jika dibandingkan terhadap outputnya, sehingga efisiensi rendah. Jika beban meningkat, maka efisiensinya juga akan meningkat dan akan menjadi maksimum
sewaktu rugi – rugi variabel sama dengan rugi – rugi inti. Efisiensi maksimum terjadi saat 80 hingga 95 persen dari rated output. Jika beban ditingkatkan secara terus –
menerus hingga melampaui efisiensi maksimumnya rugi – rugi beban akan meningkat dengan sangat cepat daripada outputnya, sehingga efisiensi menurun.
II.2 Disain Motor Induksi Tiga Phasa
Standard NEMA pada dasarnya mengkategorikan motor induksi ke dalam empat kelas berdasarkan karakteristik torsi – kecepatanny yakni disain A,B,C, dan D.
Karakteristik torsi – kecepatannya dapat dilihat pada gambar 2.7.
Gambar 2.7. Karakteristik torsi-kecepatan motor induksi pada berbagai disain
1. Kelas A : disain ini memiliki torsi start normal 150 – 170 dari nilai
ratingnya dan arus start relatif tinggi. Torsi break down nya merupakan yang
Universitas Sumatera Utara
paling tinggi dari semua disain NEMA. Motor ini mampu menangani beban lebih dalam jumlah besar selama waktu yang singkat. Slip = 5
2. Kelas B : merupakan disain yang paling sering dijumpai di pasaran. Motor
ini memiliki torsi start yang normal seperti halnya disain kelas A, akan tetapi motor ini memberikan arus start yang rendah. Torsi locked rotor cukup baik
untuk menstart berbagai beban yang dijumpai dalam aplikasi industri. Slip motor ini =5 . Effisiensi dan faktor dayanya pada saat berbeban penuh
tinggi sehingga disain ini merupakan yang paling populer. Aplikasinya dapat dijumpai pada pompa, kipas angin fan, dan peralatan – peralatan mesin.
3. Kelas C : memiliki torsi start lebih tinggi 200 dari nilai ratingnya dari
dua disain yang sebelumnya. Aplikasinya dijumpai pada beban – beban seperti konveyor, mesin penghancur crusher, komperessor,dll. Operasi dari
motor ini mendekati kecepatan penuh tanpa overload dalam jumlah besar. Arus startnya rendah, slipnya = 5
4. Kelas D : memiliki torsi start yang paling tinggi. Arus start dan kecepatan
beban penuhnya rendah. Memiliki nilai slip yang tinggi 5 - 13 , sehingga motor ini cocok untuk aplikasi dengan perubahan beban dan perubahan
kecepatan secara mendadak pada motor. Contoh aplikasinya : elevator, crane, dan ekstraktor.
II.3 Penentuan Parameter Motor Induksi
Universitas Sumatera Utara
Data yang diperlukan untuk menghitung performansi dari suatu motor induksi dapat diperoleh dari hasil pengujian tanpa beban, pengujian rotor tertahan, dan
pengukuran tahanan dc lilitan stator.
II.3.1 Pengujian Tanpa Beban
Pengujian ini untuk mengukur rugi – rugi putaran dan arus magnetisasi. Pada keadaan tanpa beban beban nol, beban yang dipikul hanyalah rugi – rugi angin dan
gesekan. Adapun rangkaian pengujian tanpa beban adalah sebagai berikut :
Gambar 2.8. Rangkaian ekivalen pada saat beban nol
Dengan tidak adanya beban mekanis yang terhubung ke rotor dan tegangan normal diberikan ke terminal, dari Gambar 3.10 didapat besar sudut phasa antara
arus antara I dan
V adalah :
=
− 1
I V
P Cos
θ ………………………………………….… 2.7
Dimana: =
=
nl
P P
daya saat beban nol perphasa Z
m
V
1
I
1
= I
f
I
m
I
c
R
c
jX
1
R
1
X
m
s R
2 2
X I
Universitas Sumatera Utara
1
V V
= =
nl
V = tegangan masukan saat percobaan beban nol
nl
I I
I =
=
1
= arus beban nol
dengan P adalah daya input perphasa. Sehingga besar E
1
dapat dinyatakan dengan
1 1
1
jX R
I V
E
o
+ −
∠ −
∠ =
θ Volt …………….… 2.8
Slip yang terjadi umumnya sangat kecil ≤ 0,001 , sehingga : R
2
s s
1 −
R
2
dan juga R
2
s s
1 −
X
2
maka I
2
pada percobaan ini diabaikan. R
2
s s
1 −
+ jX
2 ≈
R
2
s s
1 −
Rugi rotor ini dianggap sebagai rugi angin dan gesekan, sedangkan rugi tembaga stator dapat dicari sebagai :
P
ts
= I
1 2
. R
1
……………………….…………………..… 2.9 di mana I
1
di sini sama dengan I
bn
fasa dan R
1
dicari lewat pengujian tahanan stator arus searah.
Dan persamaan daya : P
in bn
= P
ts
+ P
rot
………………………………..…...…….. 2.10 P
rot
= P
i
+ P
a g
+ rugi lain – lain ……………………..…….. 2.11
di mana : P
rot
= daya yang hilang akibat adanya putaran. P
i
= rugi inti P
a g
= rugi angin dan gesekan
Universitas Sumatera Utara
II.3.2 Pengujian Tahanan Stator
Pengujian ini digunakan untuk mengetahui nilai parameter resistansi stator primer R
1
. Pada pengujian ini kumparan stator dialiri arus searah, sehingga suhunya mencapai suatu nilai yang sama jika motor induksi beroperasi pada kondisi
operasi normal resistansi kumparan merupakan fungsi suhu.
Gambar 2.9. Rangkaian pengujian tahanan stator arus searah motor induksi
Pada percobaan ini, jika kumparan stator terhubung bintang gambar 2.9.a, maka arus akan mengalir melewati dua kumparan dengan resistansi sebesar 2R
1
, sehingga :
AS AS
I V
= 2R
1
atau R
1
=
AS AS
I V
2 ………………………………………..……… 2.12
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan jika terhubung segitiga gambar 2.9.b, maka arus akan mengalir melewati ketiga kumparan tersebut yang besarnya secara ekivalen terlukis pada
gambar berikut, dengan resistansi total :
1
R
1
R
1
R
Sehingga :
AS AS
I V
=
3 2
. R
t
atau R
1
=
AS AS
I V
2 3
……………………………………………... 2.13 Nilai R
1
yang didapat hanya merupakan nilai pendekatan, karena pada kondisi operasi normal, motor induksi diberikan pasokan tegangan arus bolak-balik
yang dapat menimbulkan efek kulit skin effect yang mempengaruhi besarnya nilai R
1
.
II.3.3 Pengujian Rotor Tertahan
Pengujian ini pada prinsipnya adalah seperti pengujian hubung – singkat pada transformator. Motor induksi dihubungkan dengan sumber daya listrik, serta
instrumen – instrumen ukur pada gambar berikut :
Universitas Sumatera Utara
P
1
P
2
V A
A
A Motor
I
R
I
S
I
T
f
r
= f
j
= f
uji
Rotor Ditahan
Gambar 2.10. Rangkaian rotor ditahan motor induksi
Dimana : f
r
= frekuensi rotor; f
j
= frekuensi jaringan listrik; f
uji
= frekunsi uji Pada pengujian ini, rotor ditahan agar tidak berputar dan pada saat itu nilai–
nilai pada instrumen ukur dicatat. Pada pengujian ini ketika setelah frekuensi dan tegangan diatur, serta rotor ditahan, arus yang mengalir pada motor harus dengan
segera disetel pada nilai nominalnya, data daya masukan, tegangan dan arus yang terukur harus dengan segera dicatat sebelum rotor menjadi sangat panas. Sumber
daya yang digunakan adalah sumber daya yang tagangan dan frekuensinya dapat disetel atau diatur adjustable.
I
RT
jala – jala = 3
T S
R
I I
I +
+
≈
I
nominal
……………………..… 2.14 di mana I
RT
= arus rata – rata pada saat pengujian rotor ditahan. Adapun nilai impedansi per fasa pada percobaan ini sebesar :
Z
RT
=
RT ph
R V
…………………….……………………….…………... 2.15 di mana :
Z
RT
= R
RT
+ jX
RT
………………………………………………...... 2.16 R
RT
= R
1
+ R
2
……………………………………………..………. 2.17
Universitas Sumatera Utara
X
RT
= X
1
+ X
2
………………………………………………..…... 2.18 Dimana :
R
1
dan R
2
adalah besarnya resistansi kumparan stator dan kumparan rotor. X
1
dan X
2
adalah besarnya reaktansi kumparan stator dan rotor pada frekuensi uji. Sedangkan besarnya reaktansi kumparan stator dan rotor pada kondisi operasi
normal adalah : X
RT
=
uji al
no
f f
min
. X
RT
= X
1
+ X
2
……………………………….… 2.19 Adapun untuk menentukan besarnya nilai X
1
dan X
2
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.1. Standar besarnya reaktansi berbagai jenis desain rotor.
Tabel di atas didasarkan pada percobaan yang telah dilakukan bertahun – tahun lamanya dan dijadikan standar NEMA National Electrical Manufacturers
Association . Disain Rotor
X
1
X
2
Rotor belitan 0,5 X
RT
0,5 X
RT
Kelas A 0,5 X
RT
0,5 X
RT
Kelas B 0,4 X
RT
0,6 X
RT
Kelas C 0,3 X
RT
0,7 X
RT
Kelas D 0,5 X
RT
0,5 X
RT
Universitas Sumatera Utara
II.4 Syarat – Syarat Motor Induksi Sebagai Generator