Faktor Pendorong Menjadi Abdi dalem
A. Faktor Pendorong Menjadi Abdi dalem
Fenomena kehidupan masyarakat yang menitikberatkan pada
kesederhanaan, harmoni, dan selaras dengan alam mulai ditinggalkan. Hal ini dikarenakan orang lebih cenderung memikirkan kehidupan duniawi daripada rohani. Berbeda dengan para abdi dalem yang masih kental menganut filsafat tidak mau larut dalam kehidupan duniawi yang hanya memikirkan materi atau
harta semata. 5 Bagi mereka ada kehidupan yang lebih berarti, yaitu memperkaya
rohani atau kehidupan batin. Dalam upaya mewujudkan kehidupan batin tersebut, ketenteraman dan ketenangan jiwa menjadi utama. Pengabdian mereka terhadap keraton umumnya dilandasi pemikiran akan perlunya ketenteraman dan ketenangan dalam hidup. Walaupun rezeki dari keraton jumlahnya kecil, mereka percaya bahwa akan ada suatu jalan lain untuk mendapatkan rezeki, baik melalui keterampilan, jasa atau kepandaian yang mereka miliki, seperti abdi dalem Harya Leka yang memanfaatkan keahliannya dalam melakukan petungan tanggal Jawa.
Abdi dalem menjalankan tugasnya semata-mata bukan untuk mencari kedudukan atau mendekatkan diri dengan kehidupan para bangsawan, tetapi harapan utama dari abdi dalem adalah untuk mendapatkan berkah dalem yang dipercaya dapat membawa ketenteraman serta kebahagiaan lahir. Berkah bersifat abstrak, tetapi nilai yang terkandung begitu kuat dan dijadikan pegangan para abdi
5 Pada prinsipnya, m asyarakat Jawa atau “wong Jawa” (orang Jawa) adalah lebih bersifat ideologikal atau lebih bersifat formal yaitu masyarakat atau orang-
orang yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai orang-orang yang menjunjung tinggi sifat-sifat luhur dan kebudayaan (termasuk berbagai macam seni, sastra dan kepercayaan), yang dimiliki dan dijunjung tinggi oleh masyarakat Jawa. Lihat Soetrisno Prawirohardjono, Prinsip Ekonomi dalam Masyarakat Jawa , (Yogyakarta: Lembaga Javanologi, 1984), hlm 37.
commit to user commit to user
tertinggi dari kaum bangsawan yang memerintah. 6
Biasanya seorang abdi dalem berharap keturunannya kelak akan ada yang mewarisi pekerjaannya sebagai abdi dalem, namun terkadang generasi berikutnya
merasa enggan untuk meneruskan pekerjaan orang tuanya di keraton. 7 Hal itu
dapat dimengerti karena generasi yang baru ini cenderung mementingkan segi pendidikan sebagai jaminan masa depannya. Seorang abdi dalem harus menjalankan kewajibannya dengan baik apabila menginginkan penghargaan yang lebih tinggi. Tolak ukur dari penghargaan tersebut adalah kerajinan, pengabdian,
dan kesetiaan kepada raja. 8
Bagi abdi dalem, raja atau Sunan adalah seseorang yang mendapat wahyu dari Tuhan untuk memimpin rakyatnya. Untuk itu abdi dalem berusaha mendekatkan diri kepada Sunan agar kemuliaan yang dimilikinya terpancar kepada mereka. Sebagai imbalan atas pengabdian para abdi dalem di keraton,
6 Ibid.
7 Yosephine Nurasih, “Priyayi Birokrat dalam Masyarakat Jawa di Yogyakarta ”, Skripsi (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 1987), hlm. 30.
8 Wawancara dengan K.R.T Erwan Suparlan, tgl 29 Januari 2012.
commit to user commit to user
Motif orang dalam bekerja pada umumnya adalah untuk mencari uang guna memenuhi kebutuhan hidupnya, namun nampaknya hal itu tidak berlaku bagi abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta. Mereka bekerja di keraton semata-mata
untuk menunjukkan pengabdiannya kepada raja mereka. 9 Abdi dalem yang telah
masuk dan menjadi bagian masyarakat keraton bekerja dengan tujuan untuk mengabdi pada raja. Mereka berkeyakinan bahwa pengabdian mereka merupakan
suatu jalan untuk mendapatkan ketenteraman hidup. 10 Masa pengabdian para abdi
dalem ini tidak terbatas, sehingga tidak mengenal pensiun. Seandainya seorang abdi dalem sudah merasa tidak sanggup lagi melaksanakan tugas dan kewajibannya karena alasan tertentu maka Ia dapat mengajukan surat permohonan untuk mengundurkan diri. Bagi abdi dalem gaji bukanlah menjadi tujuan utama karena mereka bekerja untuk mendapatkan rahmat dari leluhur untuk keperluan rohani.
Gaji adalah imbalan yang diberikan apabila seseorang telah melakukan pekerjaan untuk orang lain. Gaji untuk para abdi dalem pada dasarnya merupakan sebuah tunjangan. Tunjangan bagi pegawai biasa didasarkan atas pengabdian pegawai kepada atasannya. Setiap abdi dalem menerima gaji yang berbeda, disesuaikan dengan pangkat yang disandangnya. Berikut besarnya gaji yang diterima abdi dalem berdasarkan pangkatnya pada masa Pakubuwana X.
9 Wawancara dengan K.R.T Supardi, tanggal 3 Agustus 2011.
commit to user
Gaji abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta Pada Masa Paku Buwono X
No.
Pangkat
Besarnya Gaji
1. Patih Kerajaan
F. 3000
2. Pangeran Putra
F. 900
3. Bupati Nayaka
Antara F.800 sampai F.1000
4. Bupati
Antara F. 500 sampai F.750
5. Bupati Anom
F.200
Sumber: Darsiti Soeratman, Kehidupan Dunia Keraton Surakarta 1830-1939,
hlm. 265.
Kondisi yang dihadapi abdi dalem tidak mengurangi semangat para abdi dalem untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Optimisme yang dimiliki seorang abdi dalem keraton akan mengarahkan perilakunya untuk mewujudkan keinginannya. Abdi dalem yang memiliki sikap optimis diharapkan mampu memecahkan permasalahan yang dihadapi dengan ketekunan dan kemampuan berfikir atau berimajinasi atau berapresiasi dan sikap tidak mudah menyerah atau putus asa.
Di lingkungan keraton, setiap abdi dalem dilatih untuk selalu hidup sederhana, urip sak madya, menyelaraskan diri dengan alam, dan bisa mengendalikan hawa nafsu. Sehingga dapat dikatakan bahwa faktor pendorong utama seseorang menjadi abdi dalem (mengabdikan diri di keraton) adalah untuk melatih menciptakan kehidupan batin yang tenang dan tenteram untuk mencapai kebahagiaan sejati.
commit to user commit to user
statusnya sebagai priyayigung, dalam memperingati tumbuk ageng 11 , mereka
menyiapkan makanan gaya Jawa dan juga menyertakan menu Barat dengan memanggil koki untuk memasaknya. Makanan dan minuman dalam kaleng, cerutu, minuman susu, minuman keras, anggur, serta upacara kondisi warnai pesta
tersebut. Selain itu juga diadakan klenengan 12 dan memanggil tandak untuk acara
tayuban. 13