Latar Belakang Politik Lingkungan: Analisis Dampak Pengusahaan Sarang Burung Walet di Kota Rantauprapat Kabupaten Labuhan Batu

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam sebuah struktur kekuasaan penganut demokrasi, pasti memiliki badan eksekutif dan legislatif, sebagai aktor utama dalam menjalankan pemerintahan dengan menciptakan kebijakan. Secara teoritis, kebijakan dilahirkan dari suatu kebutuhan, dalam rangka melakukan sesuatu tindakan kepada masyarakat oleh pemerintah sebagai bentuk pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat. Seperti kita ketahui, bahwa setiap kebijakan itu merupakan bentuk intervensi yang dilakukan terus menerus oleh pemerintah demi mempengaruhi kehidupan masyarakat, yang lazimnya berbentuk pengaturan, penganggaran, maupun membuat regulasi dalam bentuk program. Jadi, pada dasarnya kebijakan publik merupakan sebuah bentuk pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat secara nyata. Chandler Plano berpendapat, bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. 1 1 Hessel Nogi S. Tangkilisan, 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi, Yogyakarta : YPAPI. hlm 1 Tentunya tindakan tersebut diharapkan mampu memberikan kemajuan dalam segala aspek yang dapat dirasakan secara holistik oleh masyarakat. Namun, apalagi dewasa ini, kebijakan publik jarang menyentuh kesehatan lingkungan, malah berdampak merusak lingkungan dengan 2 frekuensi yang tidak kecil. Sementara, secara teoritis, kebijakan merupakan sebuah jawaban atas masalah-masalah publik. Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan tegas menyatakan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga Negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam pasal 28H Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Namun, kondisi lingkungan dewasa ini tidak mencerminkan seperti UU di atas. Rendahnya perhatian terhadap lingkungan dewasa ini cenderung disebabkan oleh kebijakan pembangunan yang tidak memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan.Ditambah lagi euphoria otonomi daerah yang memungkinkan daerah mengolah kebijakannya sendiri. Kewenangan daerah dalam mengelola daerahnya ini sudah menjalani usia yang cukup lama. Namun, seringkali kebijakan di daerah, bermuara kepada kepentingan pemimpin, elit, maupun pengusaha. Sejatinya, setiap kebijakan yang diimplementasikan oleh pemerintah selayaknya mengacu pada prinsip kebaikan bersama, tidak hanya mementingkan suatu kepentingan saja. Sebagaimana dalam pendekatan ilmu politik klasik yang mengatakan bahwa tujuan dari politik atau kebijakan itu adalah kebaikan bersama.Namun, prinsip kebaikan bersama saja sepertinya belum cukup. 2 2 Miriam Budiardjo. 1983. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia. hlm 5 3 Hal yang sering tidak disadari oleh orang banyak bahwa setiap proses politik itu tidak menyentuh aspek lingkungan. Lingkungan merupakan tempat terjadinya seluruh kegiatan masyarakat, kegiatan ekonomi, sosial, budaya, maupun politik. Bahwa lingkungan juga berhak mendapatkan keadilan, dari segala bentuk eksploitasi. Jika dilihat dari perspektif ilmu sosial, lingkungan merupakan wahana yang vital, yang secara langsung ataupun tidak, mampu berimplikasi pada segala aspek kehidupan. Bahwa setiap benda atau makhluk di alam berhak menikmati keutuhan bentuk kehidupannya sendiri, karena adanya prinsip ketergantungan timbal balik antara keduanya. Menurut Sarwono Kusumaatmadja, secara politik, lingkungan boleh dibilang masih terpinggirkan. Hampir setiap kebijakan yang berkaitan dengan lingkungan belum kelihatan. Akibatnya, kini lingkungan makin bertambah parah.Intervensi manusia terjadi dengan paradigma yang tidak didasarkan pada pertimbangan lingkungan. Bahkan, lingkungan masih dijadikan beban atau dianggap sebagai eksternalitas yang membebani. Persoalan yang sama juga terjadi ditingkat pengambilan keputusan. Para pengambil keputusan tidak mempertimbangkan persoalan lingkungan di dalamnya. 3 Eksistensi dan keberlangsungan fungsi lingkungan, tidak dapat dilepaskan dari masalah kebijakan, serta masalah perumusan kebijakan dan atau pengambilan keputusan. Ini berarti bahwa rusak atau lestarinya kondisi lingkungan, akan sangat 3 Sarwono Kusumaatmadja. Politik Lingkungan. oleh: Ptri Dewanti, diakses dari Scribd pada tanggal 20-03-15 pukul 20.00 WIB. 4 ditentukan oleh baik buruknya sistem dan mekanisme pengambilan keputusan secara nasional. Dengan kata lain, upaya peningkatan kualitas pembangunan sektor lingkungan alam maupun sosial melalui konsep pembangunan berkelanjutan, harus dimulai dari pembenahan sistem politik nasional baru kemudian bisa menyentuh kepada politik di lokal. 4 Selain perkebunan, di Labuhan Batu juga terdapat pengusahaan dan budidaya sarang burung walet, yang memiliki daya jual yang tinggi. Banyak masyarakat yang menjadikan budidaya sarang burung walet ini sebagai mata pencaharian. Di Rantauprapat misalnya, keberadaan budidaya ini merupakan salah satu sumber ekonomi yang tinggi. Dari segi produksinya, burung walet ini diternakkan pada rumah toko ruko bertingkat. Dan yang menjadi masalah dalam hal ini ialah Dewasa ini, pembangunan di daerah juga masih banyak yang kurang memperhatikan kelestarian lingkungan. Pembangunan cenderung berorientasi hanya pada peningkatan sumber daya manusia dan peningkatan anggaran di daerah. Pola pembangunan seperti ini tentu akan menuai masalah di masa yang akan datang, terutama pola pembangunan seperti ini masih banyak diadopsi daerah-daerah di Indonesia. Seperti di Kabupaten Labuhan Batu, yang merupakan salah satu kabupaten yang ada di Sumatera Utara, yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. Daerah ini merupakan kawasan perkebunan sawit dan karet, sebagai salah satu penyumbang pendapatan daerah yang terbesar bagi Labuhan Batu. 4 Benjamin Rumapea. 2014. [Skripsi Departemen Ilmu Politik FISIP USU] Politik Pembangunan Daerah: Peranan Bappeda Kabupaten Samosir Dalam Mewujudkankan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Departemen Ilmu Politik FISIP USU, Medan. hlm 3 5 pemilihan tata ruang keberadaan pengusahaan ini terhadap lingkungan di Kota Rantauprapat. Pengusahaan ini masih banyak dijumpai di pusat kota, ada sekitar 30 ruko yang dijadikan tempat sarang burung walet ini, di mana tentu menimbulkan masalah-masalah lingkungan. Burung Walet merupakan burung pemakan serangga yang bersifat aerial dan suka meluncur. Burung ini berwarna gelap, terbangnya cepat dengan ukuran tubuh sedangkecil, dan memiliki sayap berbentuk sabit yang sempit dan runcing, kakinya sangat kecil begitu juga paruhnya dan jenis burung ini tidak pernah hinggap di pohon. Burung Walet punya kebiasaan berdiam di gua-gua atau rumah-rumah yang cukup lembab, remang-remang sampai gelap dan menggunakan langit-langit untuk menempelkan sarang sebagai tempat beristirahat dan berbiak. 5 Seperti dilansir dalam surat kabar republika, menurut peneliti burung dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI, Nurjito, burung walet bisa menyebabkan 24 jenis penyakit pada manusia jika letak kandangnya tidak sesuai dengan aturan. Penyakit yang dapat ditimbulkan bisa menyerang otak, syaraf, dan penyakit lainnya yang ada pada burung walet. Penyakit itu disebarkan melalui air liur, napas, dan kotoran walet. Orang yang terkena virus dari burung walet biasanya merasa pusing, lemas, dan lelah. Jika virus tersebut menyerang syaraf, orang tersebut dapat menjadi lumpuh. 6 5 http:www.ligagame.comforumindex.php?topic=61300.10;wap2 diakses pada 20-03-15 pukul 21.00 WIB 6 Ibid., 6 Masalah seperti kesehatan lingkungan, di mana burung walet dan manusia hidup dalam satu udara. Padahal, jalan-jalan kota merupakan tempat orang berlalu- lalang, baik yang berjalan kaki maupun dengan kendaraan. Belum lagi polusi suara yang dihasilkan dari burung walet maupun dari rekaman suara untuk memancing burung walet tersebut. Jalan Ahmad Yani, Jalan Imam Bonjol, Jalan Ahmad Dahlan merupakan jalanan kota, di mana di jalan-jalan ini masih banyak dijumpai budidaya burung walet. Namun, sampai saat ini belum ada muncul tanggapan yang berarti baik dari masyarakat setempat. Padahal, keberlangsungan budidaya burung walet di tengah kota ini sudah berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Kebijakan pemerintah Labuhan Batu dalam hal pengusahaan dan pengelolaan sarang burung walet ini tentu dapat dipermasalahkan. Mengingat tingginya daya jual sarang burung walet ini dan dampak yang ditimbulkannya atas lingkungan di perkotaan Rantauprapat. Sementara, pemerintah Labuhan Batu hanya mengatur tentang kebijakan retribusi atas pengusahaan ini, yaitu sebesar 10 dari nilai jual pengusahaan tersebut. Hal inilah yang mendasari penelitian ini dalam meneliti dampak pengusahaan dan budidaya sarang burung walet terhadap lingkungan di kota Rantauprapat di kecamatan Rantau Utara.

1.2 Perumusan Masalah