Dialog Spiritual Prinsip-prinsip Dialog

Membumikan Dialog Libertaif 10 prototipikal dari interaksi sosial. Dalam situasi tatap muka orang lain adalah nyata sepenuhnya, kenyataan ini merupakan bagian dari kenyataan hidup sehari-hari secara keseluruhan dan karena itu massif dan sifatnya memaksa. Kehidupan manusia merupakan suatu kesatuan. Individu dan masyarakat bukanlah realitas-realitas yang terpisah, melainkan merupakan aspek-aspek yang distributif dan kolektif dari gejala-gejala yang sama. Individu dan masyarakat merupakan dua sisi dari realitas yang sama, keduanya ibarat dua sisi dari satu mata uang. Karena individu dan masyarakat adalah suatu kesatuan yang tidak berdiri sendiri, maka “interkasi sosial” adalah media yang paling efektif untuk membangun hubungan komunikasi antarsesama. Dari perspektif ini dialog kehidupan dibangun guna memberikan makna bahwa interaksi sosial adalah suatu kenyataan yang harus terus-menerus dibangun tanpa melihat perbedaan identitas biologis, agama, bahasa, dan budaya. Dalam dialog kehidupan yang terjadi adalah pertemuan dari berbagai umat beragama yang berbeda-beda. Di mana agama tidak menjadi topik perbincangan antar mereka yang dianggap mampu menghalangi untuk melakukan kerjasama. Masing-masing umat beragama menganggap bahwa agama merupakan urusan pribadi antara pribadi dengan Tuhan, di mana orang lain tidak berhak ikut campur dalam urusan itu. Dengan kata lain bahwa kerukunan dijunjung tinggi dan toleransi terus digalakan. Dialog kehidupan sebenarnya merupakan dialog yang bersifat natural, di mana dalam kehidupan sehari-hari aktivitas dialog adalah sesuatu yang mutlak harus terjadi. Ia bukan hasil konstruksi dari ide-ide yang ada. Jadi dialog dalam bentuk ini adalah wajar karena manusia tidak bisa menghindar dari kegiatan semacam ini. Dengan demikian dialog dapat terjadi di mana orang-orang tinggal dalam satu kampung yang sama, di jalan yang sama atau di mana Membumikan Dialog Libertaif 11 saja. Dengan demikian, dialog dalam bentuk ini sangat memperhatikan pentingnya membangun hubungan antarumat beragama dari kepelbagian agama yang berbeda-beda. D. Problem Dialog Antarumat Beragama Dalam pandangan sosiologi, dialog termasuk dalam kategori sosiologi. Dialog merupakan salah satu momentum proses sosial. Dalam kerangka itu dialog merupakan bagian dari proses sosial yang assosiatif, yang bertolak dari situasi vacum dan kesepian, atau dari situasi konflik yang dialami oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Demikianlah dialog dapat merupakan jalan keluar untuk mengatasi keadaan bermusuhan dan menciptakan situasi yang damai dan kooperatif. Menurut penulis, minimal ada tiga hal yang dapat menghalangi seseorang untuk berdialog; i Sikap eksklusif. ii standar ganda double standard dan iii klaim kebenaran truth claim . Tiga hal ini hampir dimiliki oleh setiap pemeluk agama.

1. Sikap Eksklusif

Sikap eksklusif atau eksklusivisme sering menjadi penghalang bagi dialog. Sikap ini sering membuat orang memandang bahwa dialog sebagai pekerjaan sia-sia bahkan merusak keyakinan. Bagi seorang eksklusif, kebenaran yang dipahami dan diyakini adalah kebenaran mutlak yang tidak perlu didialogkan dan tidak boleh diganggu gugat. Keenggangan untuk berdialog baik dengan orang yang berbeda aliran dalam suatu agama maupun dengan para penganut agama-agama lain, melekat dengan kuat pada mental kaum fundamentalis. Kecenderungan para penganut sikap eksklusif ini, sering melahirkan sikap apologi apologia,20 yakni 20 Ciri konfrontasi dari apologetika tampak jelas jika dipakai metode antitetis. Karena dalam metode ini ditonjolkan kekurangan dan kelemahan agama lain. Yang