Semantik Landasan Teori .1Kaidah Ejaan

Menurut kaidah diserap menjadi pasif dan aktif. Jika pemakaian itu mengikuti kaidah, penulisan itu dipandang benar. Tetapi jika ditulis dengan passive dan active, penulisan itu tentu dipandang salah karena tidak menaati kaidah yang telah disepakati.

2.1.2.2 Semantik

Semantik berasal dari bahasa Yunani semainein ‘yang bermakna’. Slametmuljana 1964:1 menyatakan bahwa “semantik adalah penelitian makna kata dalam bahasa tertentu menurut sistem penggolongan”. Semantik termasuk juga ilmu makna, membicarakan makna, bagaimana asal mula adanya makna sesuatu misalnya, sejarah kata, dalam arti bagaimana kata itu muncul dan bagaimana perkembangannya, serta mengapa terjadi peubahan makna dalam sejarah bahasa. Teori semantik merupakan teori yang digunakan dalam penelitian ini, semantik adalah telaah makna. Semantik menelaah lambang-lambang atau tanda- tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang lainnya, dan pengaruh terhadap mansusia dan masyarakat. Oleh karena itu semantik mencakup makna-makna kata perkembangan dan perubahannya. Semantik merupakan salah satu cabang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandai. Dengan kata lain, semantik adalah bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Oleh karena itu, semantik diartikan sebagai ilmu tentang tanda atau tentang arti, seperti yang dikemukakan oleh Chaer 1995:3 “semantik yaitu mempelajari makna atau arti dari suatu tanda atau lambang pada umumnya, seperti Universitas Sumatera Utara dalam setiap bahasa sering kali ditemui adanya hubungan kemaknaan antara sebuah kata atau satuan bahasa lainnya dengan kata atau satuan bahasa lainnya lagi”. Setiap kata yang kita ucapkan memiliki arti atau makna, dan makna kata yang sama bisa berbeda-beda artinya, tergantung pada konteks ruang dan waktu. Terdapat komponen dalam makna yang dibangkitkan suatu kata atau kalimat. Makna muncul dari hubungan khusus antara kata sebagai simbol verbal dalam manusia. Makna tidak melekat pada kata-kata, namun kata-kata membangkitkan makna dalam pikiran orang. Seperti halnya tulisan yang terdapat pada kaca angkutan umum memiliki makna tersendiri, makna-makna tersebut hanya memiliki satu makna dan adakalanya memiliki makna yang lebih dari satu, dan ada pula yang mengalami perubahan makna pada tulisan-tulisan tersebut, Chaer 2004:131 menyebutkan bahwa perubahan makna antara lain: 1 Perubahan Makna Akibat Perubahan Lingkungan Lingkungan masyarakat dapat menyebabkan perubahan makna. Bahasa yang digunakan masyarakat tertentu belum tentu sama maknanya dengan makna kata yang digunakan di lingkungan masyarakat yang lain. Misalnya kata cetak, bagi mereka yang bergerak dalam bidang persuratkabaran, kata cetak selalu dihubungkan dengan kata tinta, huruf, kertas. Tetapi bagi tukang bata, kata cetak biasanya dihubungkan dengan kegiatan membuat batu bata pada cetakannnya. Sedangkan bagi petani, kata cetak biasanya dikaitkan dengan usaha membuka lahan baru untuk pertanian sehingga muncul urutan kata pencetakan sawah baru. Universitas Sumatera Utara 2 Perubahan Makna Akibat Pertukaran Indera Pertukaran makna akibat pertukaran indera, disebut dengan sinestesi kata Yunani: Sun = sama dan aesthetikos = tampak. Pertukaran indera yang dimaksud, misalnya indera pendengaran dengan indera penglihatan. Misalnya, kata terang seperti telah dikatakan di atas, berhubungan dengan indera penglihatan. Tetapi jika orang berkata “suaranya terang” , maka hal itu berhubungan dengan pendengaran. Maka kata terang adalah matahari cukup cahaya yang berubah menjadi lelas. 3 Perubahan Makna Akibat Pertukaran Tanggapan Pemakai Bahasa Dalam bahasa Indonesia terdapat kata gerombolan yang dahulu bermakna orang yang berkelompok, orang yang berkerumun, misalnya berkerumun didekat penjual obat. Maknanya bersifat baik, menjadi amelioratif. Dengan munculnya pemberontak di Indonesia dan akhir-akhir ini berkembang istilah GPK gerakan pengacau keamanaan, makna kata gerombolan menjurus kepada hal yang tidak menyenangkan, bahkan menakutkan karena dihubungkan dengan gerombolan pengacau, gerombolan perampok, pencuri, dan penodong. Tanggapan pemakai bahasa terhadap kata gerombolan berubah dari perasaan senang atau amelioratif menjadi tidak senang atau peyoratif. 4 Perubahan Makna Akibat Asosiasi Selametnuljana 1964:2 mengatakan bahwa “yang dimaksud dengan asosiasi adalah hubungan antara makna asli, makna di dalam lingkungan tempat tumbuh semula kata yang bersangkutan dengan makna yang baru, yakni makna di dalam lingkungan tempat kata itu dipindahkan ke dalam pemakai bahasa”. Misalnya, dalam bahasa Indonesia terdapat kata amplop, kalau kita mengurus sesuatu di kantor dan kemudian kawan berkata, “beri ia amplop”. Maka asosiasi Universitas Sumatera Utara kita bukan lagi amplop yang berfungsi sebagai sampul surat, tetapi amplop yang berisi uang, uang pelancar, uang pelicin, uang sogok. Secara kasar kawan kita berkata “berilah ia uang agar urusanmu segera selesai”. 5 Perubahan Makna Akibat Perubahan Bentuk Akibat perubahan bentuk terjadi perubahan makna, misalnya kata berlompatan bermakna banyak orang atau binatang yang melompat dari suatu tempat ke tempat yang lain. Orang berkata, “udang berlompatan dari perahu” , yang maknanya udang-udang yang berada di dalam perahu melompat ke dalam. Makna kata berlompatan berbeda dengan makna kata berlompat-lompat. Kata berlompat-lompat bermakna melaksanakan pekerjaan melompat secara berulang- ulang, atau seseorang yang menyatakan bahwa kegiatan itu dilakukan karena seseorang sedang bergembira.

2.1.2.3 Informasi