Pengaruh Proses Pengasapan Terhadap Aroma, Citarasa dan Nilai Gizi Pangan

E. Pengaruh Proses Pengasapan Terhadap Aroma, Citarasa dan Nilai Gizi Pangan

Ada dua hal penting yang dipertimbangkan mengapa pengolahan pangan perlu dilakukan. Pertama, adalah untuk mendapatkan bahan pangan yang aman untuk dimakan sehingga nilai gizi yang dikandung bahan pangan tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal. Kedua, adalah agar bahan pangan tersebut dapat diterima, khususnya diterima secara sensori, yang meliputi penampakan, aroma, warna, rasa (mouthfeel , aftertaste) dan tekstur (kekerasan, kelembutan, konsistensi, kekenyalan, kerenyahan). Di satu sisi pengolahan dapat menghasilkan produk pangan dengan sifat yang diinginkan yaitu aman, bergizi dan dapat diterima dengan baik secara sensori. Di sisi lain, pengolahan juga dapat menimbulkan hal yang sebaliknya yaitu menghasilkan senyawa toksik sehingga produk menjadi kurang atau tidak aman, kehilangan zat gizi dan perubahan sifat sensori ke arah yang kurang disukai dan kurang diterima seperti perubahan warna, tekstur, bau dan rasa yang kurang atau tidak disukai. Dengan demikian diperlukan suatu usaha optimasi dalam suatu pengolahan agar apa yang diinginkan tercapai dan apa yang tidak diinginkan ditekan sampai minimal. Untuk itulah, pentingnya pengetahuan akan pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi dan keamanan pangan. Walaupun demikian, hal yang lebih penting adalah bagaimana seharusnya melakukan suatu pengolahan pangan agar bahan pangan yang kita hasilkan bernilai gizi tinggi dan aman.

Pengolahan hasil perikanan merupakan suatu proses yang terlibat mulai dari penanganan ikan setelah ditangkap sampai kepada usaha pengawetan dan pengolahan menjadi produk jadi serta penyimpanannya. Pemahaman yang benar dalam pengolahan hasil perikanan sangat perlu bagi pengolah agar produk yang disiapkannya aman dikonsumsi dan tidak banyak berkurang gizinya.

Pengasapan adalah salah satu teknik pengolahan kombinasi antara perlakuan panas, komponen asap dan aliran gas. Pengasapan biasanya dilakukan terhadap daging dan ikan. Proses tersebut dapat memengaruhi nilai gizi pangan melalui reaksi antara senyawa dalam asap dengan zat gizi bahan pangan. Senyawa dalam asap dapat menyebabkan reaksi oksidatif lemak pangan, mengganggu nilai hayati protein, dan merusak beberapa vitamin (Harris dan Karmas, 1989).

Sejak tahun 1970-an telah diketahui terdapat sejumlah 300 senyawa kimia dalam asap. Kelompok senyawa kimia dalam asap kayu yaitu karbonil (aldehid dan keton), asam

organik, fenolik, basa organik, alkohol, hidrokarbon, gas CO 2 , CO, O 2 , dan nitrogen. Di antara senyawa asap tersebut ada yang bersifat melindungi, yaitu yang bersifat antioksidan, dan bakterisidal. Adapun kerja bakterisidal pengasapan merupakan gambaran pengaruh pemanasan, pengeringan dan komponen kimia asap. Namun demikian, faktor utama kerja bakterisidal yaitu senyawa kimia asap. Pengasapan dapat melindungi kerusakan zat gizi secara langsung, dan kerusakan mikrobiologis karena asap bersifat bakterisidal (Tejasari, 2005). Selanjutnya, dijelaskan bahwa, bagian penting pengasapan yaitu perlakuan pengasapan dan pengeringan. Panas menyebabkan denaturasi protein daging yang dimulai

pada suhu 40 o C, dan optimal pada suhu 65-68

C. Peningkatan suhu selanjutnya hingga 70 o

C menyebabkan daging yang diasap berwarna kelabu akibat denaturasi mioglobin dan hemoglobin.

Mutu protein daging dapat berubah karena interaksi antara komponen asap dengan komponen zat gizinya. Senyawa fenolik bereaksi dengan gugus sulfhidril daging atau ikan sedangkan gugus karbonil bereaksi dengan gugus amino daging atau ikan. Sifat kelarutan protein mengalami penurunan yang nyata akibat pengasapan. Pengasapan dapat mengurangi lisin hingga 12 persen. Susut ini disebabkan oleh pengaruh Mutu protein daging dapat berubah karena interaksi antara komponen asap dengan komponen zat gizinya. Senyawa fenolik bereaksi dengan gugus sulfhidril daging atau ikan sedangkan gugus karbonil bereaksi dengan gugus amino daging atau ikan. Sifat kelarutan protein mengalami penurunan yang nyata akibat pengasapan. Pengasapan dapat mengurangi lisin hingga 12 persen. Susut ini disebabkan oleh pengaruh

Kerusakan riboflavin dan niasin karena pengasapan relatif kecil yaitu sekitar 2-3 persen. Hal tersebut disebabkan vitamin dilindungi oleh efek antioksidan dari beberapa senyawa asap (Sveinsdóttir, 1998). Pengasapan setelah penggaraman menyebabkan kehilangan tiamin sekitar 15-20 persen lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan penggaraman saja. Susut ini dapat disebabkan oleh pengaruh panas juga (Tejasari, 2005). Selanjutnya dijelaskan bahwa kerusakan tiamin akibat curing cara kering yang diikuti pengasapan sebesar 16 persen, lebih kecil daripada akibat curing cara basah sebesar 26 persen. Adapun kerusakan niasin akibat curing cara curing dan basah masing-masing 4 persen dan 19 persen. Sebaliknya, retensi riboflavin akibat curing cara kering (57%) lebih rendah dibandingkan retensi akibat curing cara basah (89%). Mineral daging yang diasap tidak mengalami penurunan melainkan terjadi peningkatan. Peningkatan kadar mineral daging asap disebakan penambahan garam selama curing, dan akibat penurunan kadar air selama proses pengasapan. Selain itu,sifat mineral cukup mantap sehingga pengaruh pengasapan relatif kecil.