Setelah infeksi primer, terdapat 4-11 hari masa antara infeksi mukosa dan viremia permulaan yang dapat dideteksi selama 8-12 minggu. Selama masa ini,
virus tersebar luas ke seluruh tubuh dan mencapai organ limfoid. Pada tahap ini telah terjadi penurunan jumlah sel-T CD4. Respon imun terhadap HIV terjadi 1
minggu sampai 3 bulan setelah infeksi, viremia plasma menurun, dan kadar sel CD4 kembali meningkat namun tidak mampu menyingkirkan infeksi secara
sempurna Brooks, 2008. Masa laten klinis ini bisa berlangsung selama 10 tahun. Selama masa ini
akan terjadi replikasi virus yang terus meningkat. Diperkirakan sekitar 10 milyar partikel HIV dihasilkan dan dihancurkan setiap harinya. Waktu paruh virus dalam
plasma adalah sekitar 6 jam, dan siklus hidup virus rata-rata 2,6 hari. Limfosit T - CD4 yang terinfeksi memiliki waktu paruh 1,6 hari. Karena cepatnya proliferasi
virus ini dan angka kesalahan reverse transcriptase HIV yang berikatan, diperkirakan bahwa setiap nukleotida dari genom HIV mungkin bermutasi dalam
basis harian Brooks, 2008.
2.2. Limfadenopati
2.2.1. Defenisi
Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening diluar dari ukuran normal. Secara umum bila ditemukan pembesaran kelenjar lebih dari 1 cm
dalam diameter yang besar disebut dengan limfadenopati, tetapi pada bagian yang lain pembesaran kelenjar tersebut mempunyai ukuran yang berbeda-beda,
contohnya kelenjar epitochlear lebih dari 0,5 cm, kelenjar inguinal lebih dari 1,5 cm, kelenjar submandibula lebih dari 1,5 cm D’Allesandro, 2005.
Limfadenopati merupakan adanya ketidaknormalan pada kelenjar getah bening, baik dari jumlah, ukuran, maupun konsistensinya. Terdapat beberapa
klasifikasi dari limfadenopati, yang biasa digunakan oleh para klinisi adalah limfadenopati generalisata dan limfadenopati lokalisata. Dikatakan limfadenopati
generalisata bila kelenjar getah bening membesar pada dua atau lebih daerah yang tidak berdekatan, sedangkan limfadenopati lokalisata bila pembesaran kelenjar
getah bening hanya ada pada satu lokasi saja Ferrer, 2002. Limfadenopati mewakili respon keadaan patologis baik generalisata maupun lokalisata sebagai
hasil dari rangsangan antigen atau infiltrasi Moore et al, 2003.
2.2.2. Etiologi
Banyak faktor penyebab dari limfadenopati, antara lain: a. Virus: Epstein-Barr Virus, toxoplasmosis, cytomegalovirus, HIV.
b. Bakteri: Mycobacterium tuberculosis, Sarcoidosis, Streptococcus, gonococcus Ferrer, 2002.
c. Tumor: Limfoma Hodgkin, Limfoma non Hodgkin, Leukemia, metastasis tumor dari tempat lain Kumar et al, 2007.
2.2.3. Klasifikasi
Limfadenopati dibagi atas:
2.2.3.1. Limfoma
Limfoma merupakan suatu keganasan atau tumor, yang mengenai sel- sel darah putih yang berada di kelenjar getah bening. Limfoma dapat
melibatkan jaringan limfoid dan non limfoid seperti paru-paru, hati, kulit, atau bagian tubuh lainnya Foss, 2010.
Limfoma ditandai dengan pembengkakan kelenjar getah bening limfadenopati disertai rasa nyeri, dan kebanyakan lokasimya berada di leher.
Paparan virus seperti HIV, dapat meningkatkan resiko limfoma. Ketika limfosit berubah menjadi ganas akibat paparan virus, sel-sel yang sehat akan
berubah menjadi tumor atau keganasan,. Tumor ini akan menyebabkan limfadenopati danatau tumbuh dan berkembang di tempat lain dan merusak
sistem kekebalan tubuh Hicks, 2012.
Tan, 2004
Gambar 2.1. Gambaran sitologi aspirasi biopsi Limfoma Hodgkin di atas
terdiri dari populasi limfosit yang banyak aspek serta pleomorfik dan adanya sel Reed-Sternberg.
Armitage., Wyndham., 2008
Gambar 2.2. Gambaran sitologi aspirasi Limfoma non Hodgkin diatas terdiri
dari folikel limfoid tumor limfosit monomorfik
2.2.3.2. Limfadenitis Tuberkulosis TB
Limfadenitis TB merupakan peradangan pada kelenjar getah bening yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis Bayazit, 2004. Basil
TB pertama kali menyebar secara secara limfogen menuju kelenjar getah bening regional di hilus, kemudian penyebaran basil TB tersebut akan
menimbulkan reaksi inflamasi di sepanjang saluran limfe limfangitis dan
kelenjar limfe regional limfadenitis. Basil TB dapat menginfeksi kelenjar getah bening tanpa terlebih dahulu menginfeksi paru. Basil TB akan
berdiam di mukosa orofaring setelah basil TB masuk melalui inhalasi droplet. Di mukosa orofaring basil TB akan difagosit oleh makrofag dan
dibawa ke tonsil, selanjutnya akan dibawa ke kelenjar limfe di leher Datta, 2004.
Eliady, 2010
Gambar 2.3. Limfadenitis granulomatosa TB. Kelompokan seperti granuloma
dari histiosit-histiosit epiteloid pada latar belakang dari nekrosis kaseosa granular pewarnaan MGG
Eliady, 2010
Gambar 2.4. Material granular dari nekrosis kaseosa dengan inti mengalami
degenerasi dan fragmentasi. Adanya polimorfisme, gambaran yang tidak biasa dijumpai, tertama pada pasien AIDS pewarnaan Pap
Eliady, 2010
Gambar 2.5. Gambaran aspirasi biopsi pada limfadenitis TB, tampak histiosit
epiteloid dan sel-sel radang limfosit.
Lubis et al, 2008.
Gambar 2.6. Aspirat menunjukkan adanya bercak-bercak gelap pada latar
belakang material nekrotik granular eosinofilik. Sel-sel epiteloid merupakan tanda yang khas dari sediaan aspirasi biopsi.
Sel epiteloid dengan inti berbentuk elongated, yang dideskripsikan sebagai bentuk seperti tapak sepatu. Kromatin inti bergranul halus dan sitoplasma pucat dengan
pinggir sel yang tidak jelas Eliady, 2010. Sel-sel epiteloid pada limfadenitis TB membentuk gumpalan kohesif, berukuran kecil maupun berukuran besar yang
dapat mirip granuloma yang terdapat pada sediaan histopatologi. Dijumpai nekrosis sentral pada kelompokan yang berukuran besar, adanya fibrinoid atau
kaseosa. Materi keseosa bergranul dan eosinofilik dapat dijumpai pada sediaan aspirat Orell et al, 2005.
Pada penelitian Lubis et al 2008 menemukan adanya gambaran lain dari aspirasi limfadenopati dan non limfoid servikal, axillary, inguinal, breast,
skinsoft tisssue, intraabdominal dan testis yaitu berupa bercak-bercak gelap dark specks pada latar belakang material nekrotik granular eosinofilik.
Limfadenitis TB dapat ditegakkan apabila kriteria histiosit dari tipe epiteloid yang membentuk kelompokkan-kelompokkan kohesif ditemukan, juga
adanya multinucleated giant cell tipe Langhans Cousar et al, 2005.
2.2.4. Patogenesis
Kelenjar limfe atau kelenjar getah bening adalah kapsul kecil jaringan limfoid yang terdapat di seluruh sistem limfatik, dekat vena limfatika. Cairan
limfe yang mengalir pada pembuluh limfe disaring oleh nodus-nodus ini. Kelenjar limfe banyak mengandung limfosit, monosit, dan makrofag. Sel-sel ini
berproliferasi di kelenjar tersebut dan sebagian di bebaskan ke sirkulasi selama infeksi atau peradangan. Sel-sel darah putih yang ada di limfe menangkap dan
memfagositosis mikroorganisme yang dibawa aliran limfe sehingga cairan limfe dibersihkan sebelum kembali ke sirkulasi. Kelenjar limfe yang terdekat dengan
area infeksi akan terpajan dengan mikroorganisme dalam jumlah besar. Hal ini menyebabkan makrofag dan limfosit berproliferasi sehingga kelenjar membesar.
Kelenjar menjadi rentan sewaktu bertempur melawan infeksi Corwin, 2009. Kelenjar limfe merupakan organ anatomi yang pertama kali akan terinfeksi
HIV. HIV merupakan sel-sel individual yang mengekspresikan RNA, dan akan mencapai puncak pada hari ke 7 setelah inokulasi. Pada fase transisi ke fase
kronik, terjadi pergantian dari ekspresi sel secara individual ke bentuk seperti jaring HIV oleh jaringan sel dendritik folikuler didalam germinal senter kelenjar
limfe. Bentuk ini mendominasi keberadaan HIV dan pada saat ini terjadi penurunan secara drastis jumlah sel-sel individual yang mengekspresikan HIV.
Jadi pada fase akut ini dapat dilihat adanya upaya sel-sel limfosit T sitotoksik untuk mengurangi jumlah HIV akan membentuk kompleks dengan
imunoglobulin dan komplemen. Kompleks ini akan terikat pada reseptor komplemen pada permukaan sel dendritik. Secara klinik akan terjadi penurunan
jumlah RNA HIV dalam plasma dan menghilangnya sindroma infeksi akut Pantaleo et al, 1993.
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Penderita HIV dengan Limfadenopati
Gambaran Sitologi: 1. Limfoma
2. Metastasis keganasan 3. Lesi radang akut
4. Lesi radang kronik non spesifik
5. Proses radang kronik spesifik TB
6. Suspek proses radang TB
Kadar CD4