Komponen Pertumbuhan Wilayah KERAGAAN DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAMPEREKONOMIAN WILAYAH DI KABUPATEN BLORA

commit to user 56 mencapai Rp. 4.662.640,52 juta. Maka dari itu apabila dibandingkan maka sub sektor peternakan hanya memberikan kontribusi yang sangat kecil. Sub sektor peternakan menghasilkan ternak sapi potong, kambing, domba, ayam kampung, itik, dan ayam petelur. Perlu adanya support agar sub sektor ini bisa berkembang nantinya. Sub sektor selanjutnya adalah sub sektor perikanan. Nilai LQ sub sektor ini hanya mencapai nilai rata-rata 0,0349 pada kurun waktu 2005- 2009. Nilai LQ yang kurang dari 1 ini maka sub sektor ini termasuk sub sektor non basis dalam perekonomian Kabupaten Blora. Artinya sub sektor perikanan masih belum mampu memenuhi kebutuhan di pasar lokal, sehingga butuh suplai dari luar daerah. Berdasarkan tabel 18 diketahui bahwa sub sektor perikanan memiliki nilai LQ yang cenderung tetap. Tahun 2005 nilai LQ adalah 0,0364 dan di tahun 2009 mencapai 0,0352. Kontribusi sub sektor ini masih kecil karena selama ini Kabupaten Blora hanya mengandalkan perikanan dari waduk di Kecamatan Blora dan Kecamatan Tunjungan saja. Maka dari itu kebutuhan masyarakat tidak dapat dipenuhi dan membutuhan support dari daerah lainnya.

B. Komponen Pertumbuhan Wilayah

Analisis Shift Share merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan perekonomian nasional. Tujuan analisis ini adalah untuk menentukan kinerja dan produktifitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkan dengan daerah yang lebih besar regional atau nasional Arsyad, 2009. Analisis shift share ini menganalisis perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja, pada dua titik waktu di suatu wilayah. Dari hasil analisis ini akan diketahui bagaimana perkembangan suatu sektor di suatu wilayah jika dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya, apakah bertumbuh cepat atau lambat. Hasil analisis ini juga dapat menunjukan bagaimana perkembangan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya, apakah cepat bertumbuh atau lambat. commit to user 57 Hasil analisis shift share pada sektor pertanian dan sub sektor pertanian di Kabupaten Blora dapat dilihat pada Tabel 21 berikut ini: Tabel 21. Rata-Rata Nilai Komponen Pertumbuhan Wilayah Sektor Pertanian dan Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009 Sektor PNij PPij PPWij Rp juta Rp juta Rp juta

1. Pertanian

52.511,73 -12.728,48 5.345,01 a. Tanaman Bahan Makanan 23.134,58 -4.114,23 18.133,14 b. Tanaman Perkebunan 3.960,35 1.184,35 -1.911,00 c. Peternakan 1.932,99 2.565,27 -4.405,38 d. Kehutanan 10.674,61 -21.370,20 15.283,16 e. Perikanan 80,48 -5,82 -7,29 Sumber : Analisis Data Sekunder Lampiran 7 dan 8 Analisis shift share yang disajikan melalui tabel di atas menunjukan nilai PNij Komponen Pertumbuhan NasionalRegional, nilai PPij Pertumbuhan Proporsional, dan nilai PPW Pertumbuhan Pangsa Wilayah atau Pergeseran Deferensial. Secara rincinya, penjelasan dari tabel 21 adalah: 1. Komponen Pertumbuhan Nasional Pertumbuhan nasional Provinsi Jawa Tengah, yang menunjukkan bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah terhadap perekonomian Kabupaten Blora. Perubahan kesempatan kerja ataupun produksi sutu wilayah yang di sebabkan oleh perubahan kesempatan kerja atau produksi nasional secara umum, perubahan kebijakan ekonomi nasional, atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian semua sektor dan wilayah. Misalnya adanya devaluasi, inflasi atau kebijakan perpajakan. Di asumsikan tidak terdapat perbedaan karakteristik ekonomi antar sektor dan antar wilayah, maka akibat dari perubahan ini pada berbagai perubahan dan bertumbuh dengan laju yang hampir sama dengan laju pertumbuhan nasional Budiharsono, 2005. Pertumbuhan ini diukur dengan cara menganalisis perubahan pengerjaan agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan pada sektor yang sama di perekonomian yang dijadikan acuan. Komponen Pertumbuhan Nasional Sektor Pertanian dan Sub Sektor Pertanian dapat dilihat pada Tabel 22: commit to user 58 Tabel 22. Nilai Komponen Pertumbuhan Nasional Sektor Pertanian dan Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009 Sektor PNij Rp. juta

1. Pertanian

52.511,73 a. Tanaman Bahan Makanan 23.134,58 b. Tanaman Perkebunan 3.960,35 c. Peternakan 1.932,99 d. Kehutanan 10.674,61 e. Perikanan 80,48 Sumber : Analisis Data Sekunder Lampiran 7 dan 8 Berdasarkan Tabel 22 diketahui nilai rata-rata PNij dari tahun 2005- 2009 adalah Rp 52.511,73 juta. Nilai positif yang ditunjukan dalam PNij ini berarti bahwa, kebijakan di tingkat Propinsi Jawa Tengah memberikan pengaruh positif terhadap sektor pertanian di Kabupaten Blora . Selanjutnya untuk sub sektor pertanian, nilai PNij yang dihasilkan adalah nilai yang positif. Nilai PNij yang positif artinya perubahan yang terjadi di tingkat Provinsi Jawa Tengah memberikan keuntungan bagi sub sektor pertanian di Kabupaten Blora. Sub sektor dengan nilai PNij tertinggi adalah sub sektor Tanaman Bahan Makanan, nilai PNij sub sektor ini adalah Rp. 23.134,58 juta. Selanjutnya adalah sub sektor Kehutanan, dengan nilai PNij sebesar Rp. 10.674,61 juta. Kemudian sub sektor Perkebunan dan sub sektor Peternakan dengan nilai masing-masing Rp. 3.960,35 juta dan Rp. 1.932,99 juta. Sedangkan nilai PNij tertendah adalah sub sektor Perikanan. Sub sektor ini memiliki nilai PNij sebesar Rp. 80,48 juta.

2. Komponen Pertumbuhan Proporsional

Komponen pertumbuhan proporsional tumbuh kerena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri misalnya, kebijakan perpajakan, subsidi dan price support dan perbedaan dalam stuktur dan keragaman pasar Budiharsono, 2005. Pertumbuhan proporsional merupakan perubahan relatif kinerja suatu sektor di Kabupaten Blora terhadap sektor yang sama di Provinsi Jawa commit to user 59 Tengah. Pertumbuhan proporsional tumbuh karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalamkebijakan industri dan perbedaan dalam struktur dan keragaan pasar. Pertumbuhan proporsional dilihat dengan nilai PPij. Jika nilai PPij 0 maka menunjukan bahwa sektor i pada wilayah Blora pertumbuhannya lambat. Sedangkan apabila PPij 0 menunjukan bahwa sektor i pada wilayah Blora pertumbuhannya cepat. Nilai komponen pertumbuhan proporsional sektor pertanian dan sub sektor pertanian di Kabupaten Blora dapat dilihat pada Tabel 23 : Tabel 23. Nilai Rata-Rata Komponen Pertumbuhan Proposional Sektor Pertanian dan Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009 Sektor PPij Rp juta

1. Pertanian

-12.728,48 a. Tanaman Bahan Makanan -4.114,23 b. Tanaman Perkebunan 1.184,35 c. Peternakan 2.565,27 d. Kehutanan -21.370,20 e. Perikanan -5,82 Sumber : Analisis Data Sekunder Lampiran 7 dan 8 Berdasarkan Tabel 23 diketahui bahwa nilai komponen pertumbuhan proporsional sektor pertanian Kabupaten Blora adalah Rp. -12.728,48 juta. Nilai PP 0 artinya pertumbuhan Sektor Pertanian di Kabupaten Blora lambat. Pertumbuhan sektor pertanian yang lambat tersebut karena persentase kenaikan produksi dari tahun 2005-2009 yang lambat dimana hal ini disebabkan semakin sempitnya lahan pertanian di Kabupaten Blora Tabel 8 dan semakin maraknya kegiatan ekonomi masyarakat di sektor jasa-jasa yang pada akhirnya mengakibatkan sebagian besar penduduk Kabupaten Blora lebih tertarik untuk bekerja pada sektor lainnya seperti sektor jasa-jasa. Lahan pertanian semakin menyempit disebabkan karena adanya alih fungsi lahan dari lahan yang seharusnya digunakan untuk pertanian, tetapi malah digunakan untuk industri, dan perumahan atau pemukiman. commit to user 60 Sektor pertanian didukung dengan lima sub sektor utama. Berdasarkan Tabel 23 diketahui bahwa sub sektor tanaman bahan makanan memiliki nilai komponen pertumbuhan proporsional Rp. -4.114,23 juta. Nilai PP 0 artinya pertumbuhan sub sektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Blora lambat. Lambatnya pertumbuhan ini disebakan luas tanam dan produksi tanaman bahan makanan selama tahun penelitian sangat fluktuatif Tabel 13, hal ini berarti bahwa mayoritas lahan pertanian sangat tergantung kepada alam atau lahan tadah hujan sehingga sangat tergantung pada curah hujan. Sub sektor selanjutnya adalah sub sektor tanaman perkebunan. Nilai komponen pertumbuhan proporsional sub sektor tanaman perkebunan adalah Rp. 1.184,35 juta. Nilai PP 0 maka sub sektor tanaman perkebunan adalah sub sektor dengan pertumbuhan yang cepat. Cepatnya pertumbuhan sub sektor tanaman perkebunan disebabkan selama tahun penelitian, tanaman perkebunan banyak mengalami peningkatan produksi dan luas tanam Tabel 14. Petani banyak membudidayakan tanaman perkebunan sebagai upaya peningkatan pendapatan, maka dari itu pertumbuhan sub sektor ini cepat. Sub sektor peternakan, nilai komponen pertumbuhan proposionalnya adalah Rp. 2.565,27 juta. Nilai PP 0, artinya sub sektor peternakan pertumbuhannya cepat. Hal ini dikarenakan masyarakat banyak membudidayakan ternak sebagai investasi ataupun sebagai usaha memenuhi kebutuhan masyarakat itu sendiri. Dapat dilihat dari produksi sub sektor peternakan mempunyai kecenderungan terus meningkat selama tahun penelitian ini Tabel 15, maka dari itu pertumbuhan sub sektor peternakan ini cepat. Selanjutnya sub sektor kehutanan. Sub sektor ini memiliki nilai komponen pertumbuhan proporsional sebesar Rp. -21.370,20 juta. Nilai PP yang 0 berati sub sektor ini pertumbuhannya lambat. Lambatnya pertumbuhan ini dikarenakan luas lahan dari hutan di Kabupaten Blora tetap dan tidak mengalami peningkatan, sehingga pertumbuhan sub sektor ini commit to user 61 lambat. Selain itu beberapa tahun terakhir ini, pemerintah masih memperbaiki keadaan hutan Kabupaten Blora dengan lahan reboisasi dan lahan penghijauan, maka dari itu produksi dari kehutanan tidak terlalu tinggi atau cenderung mengalami penurunan Tabel 16. Sub sektor perikanan memiliki nilai komponen pertumbuhan proporsional sebesar Rp. -5,82 juta. Nilai PP 0 artinya pertumbuhan sub sektor perikanan di Kabupaten Blora lambat. Lambatnya pertumbuhan ini karena produksi dari sub sektor perikanan di Kabupaten Blora rendah, dimana selama tahun penelitian luas panen dan produksinya menurun Tabel 18. Penduduk di Kabupaten Blora tidak banyak membudidayakan ikan karena potensi di Kabupaten Blora tidak memadai untuk melakukan hal tersebut. Kabupaten Blora masih terkendala dengan ketersediaan air sebagai modal utama dalam budidaya perikanan.

3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah

Pergeseran diferensial differential shift membantu kita dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah lokal dengan perekonomian yang dijadikan acuan. Oleh karena itu, jika pergeseran diferensial dari suatu industri adalah positif, maka industri tersebut lebih tinggi daya saingnya ketimbang industri yang sama pada perekonomian yang dijadikan acuan Arsyad, 2005. Komponen pertumbuhan pangsa wilayah timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB dalam suatu wiayah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Cepat atau lambatnya pertumbuhan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial dan ekonomi serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut Budiharsono, 2005 Nilai Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Sektor Pertanian dan Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Blora terlihat pada Tabel 24: commit to user 62 Tabel 24. Nilai Rata-Rata Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Sektor Pertanian dan Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Blora Tahun 2005-2009 Sektor PPWij Rp juta

1. Pertanian

5.345,01 a. Tanaman Bahan Makanan 18.133,14 b. Tanaman Perkebunan -1.911,00 c. Peternakan -4.405,38 d. Kehutanan 15.283,16 e. Perikanan -7,29 Sumber : Analisis Data Sekunder Lampiran 7 dan 8 Sektor pertanian memiliki nilai PPW sebesar Rp. 5.345,01. Nilai positif atau lebih dari nol ini berarti sektor pertanian memiliki daya saing yang baik. Peningkatan PDRB dari tahun 2005-2009 menyebabkan sektor pertanian memiliki daya saing yang baik. Peran serta pemerintah dalam membangun sektor pertanian menyebabkan sektor ini menjadi memiliki daya saing yang baik. Selain itu sektor pertanian didukung dengan adanya luas lahan yang tinggi, sehingga sektor ini mampu memberikan keunggulan tersendiri. Selanjutnya sub sektor pertanian. Dari kelima sub sektor pertanian yang ada, tiga di antaranya memiliki daya saing tidak baik, yaitu sub sektor tanaman perkebunan, peternakan dan perikanan. Sub sektor tanaman bahan makanan termasuk sub sektor dengan daya saing yang baik. Nilai PPW sub sektor ini adalah Rp. 18.133,14 juta. Nilai PPW 0 ini dikarenakan nilai PDRB yang selalu meningkat dari tahun 2005-2009. Sub sektor ini didukung dengan adanya banyaknya petani yang selalu membudidayakan tanaman bahan makanan, hal tersebut dapat dilihat dari PDRB yang selalu tertinggi di Kabupaten Blora. Artinya nilai produksi sub sektor tanaman bahan makanan masih tinggi. Sub sektor selanjutnya adalah sub sektor tanaman perkebunan. Sub sektor tanaman perkebunan memiliki nilai PPW sebesar Rp. -1.911,00 juta. Nilai PPW 0 maka sub sektor tanaman perkebunan belum memiliki daya saing yang baik. Hal ini dikarenakan PDRB sub sektor tanaman perkebunan commit to user 63 selama kurun waktu 2005-2009 cenderung menurun., maka nilai PPW nya menjadi kurang dari nol. Sub sektor peternakan juga termasuk sub sektor yang tidak memiliki daya saing yang baik. Hal tersebut ditunjukan dengan nilai PPW sub sektor peternakan yang sebesar Rp. -4.405,38 juta. Penyebab nilai PPW kurang dari nol adalah sub sektor peternakan ini cenderung selalu menurun kontibusinya terhadap PDRB Kabupaten Blora dalam kurun waktu 2005- 2009. Masyarakat banyak membudidayakan ternak, namun sedikit yang menjadikannya sebagai sumber mata pencaharian sehingga sumbangan terhadap PDRB tidak tinggi dan cenderung menurun. Salah satu sub sektor yang termasuk sub sektor dengan daya saing baik adalah sub sektor kehutanan. Sub sektor ini memiliki nilai PPW sebesar Rp. 15.283,16 juta. Nilai PPW 0, maka sub sektor ini termasuk sub sektor dengan daya saing yang baik. Nilai PDRB dari sub sektor ini juga terus meningkat dari tahun 2005-2009. Selain itu sub sektor kehutanan di Kabupaten Blora didukung dengan luas lahan yang besar. Hampir setengah dari luas lahan di Kabupaten Blora adalah lahan hutan. Jadi sudah sepantasnya sub sektor ini menjadi sub sektor yang berdaya saing baik. Sub sektor terakhir adalah sub sektor perikanan, sub sektor ini termasuk sub sektor dengan daya saing tidak baik. Hal tersebut ditunjukan dengan nilai PPW sebesar Rp. -7,29 juta. Penyebab rendahnya nilai PPW ini adalah PDRB sub sektor perikanan cenderung menurun di tahun 2005-2009. Selain itu Kabupaten Blora tidak memiliki potensi yang cukup baik untuk mengembangkan sub sektor perikanan. Masih terdapat beberapa hambatan misalnya : a. Masih terbatasnya kapasitas produksi perikanan budidaya dan benih ikan. Hal ini disebabkan terbatasnya sarana dan prasarana, ketersediaan air, belum beragamnya jenis komoditas perikanan yang dibudidayakan, dan tingginya ketergantungan pada pakan ikan buatan pabrik. b. Masih rendahnya produksi perikanan tangkap di perairan umum disebabkan masih keterbatasan alat penangkapan ikan. commit to user 64 c. Keterbatasan sumber daya air dalam pembudidayaan ikan air tawar.

C. Prioritas Pengembangan Sub Sektor Pertanian