Terharu Compassion Tahap-tahap Menuju Dialog Liberatif

Membumikan Dialog Libertaif 66 seperti arah jarum jam dan merupakan panggilan yang mendorong kita terpanggil bersama orang lain yang mempunyai pengalaman yang sama. Dalam gerakan atau tahap kedua ini, belum ada pembicaraan tentang apa yang harus dibuat atau direncanakan bersama. Dalam gerakan ini yang ada hanya konversi dan panggilan bersama untuk melakukan sesuatu terhadap penderitaan dan ketidakadilan yang dipikul secara bersama-sama. Jadi, dalam pertemuan pertama dari dialog liberatif, umat beragama yang berbeda-beda akan berbicara tentang bagaimana mereka merasa terharu dan merasa terkonversi oleh berbagai pengalaman ketidakadilan dan penindasan yang dialami oleh para korban dan penderitaan lingkungan atau mereka sendiri yang menjadi korban langsung dari ketidakadilan. Hal inilah yang menjadi penyebab mengapa kita terpanggil untuk bertemu bersama dalam pertemuan pikiran dan perasaan. Dari pertemuan ini kita saling berdialog tentang bagaimana dan mengapa kita terpanggil untuk melakukan sesuatu terhadap kekurangan sembako di desa atau perkampungan, kekurangan obat-obatan, pendidikan, perampasan tanah, penggusuran rumah-rumah milik penduduk, penggusuran PKL, kerusakan lingkungan, dan lain-lain sebagainya. Dalam suatu dialog liberatif yang bertanggung jawab secara global, kita merasa bersama dalam suka dan duka. Dari pengalaman konversi bersama ini bisa sama efektifnya atau mungkin lebih efektif dibandingkan dengan pengalaman keagamaan lewat meditasi, doa, dan ibadah. Dalam tahap ini sudah ada keterikatan manusiawi yang eksistensial yang hidup dan aktif sebelum kita saling berbicara dengan orang lain sebagai umat beragama.

3. Kolaborasi Collaboration

Setelah kita merasa terharu atas penderitaan yang dialami oleh para korban dan terkonversi atas sebab-sebab terjadinya Membumikan Dialog Libertaif 67 penderitaan akan memungkinkan lahirnya suatu tindakan bersama dari para peserta dialog yang liberatif terhadap penderitaan. Di sinilah inti praksis pembebasan yang akan mengikat eksistensial kemanusiaan antara komunitas yang berasal dari latar belakang agama yang berbeda-beda. Dalam tahap ini, para peserta dialog harus melakukan langkah-langkah sebagai berikut. Pertama, praksis ini menghendaki agar peserta dialog yang telah bersepakat atas masalah-masalah yang akan ditangani secara bersama, harus melakukan identifikasi dan pemahaman terhadap sebab-sebab yang menjadi penyebab terhadap masalah tersebut. Kedua, dalam mengidentifikasi dan memahami masalah itu, maka yang dibutuhkan adalah berbagai analisis sosio-ekonomi. Artinya, tidak hanya ada satu analisis tentang asal-usul penderitaan dan penindasan, sehingga tidak ada satu program atau analisis pun yang bisa dipakai sebagai solusi. Di sinilah keragaman perspektif agama-agama berperan. Keragaman analisis dan kajian untuk mengatasi penderitan dan ketidakadilan merupakan kekayaan yang disumbangkan oleh agama-agama yang berbeda-beda untuk menangani penderitaan yang dialami oleh manusia dan menyelamatkan krisis ekologi. Dari keragaman analisis dan solusi yang ditawarkan akan memungkinkan membawa para peserta dialog untuk melakukan kerja sama dan bukan pemisahan. Ini merupakan susuatu yang harus dibahas pada tahap praksis awal dialog. Dari kerja sama, diharapkan lahir kesadaran solidaritas dan kolaborasi yang didasarkan pada dua unsur integral dalam dialog liberatif yang memiliki tanggung jawab global. a. Seluruh usaha untuk saling mendengar secara serius terhadap kepelbagian analisis dan rencana masing-masing berakar di dalam dan ditopang oleh sikap terharu atas berbagai penderitaan yang dialami oleh para korban