Hubungan antara Konsentrasi Klorofil-a dengan Hasil Tangkapan

Gambar 21. Hubungan antara SPL dengan Hasil Tangkapan Ikan Lemuru Gambar 22. Hubungan antara SPL dengan Hasil Tangkapan Ikan Tembang

4.5 Hubungan antara Konsentrasi Klorofil-a dengan Hasil Tangkapan

Kandungan klorofil-a pada suatu perairan sangat erat kaitannya dengan berjalannya rantai makanan. Kandungan klorofil-a yang tinggi pada perairan akan meningkatkan produktifitas zooplankton, sehingga tercipta suatu rantai makanan yang menunjang produktifitas ikan diperairan. Tingginya konsentrasi klorofil dapat mengindikasikan perairan tersebut kaya akan sumberdaya ikan. Ikan pelagis umumnya merupakan ikan filter feeder, yaitu: jenis ikan pemakan plankton. Ikan lemuru dan ikan tembang merupakan ikan-ikan yang dikenal dengan istilah ikan sardine Nontji, 2005. Keberadaan plankton sebagai makanan utama sangat mempengaruhi keberadaan kedua ikan ini. Hubungan antara rata-rata konsentrasi klorofil-a di Laut Jawa dengan nilai CPUE ikan lemuru dapat dilihat pada Gambar 23. Nilai CPUE ikan lemuru akan meningkat pada musim barat dan musim peralihan 1 dimana pada bulan-bulan tersebut memiliki konsentrasi klorofil-a yang tinggi. Hal ini dapat dilihat terjadi pada bulan Desember-Februari 2008, 2009 dan 2010. Sebaliknya nilai CPUE ikan lemuru akan menurun pada musim timur dan musim peralihan 2 seperti yang terlihat pada bulan Juni-Oktober 2010. Gambar 23. Hubungan antara Klorofil-a dengan Hasil Tangkapan Ikan Lemuru Korelasi antara konsentrasi klorofil-a dengan CPUE ikan lemuru paling besar terjadi pada musim barat dengan nilai r sebesar 0.61 dan nilai r² sebesar 0.37. Sedangkan korelasi terendah terjadi pada musim peralihan 2 dengan korelasi pearson sebesar -0,01. Hal ini dapat terjadi karena pada musim barat dan musim peralihan 1 merupakan musim yang memiliki curah hujan yang tinggi sehingga masukkan zat hara dari aliran sungai yang bermuara di Laut Jawa membawa dampak meningkatnya konsentrasi klorofil-a. Naiknya nilai konsentrasi klorofil-a tidak langsung berdampak pada naiknya nilai CPUE, tetapi membutuhkan beberapa waktu sehingga fitoplankton yang mengandung klorofil-a telah dimanfaatkan oleh zooplankton sebagai sumber makanan. Berikutnya zooplankton akan dimanfaatkan oleh ikan-ikan kecil sebagai bahan makanan atau dimakan langsung oleh ikan pelagis. Kejadian ini dapat terlihat pada hubungan antara konsentrasi klorofil-a dengan nilai CPUE ikan tembang Gambar 24. Gambar 24. Hubungan antara Klorofil-a dengan Hasil Tangkapan Ikan Tembang Dari Gambar 24 dapat dilihat terdapat jeda waktu antara naiknya nilai konsentrasi klorofil-a dengan naiknya nilai CPUE ikan tembang. Pada Bulan Februari 2009, konsentrasi klorofil-a di Laut Jawa mencapai nilai maksimum sedangkan nilai CPUE ikan tembang mulai naik pada bulan Maret dan mencapai puncaknya pada bulan April tahun yang sama. Terdapat rentang waktu sekitar satu sampai dua bulan antara mulai naiknya nilai CPUE ikan tembang dengan konsentrasi klorofil-a maksimum diperairan Laut Jawa. Untuk korelasi antara kedua variabel paling besar terjadi pada musim peralihan 1 dengan nilai sebesar -0.76 dan koefisien korelasi sebesar 0.57. Hubungan antara klorofil-a dengan ikan tembang memiliki hubungan yang berbanding terbalik. Hal ini diduga terjadi karena adanya rentang waktu antara puncak dari konsentrasi klorofil-a dengan nilai maksimum CPUE ikan tembang sehingga menyebabkan korelasi antara kedua variabel bernilai minus. Ikan tongkol merupakan ikan yang dapat hidup optimal pada suhu 29°C. Keberadaan ikan tongkol secara langsung kurang dipengaruhi oleh keberadaan konsentrasi klorofil-a. Dari Gambar 25 dapat dilihat kenaikan nilai CPUE ikan tongkol pada musim timur diiringi dengan penurunan konsentrasi klorofil-a. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, pada musim timur merupakan musim dimana konsentrasi klorofil-a rendah di perairan Laut Jawa. Pada bulan Juli – September 2006 dan bulan Agustus – Oktober 2010 terlihat terjadi kenaikan nilai CPUE ikan tongkol yang diikuti dengan penurunan konsentrasi klorofil-a. Korelasi antara konsentrasi klorofil-a dengan nilai CPUE ikan tongkol paling besar terjadi pada musim timur dengan nilai sebesar -0,55 dan koefisien determinasi sebesar 0.30. Gambar 25. Hubungan antara Klorofil-a dengan Hasil Tangkapan Ikan Tongkol Ikan layang dan ikan banyar merupakan jenis ikan yang hidup pada perairan dengan salinitas tinggi dan merupakan faktor pembatas dalam penyebaran kedua jenis ikan ini di Laut Jawa. Ikan layang dan ikan banyar akan meningkat nilai CPUEnya pada musim timur dimana perairan Laut Jawa mendapat masukkan massa air dari Selat Makassar dan Laut Flores. Massa air ini memiliki salinitas yang tinggi jika dibandingkan dengan massa air yang masuk perairan Laut Jawa pada musim barat. Konsentrasi klorofil-a sendiri pada musim timur relatif rendah jika dibandingkan denga musim barat. Secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 26 dan Gambar 27 dimana kenaikan nilai CPUE ikan layang dan ikan tembang akan diiringi dengan rendahnya nilai konsentrasi klorofil-a terutama pada musim timur. Gambar 26. Hubungan antara Klorofil-a dengan Hasil Tangkapan Ikan Layang Gambar 27. Hubungan antara Klorofil-a dengan Hasil Tangkapan Ikan Banyar 60

5. KESIMPULAN DAN SARAN