Dalam pemaparan terhadap penelitian yang dilakukan di tiga negara Iran, Singapura, dan Indonesia
,
penulis melihat bahwa perceraian lebih cenderung merugikan para perempuan, baik secara fisik maupun psikis. Walaupun tidak
ditemukan adanya kekerasan terhadap perempuan dalam penelitian di atas, namun yang dimaksudkan secara fisik ialah tentang biaya perawatan kepada anak-anak yang
cenderung tidak diberikan oleh mantan suami ketika perceraian terjadi. Pada akhirnya, perempuan harus bersusah payah mengusahakan kehidupan bagi anak-anak mereka.
Secara psikis dapat dilihat dengan adanya perselingkuhan suami dan ketidakadilan dalam budaya karena perjodohan orang tua yang mengharuskan perempuan melepaskan
hak mereka. Kebebasan perempuan dibatasi dengan budaya tersebut. Dalam penelitian yang ketiga di Indonesia
,
penulis menemukan adanya peningkatan dari perempuan dalam hal kesetaraan gender. Isu ini menjadikan perempuan lebih optimis dan berani
dalam mengambil keputusan, walaupun pada akhirnya dalam menjalani perceraian perempuan yang sendiri merasakan dampaknya.
2.4. Konseling Pastoral
Jemaat dengan segala persoalan dan pergumulan hidup yang membuat depresi dan putus asa
,
tidak dapat dianggap sepele. Hal tersebut dapat mengakibatkan kehidupan rohani mereka tidak berkembang ke arah kedewasaan, juga bisa berakibat fatal
misalnya dengan keinginan untuk cepat mengakihiri kehidupan alias bunuh diri. Dalam keadaan seperti inilah peran konseling sangat dibutuhkan untuk membantu mencari
jalan keluar dari permasalahan yang mereka hadapi. Konseling bukan merupakan disiplin ilmu seperti kedokteran gigi atau kodekteran umum yang pada dasarnya
bergantung pada pengetahuan teknis yang dijalankan oleh seseorang profesional yang benar dan terlatih.
21
Berdasarkan realitas di atas, maka konseling pastoral sangat dibutuhkan oleh setiap orang yang bermasalah. Melakukan konseling pastoral bukan hanya secara teori namun
juga praktis seperti sentuhan dan kepedulian yang harus ditampilkan. Untuk melakukan konseling pastoral, seorang konselor perlu mengetahui tentang hakekat konseling
pastoral tersebut.
Konseling Pastoral dikenal pertama kali dalam gereja-gereja di Amerika, dengan pengertian seseorang yang memberi nasihat.
22
Juneman menjelaskan bahwa konseling pastoral merupakan sebuah orientasi konseling yang menekankan keterbukaan untuk
melakukan penggalian terhadap persoalan spiritual dan religius pada konseli serta antara konseli dan konselor.
23
Clinebell menyatakan fungsi konseling pastoral ialah menyembuhkan,
menopang, membimbing,
mendamaikan, dan
mengasuh.
24
Menyembuhkan memiliki pengertian membuat konseli merasa terobati dari masalah yang ia alami; menopang artinya konselor hadir sebagai penopang bagi konseli
sehingga konseli merasa ada yang memperhatikannya; membimbing berarti konselor membantu mengarahkan konseli untuk keluar dari beban masalahnya; mendamaikan
artinya konselor membangun komunikasi yang positif sehingga konseli dapat menerima dirinya dan masalah yang ia alami berdamai dengan diri sendiri; dan mengasuh
merujuk pada pengertian konselor sebagai sosok yang dapat memberi asuhan kepada konseli untuk membantunya memecahkan masalah yang ia hadapi.
21
Gary R. Collins, Konseling Kristen Yang Efektif Malang: SAAT, 1998, 6.
22
J. L. Ch. Abineno, Pedoman Praktis untuk Pelayanan Pastoral Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006, 8.
23
Nasib Sembiring dan Yosef Dedi Pradipto, Psikologi Konseling Pastoral Yogyakarta: Kanisius, 2013, 1.
24
Howard John Clinebell, Basic Types of Pastoral Care and Counselling Nashville: Abingdon Press, 1984, 43.
Berdasarkan tujuan dan fungsi di atas, Gerkin menyatakan konseling sebagai suatu seni pengenalan. Dengan demikian, konseling pastoral mempunyai tugas utama ialah
menimbulkan kepekaan.
25
Artinya, baik konselor maupun konseli harus peka dalam hubungan dan pengalaman mereka, dimana keintimankedekatan dari kehadiran dan
aktivitas Rohlah yang dapat dirasakandikenali. Sejalan dengan itu Muller, White dan Epston menjelaskan melalui penelitian mereka di Afrika Selatan tentang kekerasan
domestik yang kerap terjadi dalam rumah tangga dan korbannya selalu perempuan dan anak-anak, bahwa untuk melakukan konseling bagi seseorang yang bermasalah. Roh
sangat berperan penting. Hal ini dikarenakan konseli yang bermasalah pastinya terlibat dalam masa lalu dan kisah-kisah yang pahit. Untuk itu, melalui kisah-kisah yang pahit
tersebut konselor harus membantu konseli agar dapat menemukan makna dibalik permasalahan yang dihadapi
. Dengan
demikian, konselor pun turut terlibat untuk membangun identitas konseli serta ada gerakan peduli dan empati terhadap konseli.
26
Berkaitan dengan itu, Wiryasaputra memahami konseling pastoral sebagai usaha kuratif penyembuhan, edukatif pendidikan, promotif peningkatan, dan rehabilitatif
pemulihan secara terintegrasi.
27
Dari pengertian tersebut, tujuan konseling pastoral adalah untuk menunjang proses pengutuhan manusia dalam semua aspek hidup mereka
sejauh mungkin.
28
Wiryasaputra menjelaskan ada tujuh tujuan konseling pastoral, yakni 1 membantu konseli mengalami pengalamannya dan menerima kenyataan, 2
membantu konseli mengungkapkan diri secara penuh dan utuh, 3 membantu konseli berubah, bertumbuh, dan befungsi maksimal, 4 membantu konseli menciptakan
komunikasi yang sehat, 5 membantu konseli bertingkah laku baru, 6 membantu
25
Charles V. Gerkin, Konseling Pastoral dalam Transisi Jakarta: Kanisius, 1992, 96.
26
Petronella J Davies dan Yolanda Dreyer, “A Pastoral Psychological approach to domestic violence in South Afrika,” Journal of theological Studies, Vol. 70, No. 3 2014: 7-8.
27
Totok S. Wiryasaputra, Pengantar Konseling Pastoral Yogyakarta: Diandra Pustaka Indonesia, 2014, 93.
28
Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002, 42.
konseli bertahan dalam situasi baru, 7 membantu konseli menghilangkan gejala disfungsional.
29
Berkaitan dengan penjelasan di atas, dalam proses konseling umum biasanya konseling dilakukan oleh seorang konselor yang harus menyarankan dan menanggapi
masalah konseli dengan peduli. Konselor akan membantu konseli untuk memecahkan masalah mereka dengan menyediakan kesempatan bagi mereka untuk memilih cara
mereka sendiri.
30
Meskipun secara umum, namun proses konseling harus berdasarkan teori-teori konseling yang dapat memecahkan masalah konseli mulai dari pikiran,
perasaan, serta perilaku mereka dan semua ini juga dilakukan dalam penyertaan Roh. Roh yang menuntun dan menggerakan hati konselor maupun konseli agar keduanya
terbantu untuk menyelesaikan permasalahan konseli. Setara dengan hal ini,
American Association of Pastoral Counselling
menjelaskan bahwa untuk menolong orang yang bermasalah biasanya akan diberikan solusi melalui cara tradisional yakni penyembuhan
berbasis keagamaan. Konseling agama merupakan perkembangan dari konseling pastoral. Dengan kata lain konseling agama dan konseling pastoral telah
mengintegrasikan teologi dan tradisi agama, spiritualitas serta perilaku.
31
Pada akhirnya konseling pastoral tidak bisa dipisahkan dari konseling agama. Artinya ketika seseorang bermasalah maka untuk membantunya keluar dari
permasalahan itu, konselor tidak hanya melakukan teknik-teknik secara teoritis namun juga harus melakukan tradisi keagamaan seperti berdoa serta meyakini kuasa Roh
kudus, sehingga ada keseimbangan antara spiritual dan perilaku.
29
Wiryasaputra, Pengantar Konseling Pastoral, 97-105.
30
Samphorn Theinkaw dan Somporn Rungreangkulkij , “The Effectiveness of Postmodern Feminist Empowering
Counseling for Abused Women: A Perspectives of Thai Abused Women,” International Journal of Behavioral Science, Vol. 8 No. 1
2013: 38.
31
Frederick J Streets, “Love A Philosophy of Pastoral Care and Counselling,” Journal of Verbum et Ecclesia, Vol. 35, No. 2
2014: 2.
2.5. Konseling Feminis