Fenomena musiman seasonal Spektrum korelasi silang muka laut

grafik spektrum korelasi silang antar stasiun masing-masing disajikan pada Gambar 21, 22, 23, 24, 25 dan 26 . Gambar grafik ini terdiri dari tiga bagian yaitu; a Spektrum densitas energi korelasi silang, b Koherensi, c Beda fase. Nilai hubungan keeratan dan nilai sela fase phase lag antar stasiun dapat dilihat pada Tabel 5, 6 dan 7.

4.3.1. Fenomena musiman seasonal

Berdasarkan dari gambar grafik yang menyajikan spektrum korelasi silang muka laut antar stasiun dapat dilihat bahwa terdapat variasi musiman seasonal. Hal ini diperjelas lagi pada Tabel 5 dimana periode fluktuasi yang dominan terjadi pada periode 6 bulanan, 5 bulanan dan 4 bulanan yang mengindikasikan adanya variasi musiman seasonal. Periode-periode tersebut menunjukkan kesamaan dengan periode musiman yang dihasilkan spektrum densitas energi muka laut di tiap stasiun dan juga secara konsisten variasi musiman tersebut ditemukan disemua stasiun yang dikaji. Pada Gambar 21 grafik spektrum korelasi silang muka laut antara stasiun Sabang dan Sibolga periode fluktuasi dominan terjadi pada periode 6 bulan kemudian diikuti periode 4 bulan. Dimana memiliki hubungan yang sangat kuat, yang dapat dilihat pada nilai koherensi Tabel 5 masing-masing memiliki nilai koherensi sebesar 0,94 dan 0,98. Beda fase yang terjadi pada periode 6 bulan dan 4 bulan bertanda negatif yang berarti bahwa tinggi muka laut di Sibolga akan berubah terlebih dahulu yang kemudian akan diikuti perubahan muka laut di Sabang masing-masing setelah 6 hari dan 3 hari. Variasi musiman seasonal terjadi juga pada spektrum korelasi silang muka laut antara stasiun Sabang dan Padang Gambar 22, Periode fluktuasi yang dominan terjadi pada periode 6 bulan dan 4 bulan. Dimana nilai spektrum korelasi silangnya telah disajikan pada Tabel 5. Hubungan keeratan muka laut antara stasiun Sabang dan Padang tinggi, dapat dilihat dari nilai koherensi yang tertera pada Tabel 5 yaitu masing-masing memiliki nilai koherensi sebesar 0,86 untuk periode 6 bulan dan 0,94 untuk periode 4 bulan. Dari nilai sela fase yang ada dapat diketahui bahwa perubahan muka laut terjadi terlebih dahulu di Padang yang kemudian akan diikuti perubahan muka laut di Sabang dengan kelambatan waktu selama 8 hari untuk periode 6 bulan dan 3 hari pada periode 4 bulan. Tabel 5. Spektrum korelasi silang muka laut antar stasiun dalam periode musiman No Korelasi Stasiun Periode fluktuasi jam Keterangan Spektrum Densitas Energi m siklus jam Koherensi Beda fase tan-1 Waktu 1 Sabang - Sibolga 4380 6 bulan 11,86 0,94 -0,22 6 hari 2920 4 bulan 10,97 0,98 -0,15 3 hari 2 Sabang - Padang 4380 6 bulan 12,16 0,86 -0,29 8 hari 2920 4 bulan 10,71 0,94 -0,18 3 hari 3 Sibolga - Padang 4380 6 bulan 13,50 0,97 -0,05 2 hari 2920 4 bulan 11,80 0,98 -0,03 12 jam 4 Padang - Cilacap 3672 5 bulan 22,07 0,82 0,12 3 hari 5 Padang - Benoa 4380 6 bulan 9,99 0,52 -0,03 20 jam 2920 4 bulan 9,86 0,51 -0,02 11 jam 6 Cilacap - Benoa 3672 5 bulan 29,96 0,96 -0,03 18 jam Korelasi selanjutnya dilakukan antara stasiun Sibolga dan Padang, grafik korelasi silang antar kedua stasiun tersebut telah disajikan pada Gambar 23 dan nilainya tertera pada Tabel 5. Pada Gambar grafik tersebut dapat diketahui bahwa periode fluktuasi densitas energi yang dominan terjadi pada periode 6 bulan dan 4 bulan yang mengindikasikan adanya variasi musiman seasonal. Nilai koherensi yang ditunjukkan pada masing-masing periode fluktuasi sangat tinggi ini berarti bahwa perubahan muka laut yang terjadi di Sibolga dipengaruhi oleh perubahan muka laut di Padang. Nilai koherensi pada periode 6 bulan sebesar 0,97 dan nilai koherensi pada periode 4 bulan sebesar 0,98. Nilai beda fase yang diperoleh pada periode 6 bulan dan 4 bulan diperoleh nilai negatif yang berarti perubahan muka laut terjadi terlebih dahulu di Padang kemudian diikuti perubahan muka laut di Sibolga dengan kelambatan waktu sebesar 2 hari untuk periode 6 bulan dan 12 jam untuk periode 4 bulan. Periode fluktuasi terjadi pada periode 5 bulan dari korelasi silang densitas energi antara Stasiun Padang dan Cilacap yang mengindikasikan adanya variasi musiman, periode fluktuasi tersebut memiliki nilai densitas energi 22,07 msiklus per jam. Nilai koherensi diantara kedua stasiun tersebut juga tinggi yaitu sebesar 0,82 ini menunjukkan bahwa hubungan antara perubahan muka laut di Padang berhubungan erat dengan perubahan muka laut di Cilacap. Beda fase sela fase yang diperoleh pada periode 5 bulan bernilai positif ini berarti bahwa fluktuasi muka laut di Padang terjadi lebih dahulu kemudian diikuti fluktuasi muka laut di Cilacap setelah 3 hari. Spektrum densitas energi silang Peubah X : Muka Laut Stasiun Sabang Peubah Y : Muka Laut Stasiun Sibolga 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 Periode jam -2 2 4 6 8 10 12 S pekt rum D ensi tas E ner gi [ m si kl us per j a m] Koherensi 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 Periode jam 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 K oher ensi Beda fase 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 Periode jam -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 B eda f a se tan -1 a b c Gambar 21. Spektrum korelasi silang muka laut antara stasiun Sabang dan Sibolga a Spektrum densitas energi silang b Koherensi c Beda fase Jarak antara Garis Putus-putus warna merah menunjukkan taraf nyata 95 Spektrum densitas energi silang Peubah X : Muka Laut Stasiun Sabang Peubah Y : Muka Laut Stasiun Padang 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 Periode jam -2 2 4 6 8 10 12 14 S pekt rum D ensi tas E ner gi [ m si kl us per j a m] Koherensi 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 Periode jam 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 K oher ensi Beda fase 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 Periode jam -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 B eda f ase tan -1 a b c Gambar 22. Spektrum korelasi silang muka laut antara stasiun Sabang dan Padang a Spektrum densitas energi silang b Koherensi c Beda fase Jarak antara Garis Putus-putus warna merah menunjukkan taraf nyata 95 Seperti yang terlihat pada Gambar 25 maka dapat diketahui bahwa hubungan antara perubahan muka laut yang terjadi di Padang sudah tidak berhubungan lagi dengan perubahan muka laut yang terjadi Benoa dikarenakan nilai koherensi yang didapatkan rendah yaitu berturut-turut 0,52 dan 0,51 untuk masing-masing periode 6 bulan dan 4 bulan. Nilai spektrum densitas energi silang muka laut antara stasiun Padang dan stasiun Benoa juga rendah bila dibandingkan dengan hasil korelasi silang antar stasiun-stasiun lainnya dapat dilihat pada Tabel 5. Spektrum korelasi silang muka laut antar stasiun yang terakhir dilakukan antara stasiun Cilacap dan stasiun Benoa, periode fluktuasi dominan yang terekam yaitu terjadi pada periode 5 bulan yang memilki nilai densitas energi sebesar 29,96 msiklus per jam. Hubungan yang terjadi pada perubahan muka laut di Cilacap dengan perubahan muka laut di Benoa sangat erat, ini didasari dari nilai koherensi yang diperoleh hampir mendekati nilai 1 yaitu sebesar 0,96. Dari nilai beda fase yang ada menunjukkan bahwa perubahan muka laut musiman seasonal berfluktuasi terlebih dahulu di stasiun Benoa kemudian diikuti stasiun Cilacap setelah 18 jam. Dari penjabaran-penjabaran diatas maka dapat dinyatakan bahwa sinyal musiman yang diperoleh dari korelasi silang muka laut antar stasiun secara konsisten terdapat di semua stasiun yang dikaji dengan periode berkisar antara 4-6 bulanan. Koherensi 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 Periode jam 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 K oher ensi Beda fase 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 Periode jam -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 B eda f ase tan -1 Spektrum densitas energi silang Peubah X : Muka Laut Stasiun Sibolga Peubah Y : Muka Laut Stasiun Padang 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 Periode jam -2 2 4 6 8 10 12 14 S pekt rum D ensi tas E n er gi [ m si kl us per j a m] a b c Gambar 23. Spektrum korelasi silang muka laut antara stasiun Sibolga dan Padang a Spektrum densitas energi silang b Koherensi c Beda fase Jarak antara Garis Putus-putus warna merah menunjukkan taraf nyata 95

4.3.2. Fenomena intra musiman intraseasonal