Kriteria Novel Sebagai Bahan Ajar

3. Kriteria Novel Sebagai Bahan Ajar

Perkembangan karya sastra dalam kehidupan masyarakat terasa begitu cepat, sehingga kehadirannya tidak dapat ditolak. Oleh karena itu, tidak semua gender sastra yang ada dapat dijadikan materi pengajaran, demikian juga halnya terhadap novel. Untuk menetapkan novel sebagai bahan ajar, memerlukan pertimbnagan dasar, baikkah sebuah novel itu dipilih sebagai bahan ajar? Pertanyaan demikian akan terjawab, bila dilalui dengan proses penilaian dan penyeleksian. Menilai sebuah novel, bukanlah suatu hal yang mudah, kompleksnya konvensi atau sistem organisme yang terkandung dalam sebuah novel mengakibatkan sulitnya seseorang memahami dan mencerna isi secara keseluruhan. Kesulitan inilah di antaranya yang menyebabkan tujuan pengajaran sastra kurang tercapai.

Prinsip Pembelajaran sastra pada dasarnya bertujuan agar siswa mimiliki rasa peka terhadap karya sastra yang berharga sehinga merasa terdorong dan tertarik untuk membacanya (Atar Semi,1993: 152). Dengan membaca karya sastra diharapkan para siswa memperoleh pengertian yang baik tentang manusia dan kemanusiaan, mengenai nilai-nilai dan mendapatkan ide-ide baru. Pemelajaran sastra yakni novel sebagai genre serta mempunyai fungsi yang dapat menumbuhkan rasa kepedulian terhadap karya-karya yang dihasilkan oleh para pengarang.

membacanya, hanyut dalam keasyikan (Rahmantoro, 1988: 65). Novel- novel ini jelas dapat membantu dan menunjang sebagai sarana pendukung untuk memperkaya bacaan para siswa disamping novel-novel tertentu yang dijadikan bahan pembelajaran oleh guru sastra. Adanya novel dalam KTSP membuka pencerahan baru agar siswa dapat lebih aktif dan konstruktif terhadap gejala atau situasi yang terjadi saat ini.

Menurut Ahmad Sudrajat (2008) membagi prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran meliputi: (a) prinsip relevansi, (b) konsistensi, dan (c) kecukupan. Prinsip relevansi artinya materi pembelajaran hendaknya relevan memiliki keterkaitan dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Prinsip konsistensi artinya adanya keajegan antara bahan ajar dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa. Misalnya, kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam. Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan membuang-buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk mempelajarinya.

Ketika seorang pembaca berhadapan dengan karya sastra, apakah ia dapat langsung mengatakan bahwa karya itu baik atau tidak? Tentu saja penilaian dengan cara demikian tidak objektif. Pertama-tama yang harus dilakukan adalah membaca karya itu dahulu. Jika sudah kita cermati benar, barulah dapat memberi penilaian atas karya yang bersangkutan. Menurut Maman S. Mahayana (2008) menyatakan adapun kriteria yang dapat digunakan untuk membuat penilaian terhadap keberhasilan atau kegagalan sebuah karya sastra, dapat dilakukan dengan mencermati sedikitnya enam kriteria yaitu: Ketika seorang pembaca berhadapan dengan karya sastra, apakah ia dapat langsung mengatakan bahwa karya itu baik atau tidak? Tentu saja penilaian dengan cara demikian tidak objektif. Pertama-tama yang harus dilakukan adalah membaca karya itu dahulu. Jika sudah kita cermati benar, barulah dapat memberi penilaian atas karya yang bersangkutan. Menurut Maman S. Mahayana (2008) menyatakan adapun kriteria yang dapat digunakan untuk membuat penilaian terhadap keberhasilan atau kegagalan sebuah karya sastra, dapat dilakukan dengan mencermati sedikitnya enam kriteria yaitu:

2) Kepaduan (koherensi), kriteria yang dapat kita gunakan untuk membuat penilaian adalah masalah yang menyangkut aspek kepaduan. Contohnya dapat kita lihat pada novel Hamka, Tenggelamnya Kapal van der Wijck (1939). Dari segi tema, novel ini masih mengangkat persoalan adat. Tetapi ada kebaruannya dalam novel ini, yaitu adat yang dibenturkan dengan masalah keturunan dan orang dagang (perantau).

3) Kompleksitas (kerumitan), dilihat dari sudut pengarang, kompleksitas itu juga sangat bergantung pada memahaman sastrawan bersangkutan mengenai masalah budaya yang melingkarinya. Pemahaman kultural itulah yang kemudian disajikan dan berusaha diselesaikan pengarang, juga melalui pendekatan budaya. Dengan begitu, penyelesaiannya juga tentu saja tidak sederhana, dan tidak mungkin dapat dilakukan secara hitam putih.

4) Orisinalitas (keaslian), kriteria ini tentu saja tidak harus didasarkan pada keseluruhan unsurnya yang memperlihatkan keaslian atau orisinalitasnya. Bagaimana juga tidak ada satu pun karya yang 100 persen memperlihatkan orisinalitasnya. Selalu saja ada persamaannya dengan karya-karya yang terbit sebelumnya. Oleh karena itu pula, untuk menentukan orisinalitas karya yang bersangkutan, kita harus juga melihat karya-karya yang terbit sebelumnya. Mengingat kriteria orisinalitas sangat ditentukan juga oleh keberadaan karya-karya yang terbit sebelumnya, maka di dalam pelaksanaannya kritena orisinalitas bertumpang tindih dengan kriteria kebaruan.

menyangkut kematangan pengarangnya menyajikan dan menyelesaikan persoalannya atau tidak. Ringkasnya, kriteria ini berkaitan dengan bagaimana pengarang mengolah kenyataan faktual, baik peristiwa besar atau biasa, menjadi sesuatu yang memukau, mempesona dan sekaligus juga merangsang emosi pembaca, meskipun pengarangnya sendiri mungkin tidak mempunyai pretensi untuk itu.

6) Kedalaman (eksploratif), kriteria kedalaman ini cenderung mempakan refleksi dari berbagai gejolak kegelisahan pengarang yang mengristal dan kemudian diejawantahkan ke dalam larik-larik dalam puisi atau narasi dalam novel atau cerpen. Semakin karya itu memperlihatkan kedalamannya, semakin terbuka peluang lahimya berbagai tafsiran dan pemaknaan. Dengan demikian, karya sastra yang demikian, akan memberi tidak saja sekadar kenikmatan estetis, tetapi juga pencerahan batin dan pemerkayaan wawasan pembacanya. Ia mengeksplorasikan serangkaian kegelisahan pengarangnya, dan sekaligus juga mengekplorasi emosi dan wawasan pembaca untuk mencoba memahami kedalaman makna karya bersangkutan.

Dokumen yang terkait

Skripsi Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

1 1 109

NOVEL SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA (Tinjauan Struktural dan Nilai Pendidikan)

3 27 124

PENGGUNAAN MEDIA DAN KESENJANGAN KEPUASAN (Studi Tentang Tayangan Berita Liputan 6 Petang di SCTV dan Program Reportase Sore di Trans TV terhadap Kepuasan Menonton Siaran Berita Televisi dalam Usaha Mendapatkan Informasi yang Aktual di Kalangan Anggota DP

0 0 75

Analisis Perbandingan Return dan Risiko Pemegang Saham Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi

0 0 115

1 Hubungan Antara Penyakit Diabetes Melitus Tak Terkontrol Dengan Kerusakan Gigi Herni prasanti DU G0005112

0 0 28

PEMASARAN POLITIK (POLITICAL MARKETING) PARTAI GOLONGAN KARYA DAN PARTAI DEMOKRAT (Studi Tentang Perbandingan Pemasaran Politik Partai Golkar dan Partai Demokrat Dalam Rangka Menarik Massa Pada Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2009 di Daerah Pilihan II Kab

0 0 150

1 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Sekolah Menengah Internasional di Jakarta Dengan Penekanan Pada Green Architecture TUGAS AKHIR - Konsep perencanaan dan perancangan Sekolah Menengah Internasional di Jakarta dengan penekanan pada green architecture

4 17 55

Pelaksanaan payment point online bank (ppob) di PT. PLN (persero) area pelayanan dan jaringan Surakarta

1 1 112

1 EVALUASI FUNGSI RENCANA SALURAN PENGELAK DALAM PENGENDALIAN BANJIR KOTA BANTAENG SULAWESI SELATAN DHUHITA ATITAMI

0 0 59

Studi komparasi warisan anak luar kawin menurut hukum Islam dan hukum perdata

0 2 55