sentra Usaha Kecil (kelompok usaha yang sejenis) untuk mendukung penerapan produksi bersih, (4) pemberian penghargaan dan insentif bagi pelaku produksi bersih.

Kusarpoko (2003) telah melakukan penelitian yang bertujuan mengoptimalkan proses pengenapan pati dengan mengamati ukuran serat parutan, jumlah air untuk ekstraksi, fenomena pengenapan butiran pati dan ukuran pengenapan. Penelitian dilakukan untuk mengamati korelasi antara laju alir, tinggi permukaan dan panjang bak pengenapan. Penelitian juga dilakukan untuk menghitung pengaruh konsentrasi suspensi tapioka terhadap kecepatan pengenapan.


(34)

III. METODE PENELITIAN

A. Kerangka Pemikiran

Limbah yang dihasilkan oleh industri kecil tapioka dapat menimbulkan permasalahan lingkungan. Limbah tersebut hendaknya dapat dikurangi dengan ditangani lebih lanjut agar tidak membahayakan lingkungan dan kualitas hidup masyarakat sekitar.

Kegiatan penanganan pencemaran oleh limbah tidak hanya dilakukan dengan pengolahan limbah saja, namun kegiatan pengendalian dan pengurangan jumlah limbah yang dihasilkan juga merupakan suatu langkah yang dapat membantu menurunkan beban pencemaran. Salah satu cara untuk mengendalikan dan mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan adalah dengan mengefisienkan proses produksi. Produksi yang tidak efisien dapat menyebabkan pemborosan sumber daya, kerugian ekonomi, kondisi kerja yang buruk dan pencemaran lingkungan.

Efisiensi produksi adalah bagian dari konsep produksi bersih. Produksi bersih merupakan strategi untuk meningkatkan efisiensi pemakaian bahan baku dan meminimisasi limbah, dan polusi sehingga dapat mengurangi dampak lingkungan. Oleh karena itu, strategi produksi bersih dirasakan tepat untuk dapat melakukan perbaikan pada industri kecil tapioka.

B. Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan selama dua bulan, dimulai pada bulan Maret 2007. Penelitian dilakukan di Sentra Industri Kecil Tapioka Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara yaitu di wilayah RT 01 dan RT 03 Desa Bubulak serta RT 03 Desa Tarikolot.

C. Pengumpulan Data 1. Data Primer

Data primer diperoleh dari industri kecil tapioka di Ciluar, dan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor. Kantor Kelurahan Ciluar. Data primer merupakan hasil pengamatan di lapangan, wawancara, dan kuisioner ahli. Data primer terdiri dari pengusaha industri kecil tapioka di


(35)

13 Ciluar (karakteristik pengusaha industri, dan masyarakat; neraca massa, rendemen, dan harga/nilai ekonomis untuk kebutuhan perhitungan analisis finansial); hasil wawancara dengan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor terhadap industri kecil.

2. Data Sekunder

Data sekunder didapatkan dari BPS, Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor, Kantor Kelurahan Ciluar, dan penelitian terdahulu. Data sekunder terdiri dari jumlah dan lokasi industri kecil agro yang ada di Kota Bogor, Keadaan umum wilayah Kelurahan Ciluar, Peta dan lokasi industri kecil tapioka Ciluar.

D. Teknik Analisis 1. Analisis Teknologi

Analisis teknologi mengkaji pilihan program produksi bersih. Kajian tersebut ditinjau dari kemungkinan penerapan, kelemahan, kemudahan, dan kesesuaian opsi yang diusulkan dengan kondisi lingkungan industri kecil tapioka di Ciluar. Dari hasil analisis teknologi akan diperoleh alternatif perbaikan teknologi produksi bersih untuk industri kecil tapioka di Ciluar.

2. Analisis Finansial

Aspek finansial memperkirakan biaya atau kemungkinan penghematan dan keuntungan yang dapat diperoleh dari penerapan opsi produksi bersih dan pengelolaan lingkungan industri kecil tapioka di Ciluar. Analisis finansial menghitung periode kembalinya modal investasi (payback period).

Payback period (PBP) atau Periode Pengembalian adalah waktu minimum untuk mengembalikan investasi awal dalam bentuk aliran kas yang didasarkan atas total penerimaan dikurangi semua biaya kecuali biaya penyusutan. Ukuran ini menunjukkan jumlah tahun yang diperlukan untuk memperoleh kembali semua modal yang telah diinvestasikan. Usaha yang dapat menghasilkan periode pengembalian yang lebih singkat dibandingkan dengan periode pengembalian industri rata-rata dianggap sebagai usaha yang menguntungkan.


(36)

14 total investasi

PBP =

ekstra cash flow

Periode pengembalian ini dirumuskan sebagai berikut :

3. Analytical Hierarchy Process (AHP)

Menurut Marimin (2005), AHP adalah metode yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan suatu masalah yang disederhanakan dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisisr, sehingga memungkinkan dalam pengambilan keputusan yang efektif. Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, stratejik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menatanya dalam suatu hierarki. Tingkat kepentingan setiap elemen diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting elemen tersebut secara relatif dibandingkan dengan elemen yang lain. Sintesa kemudian dilakukan untuk menetapkan elemen yang memiliki prioritas tinggi dan mempengaruhi hasil pada sistem.

AHP memiliki banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan karena dapat digambarkan secara grafis. Selain itu, AHP dapat menguji konsistensi penilaian. AHP juga bisa dipakai untuk mengolah data dari beberapa ahli (Marimin, 2005). Software yang digunakan untuk mengolah data nilai tingkat kepentingan dengan metode AHP adalah Expert Choice 2000.


(37)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Keadaan Umum Wilayah

Luas Wilayah Kelurahan Ciluar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1995 dan Inmendagri Nomor 30 Tahun 1995 tanggal 24 Agustus 1992 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Bogor dan Kabupaten Bogor adalah 220 ha. Kelurahan Ciluar terdiri dari 10 RW dan 49 RT. Kelurahan ini dibagi menjadi lima desa yaitu: Ciluar (RW 1), Babakan (RW 2), Bubulak (RW 3), Tarikolot (RW 4), Rambai (RW 5 dan RW 6); serta empat perumahan KPR BTN yaitu: Pondok Aren (RW 7), Bumi Ciluar Indah (RW 8), Ciluar Asri (RW 9) dan Taman Kenari (RW 10) (Monografi Kelurahan Ciluar, 2006).

Kelurahan Ciluar sebelah utara berbatasan dengan Desa Cimandala Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor; sebelah selatan dan barat berbatasan dengan Kelurahan Cimahpar Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor; serta sebelah timur berbatasan dengan Desa Pasir Raja Kecamatan Sukaraja. Kelurahan Ciluar berada pada ketinggian 300 m dari permukaan laut. Curah hujan rata-rata 3500-4000 mm per tahun dan temperatur rata-rata 23-32 oC. Topografinya berupa dataran dengan kesuburan tanah yang relatif sedang (Monografi Kelurahan Ciluar, 2006).

B.Sentra Industri Kecil Tapioka

Kelurahan Ciluar merupakan daerah yang banyak terdapat industri kecil tapioka yang letaknya saling berdekatan atau disebut dengan sentra industri kecil tapioka. Tabel 4 menunjukkan bahwa antara bangunan pabrik yang satu dan bangunan pabrik yang lain bersebelahan (berjarak sekitar 4 m) atau dibatasi oleh area jemur masing-masing pabrik (berjarak sekitar 20-50 m).

Gambar 2 memperlihatkan bahwa pada umumnya industri kecil tapioka di Ciluar tersebar di wilayah desa yang dilalui aliran sungai. Jarak yang dekat dengan sungai membuat industri-industri kecil tapioka langsung mengalirkan limbah cairnya ke sungai, kecuali pengusaha nomor 7, 14 dan 17 (Tabel 4). Pengusaha nomor 7 dan 14 mengenapkan limbah cairnya selama beberapa waktu terlebih dahulu sebelum membuangnya ke sungai. Pengusaha nomor 17


(38)

16

1 2

3 4 5 6

7 8 9

10 11 12

13 14 15

16 17

18 19 20 21

menampung limbah cair yang dihasilkannya dan mengalirkannya ke sekitar pabrik. Ini disebabkan oleh letak pabriknya yang jauh dari sungai.

Keterangan: sungai kecil

jalan desa

batas wilayah

industri kecil tapioka

Gambar 2 Industri-industri kecil tapioka yang letaknya saling berdekatan U


(39)

17 Tabel 4 Karakteristik industri kecil tapioka di Ciluar

No. Nama

pengusaha

Kapasitas rata-rata (pikul* ubi kayu)

Teknologi

Penanganan limbah

Jarak dengan rumah penduduk

(meter)

Jarak dengan pabrik tapioka kasar terdekat

(meter) Ekstraksi Pengenapan Penghancuran

1. Iin 15 manual 1 tahap mesin langsung ke sungai 10 90

2. Ace 15 manual 1 tahap mesin langsung ke sungai 20 90

3. Sa’i 20 manual 1 tahap mesin langsung ke sungai 10 80

4. Abdul Jais 25 gobegan 1 tahap mesin langsung ke sungai 10 40

5. H. Amin 20 manual 1 tahap mesin langsung ke sungai 20 10

6. Ibu Erum 15 manual 1 tahap mesin langsung ke sungai 30 10

7. Kanang 20 gobegan 1 tahap &

disaring mesin

dienapkan dulu,

lalu ke sungai 30 20

8. H. Imar 20 manual 1 tahap manual langsung ke sungai 20 4

9. Idris 10 manual 1 tahap manual langsung ke sungai 4 4

10. Janur 20 manual 1 tahap mesin langsung ke sungai 2 20

11. Ajum 27 manual 1 tahap mesin langsung ke sungai 25 20

12. Nurhadi 25 manual 1 tahap manual langsung ke sungai 45 40

13. Zakariya 25 manual 1 tahap mesin langsung ke sungai 55 50

*1 pikul = ±72 kg ubi kayu kupas


(40)

18 Tabel 4 Karakteristik industri kecil tapioka di Ciluar (lanjutan)

No. Nama

pengusaha

Kapasitas rata-rata (pikul* ubi kayu)

Teknologi

Penanganan limbah

Jarak dengan rumah penduduk

(meter)

Jarak dengan pabrik tapioka kasar terdekat

(meter) Ekstraksi Pengenapan Penghancuran

14. Lili Dumyati 30 gobegan 2 tahap mesin dienapkan dulu

lalu ke sungai 20 20

15. Udin 20 manual 1 tahap manual langsung ke sungai 20 20

16. H. Dayat 27 manual 1 tahap manual langsung ke sungai 30 70

17. Suminta 1 10 manual 1 tahap mesin ditampung,

tidak ke sungai 40 500

18. Suminta 2 10 manual 1 tahap mesin langsung ke sungai 100 100

19. Edi 10 manual 2 tahap manual langsung ke sungai 100 40

20. Mansur 10 manual 2 tahap manual langsung ke sungai 65 40

21. Atus 10 manual 2 tahap manual langsung ke sungai 5 60

* 1 pikul = ±72 kg ubi kayu kupas


(41)

19 1. Keadaan umum industri

Produk utama yang dihasilkan oleh industri kecil tapioka di Ciluar adalah tapioka kasar. Tapioka kasar tersebut dijual ke pabrik pengayakan atau pabrik tapioka halus (untuk selanjutnya disebut sebagai pabrik tapioka besar). Menurut Falcon et al. (1984), pabrik tapioka besar memiliki peranan yang esensial karena sebagian besar konsumen tapioka tidak dapat menggunakan tapioka kasar tanpa diolah dulu menjadi tapioka halus. Pabrik tapioka besar membeli tapioka kasar dari beberapa industri kecil tapioka lalu memisahkannya menjadi dua atau tiga kualitas. Tapioka kasar tersebut digiling dan diayak dalam sebuah mesin.

Ampas dari ekstraksi ubi kayu parut yang dikeringkan disebut onggok. Ampas tersebut dikeringkan oleh industri kecil tapioka lalu dijual ke pabrik tapioka besar. Pabrik tapioka besar menggiling onggok menjadi tepung onggok (tepung asia), dan tepung serah. Tepung onggok dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran kerupuk dan saos. Tepung serah dapat digunakan untuk bahan campuran dalam pembuatan oncom dan saos. Hasil samping dari proses penggilingan onggok berupa serat-serat kasar yang tidak dapat hancur, dapat juga dimanfaatkan sebagai bahan campuran makanan ternak.

2. Produksi

Pada dasarnya produksi dilakukan setiap hari. Namun demikian, adanya fluktuasi persediaan bahan baku ubi kayu dan kurangnya modal yang dimiliki oleh pengusaha menyebabkan produksi terhambat. Naiknya harga ubi kayu menyebabkan pengusaha yang modalnya kecil tidak mampu membeli bahan baku sehingga tidak dapat melaksanakan produksi. Ketersediaan ubi kayu antara lain dipengaruhi oleh musim, persediaan ubi kayu yang ada di petani, dan permintaan terhadap ubi kayu. Fluktuasi persediaan ubi kayu akan mengakibatkan naik turunnya harga ubi kayu di tingkat petani.

Selain kemampuan pengusaha dalam pengadaan ubi kayu dan pemilikan modal, berlangsungnya proses produksi juga dipengaruhi oleh cuaca. Ketika turun hujan, penjemuran tidak dapat dilakukan. Apabila hujan berlangsung terus-menerus selama beberapa hari, proses produksi tidak dapat dilaksanakan.


(42)

20 3. Kapasitas produksi

Kapasitas produksi yang dilakukan oleh pengusaha kecil tapioka setiap harinya tergantung pada kemampuan untuk membeli bahan baku ubi kayu. Kebanyakan dari industri mengolah sebanyak 20 pikul ubi kayu per hari. Namun, ada juga yang hanya mengolah 10 pikul ubi kayu per hari. Hal ini disebabkan juga oleh kecilnya bak pengenapan yang dimiliki.

4. Bahan baku

Ubi kayu terdiri dari ubi kayu manis dan ubi kayu pahit. Hal ini berdasarkan pada kandungan asam hidrosianida beracun (HCN) yang berbeda. Varietas yang kurang beracun disebut ubi kayu manis. Varietas yang lebih beracun disebut ubi kayu pahit. Kedua jenis ubi kayu tersebut dapat digunakan sebagai bahan baku tapioka. Menurut Coursey (1973) di dalam Falcon et al. (1984) HCN dapat dihilangkan melalui proses perendaman dan pemanggangan atau pengeringan. Ubi kayu pahit dapat digunakan dalam pembuatan tapioka karena perendaman dan pengeringan merupakan bagian dari tahapan proses produksi tapioka.

Industri kecil tapioka biasanya memperoleh ubi kayu dari petani melalui pedagang perantara. Namun terkadang ada pula yang menggunakan ubi kayu hasil kebun sendiri. Jika jarak antara kebun dan pabrik pengolahan relatif dekat, pengupasan dilakukan di kebun. Ubi kayu dikupas terlebih dahulu oleh pekerja pikul dari pihak pengusaha. Pembelian ubi kayu kupas dihitung menggunakan satuan pikul (1 pikul = ±72 kg ubi kayu kupas). Ubi kayu kupas kemudian diangkut ke pabrik oleh pekerja pikul dengan cara meletakkannya pada dua buah karung yang dikaitkan pada pikulan. Jika ubi kayu diperoleh dari tempat yang jauh maka, ubi kayu diangkut ke pabrik dalam keadaan belum dikupas. Pengupasan kemudian dikerjakan oleh anggota keluarga atau pun masyarakat sekitar pabrik yang diupah.

5. Teknologi proses

Proses pembuatan tapioka kasar yang dilakukan oleh industri kecil tapioka di Ciluar terdiri dari pengupasan, pencucian, pemarutan, ekstraksi, pengenapan pati, dan penjemuran. Pengupasan dilakukan secara manual


(43)

21 menggunakan pisau yang tajam. Ubi kayu yang sudah dikupas kemudian dicuci dalam sebuah bak rendam. Ubi kayu tersebut dicuci oleh 2-3 orang pekerja secara manual dengan kaki. Ubi kayu bersih kemudian dipindahkan ke bak bilas. Setelah itu, dilakukan pemarutan memakai alat parut berputar yang dihubungkan dengan sebuah mesin diesel.

Pada umumnya ekstraksi dilakukan secara manual dengan mengaduk-aduk bubur ubi kayu di atas saringan bambu yang dilapisi kain dan dialiri air. Namun ada juga yang menggunakan gobegan (Gambar 3) untuk ekstraksi. Gobegan atau saringan goyang terdiri dari 5 atau 6 bingkai saringan 80-100 mesh berukuran 1×1 m yang dipasang secara horizontal pada sebuah kerangka kayu yang bergerak maju mundur. Di atasnya diberi selang atau pipa untuk menyemprotkan air. Gobegan biasanya digerakkan oleh sebuah mesin diesel yang sama, yang juga menggerakkan alat pemarut dan pompa air. Gerakan maju mundur akan membuat ubi kayu parut berjalan ke belakang. Semakin lama ubi kayu parut kontak dengan air, maka pati yang terlarutkan dan terbawa oleh air akan semakin benyak. Oleh karena itu, semakin ke belakang kadar pati ubi kayu parut semakin berkurang.

Gambar 3 Gobegan ukuran lima meter (5 bingkai saringan)

Proses ekstraksi menghasilkan susu pati yang langsung dialirkan ke dalam bak pengenapan. Ada pula yang menyaringnya lagi dengan saringan 150 mesh sebelum susu pati tersebut masuk ke dalam bak pengenapan. Hal ini supaya ubi kayu parut yang lolos dari saringan ketika proses ekstraksi, dapat dikumpulkan untuk diekstrak kembali.


(44)

22 Pengenapan akan mengakibatkan terjadinya pemisahan antara air di bagian atas dengan enapan pati yang memadat di dasar bak. Diantara dua lapisan tersebut terdapat partikel-partikel bukan pati yang berwarna kekuningan yang biasa disebut dengan lindur atau elot. Lindur biasanya masih mengandung sisa protein dan pati (Kusarpoko, 2003).

Pada pengenapan satu tahap, lapisan air beserta lindur yang telah terpisah kemudian dibuang sehingga diperoleh enapan pati. Pada pengenapan dua tahap, dilakukan pengenapan pendahuluan sebagai sarana pencucian pati dari elot atau lindur sehingga diperoleh enapan pati yang lebih putih. Enapan pati kemudian dikeruk dan dipadatkan pada sebuah keranjang bambu yang dialasi karung.

Sebelum pengeringan, perlu dilakukan proses persiapan yaitu proses penghancuran enapan pati. Penghancuran dapat dilakukan secara manual dengan kawat atau pun mesin berupa silinder berpaku. Butiran pati yang dihasilkan kemudian ditebarkan di atas tampir/ tampah dan dijemur di atas rak bambu setinggi 1 m.

C.Status Penerapan Produksi Bersih

Pengamatan lebih lanjut dilakukan terhadap industri kecil tapioka di Ciluar. Pengamatan terdiri dari: rata-rata rendemen yang dihasilkan, prinsip produksi bersih yang sudah dilakukan, dan opsi produksi bersih yang dapat diterapkan di industri kecil tapioka di Ciluar.

1. Rendemen

Rendemen merupakan nilai perbandingan antara bobot tapioka kasar kering yang dihasilkan dengan bobot ubi kayu kupas. Rendemen yang dihasilkan oleh industri kecil tapioka di Ciluar dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6. Tabel 5 memperlihatkan rendemen dari tiga orang pengusaha yang menggunakan alat gobegan dalam proses ekstraksinya sedangkan, Tabel 6 memperlihatkan rendemen yang biasa dihasilkan oleh delapan belas pengusaha yang melakukan ekstraksi secara manual.


(45)

23 Tabel 5 Rendemen dari industri kecil tapioka di Ciluar yang menggunakan

alat gobegan

Nama Pengusaha

Rata-rata produksi (pikul* ubi kayu)

Tapioka kasar kering

yang dihasilkan (kg ) Rendemen (%)

a b (b/a) × 100%

Abdul jaiz 25 5 20

Kanang 20 4 20

Lili dumyati 30 6 20

Jumlah pengusaha = 3 Total rendemen 60

Rata-rata rendemen 20

* 1 pikul = ±72 kg ubi kayu kupas

Tabel 6 Rendemen dari industri kecil tapioka di Ciluar yang tidak menggunakan alat gobegan (manual)

Nama pengusaha

Rata-rata produksi (pikul* ubi kayu)

Tapioka kasar kering

yang dihasilkan (kg ) Rendemen (%)

a b (b/a) × 100%

Iin 15 1,5 10

Ace 15 3 20

Sa’i 20 4 20

A. Amin 20 3 15

Ibu Erum 15 2 13,3

H. Imar 20 3 15

Idris 10 2 20

Janur 20 2,5 12,5

Ajum 27 4,5 16,67

Nurhadi 25 5 20

Zakariya 25 4,5 18

Udin 20 3,5 17,5

H. Dayat 27 4 14,82

Suminta 1 10 2 20

Suminta 2 10 2 20

Edi 10 2 20

Mansur 10 2 20

Atus 10 2 20

Jumlah pengusaha = 18 Total rendemen 312,79

Rata-rata rendemen 17,4


(46)

24 Menurut Thaib (1985), rendemen tapioka berkisar antara 19% dan 24%. Berdasarkan pada Tabel 5 dan Tabel 6, dapat dilihat bahwa terdapat 12 orang pengusaha (total 21 orang pengusaha) yang biasa memproduksi tapioka kasar dengan rendemen di atas 19%. Hal ini berarti bahwa lebih dari separuh pengusaha kecil tapioka di Ciluar memproduksi tapioka kasar dengan rendemen yang cukup baik.

Tabel 5 dan Tabel 6 juga memperlihatkan perbedaan rata-rata rendemen yang dihasilkan oleh pengusaha yang mengunakan gobegan dengan pengusaha yang tidak menggunakan gobegan (manual). Perbedaan ini menghasilkan selisih rata-rata rendemen sebesar 2,6%. Selisih tersebut dipergunakan sebagai landasan asumsi bahwa penggunaan gobegan dapat meningkatkan rendemen sebesar 2,6%.

2. Produksi bersih yang telah dilakukan

Produksi bersih dan pengelolaan lingkungan pabrik yang sudah dilakukan oleh industri kecil tapioka di Ciluar dapat dilihat pada Tabel 7. Pada Tabel 7 disebutkan bahwa industri kecil tapioka di Ciluar telah memanfaatkan kulit kupasan ubi kayu untuk pupuk dan pakan kambing. Kulit kupasan yang dihasilkan berkisar antara 20% dan 23% (neraca massa Lampiran 5, 6, dan 7). Menurut Grace (1977), kulit ubi kayu terdiri dari lapisan kulit luar yang biasanya lebih gelap dan lapisan kulit bagian dalam. Lapisan kulit luar berkisar antara 0,5% dan 2%, sedangkan lapisan kulit bagian dalamnya berkisar antara 8% dan 15% dari bobot keseluruhan umbi. Menurut Falcon (1984), kulit kupasan ubi kayu lebih kurang 20% atau lebih dari bobot umbi segar. Bila dibandingkan dengan Grace (1977) dan Falcon (1984) maka, pengupasan yang dilakukan oleh industri kecil tapioka (Lampiran 5, 6, dan 7) cukup baik.

Lampiran 5, 6, dan 7 adalah neraca massa tiga industri kecil tapioka di Ciluar yang diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kondisi pengolahan dan tingkat efisiensinya. Dengan membandingkan neraca massa dari Lampiran 5, dan 7 dapat diketahui bahwa masing-masing pengusaha tersebut memiliki perbedaan pada banyaknya air untuk proses pencucian ubi kayu dan ekstraksi padahal, jumlah ubi kayu yang diolah hampir sama.


(47)

25 Tabel 7 Produksi bersih dan pengelolaan lingkungan pabrik yang sudah

dilakukan oleh industri kecil tapioka di Ciluar

Faktor Produksi bersih dan pengelolaan lingkungan pabrikyang sudah dilakukan

Air • Air yang dipompa dari sumur bor dienapkan terlebih dahulu dalam bak penampungan

Energi • Penggunaan mesin diesel yang sama untuk

menggerakkan pompa air dan mesin pemarut sekaligus Pengupasan • Pemanfaatan kulit untuk pupuk

• Pemanfaatan kulit untuk pakan kambing Pencucian • Penggunaan bak bilas untuk proses pencucian Pemarutan

• Penggunaan mesin pemarut

• Perawatan silinder pemarut secara rutin Ekstraksi • Penggunaan alat gobegan*

Pengenapan pati

• Pencucian bak: tiga hari sekali

• Pemasangan jam dinding di pabrik**: ketepatan waktu pengenapan

Penghancuran

• Penggunaan mesin

• Penggunaan alas untuk menampung butiran pati yang tercecer

Penjemuran

• Penggunaan tampir/ tampah: memudahkan pengangkutan dan penjemuran

• Penggunaan pengaman kepala oleh pekerja jemur Produk samping

• Penjualan onggok

• Penjualan tapioka kasar kotor (hasil sapuan) Limbah Cair • Pengenapan lindur/ elot***

Layout

Product layout: sesuai urutan proses produksi

• Lantai plester semen, keramik * baru dilakukan oleh pengusaha nomor 4, 7 dan 14 (Tabel 4) ** tidak dilakukan oleh pengusaha nomor 6 (Tabel 4) *** baru dilakukan oleh pengusaha nomor 7 (Tabel 4)


(48)

26 Perbedaan tersebut dikarenakan banyaknya air pencucian yang digunakan tergantung pada jumlah ubi kayu, ukuran dan banyaknya kotoran yang melekat pada ubi kayu tersebut. Jumlah ubi kayu yang lebih banyak, dengan ukuran yang lebih kecil dan kotoran yang lebih banyak akan membutuhkan air pencucian yang lebih banyak bila dibandingkan dengan jumlah ubi kayu yang lebih sedikit, ukuran yang lebih besar, dan kotoran yang lebih sedikit. Banyaknya air untuk ekstraksi yang digunakan tergantung pada banyaknya pati yang terkandung pada ubi kayu. Semakin banyak patinya maka semakin banyak air yang dibutuhkan.

3. Opsi produksi bersih yang dapat diterapkan

Produksi bersih meningkatkan efisiensi produksi dan memberikan manfaat positif bagi lingkungan (Weston dan Stuckey, 1994). Pada dasarnya pengusaha kecil tapioka di Ciluar sudah mengetahui opsi-opsi yang dapat memperbaiki produksi tapioka kasar. Namun, hal itu belum dapat dilakukan karena berbagai alasan. Pengetahuan pengusaha tersebut dirangkum dalam Tabel 8. Selain itu, Tabel 8 juga memuat opsi-opsi dari hasil pengamatan dan sumber lain yang sekiranya sesuai dan dapat memperbaiki produksi dan lingkungan industri kecil tapioka di Ciluar.

D.Analisis Penerapan Produksi Bersih

Analisis penerapan produksi bersih terdiri dari aspek teknologi, finansial dan politis. Aspek teknologi dan finansial digunakan untuk menentukan prioritas dari usulan opsi penerapan produksi bersih. Dalam aspek teknologi, dilakukan kajian terhadap opsi-opsi yang diusulkan pada Tabel 8. Kajian tersebut ditinjau dari kelemahan, kemudahan, kemungkinan penerapan dan kesesuaian opsi yang diusulkan dengan kondisi industri kecil tapioka di Ciluar. Aspek finansial memperkirakan biaya atau kemungkinan penghematan dan keuntungan yang dapat diperoleh dari penerapan opsi produksi bersih dan pengelolaan lingkungan industri. Sedangkan aspek politis berbicara tentang alternatif program produksi bersih dan prioritasnya dalam pengembangan sentra industri kecil tapioka di Ciluar.


(49)

27 Tabel 8 Opsi produksi bersih dan pengelolaan lingkungan pabrik yang dapat

diterapkan oleh industri kecil tapioka di Ciluar

Faktor Produksi bersih yang dapat diterapkan

Air Good housekeeping: penghematan air

Pencucian

• Penggunaan alat pencuci mekanis

Recovery limbah cair dari proses pengenapan dan proses lainnya untuk proses pencucian dua tahap*

Ekstraksi • Penggunaan alat gobegan Pengenapan pati • Pencucian bak: setiap hari Limbah

• Pembuatan IPAL penampungan dan pengolahan limbah cair terpusat**

• Pengendalian lingkungan terpusat*** * Eris (2006), ** Kurniarto (2006), *** Sofyar (2004)

a. Aspek teknologi penerapan produksi bersih

Teknik teknologi yang sederhana seperti good housekeeping dapat diterapkan dan dapat menekan biaya dengan tidak melakukan pemborosan energi dan bahan baku (Weston dan Stuckey, 1994). Good housekeeping yang bertujuan untuk menghemat pemakaian air dapat dilakukan dengan tidak membiarkan air meluber dari bak penampungan dengan sengaja. Good housekeeping juga dianjurkan untuk diterapkan pada keseluruhan proses untuk mencegah kehilangan bahan dengan cara melakukan pemindahan bahan dengan hati-hati.

Proses pencucian mekanis menggunakan alat berupa bilah kayu yang dipasang secara melintang pada poros kayu sehingga menyerupai jeruji sepeda dan diputar oleh mesin. Alat ini sebenarnya sudah berhasil dilakukan oleh industri kecil tapioka di daerah lain. Pengusaha nomor 7 juga telah mencoba menerapkan proses ini. Namun, tidak digunakan dalam proses produksi karena adanya kesalahan konstruksi pada bak pencuciannya. Untuk itu, rencana pemasangan alat yang baru harus memperhatikan ketepatan desain dari konstruksi alat agar kegagalan dapat diminimalisir.

Pencucian dua tahap dari recovery limbah cair proses pengenapan dan proses lainnya dikhawatirkan akan merubah kualitas tapioka kasar yang


(50)

28 dihasilkan. Menurut Falcon et al. (1984), kualitas tapioka yang kurang baik dipengaruhi oleh bakteri dan pencemaran yang diakibatkan oleh air pencuci. Pengusaha kecil tapioka di Ciluar sendiri selalu memperhatikan air pencuci yang digunakan. Pengusaha kecil tapioka di Ciluar tidak mau mempergunakan air sungai yang sudah dialiri limbah. Air pencuci yang digunakan berasal dari mata air atau sumur bor maupun dari air sungai yang belum terkena limbah. Dari sumber air bersih tersebut, masih harus dilakukan pengenapan pada bak-bak penampungan agar diperoleh kualitas air yang lebih baik.

Penggunaan alat gobegan yang sudah berhasil dilakukan oleh pengusaha nomor 4, 7 dan 14 belum dapat membuat pengusaha lainnya mengikuti dengan melakukan proses ekstraksi yang sama. Hal ini disebabkan oleh kurangnya modal yang dimiliki pengusaha kecil tersebut. Penggantian proses ekstraksi dari manual ke gobegan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Selain diperlukan biaya untuk membeli alat gobegan, diperlukan pula perombakan layout pabrik. Luas bangunan pabrik dan lahan yang tidak memadai juga menjadi alasan para pengusaha kecil tersebut untuk tidak beralih ke gobegan.

Pada dasarnya industri kecil tapioka di Ciluar sudah melakukan pencucian bak pengenapan pati. Hal ini dilakukan karena menurut pengalaman pengusaha kecil tapioka di Ciluar, pati yang menempel di bak dari sisa pengenapan sebelumnya dapat mempengaruhi kualitas tapioka yang akan dihasilkan berupa derajat putih dan bau. Selain itu, pati sisa tersebut dapat mengikis bak yang terbuat dari plester semen dan membuat bak menjadi berwarna kuning. Pendapat tersebut sesuai dengan Kusarpoko (2003) yang menyatakan bahwa proses kontaminasi limbah oleh mikroorganisme dapat terjadi setelah 12 jam. Menurut Grace (1977), kandungan gula dan nutrien lainnya menyebabkan mikroorganisme melakukan fermentasi dan menghasilkan alkohol dan asam organik penyebab bau.

Opsi pembuatan IPAL penampungan dan pengolahan limbah cair terpusat didasarkan pada penelitian Kurniarto (2006) yang dilakukan di industri kecil tapioka di Ciluar. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa


(51)

29 pengelolaan limbah industri kecil tapioka Kelurahan Ciluar yang sebaiknya dilakukan adalah IPAL pengenapan mekanis dimana manajemen operasionalnya dilakukan oleh pemerintah (pihak kelurahan), dan pengusaha membantu dengan membayar iuran pembangunan dan retribusi per bulan untuk perawatan IPAL.

Opsi pengendalian lingkungan terpusat didasarkan pada penelitian Sofyar (2004). Penelitian tersebut salah satunya menghasilkan model kebijakan sentra industri kecil dengan limbah sejenis yang dirancang secara menyeluruh dalam penanganan limbah. Opsi pembuatan IPAL penampungan dan pengolahan limbah cair terpusat (Kurniarto, 2006) dan pengendalian lingkungan terpusat (Sofyar, 2004) tersebut digunakan sebagai alternatif program produksi bersih.

b. Aspek finansial penerapan produksi bersih

Aspek finansial berupa perkiraan biaya dan kemungkinan penghematan dan keuntungan dari penerapan produksi bersih dan pengelolaan lingkungan industri dapat dilihat pada Tabel 9. Pada Tabel 9, penilaian prioritas dengan tanda bintang tiga (***) diberikan untuk aktivitas perbaikan yang lebih mudah dan penting untuk dilaksanakan. Prioritas yang cukup penting dan kurang penting dinilai dengan tanda bintang dua (**) dan tanda bintang satu (*). Perincian biaya dari aktivitas perbaikan dapat dilihat pada Lampiran 8.


(52)

30 Tabel 9 Analisis biaya penerapan produksi bersih dan pengelolaan lingkungan

industri

No. Aspek

kegiatan Aktivitas perbaikan Biaya Prioritas 1. Good

housekeeping

• Penyuluhan pekerja

• Pemantauan pemakaian air

Rp. 12.000 Rp. 0

*** *** 2. Efisiensi tenaga

kerja

• Penggunaan alat baling

yang diputar oleh mesin Rp. 3.000.000 * 3. Efisiensi proses • Penggunaan alat gobegan Rp.10.000.000 *** 4. Menjaga

kualitas

• Pencucian bak pengenapan pati setiap hari

• Pemantauan pekerja selama proses produksi berlangsung

Rp. 40.000

Rp.0 ***

***

5. Mengurangi dampak lingkungan

• Pembuatan IPAL penampungan dan pengolahan limbah cair terpusat

Rp.10.000.000 **

• = kurang, ** = cukup, *** = penting

Pada kondisi yang ada di lapangan, terdapat perbedaan nilai/harga dari suatu benda, contohnya harga jual tapioka kasar yang dihasilkan oleh suatu industri kecil tapioka harganya tidak selalu sama, harga jual tapioka kasar antara industri kecil tapioka yang satu dengan yang lain mungkin juga tidak sama. Hal ini tergantung pada berbagai faktor. Misalnya pada contoh yang telah disebutkan, perbedaan harga jual tapioka kasar dapat disebabkan oleh perbedaan kualitas tapioka kasar yang dihasilkan, permintaan dan penawaran tapioka di pasar. Oleh karena itu, dalam perhitungan biaya untuk penerapan opsi, dilakukan pematokan salah satu nilai/ harga yang dianggap dapat mewakili kisaran harga yang sebenarnya. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan perhitungan.

Apabila aktivitas perbaikan dengan prioritas penting (***) dilaksanakan, dan perhitungan dilakukan dengan patokan sebagai berikut:

•penggunaan alat gobegan dapat meningkatkan perolehan rendemen sebanyak 2,6%,

•harga jual tapioka kasar sebesar Rp. 2.500 per kg (didasarkan pada harga jual terendah), dan


(53)

31

•tapioka kasar yang dihasilkan per bulan sebanyak 12 ton (didasarkan pada produksi minimum per bulan),

maka dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut: ƒTotal biaya aktivitas perbaikan dengan

prioritas penting (***) = Rp. 10.052.000 ƒ Penghematan dari pemantauan pemakaian air per bulan = Rp. 10.000 ƒKeuntungan per bulan dari peningkatan rendemen

pada pemakaian alat gobegan = Rp. 780.000

10.052.000 1

ƒPBP = ×

(780.000 + 10.000) 12 bulan = 1 tahun 7 bulan

c. Aspek politis penerapan produksi bersih

Aspek politis berbicara tentang alternatif program produksi bersih dan prioritasnya dalam pengembangan sentra industri kecil tapioka di Ciluar. Penentuan alternatif program mempertimbangkan usulan strategi penerapan produksi bersih, antara lain dari Frijns dan Vliet (1999), Sofyar (2004), dan Hidetoshi (2006), yang kemudian disesuaikan dengan kondisi industri kecil tapioka di Ciluar. Terdapat enam alternatif program produksi bersih dalam pengembangan sentra industri kecil tapioka di Ciluar seperti pada Tabel 10.

Tabel 10 Alternatif program produksi bersih dalam pengembangan sentra industri kecil tapioka di Ciluar

1 Pemberian insentif modal bagi pelaku produksi bersih 2 Pengembangan dan transfer teknologi

3 Sosialisasi dan pelatihan penerapan produksi bersih 4 Penanganan limbah terpadu

5 Penyediaan kemudahan informasi mengenai teknologi baru, kondisi pasar, dan kebijakan pemerintah

6 Sosialisasi dan pelatihan cara-cara peningkatan kualitas tapioka kasar

Alternatif program produksi bersih pada Tabel 9 selanjutnya diberi nilai tingkat kepentingan dengan skala 1-5 (sangat kurang penting, kurang penting,


(54)

32 cukup penting, penting dan sangat penting). Penilaian dilakukan oleh tiga orang pakar. Penentuan peringkat (rangking) diperoleh dari rata-rata geomean dari penilaian ketiga pakar tersebut (Lampiran 9). Alternatif program produksi bersih dengan peringkat tiga besar kemudian dianalisis dengan AHP (Analytical Hierarchy Process). Ketiga alternatif program tersebut antara lain sosialisasi dan pelatihan penerapan produksi bersih, penanganan limbah terpadu, dan sosialisasi dan pelatihan cara-cara peningkatan kualitas tapioka kasar.

Prinsip kerja AHP adalah menyelesaikan masalah dengan cara menguraikannya menjadi unsur-unsurnya, kemudian disusun menjadi struktur hierarki (Marimin, 2005). Gambar 4 merepresentasikan struktur hierarki pengembangan sentra industri kecil tapioka di Ciluar. Tujuan yang ingin dicapai adalah memaksimalkan efisiensi produksi tapioka kasar dengan penerapan produksi bersih. Faktornya antara lain: modal, teknologi, dan kebijakan pemerintah daerah. Sedangkan aktornya antara lain: pengusaha kecil, pengusaha besar, pemerintah daerah dan masyarakat.

Gambar 4 Struktur hierarki AHP pengembangan sentra industri kecil tapioka di Ciluar

Berdasarkan struktur hierarki pada Gambar 4, maka dilakukan penentuan nilai tingkat kepentingan antara satu elemen dengan elemen yang

TUJUAN

FAKTOR

AKTOR

PROGRAM

memaksimalkan efisiensi produksi tapioka kasar dengan penerapan produksi bersih

modal teknologi kebijakan pemda

pengusaha kecil pengusaha besar pemda masyarakat

penanganan limbah terpadu sosialisasi dan pelatihan

penerapan produksi bersih

sosialisasi dan pelatihan cara-cara peningkatan kualitas tapioka kasar


(1)

Lampiran 6 Neraca massa industri kecil tapioka di Ciluar milik pengusaha nomor 10

71 kg tapioka kasar kering

Rendemen = (71 kg : 300 kg) × 100% = 23,67% pengupasan

pencucian

pemarutan

pemerasan (ekstraksi)

pengenapan pati

penjemuran 300 kg

ubi kayu kupas umbi ubi kayu

389 kg

0,1773 m3 air

kulit + kotoran 89 kg (23%)

0,136 m3 kotoran + air cucian 297 kg

ubi kayu bersih

5 kg loss 292 kg

ubi kayu parut 2,48 m3

air

2,426 m3 limbah cair 182 kg ampas basah

2,48 m3 susu pati

132 kg enapan pati

61 kg loss + uap air


(2)

Lampiran 7 Neraca massa industri kecil tapioka di Ciluar milik pengusaha nomor 12

20 kg tapioka kasar kering

Rendemen = (20 kg : 76 kg) × 100% = 26,32% pengupasan

pencucian

pemarutan

pemerasan (ekstraksi)

pengenapan pati

penjemuran 76 kg

ubi kayu kupas umbi ubi kayu

99 kg

0,1590 m3 air

kulit + kotoran

23 kg (23%)

0,1703 m3 kotoran + air cucian 74 kg

ubi kayu bersih

8 kg loss 66 kg

ubi kayu parut 0,723 m3

air

0,6927 m3 limbah cair 45 kg ampas basah

0,723 m3 susu pati

33.9 kg enapan pati

13,9 kg loss + uap air


(3)

Lampiran 8 Perhitungan biaya aktivitas perbaikan penerapan produksi bersih ™ Total biaya aktivitas perbaikan dengan prioritas penting = Rp.10.052.000

diperoleh dari:

1. biaya penyuluhan pekerja untuk penggantian kehilangan waktu kerja (dihitung dari upah harian 3 orang pekerja) = Rp.4.000 × 3 = Rp.12.000

2. investasi untuk pemasangan alat gobegan Rp. 10.000.000 (pembulatan) dengan rincian sebagai berikut:

1. pemesanan, transportasi dan pembuatan = Rp. 3.500.000 kerangka gobegan

2. kain ayakan 80 – 100 mesh per 5 m2 = Rp. 1.000.000 3. kain ayakan 150 mesh per m2 = Rp. 200.000 4. kayu untuk ayakan (untuk 5 ayakan) = Rp. 750.000 5. mesin diesel second (1 buah) = Rp. 2.500.000 6. penyesuaian layout bangunan pabrik = Rp. 2.000.000 +

= Rp. 9.950.000

3. biaya pencucian bak pengenapan pati selama 1 bulan (20 hari kerja) Rp.40.000 diperoleh dari biaya air dan peralatan pencucian bak pengenapan: 1. pemakaian air = Rp. 1000 per hari × 20 hari = Rp. 20.000

2. ember = Rp. 15.000

3. sikat cuci = Rp. 5.000 +

= Rp. 40.000

™ Penghematan dari pemantauan pemakaian air per bulan = Rp.10.000 diperoleh dari asumsi penghematan pemakaian pompa (energi: listrik atau solar) per bulan.

™ Keuntungan per bulan dari peningkatan rendemen pada pemakaian alat gobegan = 2,6 % × 12.000 kg per bulan × Rp.2.500 per kg = Rp.780.000


(4)

Lampiran 9 Penilaian pakar terhadap alternatif program produksi bersih dalam pengembangan sentra industri kecil tapioka di Ciluar

No. Program Pakar Geo Mean (n

a×b×c) rank

a b c

1 Pemberian insentif modal bagi pelaku produksi bersih 4 3 4 3,6342 3 2 Pengembangan dan transfer teknologi 3 3 5 3,5569 4 3 Sosialisasi dan pelatihan penerapan produksi bersih 5 4 5 4,6416 1

4 Penanganan limbah terpadu 4 5 4 4,3089 2

5

Penyediaan kemudahan informasi mengenai teknologi baru, kondisi pasar,

dan kebijakan pemerintah 3 3 4 3,3019 5


(5)

Lampiran 10 Analisis faktor internal dan eksternal matriks SWOT (Hidetoshi, 2006) 1. Kekuatan (1) (2) (3) (4) (5)

Tenaga kerja yang dibutuhkan tersedia di sekitar industri Ubi kayu mudah didapatkan dan tersedia dari petani Proses pengolahan ubi kayu sangat mudah

Fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan dalam skala kecil Dukungan kebijakan dan program pemerintah daerah 2. Kelemahan (1) (2) (3) (4) (5)

Masih menggunakan teknologi lama dan sederhana

Fasilitas, teknologi dan peralatan tidak berkembang dengan baik Efisiensi dan rendemen rendah

Kualitas tapioka kasar bervariasi dan tidak ada standarisasi Akses informasi harga pasar masih terbatas

3. Peluang (1) (2) (3) (4) (5)

Tapioka kasar dapat diserap olah pasar lokal Segmen pasar domestik masih sangat luas

Tapioka kasar merupakan komoditi untuk memproduksi makanan lokal Industri kecil tapioka berperan dalam pengembangan ekonomi daerah Dukungan kebijakan dari pemerintah daerah dan instansi terkait untuk kemajuan industri kecil tapioka

4. Ancaman (1) (2) (3) (4) (5)

Kebijakan pemerintah seperti kenaikan tarif BBM, transportasi, dan tarif dasar listrik menyebabkan penambahan biaya operasional

Fasilitas bisnis industri kecil tapioka kurang dibandingkan industri lain Perbedaan interpretasi terhadap terhadap otonomi daerah: dikhawatirkan iklim dunia usaha kurang baik

Persaingan yang kuat dari produk dalam negeri dan impor Daya saing produk tapioka kasar rendah


(6)

Lampiran 11 Dokumentasi penelitian

Bahan baku tapioka: ubi kayu Tahapan proses ekstraksi secara manual

Rangkaian tahapan proses pengenapan

Onggok

Alat dan mesin yang digunakan