yang menjadi fokus penelitian. fokus penelitian ini diperdalam melalui pengamatan dan wawancara berikutnya.
1.7 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di kawasan kota lama dan sekitarnya. Daerah kawasan kota lama ini merupakan inti kota Medan pada dulunya, yang merupakan
salah satu kawasan kota Medan yang sudah matang sebagai ekosistem level domestifikasi. Seperti pada uraian sebelumnya, penelitian ini mengenai perubahan-
perubahan yang terjadi pada kota Medan, terutama pada konsep tata ruangnya. Perubahan-perubahan tersebut akan lebih saya fokuskan pada kawasan kota-kota
lama. Kota lama seperti dalam peta di bawah ditandai dengan adanya garis yang menyerupai seperti gambar segitiga. Dimana kawasan kota lama tersebut, merupakan
kawasan yang paling banyak terdapat bangunan-bangunan tua yang memiliki nilai sejarah bagi kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
gambar peta : httpwww.google.com;gambar peta kota medan.html
Universitas Sumatera Utara
BAB II GAMBARAN UMUM KAWASAN KOTA LAMA
2.1. Sejarah Kota Medan
Pada tahun 1860 Medan masih merupakan hutan rimba dan di sana sini terutama dimuara-muara sungai diselingi pemukiman-pemukiman penduduk yang
berasal dari Karo dan semenanjung Malaya. Pada tahun 1863 orang-orang Belanda mulai membuka kebun Tembakau di Deli yang sempat menjadi primadona Tanah
Deli. Sejak itu perekonomian terus berkembang sehingga Medan menjadi Kota pusat pemerintahan dan perekonomian di Sumatera Utara.
Mengenai asal nama Medan, ada yang mengatakan kalau itu berasal dari kata maidan dalam bahasa India yang artinya tanah datar. Dalam bahasa Melayu sendiri
kata medan berarti tempat berkumpul, sehingga kata itu digunakan untuk peranan daerah yang kelak menjadi sebuah kota yang sejak dahulu telah menjadi tempat
berkumpul orang-orang dari berbagai penjuru. Mereka melakukan berbagai aktivitas di sana. Adapun bakal pusat kota Medan didirikan pada pertapakan yang terdiri atas
perkampungan penduduk asli Melayu Deli, kemudian tanah yang termasuk konsesi perkebunan Mabar, Deli Tua dari Deli Maatschappij, serta konsesi perkebunan
Polonia. Sebelum bangsa Belanda menguasai daerah Sumatera Utara, penduduk
Sumatera Utara telah mengenal bangsa lain seperti Portugis, Spanyol, dan Inggris. Masa pemerintahan Belanda dimulai pada tahun 1885 yang ditandai dengan
dikeluarkannya peraturan dasar ketatanegaraan Pemerintah Hindia Belanda. Pemerintahan Hindia Belanda dilaksanakan dengan menganut asas sentralisasi.
Medan sebagai kota yang baru dibuka masih merupakan bagian dari wilayah
Universitas Sumatera Utara
Keresidenan Riau sampai tahun 1870. Medan dalam bahasa Melayu berarti tempat berkumpul, karena sejak zaman dulu merupakan tempat berkumpul orang-orang dari
Hamparan Perak, Sukapiring dan daerah lainnya untuk berdagang dan bertaruh. Daerah ini dikenal dengan nama kampung Melayu. Kampung ini dikelilingi oleh
kampung-kampung lain, seperti Kesawan, Binuang, Tebing Tinggi, dan Merbau. Keberadaan kampung-kampung ini sekarang sudah tidak ada lagi, karena terdesak
oleh perluasan kota Medan. Tanah Lapang Esplanade lapangan Merdeka saat itu masih merupakan kebun tembakau yang penuh dengan rawa-rawa. Wilayah yang
tidak dikuasai langsung oleh Pemerintah Hindia Belanda meliputi kawasan Kesultanan atau daerah Swapraja, sedangkan daerah yang dikuasai langsung oleh
pemerintah Belanda disebut dengan Daerah Gouvernement. Dalam perkembangannya, pada tahun 1886 Medan dijadikan Kotapraja oleh
Pemerintah Hindia Belanda. Bergagai perkantoran didirikan. Pada tanggal 3 Maret 1887 Medan dijadikan ibukota Kerisidenan Sumatera Timur. Akibat perkembangan
yang semakin pesat oleh statusnya sebagai ibukota Keresidenan, maka pada tanggal 4 April 1909 Medan diberi status pemerintahan otonom. Dibawah pemerintahan
Kotapraja Medan mengadakan pembangunan jalan-jalan baru, jembatan, pipa air minum, listrik dan klinik-klinik. Belakangan, pada tahun 1915 Keresidenan Sumatera
Timur ditingkatkan statusnya menjadi Gubernemen, dan Gouverneur yang pertama adalah HJ Crijzen. Kelak Sultan Deli Makum Arrasjid mengalihkan kepemilikan
sebagian tanahnya yang luas menjadi tanah kota tahun 1918 untuk menampung perluasan kota. Sampai tahun 1937 Medan telah menjadi pusat kegiatan administrasi
pemerintahan dan ekonomi. Hal yang cukup menarik bahwa secara fisik perkembangan kota tidak hanya
berurusan dengan kebutuhan orang hidup, seperti tempat tinggal, perkantoran, stasiun
Universitas Sumatera Utara
kereta api dan sebagainya melainkan juga berhubungan dengan orang-orang yang meninggal, yaitu adalah kebutuhan akan pemakaman. Berbagai pihak ikut
mengupayakan kebutuhan itu sehingga di Medan sejak dahulu diketahui memiliki beberapa kompleks pemakaman, baik untuk umum maupun bagi kelompok
masyarakat tertentu. Perkembangan kota yang pesat menjadikan Medan sebuah kota modern yang ditandai dengan berdirinya bangunan-bangunan beragam gaya
arsitektural. Banyak orang mengatakan bahwa kota Medan menjadi betul-betul unik di Hindia Belanda, karena telah menjadi kota bergaya Eropa dalam nuansa Inggris.
Pemenuhan kebutuhan kehidupa n sebuah perkotaan juga berhubungan dengan pusat perbelanjaan. Di Medan, pada bulan Maret 1933 diresmikan pusat pasar yang
menempati areal di sekitar Jalan Sutomo yang saat itu bernama Wilhelminestraat dan jalan Sambu Hospitaalweg. Pusat Pasar itu meliputi 4 empat buah bangunan besar
dan panjang loods yang megah. Arsitek Belanda sangat kagum dengan kebudayaan Perancis, sehingga merancang pusat pasar itu dan mengadopsi bentuk pasar bangunan
Les Halles Pasar Sentral di Paris. Demikian pula halnya dengan bentuk dan pola taman-taman di Medan, mendapat pengaruh dari model taman-taman di kota Paris,
sehingga kota Medan mendapat julukan Parijs van Sumatera. Pesatnya perkembangan Kota Medan tampak pula dari pembagian wilayah administrasinya. Pada tahun 1959
wilayah Kota Medan terbagi atas 4 empat wilayah kecamatan, dan pada saat ini terbagi atas 21 wilayah Kecamatan. Hal ini disesuaikan dengan bertambahnya jumlah
penduduk dan luasan wilayah. Sesuai dengan namanya, Medan bukan hanya merupakan pusat pertemuan
berbagai bangsa dan kebudayaan melainkan juga tempat pembauran budaya. Dikatakan bahwa penduduk aslinya yang etnik Melayu sebenarnya adalah sebuah
kelompok etnik yang berdarah campuran. Mengacu pada sumber lokal yang ada,
Universitas Sumatera Utara
Gocah Pahlawan yang dikenal juga sebagai Deri Khan, yakni pendiri kesultanan Deli, berayahkan seorang India dengan ibu dari Aceh. Anaknya kelak menjadi Sultan Deli.
Dalam kehidupan keseharian di Medan, bahwa penduduk beretnis Melayu adalah mereka yang berdarah campuran Melayu Malaysia, Karo, Aceh, Toba, Mandailing,
dan Minangkabau. Di kota kelompok pendatang cenderung membentuk komunitas tersendiri,
antara lain dengan menempati daerah tertentu. Hal ini memunculkan kesan bahwa sebuah daerah di suatu kota identik dengan sebuah kelompok masyarakat perantau.
Oleh karena itu, tidak mengherankan bila perantau itu amat berperan dalam menambah jumlah penduduk serta komposisi kelompok masyarakat di sebuah kota.
Keberagaman karena hal itu tampak pula di Medan, dan antara lain terlihat pada peninggalan budaya dalam bentuk karya arsitekturnya, dan pembagian cara
pemukiman berdasarkan etnik. Sekarang banyak peninggalan seni bangunan bergaya KolonialIndis yang
hancur atau digusur, walaupun masih ada yang tertinggal, sebagian dari yang masih tersisa, ada yang tidak terawat dan kumuh dan sebagian lagi masih berdiri kokoh dan
terawat. Di tengah kota Medan, kumpulan bangunan bergaya KolonialIndis dijumpai di sepanjang Jalan Jenderal Achmad Yani dan seputar Lapangan Merdeka. Beberapa
masih memperlihatkan keaslian fungsinya seperti kantor pusat perusahaan perkebunan, kantor pos, bank dan hotel. Di seputar Lapangan Merdeka, dijumpai
bangunan Bank Indonesia, yang dahulu merupakan bangunan De Javaansche Bank. Juga gebung Balai Kota, dan Hotel De Boer sekarang Hotel Dharma Deli. Adapun
Kantor Pos yang selesai dibangun pada tahun 1911 terletak di sudut barat laut Lapangan Merdeka, yang berhadapan dengan Hotel Dharma Deli masih
menampakkan keutuhannya.
Universitas Sumatera Utara
Pada zaman kolonial, kawasan kota Medan terbagi atas pembangunan zona- zona pemukiman masyarakat berdasarkan etnisitas. Ada pembagian wilayah tempat
tinggal masyarakat di Medan berdasarkan ras di undang-undang mereka Eropa, Timur Jauh Cina dan non-Cina, dan Pribumi.
Kawasan Pecinan
Dari aspek sejarah keberadaan kawasan Pecinan memperlihatkan struktur komposisi masyarakat mayoritas etnik china di masa lalu.
Lokasi bangunan ini dan sekitarnya merupakan wilayah pemukiman orang- orang Cina yang umumnya sebagai pedagang, tuan tanah,
penarik pajak, dan lainnya yang mendapat perlindungan dari Penguasa pada masa pemerintahan Belanda. Daerah kawasan Pecinan yaitu
meliputi daerah perkantoran, dan perdagangan yang berada pada Jl. Cirebon, Jl. Surakarta, Jl. Bogor.
Kawasan Kampung Tamil
Pada masa kolonial, orang-orang Tamil bermukim disekitar daerah-daerah perkebunan yang ada di kota Medan. Awalnya orang
Tamil bermukim disekitar kota-kota besar yang ada di kota Medan. Pemukiman orang Tamil yang sering dikenal dengan nama kampung
Madras, dan yang lebih familiar lagi dikenal dengan nama kampung Keling. Daerah pemukiman mereka biasanya lebih dominan terletak di
pinggiran sungai. Tepatnya mayoritas orang Tamil tersebut berada di pinggiran sungai Babura, dimana sungai ini merupakan sungai yang
menjadi jalur utama transportasi di masa lampau. Tetapi sekarang pemukiman orang-orang Tamil sudah menyebar di sejumlah tempat di
seluruh kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
Awal datangnya orang Tamil ke Medan ialah ingin bekerja sebagai kuli perkebunan. Hal ini dilatarbelakangi dengan keadaan
orang Tamil yang datang ke Medan, yang berasal dari golongan orang –orang rendah di India baik dari segi pendidikan dan ekonomi. Orang-
orang Tamil inilah yang dipekerjakan sebagai kulibudak perkebunan milik orang Eropa.
Kawasan Eropa
Kawasan Eropa dahulunya disebut dengan nama Kesawan yang merupakan cikal bakal berdirinya kota Medan yang wilayahnya terhubung
dari Kesawan hingga Labuhan Deli. Awal abad ke-19 pembangunan Medan menjadi sedemikian pesat ditandai banyaknya infrasturuktur yang
dibangun. Banyak juga bangunan baru berdiri dengan tampilan arsitektur bergaya Eropa. Ada jalur rel kereta api dan stasiun Kereta Api dibangun di
kota Medan; lokasinya berdekatan dengan Esplanade. Dulunya Kawasan Eropa adalah sebuah kampung tempat persinggahan para pedagang yang
datang untuk berdagang hingga menyabung ayam. Semua kegiatan dilakukan di sana. Tempat ini merupakan sentral penduduk yang berasal
dari Serdang yang akan menuju ke Sunggal atau dari Percut ke Hamparan Perak, bahkan yang dari Labuhan ke Deli Tua. Kawasan Eropa inilah
yang kini kemudian menjadi kesawan. Kesawan itu masuk ke dalam wilayah perkebunan. Kemudian
berkembanglah tempat itu. Maka banyaklah pertokoan-pertokoan yang dibuat oleh orang-orang Cina disitu. Seiring waktu, berbagai etnik pun
menyebar memanfaatkan wilayah ini sebagai kawasan bisnis. Di tahun 1918, wilayah itu pun diserahkan oleh Kesultanan Deli kepada pemerintah
Universitas Sumatera Utara
Hindia-Belanda hingga akhirnya terbentuklah gemeente. Oleh Pemerintah Kota Praja Medan, kawasan itu pun disusun teratur sedemikian rupa
hingga membentuk sebuah kawasan bernama Kesawan yang di penuhi dengan bangunan-bangunan bergaya Eropa.
Sejak itu berdatanganlah perusahaan-perusahaan asing untuk membuka berbagai perkantoran, bank, perusahaan perkebunan, kantor pusat,
perusahaan pelayaran, kapal-kapal asing, dan lain-lainnya hingga Kesawan penuh dan menjadi pusat kota. Dulu kios-kios yang dibangun di situ
masih berbentuk kayu. Masih sederhanalah bentuknya, belum seperti sekarang ini. Kemudian berubah jadi bangunan beton. Pada abad 19
kawasan itu masih seperti kampung. Kondisinya pun masih seperti pasar, tetapi setelah diambil alih oleh Belanda, kawasan itu pun berubah menjadi
sekarang ini.
.
gambar : Kesawan pada masa dulu sumber : Parijs van Soematra
Universitas Sumatera Utara
Kawasan Pribumi
1. Mandailing
Merupakan kawasan yang berada pada sepanjang aliran di pemukiman Sungai Deli, Kelurahan Sei Mati, serta kampung baru dan sekitarnya.
2. Melayu Minang
Daerah kawasan MelayuMinang berada pada daerah kota Matsum. Asal kata Matsum dari kota Matsum berasal dari nama Sultan Deli yaitu
Maimun Al Rashyid Perkasa Alam yg membangun istana Maimun dan Masjid Raya. Kota Matsum merupakan kota-nya masyarakat Melayu Deli
di kota Swapraja Medan yang ditandai dengan kediaman Sultan di istana Jalan Puri dan para bangsawannya yang ditandai dengan banyak istana-
istana para tengku yang berupa rumah panggung. Daerah-nya dari Jalan Halat, Jalan Japaris dan Sisingamangaraja dan Ismailiyah. Jalan Puri juga
dulunya lebar seperti Amaliun, dan sekarang d jalan puri masih terdapat 1 rumah panggung model rumah Melayu Deli.
2.2 Kawasan Kota Lama.