2.7. Peran Perempuan Paska Perceraian dari Perspektif Konseling Feminis
Paska bercerai perempuan akan mengalami masalah terhadap peran mereka. Pada satu sisi mereka bertindak sebagai seorang ibu, tapi di sisi yang lain mereka menjadi
seorang ayah. Dengan demikian ada dua peran yang mereka lakukan yakni sebagai pengasuh anak tetapi juga pencari nafkah bagi keluarga. Berbicara mengenai
perempuan, menurut Kate Mclnturff dalam tulisannya tentang “
Women are talking.
Who’s listening?” menjelaskan bahwa masalah perempuan adalah masalah yang kompleks. Penelitian yang ia lakukan di Kanada ditemukan bahwa kekerasan terhadap
perempuan kerap dilakukan.
64
Di bawah isu kekerasan terhadap perempuan, ia mencoba memberi pemahaman terhadap dunia perempuan yang suara mereka tidak
selalu didengar. Masalah perempuan hanya sebatas didialogkan dan dibicarakan tanpa mencapai solusi, dan hal ini disebabkan oleh lemahnya keberanian perempuan dalam
menyuarakan kekerasan yang dialami karena ketakutan akan dipublikasikan secara umum dan akhirnya mereka memilih sikap diam.
65
Keprihatinan ini memunculkan banyak gerakan dan penyedia layanan yang memperjuangkan hak perempuan. Salah
satu gerakan yang sangat menonjol ialah gerakan feminis. Gerakan feminis muncul dari realitas perempuan yang digambarkan Howell di
dalam Mc Leod sebagai perendahan kultural perempuan.
66
Hal ini terjadi karena kita hidup dalam masyarakat yang didominasi oleh laki-laki.
67
Arivia menjelaskan bahwa menjadi seorang feminis seringkali digambarkan secara buruk oleh berbagai kelompok.
Misalnya, dalam tingkat budaya segala efek negatif kemajuan budaya kontemporer dianggap bersumber pada feminisme contoh: adanya hubungan seksual, perceraian,
64
Kate Mclnturff, “Women are talking. Who’s listening?,” Journal of Violence Againts Women January 2015: 1.
65
Mclnturff, “Women are talking. Who’s listening?”, 1-2.
66
John McLeod, Pengantar Konseling: Teori dan Studi Kasus Jakarta: Kencana, 2010, s230.
67
Stevi Jackson dan Jackie Jones, Contemporary Feminist Theories Edinburgh: Edinburgh University Press, 1998, 1.
pakaian minimseksi.
68
Jung Su menjelaskan bahwa nasib para perempuan di Korea sudah lama hidup dalam keadaan marginal, mereka dikekang oleh kekuasaan
patriarkhal yang cenderung membatasi hak mereka dan selalu berada dalam posisi sub ordinat.
69
Dari pemahaman tersebut perempuan secara kultural dilihat rendah terutama dalam masalah seksisme dan budaya yang selalu memojokkan perempuan serta
merendahkan harkat dan martabat perempuan. Nilai-nilai kemanusiaan perempuan menjadi tidak ada artinya, karena perempuan dianggap hanya sebagai komoditas dalam
industri perbudakan seks modern.
70
Menurut penulis, hal ini sejalan dengan yang telah dijelaskan di atas tentang dampak perceraian yang dialami perempuan yang
mengakibatkan mereka selalu berada pada posisi kurang beruntung. Ketidakberuntungan ini kemudian nampak dalam peran perempuan paska perceraian
yang dijelaskan oleh wibowo bahwa peran perempuan terbagi dua yakni peran tradisi domestik dan peran transisi.
71
a. Peran Tradisi Domestik