BAB II KONSELING FEMINIS
Untuk memahami lebih jauh tentang peranan perempuan pasca perceraian, perlu diketahui teori-teori yang mendukungnya. Dalam bab ini, akan dijelaskan tentang teori-
teori konseling feminis, yang diawali dengan definisi perceraian, faktor-faktor penyebab perceraian, dan dampak perceraian.
2.1. Definisi Perceraian
Perceraian berasal dari kata dasar cerai yang berarti putusnya hubungan pernikahan secara formal menurut pengadilan, agama maupun hukum.
1
Perceraian dapat pula dipahami sebagai cerai hidup antara pasangan suami istri sebagai akibat dari kegagalan
mereka menjalankan peran sebagai orang tua.
2
Zandiyeh, dalam penelitiannya yang dilakukan di Iran
,
menyatakan bahwa perceraian merupakan masalah sosial kontroversial dan bencana.
3
Sun
et all
menjelaskan bahwa perceraian adalah masalah yang dialami oleh perempuan dan juga laki-laki yang dampaknya dirasakan oleh
keduanya dalam hal ini penekanan untuk kesetaraan.
4
Perceraian juga merupakan kondisi yang rumit dari pasangan suami istri akibat tidak adanya jalinan komunikasi
yang baik.
5
Dari pemahaman tersebut, penulis berpendapat bahwa perceraian adalah masalah interaksi relasi yang menyebabkan hubungan suami istri menjadi terputus.
1
Suharso dan Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia , 107.
2
Karim, Bunga Rampai Sosiologi Keluarga , 135.
3
Zahra Zandiyeh dan Yousefi H, “Woman’s experiences of applying for a divorce. Iranian journal of nursing and midwifery research, Vol. 19, Issue. 2
2014: 168.
4
Shirley Hsiao- Li Sun, Wen En Chong dan Si Hui Lim, “Gender and Divorce in Contemporary Singapore,”
Journal of Comparative Family Studies, Vol. 65 2014: 127-128.
5
Agus dariyo, Psikologi Perkembangan Dewasa Muda Jakarta: Grasindo, 2003, 160.
2.2. Faktor-faktor Penyebab Perceraian
Menurut UU No 1 tahun 1974 pasal 19 tentang perkawinan menjelaskan bahwa alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian adalah perzinahan, kekerasan
atau penganiayaan, salah satu pasangan meninggalkan pasangannya selama kurun waktu dua tahun tanpa alasan yang jelas, kesehatan dari salah satu pasangan yang
mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.
6
Zandiyeh menyebutkan bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya perceraian di Iran, salah satunya adalah faktor budaya.
7
Faktor budaya menjadi faktor yang paling besar pengaruhnya karena terdapat budaya perjodohan dan kawin paksa.
Sejalan dengan itu, dalam penelitian di
S
ingapura faktor utama yang mempengaruhi perceraian juga ialah faktor budaya yaitu pernikahan lintas budaya antara Singapura
dan Cina.
8
Alasan penulis memilih tiga negara ini Iran, Singapura, dan Cina ialah karena ketiga negara tersebut tidak berbeda jauh dengan budaya Indonesia, artinya
masih dalam kawasan negara Asia dan ketiganya masih menganut paham budaya patriarkhal. Dengan demikian, faktor-faktor perceraian yang terjadi pada tiga negara
tersebut dapat menjadi acuan untuk mengetahui faktor yang terjadi di Indonesia. Selain faktor budaya di atas, muncul pula faktor-faktor lain seperti faktor sosial,
faktor keluarga, faktor keamanan, dan faktor ekonomi. Dalam faktor sosial, yang mempengaruhi ialah hubungan sosial yang bebas, suami bergaul dengan siapa saja dan
tertangkap oleh istri bahwa dari pergaulan itu ternyata sang suami berselingkuh, sehingga istri meminta untuk
bercerai. Sebaliknya, pada faktor keluarga, suami lebih memperhatikan saudara perempuan istrinya sehingga timbul kecemburuan dan akhinya
istri meminta untuk bercerai. Faktor ekonomi, faktor ini rentan terhadap perceraian
6
Hukum Perkawinan Indonesia, UU RI No 1 Tahun 1974 Tangerang Selatan: SL Media, 40-41.
7
Zandiyeh dan Yousefi H, “Woman’s Experiences...”, 170.
8
Hsiao-Li Sun, Wen En Chong dan Si Hui Lim , “Gender and Divorce...”, 128.
karena masalah suami yang tidak memiliki pekerjaan dan tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga sehingga istri ingin bercerai.
9
Di Indonesia sendiri, menurut Ellis penyebab perceraian ada dua hal dilihat dari penyebab utama dan penyebab khusus.
10
Penyebab utama ialah keyakinan terhadap takdir, sistem kekerabatan, dan tradisi lokal, sedangkan penyebab khusus ialah masalah
ekonomi, hubungan yang tidak harmonis antar pasangan, hubungan yang buruk dengan orang tua atau mertua, dan perselingkuhan. Bowen dalam penelitian di Gayo pada akhir
tahun 90-an mengatakan bahwa masalah ekonomi menjadi faktor utama terjadinya perceraian.
11
Paul Bohannon menjelaskan bahwa faktor emosional juga merupakan faktor utama terjadinya perceraian. Artinya, sebelum bercerai pasangan suami istri
mengalami banyak masalah dan masalah-masalah tersebut membuat mereka tidak saling terbuka, tidak saling memahami, sulit berkomunikasi, tidak saling percaya. Fisik
mereka mungkin dekat saat duduk, tidur atau makan bersama
,
namun pikiran dan hati mereka tidak satu atau dalam hal ini dikatakan Bohannon sebagai teralienasi
.
Suami dan istri menganggap satu dengan yang lain sebagai orang asing dan hal ini yang
membuat ikatan emosional mereka memudar sehingga akhirnya komitmen untuk bersama terabaikan.
12
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, penulis berpendapat bahwa faktor utama terjadinya perceraian adalah faktor emosional, faktor ekonomi, dan faktor budaya.
Faktor emosional sebenarnya yang mengontrol setiap pasangan
,
namun dalam pengambilan keputusan pikiran mempunyai peranan penting yang mempengaruhi
9
Zandiyeh dan Yousefi H, “Woman’s Experiences...”, 170.
10
Euis Nuraelawati, “Muslim Women in Indonesian Religious Courts: Reform, Strategies, and Pronouncement of Divorce
,” Islamic Law and Society, 2013: 258.
11
Nuraelawati, “Muslim Women in Indonesian Religious Courts...”, 257.
12
Nuraelawati, “Muslim Women in Indonesian Religious Courts...”, 161.
emosi sehingga terjadi perceraian. Ketika pikiran dan perasaan tidak lagi sejalan maka tindakan yang muncul adalah tindakan yang negatif yakni tindakan untuk bercerai.
Dari pembahasan di atas, penulis akan menjelaskan tentang dampak perceraian. Hal ini penting karena untuk mengetahui apa yang akan terjadi dalam suatu
pernikahan jika terjadi perceraian.
2.3. Dampak Perceraian