1.2 TINJAUAN PUSTAKA
Perubahan – perubahan tata ruang yang terjadi di kota Medan di sebabkan oleh adanya proses evolusi dan fungsional di dalam sebuah kota tersebut, dan jika
dilihat dari segi lingkungannya perubahan tersebut terjadi karena adanya pembangunan – pembangunan yang bersifat komersial yang didasari oleh faktor
ekonomi, dan didasari oleh adanya sifat-sifat manusia.
Pengertian Kota Menurut Amos Rappoport
Definisi Klasik
Suatu permukiman yang relatife besar, padat dan permanen, yang terdiri dari kelompok individu - individu yang heterogen dari segi sosial.
Definisi Modern
Suatu Permukiman dirumuskan bukan dari ciri morfologi kota tetapi dari suatu fungsi yang menciptakan ruang - ruang efektif melalui
pengorganisasian ruang dan hirarki tertentu.
Selain itu dalam Pengenalan dan Pemahaman Kota dan Perkotaan, Djoko Sujarto mengatakan bahwa kota dapat diberikan arti dan berbagai sudut tinjauan.
Secara demografis, merupakan suatu tempat dimana terdapat pemusatan atau
konsentrasi penduduk yang sangat tinggi dibandingkan dengan wilayah sekitarnya.
Secara sosial budaya, merupakan suatu lingkungan dengan pola sosial budaya
yang sangat beragam dengan berbagai pergeseran dan perubahan.
Secara sosial ekonomi, merupakan suatu lingkungan dengan kegiatan perekonomian dan kegiatan usaha yang beragam dan didominasi oleh kegiatan
usaha bukan pertanian yaitu jasa, perdangan, perangkutan dan perindustrian.
Universitas Sumatera Utara
Secara fisik, merupakan suatu lingkungan dimana terdapat suatu tatanan
lingkungan fisik yang didominasi oleh struktur binaan.
Secara politis administratif, merupakan suatu wilayah dengan batas kewenangan pemerintahan yang dibatasi oleh suatu batas wilayah
administratif kota.
Menurut Arthur B. Gallion dan Simon Eisner 1992 , kota merupakan suatu organisme yang kompleks; merupakan kumpulan berbagai jenis bangunan untuk
menampung segala kegiatan dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual penduduknya. Unsur – unsur itu terjalin menjadi satu oleh suatu jaringan jalan atau
jalur transportasi, saluran air, ruang – ruang kota, komunikasi dan dipersatukan oleh ikatan sosial dan tradisi ekonomi.
Seharusnya kota itu, khususnya pada pusat – kotanya, menunjukkan jati dirinya sebagai panggung aktivitas sosial, ekonomi dan seni budaya dari segenap
warganya. Kota adalah suatu karya seni sosial. Hal ini dapat dikaitkan dengan apa yang dimaksud oleh Marvin Harris sebagai teori Materialisme Kebudayaan.
Materialisme budaya merupakan sebuah pendekatan yang berangkat dari konsep materialismenya Marx. Materialisme ini selalu dikaitkan dengan nama Marvin Harris,
yang mengusulkan nama pendekatan itu sendiri. Materialisme kebudayaan didasarkan pada konsep bahwa kondisi-kondisi materi masyarakat menentukan kesadaran
manusia, dan bukan sebaliknya. Harris sangat dipengaruhi gagasan Marxis tentang basis base dan suprastruktur superstructure. Ia menyebut basis sebagai
“infrastruktur”. Ia memodifikasi skema Marxis dengan memasukkkan unsur reproduksi manusia ke dalam basis infrastruktur, bersama-sama dengan mode
ekonomi dari produksi. Selain itu, ia juga mengusulkan suatu kategori “antara”
Universitas Sumatera Utara
intermediate category, yakni struktur structure, di antara basis dan suprastruktur, suatu kategori yang tidak terdapat dalam skema Marxis. Materialisme didasarkan
pada konsep bahwa dunia ini terdiri dari objek-objek materi yang berinteraksi dan berpotongan satu sama lain dalam berbagai keadaan, baik tetap maupun bergerak.
Harris memandang ketiga kategori tersebut, yaitu basis, struktur, dan suprastruktur, sebagai fenomena etik. Artinya ketiga kategori tersebut dapat ditemukan oleh ahli
ilmu sosial yang menelitinya sebagai ilmuwan. Suprastruktur mengandung fenomena etik maunpun emik. Fenomena emik adalah komponen mental dalam pikiran orang-
orang yang merupakan anggota suatu kebudayaan atau masyarakat, yang memandang diri mereka sendiri dan dunia dari perspektif spesifik mereka sendiri, atas dasar nilai-
nilai, pengetahuan, dan sikap yang dipelihara dalam kebudayaan. Materialisme kebudayaan mengemukakan hipotesis bahwa perilaku manusia
dikontrol oleh persyaratan kebutuhan protein, energi, atau faktor-faktor alamiah lainnya. Metodologi materialisme kebudayaan terletak pada metode ilmiah dan
aturan-aturannya dalam menghimpun data, memverifikasi hipotesis, dan mengembangkan analisis logika dan pembuktian yang tepat. Prinsip umum yang
harus dipegang mengenai Materialisme Kebudayaan adalah “budaya dikembangkan oleh suatu masyarakat berdasarkan pada materi benda yang dimilikinya”. Selain
itu, Materialisme Kebudayaan berbanding lurus dengan benda-benda yang dimiliki suatu masyarakat dalam suatu wilayah tertentu dan kebudayaan berkembang seiring
dengan berkembangnya pemikiran manusia. Kaum materialis memandang manusia sebagai materi, realitas konkret, bersama dengan produk-produk pikiran manusia dan
perilaku manusia, yang terdiri dari objek-objek fisik seperti peralatan dan benda- benda, dan produk pikiran seperti teknologi, ilmu pengetahuan, pengetahuan, nilai-
nilai, hukum, agama, dan kebudayaan.
Universitas Sumatera Utara
Penulis melihat bahwa Materialisme Kebudayaan ini hadir dalam fakta yang sedang terjadi sekarang ini, yaitu mengenai perubahan tata ruang Kota Medan. Karena
seperti yang telah dikemukakan Teori Materialisme Kebudayaan bahwa kondisi materi itu menentukan kesadaran manusia. Adanya perubahan tata ruang itu dilakukan
dengan kesadaran manusia tersebut. Manusia menyadari dengan adanya perkembangan zaman infrastrukutur yang terdapat pada kota akan mengalami
perubahan, walaupun mereka menyadari infrastruktur tersebut memiliki makna tersendiri sebagai simbol identitas kota, tetapi demi kesenjangan ekonomi
infrastruktur tersebut di bumi hanguskan. Marvin harris menegaskan bahwa apabila kondisi-kondisi dalam infrastruktur tidak matang, maka tidak akan ada aktivisme
ekonomi dan politik yang membawa perubahan. Inilah yang terjadi pada perubahan tata ruang Kota Medan.
Banyak bangunan-bangunan tua yang memiliki nilai sejarah bagi Kota Medan telah hilang. Dan bangunan-bangunan tersebut dominan berada kawasan kota lama
yang dianggap sebagai inti dari Kota Medan, dimana pada pada kawasan kota lama tersebut dianggap suatu daerah kota yang sudang matang, sehingga para pengusaha
memiliki ide mengganti bangunan-bangunan tua yang memiliki nilai sejarah dengan infrastruktur yang mewah dan modern. Perubahan infrastruktur yang dominan terjadi
pada kawasan kota lama yang dianggap sebagai daerah kota yang sudang matang, hal ini akan membuat perubahan yang cepat dan efisien, karena pada daerah kota yang
dianggap sudah matang ini, awalnya sudah memiliki SDA dan SDM yang lengkap. Dan sebaliknya, jika perubahan tersebut dilakukan pada daerah yang masih naturalis,
para manusia yang ikut serta berperan dalam perubahan tata ruang Kota Medan akan merasa kesulitan, karena akan lebih banyak menyita waktu, tenaga dan materi.
Universitas Sumatera Utara
Sehingga muncul kembali dasar dari sifat manusia tersebut yang ingin menguasai dan tidak mau dirugikan.
Sejarah dan kebudayaan juga mempengaruhi karakter fisik dan sifat dari masyarakat di sebuah kota. Sebagian besar masyarakat melestarikan tempat – tempat
bersejarah tertentu secara permanen dan melindunginya dari perambahan perkembangan lahan yang tidak sesuai. Sepanjang sejarah, berbagai bangunan penting
seperti kuil, gereja, masjid, dan tempat – tempat pemujaan lainnya telah dilestarikan. Makam dan kuburan oleh para perencana kota terdahulu dianggap sebagai
penggunaan tanah di perkotaan yang paling tidak dapat diganggu gugat, karena kepercayaan tentang hubungan dengan nenek moyang dan keagamaan yang telah
melekat di masyarakat sejak berabad – abad lamanya. Oleh karena itu, dengan tumbuhnya minat untuk memelihara kebudayaan, banyak kota yang mempersyaratkan
perlunya situs – situs sejarah yang penting atau perlunya untuk menunda pembongkaran selama jangka waktu tertentu, sebelum pendirian bangunan baru
dimulai. Hampir semua kota mempunyai tempat – tempat yang diperlakukan khusus untuk kepentingan sejarah dan kebudayaan. Materialisme budaya adalah sebuah
paradigma, yang prinsip-prinsipnya tampaknya relevan bagi tata laku penyelenggaraan riset dan pengembangan teori dalam seluruh bidang dan sub-bidang
antropologi. Bagi kaum materialis budaya, apakah mereka seorang antropolog budaya, arkeolog, antropolog biologi, atau ahli bahasa, pengalaman intelektual utama
antropologi bukanlah etnografi, tetapi pertukaran data dan teori di antara bidang dan sub-bidang yang berbeda-beda, yang terkait dengan studi global, komparatif,
diakronis, dan sinkronis tentang umat manusia, dan studi-studi lainnya. Menurut Marvin Harris, materialisme budaya didasarkan pada prinsip-prinsip epistemologis
tertentu, yang dipegang secara umum oleh semua disiplin yang mengklaim memiliki
Universitas Sumatera Utara
pengetahuan ilmiah. Pengetahuan ilmiah itu didapat melalui operasi-operasi yang bisa diulang replicable dan terbuka public, yaitu lewat observasi dan transformasi
logis.
1.3 Perumusan Masalah