Fenomena intra musiman intraseasonal

4.3.2. Fenomena intra musiman intraseasonal

Hasil spektrum korelasi silang muka laut antar stasiun menunjukkan bahwa selain terdapat variasi musiman seasonal juga ditemukan adanya variasi intra musiman intraseasonal, berikut akan dijelaskan mengenai variasi intraseasonal yang terjadi di antara stasiun tersebut . Tabel 6. Spektrum korelasi silang muka laut antar stasiun dalam periode intra musiman No Korelasi Stasiun Periode fluktuasi jam Keterangan Spektrum Densitas Energi m siklus jam Koherensi Beda fase tan-1 Waktu 1 Sabang - Sibolga 2120 3 bulan 9,26 0,99 -0,10 1 hari 2 Sabang - Padang 2190 3 bulan 8,70 0,97 -0,07 1 hari 1752 2.4 bulan 4,88 0,97 -0,05 13 jam 1251,43 1.7 bulan 2,07 0,93 -0,42 3 hari 1095 1.5 bulan 1,94 0,94 -0,45 3 hari 3 Sibolga - Padang 2190 3 bulan 9,87 0,99 0,02 8 jam 1095 1.5 bulan 1,94 0,98 -0,03 6 jam 4 Padang - Cilacap 2448 3.4 bulan 14,62 0,89 0,25 4 hari 5 Padang - Benoa 2190 3 bulan 6,46 0,56 0,18 3 hari 6 Cilacap - Benoa 2448 3.4 bulan 14,33 0,95 0,11 2 hari Variasi intraseasonal antara stasiun Sabang dan stasiun Sibolga terjadi pada periode 3 bulan yang memiliki hubungan yang sangat erat dimana nilai koherensinya mendekati 1 yaitu sebesar 0,99 sedangkan nilai beda fase bernilai negatif yang berarti bahwa perubahan muka laut terjadi lebih dahulu di stasiun Sibolga kemudian diikuti perubahan muka laut di Sabang dengan kelambatan waktu sebesar 1 hari. Pada korelasi antara stasiun Sabang dan Padang terdapat periode fluktuasi 3 bulan; 2,4 bulan; 1,7 bulan dan 1,5 bulan yang mengindikasikan adanya variasi intraseasonal . Nilai koherensi yang tertera pada Tabel 5 menunjukkan bahwa hubungan sinyal intraseasonal antara stasiun Sabang dan stasiun Padang sangat erat. Sela fase muka laut berfluktuasi terlebih dahulu di stasiun Padang kemudian diikuti oleh muka laut di stasiun Sabang setelah 1 hari untuk periode 3 bulan; 13 jam untuk periode 2,4 bulan; 3 hari untuk periode 1,7 bulan dan 1, 5 bulan. Ini diduga berkaitan dengan perambatan gelombang Kelvin, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Selanjutnya pada Gambar 23 juga terdapat sinyal intraseasonal dari spektrum korelasi silang muka laut antara stasiun Sibolga dan stasiun Padang, yang terjadi pada periode 3 bulan dan 1,5 bulan. Hubungan variasi intraseasonal diantara kedua stasiun tersebut sangat erat dapat dilihat pada Gambar 23 dan Tabel 5. Berdasarkan nilai beda fase sela fase yang bernilai negatif maka fluktuasi muka laut terjadi terlebih dahulu di stasiun Padang kemudian diikuti fluktuasi muka laut di stasiun Sibolga setelah 6 jam untuk periode 1,5 bulan. Periode fluktuasi yang terjadi pada periode 3,4 bulan dari korelasi antara stasiun Padang dan Cilacap menunjukkan adanya variasi intra musiman intraseasonal, antara kedua stasiun ini memiliki hubungan yang sangat erat dikarenakan nilai koherensinya tinggi yaitu sebesar 0,89. Perubahan muka laut terlebih dahulu terjadi di stasiun Padang kemudian disusul dengan perubahan muka laut di Cilacap dengan kelambatan waktu selama 4 hari. Seperti yang terlihat pada Gambar 25 maka dapat diketahui bahwa hubungan antara perubahan muka laut yang terjadi di Padang sudah tidak berhubungan lagi dengan perubahan muka laut yang terjadi Benoa dikarenakan nilai koherensi yang didapatkan kecil yaitu 0,56 untuk periode 3 bulan Nilai densitas energi muka lautnya juga rendah bila dibandingkan dengan hasil korelasi silang antar staiun-stasiun lainnya dapat dilihat pada Tabel 5. Variasi intra musimanintraseasonal juga terjadi pada spektrum korelasi silang muka laut antara stasiun Cilacap dan stasiun Benoa, dimana periode fluktuasi terjadi pada periode 3,4 bulan dengan nilai koherensi sebesar 0,95 yang menunjukkan hubungan yang sangat erat diantara kedua stasiun tersebut. Berdasarkan nilai beda fase yang tertera pada Tabel 5 maka perubahan muka laut di Cilacap berfluktuasi terlebih dahulu yang kemudian disusul perubahan muka laut di Benoa setelah 2 hari. Berdasarkan penjabaran-penjabaran di atas, periode fluktuasi spektrum korelasi silang muka laut yang dominan berkisar pada periode 1,5-3,4 bulan yang mengindikasikan fenomena intra musiman. Secara keseluruhan kisaran periode fluktuasi ini masih termasuk dalam kisaran periode intra musiman yang ditemukan pada densitas energi muka laut. Hubungan yang erat fluktuasi muka laut terdapat pada korelasi silang antara stasiun Sabang dan Sibolga, Sabang dan Padang, Padang dan Cilacap, Cilacap dan Benoa yang mengindikasikan bahwa adanya saling keterkaitan mengenai perubahan muka laut yang terjadi, sedangkan hasil korelasi silang spektrum densitas energi muka laut antara stasiun Padang dan Benoa menunjukkan sudah tidak saling berkaitan lagi mengenai perubahan muka laut yang terjadi karena nilai koherensi yang didapatkan rendah. Berdasarkan beda fase dari hasil korelasi silang antar stasiun maka dapat diinterpretasikan mengenai perambatan muka laut yang berbentuk gelombang, di selatan khatulistiwa gelombang merambat dari barat ke timur melalui Padang- Cilacap-Benoa dan di utara khatulistiwa gelombang merambat dari selatan ke utara melalui Padang-Sibolga-Sabang.

4.2.3. Fenomena dua mingguan Fortnightly