Analisis Incremental Cost

3. Analisis Incremental Cost

Untuk dapat menentukan pola produksi apakah yang sesuai untuk produk grey Lokal di PT Primissima Yogyakarta maka digunakan analisis biaya tambahan atau incremental cost terendah yang ditimbulkan oleh adanya pengadaan barang untuk memenuhi permintaan. Untuk menganalisis incremental cost ini dapat digunakan 3 alternatif pola produksi, yaitu:

Pada pola produksi ini, rencana produksi dari triwulan ke triwulan adalah sama,sehingga: 1). Rencana produksi dari triwulan I. II. III, dan IV selalu sama

dengan kapasitas produksi normal yang dimiliki oleh perusahaan yaitu sebesar 17.266.242 /triwulan.

2). Persediaan awal tahun 2010 adalah nol karena persediaan

akhir tahun telah 2009 telah habis terjual.

Tabel III.6.

Perhitungan Persediaan Grey Lokal pada PT Primissima Yogyakarta tahun 2010 (dalam meter).

Jumlah Persediaan

Penjualan Persediaan Akhir

Sumber: Data sekunder yang diolah

Keterangan : *) Nilai negatif pada persediaan akhir menunjukkan kekurangan produksi yang harus dilemburkan. Dari tabel diatas dapat dihitung incremental cost nya, yaitu:

1). Biaya Simpan 1). Biaya Simpan

= 856.362 × Rp 420= Rp359.672.040

Triwulan II = 141.565 × Rp 420 = Rp 59.457.300 Triwulan III = 125.061 × Rp 420 = Rp 52.525.620

Rp 471.654.960

2). Biaya Lembur Lembur dilakukan apabila terdapat produksi di atas kapasitas produksi maksimal perusahaan yaitu 17.455.581meter / triwulan maupun kekurangan produksi. Dari tabel diatas diketahui bahwa pada triwulan

IV terdapat kekurangan produksi sehingga menimbulkan biaya lembur sebesar : Triwulan IV = Rp 415.163 × 300 = Rp 124.548.900

3). Biaya Perputaran Tenaga Kerja Pada pola produksi konstan ini tidak terdapat biaya perputaran tenaga kerja karena biaya perputaran tenaga kerja dilakukan apabila perusahaan memerlukan tenaga kerja baru untuk memproduksi sejumlah barang yang tidak mampu dikerjakan oleh tenaga kerja produksi yang ada, di PT. Primissima Yogyakarta biaya perputaran tenaga kerja tidak ada karena sejumlah produksi dapat diselesaikan oleh tenaga kerja yang ada sehinnga biaya perputaran tenaga kerja nol.

Pada pola produksi bergelombang ini, di PT Primissima Yogyakarta biaya sub kontrak tidak ada karena perusahaan tidak memesan hasil produk yang sama kepada perusahaan lain dan apabila terdapat jumlah produksi yang melebihi kapasitas produksi maksimal perusahaan maupun kekurangan produksi, maka perusahaan akan melakukannya dengan kerja lembur. Berikut ini adalah rekapitulasi incremental cost pada pola produksi konstan:

Biaya Simpan = Rp 471.654.960 Biaya Lembur

= Rp 124.548.900 Biaya Perputaran Tenaga Kerja

= Rp -

Biaya Sub Kontrak = Rp - Total incremental cost Rp 596.203.860

b. Pola Produksi Bergelombang Pada pola produksi ini, rencana produksi dari triwulan ke triwulan adalah mengikuti penjualan, sehingga: 1). Rencana produksi dari triwulan I,II, III dan IV selalu mengikuti

penjualan. 2). Persediaan awal tahun 2010 adalah nol karena persediaan akhir tahun 2009 telah habis terjual.

Perhitungan Persediaan Grey Lokal pada PT Primissima Yogyakarta 2010 (dalam meter).

Triwulan Persediaan

Awal

Produksi

Jumlah Persediaan

Penjualan Persediaan Akhir

Sumber: Data yang diolah

Dari table diatas dapat dihitung incremental cost nya, yaitu:

1) Biaya Simpan Dari tabel III.7 dapat diketahui bahwa pada triwulan I, II, III dan IV tidak terdapat persediaan akhir yang harus disimpan sehingga tidak menimbulkan biaya simpan.

2) Biaya Lembur Lembur dilakukan apabila terdapat produksi di atas kapasitas produksi maksimal perusahaan yaitu sebesar 17.455.581 meter / Triwulan maupun kekurangan produksi. Dari tabel di atas diketahui bahwa pada triwulan I dan III tidak terdapat jumlah produksi yang melebihi kapasitas produksi maupun kekurangan produksi, sehingga tidak menimbulkan biaya lembur dan pada triwulan II dan IV terdapat produksi yang melebihi kapasitas produksi maksimal yang dimiliki 2) Biaya Lembur Lembur dilakukan apabila terdapat produksi di atas kapasitas produksi maksimal perusahaan yaitu sebesar 17.455.581 meter / Triwulan maupun kekurangan produksi. Dari tabel di atas diketahui bahwa pada triwulan I dan III tidak terdapat jumlah produksi yang melebihi kapasitas produksi maupun kekurangan produksi, sehingga tidak menimbulkan biaya lembur dan pada triwulan II dan IV terdapat produksi yang melebihi kapasitas produksi maksimal yang dimiliki

Biaya Perputaran Tenaga Kerja Pada pola produksi ini tidak terdapat biaya perputaran tenaga kerja karena biaya perputaran tenaga kerja dilakukan apabila perusahaan memerlukan tenaga kerja baru untuk memproduksi sejumlah barang yang tidak mampu dikerjakan oleh tenaga kerja produksi yang ada, di PT Primissima Yogyakarta biaya perputaran tenaga kerja tidak ada karena sejumlah produksi dapat diselesaikan oleh tenaga kerja yang ada sehingga biaya perputaran tenaga kerja nol.

3) Biaya Sub Kontrak Pada pola produksi bergelombang ini, di PT Primissima Yogyakarta biaya sub kontrak tidak ada karena perusahaan tidak memesan hasil produksi yang sama kepada perusahaan lain dan apabila terdapat jumlah produksi yang melebihi kapasitas produksi maksimal perusahaan maupun kkurangan produksi, maka perusahaan akan melakukannya dengan kerja lembur.

bergelombang: Biaya Simpan

= Rp

Biaya Lembur

= Rp 262.902.900

Biaya Perputaran Tenaga Kerja = Rp

Biaya Sub Kontrak

= Rp

Total incremental cost

Rp 262.902.900

c. Pola produksi moderat

1). Rencana produksi triwulan I dan triwulan II, mengikuti

penjualan pada triwulan I 2). Rencana produksi triwulan III dan triwulan IV, mengikuti

penjualan pada triwulan II 3). Persediaan awal tahun 2010 adalah nol karena persediaan akhir tahun 2009 habis terjual.

Tabel III.8

Perhitungan Persediaan Grey Lokal pada PT Primissima Yogyakarta tahun 2010 (dalam meter).

Triwulan Persediaan

Awal

Produksi

Jumlah Persediaan

Penjualan Persediaan Akhir

17981039 -1571159 III

IV 0 17981039 17981039

* ) Nilai negatif pada persediaan akhir menunjukkan kekurangan produksi yang harus dilemburkan.

Dari table diatas dapat dihitung incremental cost nya, yaitu:

1) Biaya Simpan Dari tabel III.8 dapat diketahui bahwa pada triwulan I dan II tidak terdapat persediaan akhir yang harus disimpan sehingga tidak menimbulkan biaya simpan sedangkan pada triwulan III dan IV diketahui terdapat persediaan akhir yang harus disimpan sehingga menimbulkan biaya simpan sebesar: Triwulan III = Rp 698.293 × 420 = Rp 293.283.060 Triwulan IV = Rp 174.573 × 420 = Rp 73.320.660

2). Biaya Lembur Lembur dilakukan apabila terdapat produksi di atas kapasitas maksimal yaitu sebesar 17 455 581 meter / triwulan maupun kekurangan produksi. Dari tabel diatas diketahui bahwa pada triwulan I,III dan IV tidak terdapat jumlah produksi yang melebihi kapasitas produksi maupun kekurangan produksi, sehingga tidak menimbulkan biaya lembur dan pada triwulan II terdapat kekurangan produksi, sehingga harus dilakukan lembur yang menimbulkan biaya lembur sebesar:

3). Biaya Perputaran Tenaga Kerja Pada pola produksi konstan ini terdapat biaya perputaran tenaga kerja karena biaya perputaran tenaga kerja dilakukan apabila perusahaan memerlukan tenaga kerja baru untuk memproduksi sejumlah barang yang tidak mampu dikerjakan oleh tenaga kerja produksi yang yang ada, di PT Primissima Yogyakarta biaya perputaran tenaga kerja tidak ada karena sejumlah produksi dapat diselesaikan oleh tenaga kerja yang ada sehingga biaya perputaran tenaga kerja nol.

4). Biaya Sub Kontrak Pada pola produksi bergelombang ini, di PT Primissima Yogyakarta biaya sub kontrak tidak ada karena perusahaan tidak memesan hasil produksi yang sama kepada perusahaan lain dan apabila terdapat jumlah produksi yang melebihi kapasitas produksi maksimal akan melakukannya dengan kerja lembur .

moderat: Biaya Simpan

= Rp 366.603.720

Biaya Lembur

= Rp 471.347.700

Biaya Perputaran Tenaga Kerja = Rp

Biaya Sub Kontrak

= Rp

Total Incremental cost

Rp 837.951.420