komersial perbelanjaanretail dan perkantoran. Pada saat ini kawasan Kesawan sedang mengalami perubahan akibat adanya penggunaan fungsi bisnis yang sebagian
terpusat di Jl.A.Yani sekitarnya menjadi daerah bisnis yang berkembang.
2.3. Kawasan Gemeente Kolonial.
Wilayah Gemente merupakan wilayah yang terlihat modern dan benar – benar bergaya kolonial Eropa. Sebagian besar fasilitas-fasilitas umum penunjang Medan
berada disini. Orang-orang Eropa seluruhnya bermukim di wilayah ini dalam kantong-kantong gaya yang eksklusif. Begitu juga dengan orang-orang Tionghoa dan
Timur Asing lainnya yang ditempatkan disini dalam kantong-kantong pemukiman yang khusus. Hanya sedikit orang dari kalangan Bumiputra yang tinggal di wilayah
Gemeente. Itupun hanya orang yang memiliki kepentingan tertentu, ataupun penduduk yang pada awalnya memiliki tanah dan rumah di wilayah sosial yang
tergolong tinggi. Bahasa yang digunakan di tempat ini beragam-ragam sesuai dengan penduduknya. Orang-orang Eropa berkomunikasi dengan bahasa mereka sendiri, dan
terutama dengan bahasa Belanda. Sementara orang-orang Tionghoa memakai bahasa ibu mereka, begitu juga dengan orang-orang India. Namun yang menjadi pengantar
komunikasi berbeda-beda tersebut adalah bahasa Melayu Indonesia yang dicampur dengan bahasa Belanda.
Tujuan dari awal pembangunan kota pada masa kolonial adalah sebagai kota perantara untuk pengiriman hasil bumi dari daerah jajahan dikuasai ke luar negeri.
Dengan demikian fungsi kota adalah sebagai suatu pusat perekonomian dan administrasi pemerintahan kolonial ketika itu. Kota ini merupakan tipologi kota yang
dibentuk oleh kolonialisasi oleh bangsa-bangsa Barat mis: Perancis, Jerman, Belanda, Spanyol, Portugal,Inggris sejak abad ke-16 di negara-negara yang ada di
Universitas Sumatera Utara
Asia, Afrika dan Amerika Latin. Kawasan Gemeentekolonial dibangun oleh negara- negara besar, diberi pola formal yang ditentukan oleh penguasa. Lingkungannya juga
pada masa lalu terbentuk oleh keterpaksaan, prasangka masalah ekonomi atau alasan yang dibuat-buat.
Hal ini berkaitan dengan munculnya pengolongan penduduk di kota kolonial yang menyebabkan pula pemusatan golongan penduduk tertentu pada bagian-bagian
kota tertentu secara tata ruang dimana pola penggolongan etnis ini pada masa kolonial dengan “wijk”. Dari penggolongan secara fisik terdiri dari :
1. Kawasan pemukiman orang Eropa
2. Kawasan kaum ningrat dan intelektual pribumi
3. Kawasan golongan penduduk penduduk kaum pedagang
4. Kawasan kaum ulama agama Islam
5. Kawasan golongan penduduk pribumi
Bahwa kawasan GemeenteKolonial terbentuk oleh zona-zona yang diinginkan oleh hak penjajah sehingga tidak saling mengganggu dilihat dari segi
politik kolonial. Konsep rancang kota berdasarkan orientasi kepentingan politik dan melupakan persyaratan pendekatan kepada seluruh masyarakat kota. Sifat
pembangunan tergantung kepada kepentingan struktur politik, sosial budaya dan kekuatan ekonomi pihak pemegang kekuasaan.
Dulunya jalan-jalan di wilayah Gemeente ini lebih rapi dan diisi dengan mobil, sepeda, kereta lembu dan kereta kuda, serta riskhaw yang ditarik oleh orang
Tionghoa dengan tapak kaki yang hampir selalu telanjang. Gemeente cukup ramai dan sibuk sebagai sebuah sentral ekonomi, sosial dan birokrasi di Sumatra Timur. Namun
pada titik-titik tertentu di kantong-kantong pemukiman orang-orang Eropa,
Universitas Sumatera Utara
keadaannya cukup sunyi dan agak tertutup. Keadaan ini berbeda lagi dengan kantong- kantong pemukiman orang-orang Tionghoa dan India yang suasananya yang relatif
ramai. Simbol bagi Gemeente adalah Lapangan Merdeka Medan dan gedung De
Javasche Bank, serta tentu saja Kantor Pos Besar dengan air mancur Jacobus Nienhuys di depannya. Semua bangunan ini berada di kawasan Esplanade. Di
kawasan yang menjadi pusat kota Medan tersebut akan dapat ditemukan salah satu alasan yang membuat kota Medan menjadi Ibukota Gouvernemen Sumatra Timur.
Yang menjadi pusat kawasan kota bagi Medan adalah Lapangan Merdeka. Sebuah lapangan rumput berbentuk persegi yang dikelilingi olah jalan raya. Disekitar
lapangan ini berdiri Balai Kota, De Javasche Bank, Hotel De Boer, Kantor Pos Besar, Stasiun Besar Kereta Api dan beberapa kantor perusahaan perkebunan. Konon
kabarnya titik nol kilometer Medan juga terdapat disini, yang diwujudkan dalam bentuk air mancur dan patung seorang Belanda. Patung itu mulai berada di depan
Kantor Pos Besar sejak 1915 Masehi. Kota Medan yang dulunya dikenal sebagai kota kolonial yang berorientasi
pada jalur transportasi darat, jalan raya dan rel kereta api adalah infrastruktur vital disini. Jalan raya dan rel kereta api menjadikan Medan sebagai pusat tujuan hilir
mudiknya gerbong-gerbong kereta dan alat transportasi darat lainnya. Namun, jangan berpikir jalanan di Ibu Koloni ini ramai dengan mobil. Mobil merupakan barang
mewah yang hanya dimiliki oleh para pengusaha, birokrat kolonial dan sultan. Keberadaan mobil yang dulunya di jalanan Medan masih kalah dengan sepeda,
angkong, kereta lembu, dan kereta kuda. Sarana transportasi kereta api dibangun dengan tujuan utama untuk mendukung kegiatan perkebunan di Sumatra Timur
dengan berpusat pada Stasiun Besar Medan.
Universitas Sumatera Utara
Tahun 1891 Medan mulai berkonsentrasi kepada dua wilayah utama. Daerah kesultanan Kotamaksum yang menjadi wilayah ibukota Kesultanan Deli dan
Gemeente Medan yang menjadi wilayah ibukota Keresidenan Sumatra Timur. Pada dasarnya pembagian tersebut bertujuan untuk memudahkan pembedaan pengaturan
orang-orang yang menjadi warga kesultanan dengan orang-orang yang menjadi warga Gemeente. Meski bahwa Medan yang dimaksud oleh birokrat kolonial Belanda adalah
wilayah yang masuk dalam birokrat administrasi Gemeente Medan, namun umumnya orang-orang yang berada di luar kedua wilayah tersebut menganggap bahwa daerah
kesultanan dan Gemeente adalah satu kesatuan. Medan mendapat pengakuan resmi sebagai sebuah Gemeente baru pada 1 April 1909 Masehi oleh Gubernur Jenderal
Hindia Belanda, J.B. van Heutz di Buitenzorg. Kala itu, Medan telah memiliki kelengkapan infrastruktur yang memadai
sebagai sebuah kotapraja. Jalan-jalan di kota ini telah diaspal dan diberi penerangan listrik. Hotel dan rumah sakit telah dapat menampung tamu dan pasien dalam jumlah
yang cukup memadai. Fasilitas air bersih juga tersedia dalam jumlah yang dapat memenuhi kebutuhan warga, dengan tangki air bersih berukuran besar, yang sosok
bangunannya cukup mencolok mata bagi penduduk Medan masa itu. Di kota ini juga telah tersedia jaringan telepon, kolam renang, klab pacuan kuda, klab sepakbola, dan
perkumpulan olahraga ataupun rekreasi lainnya. Sebagai sebuah ibukota keresidenan, ia sudah lebih cukup dari segi infrastruktur dibanding kota-kota lain di Sumatra pada
masanya.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Komposisi Penduduk Kota Medan 2.4.1 Pada Masa Kolonial