emosi sehingga terjadi perceraian. Ketika pikiran dan perasaan tidak lagi sejalan maka tindakan yang muncul adalah tindakan yang negatif yakni tindakan untuk bercerai.
Dari pembahasan di atas, penulis akan menjelaskan tentang dampak perceraian. Hal ini penting karena untuk mengetahui apa yang akan terjadi dalam suatu
pernikahan jika terjadi perceraian.
2.3. Dampak Perceraian
Dampak dari perceraian menurut Ahrons sangat dirasakan oleh anak-anak dewasa.
13
Ahrons menitikberatkan kepada anak-anak dewasa karena melalui penelitiannya di Virginia
,
ia menemukan bahwa anak-anak dewasa yang orang tuanya telah bercerai selama 20 tahun mengalami gangguan dalam kehidupan mereka, baik relasi dengan
sesama ataupun dukungan dari orang tua mereka.
14
Hasil yang sama penulis dapati dalam penelitian yang dilakukan oleh Shirley Hsiao-Li Sun, dkk melalui wawancara
yang dilakukan kepada seorang perempuan
S
ingapura yang mengatakan bahwa
:
Setelah kami bercerai, saya mendapatkan anak-anak, namun mantan suami saya tidak menafkahi saya dan anak-anak lagi karena dia tidak memenangkan hak asuh
terhadap anak kami.
15
Artinya, dalam hukum di Singapura pemerintah menerapkan strategi peran pengasuhan anak kepada perempuan sehingga hampir semua pasangan yang bercerai,
pada akhirnya hak asuh anak akan dimenangkan oleh perempuan. Bagi penulis, strategi ini telah memojokkan perempuan dalam artian perempuan hanya dianggap sebatas
pengasuh dan perawat tanpa memperhatikan kendala-kendala yang mereka hadapi seperti kendala ekonomi. Benar, bahwa ini adalah tugas perempuan sebagai seorang
13
Constancer Ahrons, “Family Ties after Divorce: Long Term Implications for Children,” Journal of Family Process, Vol. 46
2006: 58.
14
Ahrons, “Family Ties after Divorce...”, 58-59.
15
Hsiao-Li Sun, Wen En Chong dan Si Hui Lim , “Gender and Divorce...”, 132-134.
ibu
,
secara otomatis juga merupakan tanggung jawabnya untuk mengasuh dan merawat
.
Walaupun demikian, tetap harus ada keadilan agar terjadi keseimbangan antara pengasuhan dan kebutuhan anak yang terpenuhi. Selain dampaknya kepada anak-anak,
Li Sun
et all
menjelaskan dampak lain adalah tingkat stres yang tinggi yang dialami
oleh laki-laki maupun perempuan. Stres yang dialami oleh laki-laki dijelaskan bahwa dampaknya ialah mereka tidak memiliki hak asuh kepada anaknya
16
. Hal ini dikarenakan, pemerintah di
S
ingapura menerapkan strategi peran pengasuhan anak kepada perempuan
17
. Dampak bagi perempuan adalah terkait dengan kebutuhan hidup. Artinya, suami tidak lagi menafkahi istri dan anak-anaknya setelah perceraian sehingga
perempuan mengalami kesulitan dalam mengurus anaknya.
18
Melalui penelitiannya di Indonesia, Nuraelawati menemukan dampak yang lain, yakni posisi perempuan menjadi
lebih rendah ketika mengalami perceraian. Hak-hak mereka dibatasi dan cenderung selalu disalahkan.
19
Hirsc dan Stiles dalam Nuraelawati menyatakan dampak perceraian juga dirasakan perempuan dalam proses hukum
. D
alam hal ini mengubah norma-norma agama dan lokal yang menyebabkan posisi perempuan selalu berada di dalam posisi kurang
beruntung yakni perempuan selalu dibatasi dan tidak diberdayakan.
20
Dari pendapat tersebut, maka dampak perceraian menyebabkan ketidakberdayaan, pengekangan,
pembatasan hak-hak yang menjadikan perempuan sebagai kaum inferior yang pasrah terhadap segala bentuk ketidakadilan termasuk dalam kaitan dengan masalah
perceraian.
16
Hsiao-Li Sun, Wen En Chong dan Si Hui Lim , “Gender and Divorce...”, 128.
17
Hsiao-Li Sun, Wen En Chong dan Si Hui Lim , “Gender and Divorce...”, 129.
18
Hsiao-Li Sun, Wen En Chong dan Si Hui Lim , “Gender and Divorce...”, 132-134.
19
Nuraelawati, “Muslim Women in Indonesian Religious Courts...”, 243.
20
Nuraelawati, “Muslim Women in Indonesian Religious Courts...”, 244.
Dalam pemaparan terhadap penelitian yang dilakukan di tiga negara Iran, Singapura, dan Indonesia
,
penulis melihat bahwa perceraian lebih cenderung merugikan para perempuan, baik secara fisik maupun psikis. Walaupun tidak
ditemukan adanya kekerasan terhadap perempuan dalam penelitian di atas, namun yang dimaksudkan secara fisik ialah tentang biaya perawatan kepada anak-anak yang
cenderung tidak diberikan oleh mantan suami ketika perceraian terjadi. Pada akhirnya, perempuan harus bersusah payah mengusahakan kehidupan bagi anak-anak mereka.
Secara psikis dapat dilihat dengan adanya perselingkuhan suami dan ketidakadilan dalam budaya karena perjodohan orang tua yang mengharuskan perempuan melepaskan
hak mereka. Kebebasan perempuan dibatasi dengan budaya tersebut. Dalam penelitian yang ketiga di Indonesia
,
penulis menemukan adanya peningkatan dari perempuan dalam hal kesetaraan gender. Isu ini menjadikan perempuan lebih optimis dan berani
dalam mengambil keputusan, walaupun pada akhirnya dalam menjalani perceraian perempuan yang sendiri merasakan dampaknya.
2.4. Konseling Pastoral