Memanfaatkan kulit, serat ubikayu untuk pupuk organik

92 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Prinsip produksi bersih dapat diterapkan pada industri tepung tapioka. Proses daur ulang penggunaan air merupakan alternatif sebagai peningkatan efisiensi yang dapat dilakukan pada tahapan penggunaan limbah separator untuk pen- cucian bahan baku. Efisiensi penggunaan air produksi sebesar 923,52 m 3 hasil dari daur ulang air sisa separator sehingga akan menghemat penggunaan air bersih sebesar 27 dari total air bersih yang digunakan sebesar 3.420,43 m 3 . Apabila dihitung dengan pajak pemanfaatan air bawah tanah, maka akan menghemat biaya sebesar Rp.955.843,- per hari. 2. Pemanfaatan air limbah sebagai sumber energi baru terbarukan merupakan alternatif perbaikan efisiensi proses produksi tapioka. Energi yang dihasilkan dari konversi gas metana setara sebesar 47.221,75 kWhhari, sehingga bila dimanfaatkan untuk proses produksi industri tapioka sangat mencukupi dari energi yang dibutuhkan sebesar 39.904,2 kWhhari. Kelebihan energi industri tapioka sebesar 7.317,55 kWhhari dikonversikan ke bahan bakar solar, maka akan setara dengan 2.195,27 liter solarhari. Energi yang dapat digunakan industri tapioka untuk keperluan proses pengeringan menggunakan oven sebesar 12.779,57 kWh bila dikonversi bahan bakar solar setara 3.833,87 liter, maka kebutuhan bahan bakar solar tersebut dapat terpenuhi 100 seluruhnya. Biaya operasional yang dibutuhkan untuk membeli bahan bakar solar sebesar Rp.25.303.548,- dapat dihemat dengan memanfaatkan sumber energi baru terbarukan. Kelebihan energi setelah dikurangi konsumsi energi untuk proses pengeringan sebesar 7.317,55 kWh setara dengan bahan bakar solar sebanyak 2.195,27 liter dapat dikonversikan menjadi nilai ekonomi sebesar Rp. 14,488,749,-. Kelebihan energi ini dapat digunakan untuk aktivitas lain di sekitar lokasi industri seperti aktivitas kantor, perumahan dan penerangan. Selain itu, berkurangnya gas CO 2 dari hasil dekomposisi air limbah industri tapioka adalah sebesar 4.562,84 tonCO 2 e. Perusahaan akan dapat memperoleh CER Credit Emission Reduction dari upaya pengurangan carbon yang 93 terlepas ke lingkungan melalui methane capture berkisar Rp. 281.830.656,- sd Rp. 845.491.970,-. 3. Hasil studi kelayakan ekonomi opsi produksi bersih industri tapioka dengan memanfaatkan ampasonggok sebagai pakan ternak dengan kegiatan peng- gemukan sapi sebanyak 100 ekor dapat memberikan keuntungan sebesar Rp.966.500.000,- dengan payback periode selama 0,74 tahun. Penggunaan kembali air sisa proses separator untuk proses pencucian ubikayu memberikan nilai keuntungan penghematan biaya operasional sebesar Rp.24.851.923,- per bulan. Pemanfaatan air limbah sebagai sumber energi terbarukan dalam bentuk biogas dengan sistem CIGAR memberikan manfaat yang sangat menguntungkan, dengan payback periode selama 7,3 bulan. Pemanfaatan kulit, serat ubikayu untuk pupuk organik akan memberikan manfaat sebesar Rp.79.500.000. Industri tapioka dinilai sangat menguntungkan apabila dapat menerapkan dengan baik perbaikan proses yang direkomendasikan, sehingga dampak pencemaran terhadap lingkungan dapat diminimalkan. 4. Model proses produksi industri tapioka ramah lingkungan berbasis produksi bersih yang dihasilkan dapat memberikan solusi skenario pemanfaatan air limbah, pemanfaatan energi dari air limbah dan reduksi emisi gas. Limbah padat dapat digunakan sebagai pakan ternak, pupuk organik yang secara efektif menuju terciptanya agroindustri tapioka yang ramah lingkungan dan menurunkan dampak efek pemanasan global. Saran Perlu dikaji pemetaan untuk mendapatkan informasi tentang sumber-sumber air limbah yang berpotensial meningkatkan efek gas rumah kaca berikut lokasi agroindustrinya, identifikasi dan inventarisasi potensi energi yang dihasilkan dari air limbah industri, sehingga dapat diperoleh informasi berapa besar industri di Provinsi Lampung menyumbang dampak pemanasan global dan mencari solusi untuk mengatasinya. 94 DAFTAR PUSTAKA Abdullah K. 1987. Energi dan listrik pertanian. Bogor: JICA-DGHE. IPB Project - ADAET. Akanbi W.B., Adebayo T.A., Togun O.A., Adeyeye A.S. , Olaniran O. A. 2007. The Use of Compost Extract as Foliar Spray Nutrient Source and Botanical Insecticide in Telfairia occidentalis. World Journal of Agricultural Sciences. 3, 5, 642-652. Alaerts G, Santika SS. 1984. Metoda Penelitian Air. Penerbit Usaha Nasional. Surabaya: Algamar, K. 1986. Proses Anaerobik Sebagai Alternatif Untuk Mengolah Limbah Industri Hasil Pertanian. Paper Seminar Limbah Teknik Penyehatan serta Bioteknologi Pengolahan Limbah. Jurusan Teknik Lingkungan PAU Bioteknologi ITB dan Ikatan Ahli Teknik Penyehatan Indonesia. Bandung. Andrews SKT, Stearne J, Orbell JD. 2002. Awarness and adoption of cleaner production in small to medium sized business in Geelong Region, Victoria, Australia. Journal of Cleaner Production. 102002:373-380. American Public Health Association APHA. 1992. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. 18th ed. New York: American Public Health Association. American Public Health Association APHA. 1998.. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater, 20th edition. American Public Health Association, Washington, DC. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Departemen Perindustrian. 2007. Panduan Pengelolaan Limbah Industri Tapioka. Jakarta. 49 halaman. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Lampung. 2010. Kondisi Umum Provinsi Lampung. http:bplhdlampung.comindex.php?option= com_contentview=articleid=196Itemid=201 . Tanggal 21 April 2010. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2009. Lampung Dalam Angka 2008. Lampung. ----------. 2010. Lampung Dalam Angka 2009. Lampung. Badan Pusat Statistik. 2010. Statistik Indonesia. 2009. Di dalam http:www. bps.go.idaboutus. php?pub=1pubs=40 . 11 September 2010 Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. 1995. National commitment to implement a cleaner production strategy in Indonesia. Jakarta: Badan Pengendalian Dampak lingkungan. 1996. Teknologi Pengendalian Dampak Lingkungan Industri Tapioka di Indonesia. Buku Panduan. Jakarta. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2004. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang. ---------. 2005. Teknologi Produksi Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Malang. 95 Barana, C. A., dan P. M. Cereda. 2000. Cassava Wastewater Manipuera Treatment Using A Two-Phase Anaerobic Biodigestor. J. Cienc. Tecnol. Aliment. Vol. 20. No. 2. Campinas. MayAug. Brazil. http: goegle.comcassava wastewater. Diakses tanggal 25 Mei 2010. Bratasida, L. 1997. Kebijakan Nasional tentang Produksi Bersih. Bapedal, Jakarta. Brown JG. 1994. Agroindustrial Investment and Operations. EDI Development Studies. Washington DC: Buser C, Walder J. 2002. Guidelines for Cleaner Production – Conducting Quick-Scans in the Company. Muttenz, Switzerland: FHBB. Campbell, ME. WM. Glenn. 1982. Profit from Pollution Prevention. Pollution Probbe Foundation, Toronto. Chardialani, A. 2008. Studi Pemanfaatan Onggok sebagai Bioimmobilizer Mikroorganisme dalam Produksi Biogas dari Limbah Cair Industri Tapioka. Skripsi. Universitas Lampung. Clausen CA, Mattson G. 1978. Principle of Industrial Chemistry. Toronto: John Wiley Sons. Darjanto dan Murjati. 1980. Khasiat, Racun dan Masakan Ketela Pohon. yayasan Dewi Sri. Bogor: Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2009. Basis Data Statistik Pertanian. http:database.deptan.go.idbdspindex.asp . 7 April 2010. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Propinsi Lampung. 2006. Laporan Tahunan Tanaman Pangan. Bandar Lampung. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. 2006. Strategi pengembangan agroindustri ubikayu di Provinsi Lampung. Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian Republik Indonesia, Jakarta. Ditjen PPHP Departemen Pertanian RI. 2009. Biogas Skala Rumah Tangga, Program Bio Energi Pedesaan BEP. Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian-Ditjen PPHP Departeman Pertanian RI. Jakarta. Djajadiningrat, ST. 2001. Untuk Generasi Masa Depan Pemikiran, Tantangan dan Permasalahan Lingkungan. Studio Tekno Ekonomi ITB, Bandung Fachbochschule beider Basel FHBB. 2005. www.fhbb.cpcp . 7 Maret 2005. Fajarudin. 2002. Pengaruh Jumlah Air Ekstraksi dan Lama Pengendapan Terhadap Karakteristik Limbah Cair Tapioka Pada Sistem Bacth. Skripsi. Universitas Lampung. Falcon W.P., W.O. Jones, dan R.S. Pearson. 1984. Ekonomi Ubi Kayu di Jawa. The Board Trustees of The Leland Stanford University. The Cassava Economy of Java. Penerjemah. Stanford University Press. Terjemahan dari: The Cassava Economy of Java. Jakarta 96 Fauzi AM. 2003. Analisis kelayakan finansial penerapan produksi bersih dan kendala sosio kultural. Disampaikan pada Pelatihan TOT Cleaner Production. Jakarta, 13 – 22 Oktober 2003. Fluck, R.C. 1992. Energy conservation in agricultural transportation. In R.C. Fluck ed., Energy in World Agriculture: Energy in Farm Production. 6:171-176. Elsevier, Amsterdam. Grace MR. 1977. Cassava Processing. Rome: FAO of The United Nations. Grady Jr. C.P.L. dan Lim H.C. 1980. Biological Wastewater Treatment, Theory and Applications. Marcel Dekker Inc. New York. Greenfield, R. E. 1971. Starch and Starch Product, p. 121-131. Di dalam: C.F. Gurnham ed. Industrial waste water control. Academic Press, New York, London. Hafsah, M.J. 2003. Bisnis Ubi Kayu Indonesia. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Hanifah, T.A., Saeni, M.S., Adijuwana, H., Bintoro, H.M.H. 1999. Evaluasi Kandungan Logam Berat Timbal dan Kadmium dalam Ubikayu Manihot esculenta Crantz. Buletin Ilmiah Gaku-ryoku, Vol.V 1. Haryati, T. 2006. Biogas: Limbah Peternakan Yang Menjadi Sumber Energi Alternatif. Wartazoa. 16 3: 160-169. Hermawan, B., Q. Lailatul, P. Candrarini, dan P. S. Evan. 2007. Sampah Organik sebagai Bahan Baku Biogas. Artikel. http:www.chem-is- try.org?sect=fokusext=31. Diakses tanggal 28 Mei 2010. Hien PG, Oanh LTK, Viet NT, Lettinga G. 1999. Closed wastewater system in the tapioca industry in Vietnam. Water Sci Technol 39:89 –96. Hikmiyati, Nopita, dan Yanie, N.S. 2009. Pembuatan Bioetanol dari Limbah Kulit Singkong Melalui Proses Hidrolisa Asam dan Enzimatis. Jurnal Penelitian Teknik Kimia. Universitas Diponegoro. Semarang. Ikawati, dan Melati. 2009. Pembuatan Karbon Aktif dari Limbah Kulit Singkong UKM tapioka Kabupaten Pati. Jurnal Penelitian Teknik Kimia. Universitas Diponegoro. Semarang. IPCC.2006. IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories, Volume 5 Waste, Chapter 6 Wastewater Treatment and discharge Kamahara H., Hasanudin U., Atsuta Y., Widiyanto A., Tachibana R., Goto N., Daimon H., Fujie K. 2010. Methane Emission from Anaerobic Pond of Tapioca Strach Extraction Wastewater in Indonesia. Journal of Ecotechnology Research. 15 2: 79-83. Kunaefi, H. A. 1982. Tata Cara Pengendalian dan Kriteria Pencemaran Lingkungan Akibat Industri. Seksi Lab Instalkes Kanwil Propinsi Jawa Barat. Maiellaro N, Lerario A. 2000. Knowledge system for sustainable design. Sustain- able building resource research. www.ba.cnr.itirissustain , 13 Nopember 2002. 97 Metcalf dan Eddy. 1991. Wastewater Engineering: Treatment Disposal Reuse. McGraw-Hill Book Co. Singapore: Murdiyarso, Daniel. 2003. CDM : Mekanisme Pembangunan Bersih. Penerbit Buku Kompas, Jakarta. Mulyadi U. 2011. Evaluasi Kinerja Cigar Covered In The Ground Anaero-bic Reactor Di Industri Tapioka Rakyat. Skripsi. Universitas Lampung. Nakamura, H. 2006. Metana production technologies and its contribution to clean development mechanism CDM. Proceeding. Seminar Sustainable Society Achievement by Biomass Effective Use, EBARA Hatakeyama Memorial Fund, January 24-25, 2006. Jakarta. Nurhasan, Pramudyanto, B. B. 1991. Penanganan Air Limbah Pabrik Tahu. Yayasan Bina Karya Lestari Bintari. http:www.menlh.go.id.usaha- kecil . 5 Maret 2008. Nursita. 2005. “Sifat Fisik dan Palabilitas Wafe Ransum Komplit untuk Domba dengan Menggunakan Kulit Singkong ”, Skripsi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Overcash, MR. 1986. Techniques for Industrial Pollution Prevention. Lewis Publishers, New York. Peraturan Gubernur Provinsi Lampung Nomor 7 tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Usaha danatau Kegiatan Di Provinsi Lampung. Pratama, A.G. 2009. Mempelajari Pengaruh Konsentrasi Ragi Instan dan Waktu Fermentasi Terhadap Pembuatan Alkohol dari Ampas Ubi Kayu Manihot utilisima. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara. Purwati, E. 2010. Penerapan Konsep Zero Waste Pada Pengelolaan Limbah Industri Tapioka, Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta Rajbhandari, B. K. dan Annachhatre, A. P. 2004. Anaerobic Ponds Treatment of Starch Wastewater: Case Study in Thailand, Bioresource Technology, 952: 135-143. Rattanachon W, Piyachomkwan K, Sriroth K. 2004. Physico chemical properties of root, flour and starch of bitter and sweet cassava varieties. http:www.ciat.cgiar.orgbiotechnologycbnsixth_international meetingPos ters-PDFPS-5W_Rattanachon.pdf. Rodhe, A. L. 1990. A comparison of the contribution of various gasses to the greenhouse effect. Science, 248, 1217-1219. Rukmana, H.R. 1997. Ubikayu Budidaya dan Pascapanen. Kanisius, Yogyakarta. Sham, H. 1984. Anaerobic wastewater treatment. Dikutip dalam Fiechter, A. Ed. Advances in Biochemical Eng.Biotech. Vol. 29. Springer Verlag. Berlin. Soeharto, I. 2002. Studi Kelayakan Proyek Industri. Jakarta : Erlangga. 98 Sriroth K, Wanlapatit S, Chollakup R, Chotineeranat S, Piyachomkwan K, Oates C.G. 1999. An improved dewatering performance in cassava starch process by an pressure filter. StarchStarke 51:383 –388. Sriroth, K., Chollakup, R., Chotineeranat, S., Piyachomkwan, K., and Oates, C. G. 2000. Processing of cassava waste for improved biomass utilization. Bioresource Technol. 711: 63-69. Sudaryanto, 1989. Kulit Ubi sebagai Bahan Pakan Ternak. dalam Warta Litbang Pertanian. No. 3 vol. XI. Mei1 1989. Departemen Pertanian. Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. UI Press. Universitas Indonesia. Jakarta. Suhartina. 2005. Deskripsi varietas unggul kacang-kacangan dan umbi-umbian. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Suriawiria, U. 2005. Menuai biogas dari limbah. Artikel. http:www.pikiran- rakyat.comcetak2005040507cakrawalapenelitian03.htm . Diakses tanggal 28 Mei 2010. Soeriaatmaja, R.E. 1984. Asas-asas Pengolahan Limbah Tapioka. Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Jakarta. Tchobanoglous G. 1991. Wastewater Engineering: Treatment, Disposal, and Re- use. McGraw-Hill International Edition, Singapore. Thompson, D. N. 1973. The Economic of Environmental Protection. Wintrop Publisher, Inc. Cambridge, Massacushaetts. Tjiptadi, W. 1985. Telaah Kualitas dan Kuantitas Limbah Industri Tapioka serta Cara Pengendaliannya di Daerah Bogor. Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. UNEP. 2003. Cleaner Production Assessment in Industry. Di dalam http:www.uneptie.orgpccpunderstandingcpcpindustry.htm . UNEP Center for Cleaner Production CCP dan the CRC for Waste Minimisation and Pollution Control WMPC, Ltd. 1999. Cleaner Production Self Assessment Guide: Metal Casting Industries. www.geosp.uq.edu.au emcCPpdfsGuide.pdf , 12 April 2005 United Nations Enviroment Programme Division of Technology, Industri, and Economic UNEP DTIE and Danish Environmental Protection Agency DEPA. 2000. Cleaner Production Assessment in Dairy Processing. van Berkel R. 2006. Cleaner production and eco-efficiency. In: Handbook on Environmental Technology Management D. Marinova, Ed.. Edward Elgar Publications, Cheltenham, UK. Wargiono, J. 1990. Pengaruh Pemupukan NPK Terhadap Status Hara dan Hasil Ubikayu. Penelitian Pertanian V.10 1: 1-7. Wargiono, J., Barrett Diane M. 1987. Budidaya Ubikayu. Yayasan Obor Indonesia dan Gramedia. Jakarta. 99 Zakaria W.A. 1997. Analisis Penawaran dan Permintaan Produk Ubikayu Lampung serta Kaitannya Dengan Pasar Domestik dan Dunia. Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Zaitun. 1999. Efektivitas limbah industri tapioka sebagai pupuk cair. Tesis Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 100 L A M P I R A N 101 Lampiran 1. Sebaran Tanaman Ubi Kayu di Indonesia Pulau Propinsi Luas Tanam Sumatra Nangroe Aceh Darussalam 0,2812 Sumatra Utara 2,9217 Sumatra Barat 0,5175 Riau 0,3960 Jambi 0,2844 Sumatra Selatan 0,0968 Bengkulu 0,5551 Lampung 26,5893 Bangka Belitung 0,1131 Kepulauan Riau 0,0565 50 Jawa DKI Jakarta 0,0045 Jawa Barat 8,8552 Jawa Tengah 16,6779 Daerah Istimewa Yogyakarta 5,1396 Jawa Timur 18,7454 Banten 0,6982 32 Kalimantan Kalimantan Barat 1,3070 Kalimantan Tengah 0,4862 Kalimantan Selatan 0,6886 Kalimantan Timur 0,5533 3 Sulawesi Sulawesi Utara 0,4792 Sulawesi Tengah 0,3868 Sulawesi Selatan 2,6040 Sulawesi Tenggara 1,2533 Gorontalo 0,0543 Sulawesi Barat 0,2777 5 Bali dan Nusa Tenggara Bali 1,0421 Nusa Tenggara Barat 0,6303 Nusa Tenggara Timur 6,3993 8 Maluku dan Papua Maluku 0,6981 Papua 0,2507 Maluku Utara 0,8209 Papua Barat 0,1355 2 Keterangan: Data diolah dari luas panen ubikayu tahun 2007 basis data Departemen pertanian 2009 102 Lampiran 2. Luas panen, produksi dan produktivitas ubikayu di Indonesia Tahun Luas Panen ha Produksi ton Produktivitas kuha 2000 1.284.040 16.089.020 125,00 2001 1.317.912 17.054.648 129,41 2002 1.276.533 16.912.901 132,00 2003 1.244.543 18.523.810 149,00 2004 1.255.805 19.424.707 155,00 2005 1.213.460 19.321.183 159,00 2006 1.227.459 19.986.640 163,00 2007 1.201.481 19.988.058 166,36 2008 1.204.933 21.756.991 180,57 2009 1.205.440 21.990.381 182,43 Sumber: BPS 2010 Lampiran 3. Luas Panen Tanaman Ubikayu Ha di 10 Propinsi di Indonesia Tahun 2005 – 2009. Propinsi Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 Lampung 252.984 283.430 316.806 318.969 320.344 Jawa Timur 253.336 232.538 223.348 220.394 202.708 Jawa Tengah 210.983 211.917 198.714 191.053 192.018 Jawa Barat 117.786 113.663 105.508 109.354 114.034 NTT 86.464 89.591 76.247 87.906 86.608 DIY 60.695 60.926 61.237 62.543 71.718 Sumatera Utara 40.717 35.996 34.812 37.941 38.140 Sulawesi Selatan 27.568 32.852 31.026 29.796 28.347 Kalimantan Barat 17.020 17.775 15.573 13.677 13.929 Sulawesi Tenggara 14.820 14.825 14.933 12.190 14.803 Sumber: BPS2010 Lampiran 4. Produksi ubikayu ton di 10 propinsi di Indonesia tahun 2005 –2009. Propinsi Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 Lampung 4.806.254 5.499.403 6.394.906 7.721.882 7.885.116 Jawa Timur 4.023.614 3.680.567 3.423.630 3.533.772 3.094.320 Jawa Tengah 3.478.970 3.553.820 3.410.469 3.325.099 3.369.046 Jawa Barat 2.068.981 2.044.674 1.922.840 2.034.854 2.124.899 NTT 891.783 938.010 794.121 892.907 1.098.192 DIY 920.909 1.016.270 976.610 928.974 916.997 Sumatera Utara 509.796 452.450 438.573 736.771 887.987 Sulawesi Selatan 464.435 567.749 514.277 504.198 481.434 Sulawesi Tenggara 256.467 238.039 239.271 217.727 220.739 Kalimantan Barat 243.251 250.173 221.630 193.804 58.494 Sumber: BPS 2010 103 Lampiran 5. Produktivitas ubikayu kuintalha di 10 propinsi di Indonesia tahun 2005 – 2009. Propinsi Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 Lampung 190,00 194,00 201,86 242,09 246,15 Sumatera Utara 125,00 126,00 125,98 194,19 232,82 Jawa Barat 176,00 180,00 182,25 186,08 186,34 Jawa Tengah 165,00 168,00 171,63 174,04 175,45 Sulawesi Tengah 134,00 140,00 153,74 167,90 173,24 Sulawesi Selatan 168,00 173,00 165,76 169,22 169,84 Jawa Timur 159,00 158,00 153,29 160,34 152,65 Sulawesi Tenggara 173,00 161,00 160,23 178,61 149,12 DIY 152,00 167,00 159,48 142,77 153,13 Kalimantan Timur 154,00 155,00 159,86 154,30 151,33 Sumber: BPS 2010 Lampiran 6. Perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas ubikayu di Propinsi Lampung tahun 2005-2009. Tahun Luas Panen Ha Produksi Ton Produktivitas KuintalHa 2005 252.984 4.806.254 190,00 2006 283.430 5.499.403 194,00 2007 316.806 6.394.906 201,86 2008 318.969 7.721.882 242,09 2009 320.344 7.885.116 246,15 Sumber : BPS, 2010 104 Lampiran 7. Karakteristik beberapa varietas unggul ubikayu. Varietas Karakteristik Keunggulan Adira-1 Dilepas tahun 1978; umur 7-10 bulan; bentuk daun menjari agak lonjong; warna pucuk daun coklat; warna tangkai daun merah bagian atas dan merah muda bagian bawah; warna batang muda hijau muda; warna batang tua coklat; warna kulit umbi coklat bagian luar dan kuning bagian dalam; warna daging umbi kuning; kualitas rebus baik; rasa enak; kadar tepungpati 45; kadar protein 0,5 basah; kadar HCN 27,5 ppm; hasil rata-rata 22 tha umbi basah; agak tahan tungau merah Tetranichus bimaculatus; tahan bakteri hawar daun Cassava Bacterial Blight, CBB, tahan penyakit layu Pseudomonas solanacearum, Xanthomonas manihotis.  Umur 7-10 bulan  Hasil 22 tonha  Kadar pati 45  Kadar HCN 27,5 ppm Adira-2 Dilepas tahun 1978; umur 8-12 bulan; bentuk daun menjari agak lonjong dan gemuk; warna pucuk daun ungu; warna tangkai daun merah muda bagian atas dan hijau muda bagian bawah; warna batang muda hijau muda; warna batang tua putih coklat; warna kulit umbi putih coklat bagian luar dan ungu muda bagian dalam; warna daging umbi putih; kualitas rebus baik; rasa agak pahit; kadar tepungpati 41; kadar protein 0,7 basah; kadar HCN 124 ppm; hasil rata-rata 22 tha umbi basah; cukup tahan tungau merah Tetranichus bimaculatus; tahan penyakit layu Pseudomonas solanacearum.  Umur 8-12 bulan  Hasil 22 tonha  Kadar pati 41  Kadar HCN 124 ppm Darul Hidayah Dilepas tahun 1998; Umur 8-12 bulan; Bentuk daun Menjari agak ramping; Warna daun pucuk hijau agak kekuningan; Warna tungkai daun tua merah; Warna batang muda hijau; Warna batang tua putih; Kulit ari batang tipis mudah menge-lupas tidak tahan disimpan lama; Warna kulit umbi bagian luar putih kecoklatan, bagian dalam merah jambu; Warna daging umbi putih; Tekstur daging umbi padat; Bentuk umbi memanjang; Kualitas rebus baik; rasa kenyal seperti ketan; Kadar pati 25,00 – 31,52; Kadar HCN Rendah 40 ppm; Potensi hasil 102,10 t ha umbi segar; Agak peka terhadap serangan hama tungau merah tetranichus sp dan penyakit busuk jamur.  Umur 8-12 bulan  Hasil 102,1 tonha  Kadar pati 25-31,52  Kadar HCN 40 ppm Adira-4 Dilepas tahun 1987; umur 8 bulan; bentuk daun biasa agak lonjong; warna pucuk daun hijau; warna tangkai daun merah kehijauan muda hijau kemerahan bagian atas dan hijau kemerahan hijau muda bagian bawah; warna batang muda hijau muda; warna batang tua abu-abu; warna kulit umbi coklat bagian luar dan ros bagian dalam; warna daging umbi putih; kualitas rebus bagus tetapi agak pahit; rasa agak pahit; kadar tepungpati 25-30; kadar protein 0,8 basah; kadar HCN 68 ppm; hasil 25-40 tha umbi basah; cukup tahan tungau merah Tetranichus bimaculatus; tahan bakteri  Umur 8 bulan  Hasil 25-40 tonha  Kadar pati 25-30  Kadar HCN 68 ppm 105 Varietas Karakteristik Keunggulan hawar daun CBB,tahan penyakit layu Pseudomonas solanacearum, Xanthomonas manihotis. Malang-1 Dilepas tahun 1992; umur 9-10 bulan; bentuk daun menjari agak gemuk; warna pucuk daun hijau keunguan; warna tangkai daun tua bagian atas dan bagian bawah hijau kekuning-kuningan dengan bercak merah ungu dibagian pangkal; warna batang muda hijau muda; warna batang tua hijau keabu- abuan; warna kulit umbi putih kecoklatan bagian luar dan bagian dalam; warna daging umbi putih kekuningan; kualitas rebus baik; rasa agak pahit; kadar tepungpati 32-36; kadar protein 0,5 basah; kadar HCN 40 ppm metode asam pikrat; hasil rata-rata 36,5 tha umbi basah 24,3-48,7 tha; toleran tungau merah Tetranichus bimaculatus; toleran bercak daun Cercospora sp..  Umur 9-10 bulan  Hasil 48,7 tonha  Kadar pati 32-36  Kadar HCN 40 ppm Malang-2 Dilepas tahun 1992; umur 8-10 bulan; bentuk daun menjari dengan cuping sempit; warna pucuk daun hijau muda kekuningan; warna tangkai daun tua bagian atas dan bagian bawah hijau muda kekuning- kuningan; warna batang muda hijau muda; warna batang tua coklat kemerahan; warna kulit umbi coklat kemerahan bagian luar dan putih kecoklatan bagian dalam; warna daging umbi kuning muda; kualitas rebus baik; rasa enak manis; kadar tepungpati 32-36; kadar protein 0,5 basah; kadar HCN 40 ppm metode asam pikrat; hasil rata-rata 31,5 tha umbi basah 20-42 tha; agak peka tungau merah Tetranichus bimaculatus; toleran bercak daun Cercospora sp. dan hawar daun CBB.  Umur 8-10 bulan  Hasil 42 tonha  Kadar pati 25-31,52  Kadar HCN 40 ppm Malang-4 Tidak bercabang; agak tahan terhadap hama tungau merah; umur 9 bulan; hasil 39,7 tha; warna kulit luar umbi coklat; warna kulit dalam umbi putih; daging umbi putih, rasa pahit kadar HCN100 ppm; kadar tepungpati 25-32.  Umur 9 bulan  Hasil 39,7 tonha  Kadar pati 25-32  Kadar HCN 100 ppm Malang-6 Bercabang tinggi, agak tahan terhadap hama tungau merah Tetranichus bimaculatus; umur 9 bulan; hasil 36,5 tha; warna kulit umbi putih; warna kulit dalam umbi kekuning-kuningan; daging umbi putih; rasa pahit kadar HCN 100 ppm; kadar pati 25- 32.  Umur 9 bulan  Hasil 36,5 tonha  Kadar pati 25-32  Kadar HCN 100 ppm UJ-3 Tegak; tidak bercabang; tahan terhadap CBB; umur 8-10 bulan; hasil 35-40 tha; warna kulit umbi krem keputihan; warna kulit dalam umbi putih kemerahan; rasa pahit kadar HCN 100 ppm; kadar tepungpati 25-30.  Umur 8-10 bulan  Hasil 35-40 tonha  Kadar pati 25-30  Kadar HCN 100 ppm UJ-5 Tidak bercabang; tahan terhadap CBB; umur 9 bulan; hasil 38 tha; warna kulit umbi putih; warna kulit dalam umbi keunguan; rasa pahit kadar HCN 100 ppm; kadar pati 19-30.  Umur 9 bulan  Hasil 38 tonha  Kadar pati 19-30  Kadar HCN 100 ppm Sumber: Wargiono 2006; Balitkabi 2005; Balitkabi 2004. 106 Lampiran 8. Daftar perusahaan Industri tapioka di Provinsi Lampung No. Nama Perusahaan Kapasitas Produksi per tahun ton 1 PT.Lenggang Citra Lestari 15.000 2 PT.Astra Swadaya Andalas Maju 63.000 3 PT.Luhur Perkasa Maju Dinamika 120.000 4 PT.Wira Kencana Adi Perdana Hutomo Budiono 75.000 5 PT.Sungai Budi Perkasa Widarto 18.000 6 PT.Eka Inti Tapioka Murni Handoko Winata 37.000 7 PT.Gunung Sumber Kasih 10.000 8 PT.Bali Bungasari 30.000 9 PT.Rama Utara 540 10 PT.Eka Inti Tapioka Murni Handoko Winata 75.000 11 PT.Multi Agro Coorpiration Drs.Kusuma Subagjo 40.000 12 PT.Wira Tapioka Mandiri 75.000 13 PT.Eka Inti Tapioka Mas 37.000 14 PT.Huma Indah Mekar 12.000 15 PT.Budi Acid Jaya Eks.Bumi Lampung Permai Santoso Winata 24.000 16 PT.Umas Jaya Farm Slamet Winata 10.000 17 PT.Pola Kesatrian Jaya 18.000 18 PT.Budi Acid Jaya Slamet Winata 60.000 19 PT.Bumi Acid Jaya Eks.CV.Bumi Waras 63.000 20 PT.Teguh Wibawa Bhakti Persada 4.140 21 PT.Ersindo Dwi Mitra Lestari 18.000 22 PT.Lestari Eka Perdana 14.000 23 PT.Bali Bunga Sari 30.000 24 Perusahaan Tapioka Sanggar Buana 945 25 PT.Budi Acid Jaya Eks PT.Sungai Budi 43.000 26 PT.Budi Acid Jaya Eks.CV.Bumi Wara 75.000 27 Alwi 945 28 PT.Wilang Sari 17.000 29 PT.Wira Kencana Adi Perdana 30.000 30 PT.Wira Kencana Adi Perdana 30.000 31 PT.Sinar Pematang Mulia 7.500 32 PT.Budi Acid Jaya Eks.CV.Bumi Waras 45.000 33 PT.Budi Acid Jaya Eks.CV.Bumi Waras 75.000 34 Sumber Agung 750 35 Tapioka Bumi Nabung 750 36 Bangun 2.268 37 CV.Sinar Bintang 1.000 38 Suka Bumi 2.160 39 Mataram 850 40 Tapioka Karya Kencana 190 41 Bumi Nabung I 750 42 Bumi Nabung II 608 43 Betry 580 44 PT.Bumi Jaya Murni 1.260 45 PT.Budi Acid Jaya 48.000 46 Gunung Sugih Agung 1.000 107 No. Nama Perusahaan Kapasitas Produksi per tahun ton 47 Sinar Bahuga 1.000 48 PT.Adi Wira Satu Pertiwi 2.000 49 Setia Budi 3.500 50 Tapioka Subur Makmur 580 51 Johali 6.000 52 Tapioka Sanggar Buana 1.000 53 Banjar Sari 2.000 54 Selamet 1.250 55 Jangkar Mas 6.000 56 Gayatri 648 57 Hang Tuah 945 58 Gunung Intan 190 59 Sentral Intan 1.500 60 Sri Budoyo 200 61 Gunung Intan 4.500 62 Gunung Sugih 8.000 63 Way Raman 1.000 64 CV.Bumi Waras 30.000 65 PT.Matuli Biaoja 40.000 Sumber: Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Lampung 2006 108 Lampiran 9. Hasil evaluasi metode quickscan proses produksi industri tapioka FAKTOR KEMUNGKINAN KOREKSI TINDAKAN DITOLAK DITERIMA 1.Ingredient a. Ubikayu Terlalu muda atau terlalu tua Diganti dikembalikan ke supplier Mempengaruhi konsentrasi pati, kadar padatan terlarut Usia ubikayu yang optimum Kadar pati rendah Disesuaikan dengan skala Mempengaruhi viskositas bubur pati Kadar pati sesuai standar24 Banyak lender Dicuci sampai lendir hilang Produk akhir jelek; menyebabkan reaksi pencoklatan Tanpa lendir Warna kuning hingga lebam Diganti dikembalikan ke supplier Mempengaruhi warna tepung Warna putih cerah

2. Processing

b. Pencucian Tidak bersih Mengulang proses pencucian; mengganti air secara periodik Mencemari tepung sehingga menurunkan kualitas produk Bersih tidak ada kulit yang masih terikut Air terlalu banyak terlalu sedikit Menyesuaikan jumlah air Masih ada lendir yang dapat menyebabkan pencoklatan Bersih tanpa lendir c. Pemarutan Tidak sempurna Menyempurnakan pemarutan Menurunkan kadar pati produk Kadar pati 86 kadar serta halus rendah Granula pati yang keluar terlalu sedikit Koreksi mesin Granula pati yang keluar 90 Granula pati yang keluar 90 d. Filtering Tidak sempurna, penyaring rusak Melakukan dengan sempurna, koreksi alat Kadar impurities yang rendah Mengurangi kemurnian produk mengandung ampas Kandungan kotoran masih tinggi Melakukan dengan sempurna Kadar pati tinggi, kadar serat rendah Mengurangi kemurnian produk e. Ekstraksi Serat masih terbawa Melakukan ekstraksi secara bertahap Kemurnian tinggi, kadar serat rendah Mempengaruhi kemurnian produk 108 109 FAKTOR KEMUNGKINAN KOREKSI TINDAKAN DITOLAK DITERIMA f. De-Watering Kadar air susu pati masih tinggi Koreksi alat; putaran silinder diatur konstan 1450 rpm Kadar air sudah sesuai untuk drying Menyulitkan pengeringan beban draying berat produk tidak kering g. Pengeringan drying Suhu terlalu rendah atau terlalu tinggi Drying pada temperatur optimum 50- 60 o C; Warna, rasa, bau yang sesuai Menurunkan kualitas warna, bau, dan rasa produk Kelembaban tinggi Mengatur kelembaban yang sesuai; meniupkan aliran udara panas; kontrol suhu Produk yang kering Produk yang belum cukup kering Kadar air awal pati basah masih tinggi Kembali ke penyempurnaan tahap de- watering Drying sulit,produk tidak cukup kering Kadar air yang optimum untuk drying Waktu drying terlalu lama singkat Menyesuaikan dengan standar waktu Produk belum cukup kering Produk kering Laju aliran udara tidak konstan Stabilisasi laju aliran udara Kadar air produk tidak seragam Kadar air produk yang seragam h. Pengemasan dan penyimpanan Kontaminasi mikroba Penyimpanan aseptis Menurunkan kualitas bau apek, warna kuning karena jamur Tidak ada perubahan 109 110 Lampiran 10. Estimasi Biaya Instalasi Biogas Industri Tapioka No. Rincian Harga 1 Desain detail 675,000,000.00 Sub Total 675,000,000.00 2 Fasilitas 1. Gas Engine Genset System 3.2 MW 12,375,000,000.00 2. Equipment, pump, installation work 2,260,000,000.00 3. Piping System Gas Piping 2,264,500,000.00 4. Gas Solid Separator, Plate Settle 1,150,000,000.00 5. Electrical Control System 895,000,000.00 6. Gas Blower Control Panel 265,000,000.00 7. Gas Flare 360,000,000.00 8. Acid Pond Mixer 462,500,000.00 9. Scada System PLC Panel 243,000,000.00 Sub Total 20,275,000,000.00 3 Konstruksi 3,800,000,000.00 Sub Total 3,800,000,000.00 4 Lain-lain 250,000,000.00 Sub Total 250,000,000.00 TOTAL 25,000,000,000.00 111 Lampiran 11. Perhitungan Reduksi CO 2 Baseline Emission from avoided methane emission BEy.ww.tread= Qy.ww jumlahCODy.ww.removed.iB0.wwM CFww.treatment.iGWP_CH4 Quantity y.ww m3 jumlah COD removed tonm3 B0.ww CH4kg COD M FCww GWP_CH4 Baseline Emission

y.ww.tread ton CO2 e

89,249 0.056448 0.016 0.21 0.8 21 5,038 Dimana: - Quantity y.ww adalah jumlah limbah cair yang diolah melalui CIGAR - BO = bangkitan metane dari air limbah yang diolah berdasarkan perhitungan IPCC 2006 adalah 0,25 CH4kg COD - M FC = perhitungan faktor koreksi metanuntuk industri kecil yang digunakan oleh IPCC 2006 yaitu 0,8 Tabel III.H.1 - GWP = potensi pemanasan global yang diakibatkan oleh metan berdasarkan ketentuan dari UNFCCC yaitu 21 BEy.power= EgyEfelectricity Electricity Generator in year M Wh EF electricity Baseline Emission y power ton CO2 e 38.78 0.82 31.80 Dimana: - Electricity Generator in year = jumlah listrik yang dibutuhkan oleh industri yaitu 38,78 M Wh per tahun - EF electricity = faktor emisi dari penggunaan generator dengan bahan bakar fosil sesuai ketentuan UNFCCC yaitu 0,82 BE= BE ww tread + BE y power Baseline Emission in ww tread ton CO2 e Baseline Emission in y power ton CO2 e Baseline Emission ton CO2 e 5,037.91 31.80 5,069.71 - COD removed = dihitung menggunakan asumsi efektivitas alat yang digunakan sesuai perhitungan yang dilakukan pada saat perancangan yaitu 0,016 ton m 3