Panas Pada Generator Induksi Saat Pembebanan (Aplikasi Pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT – USU)

(1)

TUGAS AKHIR

PANAS PADA GENERATOR INDUKSI SAAT PEMBEBANAN

( Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU )

O l e h

AHMAD TAUFIQ

060402006

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Dengan Nama ALLAH Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat ALLAH S.W.T dimana atas berkah, karunia dan rahmat-NYA lah penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini, dengan judul “PANAS PADA GENERATOR INDUKSI SAAT

PEMBEBANAN” (Aplikasi Pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT – USU)

Tugas Akhir ini merupakan suatu syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Dengan selesainya Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, antara lain kepada :

1. Ayahanda Armensyah Lubis dan Ibunda tercinta Rosmiah Nasution, ananda hanturkan terima kasih atas do’a yang tak pernah putus, kasih sayang yang tulus tanpa pernah pupus dalam mengasuh, mendidik dan membimbing penulis.

2. Saudara-saudariku kakanda Kurniadi Lubis, adinda Mutia Rahmi Lubis dan Melisa Lanniari Lubis yang menjadikan penulis terinspirasi dan termotivasi. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Usman Baafai selaku Pelaksana Harian Ketua Departemen

Teknik Elektro FT-USU dan Bapak Rachmad Fauzi ST, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro FT-USU


(3)

4. Bapak Ir.A. Rachman Hasibuan, selaku dosen pembimbing penulis yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

5. Ibu Ir. Windalina Syafiar, selaku dosen wali penulis yang telah membimbing penulis selama menjalani masa perkuliahan.

6. Bapak Ir. Satria Ginting, selaku kepala Laboratorium Konversi Energi Listrik yang telah membantu penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini.

7. Bapak Ir. Mustafrind Lubis, Bapak Ir. Sumantri Zulkarnaen dan Bapak Ir. Eddy Warman selaku staf pengajar di Laboratorium Konversi Energi Listrik yang telah membantu penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini.

8. Kakanda Isroi Tanjung, ST, selaku pegawai pada Laboratorium Konversi Energi Listrik Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

9. Rekan-rekan sesama Asisten Laboratorium Konversi Energi Listrik, Ahmad Faisal (polo), Martua Sitompul, Muhammad Iqbal, Ferry, dan Ardiansyah yang telah membantu dalam pengambilan data-data percobaan dalam penulisan tugas akhir ini.

10.Rekan-rekan seperjuangan menuju kesuksesan, Rudi (peak), Nasir, Randi, Bang Ferry, Helmi, Ibeng, Agung, Fahmi (jembai), Hendra, Bale, Roji, Q-bar, Salman, Ijong, Alfi, Jemi, Teguh, Fauzi (akaw), Azari, Supenson (pengon), Rahmuddin (wae), Denni (omon), Ina (koneng), Liza, Sukesih (sasuke), Muti, Sanita, Pingkan dan rekan – rekan lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu,


(4)

11.Seluruh Staf Pengajar di Departemen Teknik Elektro USU dan Seluruh Karyawan di Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Elektro USU.

Kepada orang – orang yang telah membantu penulis selama menjalani masa perkuliahan penulis do’akan jazakumullahu khairan katsira (semoga ALLAH membalas kalian dengan kebaikan yang banyak).

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini belum sempurna karena masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi isi maupun susunan bahasanya. Saran dan kritik dari pembaca dengan tujuan menyempurnakan dan mengembangkan kajian dalam bidang ini sangat penulis harapkan.

Akhir kata, penulis berharap semoga penulisan tugas akhir ini dapat berguna memberikan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Medan, Agustus 2010 Penulis,

AHMAD TAUFIQ NIM : 06 0402 006


(5)

ABSTRAK

Penggunaan Motor Induksi Sebagai Generator (MISG) telah banyak diterapkan secara luas pada Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMh). Meskipun memiliki kekurangan dalam hal efisiensi dan regulais tegangan, generator induksi banyak digunakan karena mudah diperoleh, murah, konstruksi sederhana dan perawatannya mudah. Secara umum konstruksi generator induksi adalah sama dengan konstruksi motor induksi, hanya saja dalam pengoperasiannya generator induksi memerlukan penggerak mula (prime mover) untuk menggerakkan rotor motor induksi tersebut. Rotor tersebut dikopelkan ke prime mover lalu diputar sedemikian sehingga menghasilkan slip negatif (s < 1). Artinya kecepatan putaran rotor harus di atas kecepatan medan putar stator (nr > ns). Perputaran medan magnet

ini timbul karena adanya arus magnetisasi yang diberikan jala-jala kepada kumparan stator

Akibat pertambahan beban yang dilayani oleh generator induksi maka akan bertambah pula arus di bagian stator dari generator tersebut. Arus tersebut akan memperbesar rugi-rugi (panas) yang terjadi pada stator yang akan mengakibatkan kenaikan temperatur dari generator tersebut. Panas yang berlebihan akan menyebabkan penurunan kondisi atau kerusakan pada isolasi dalam belitan mesin, sehingga mengurangi umur pakai. Dalam Tugas Akhir ini akan dibahas kenaikan temperatur (panas) pada generator induksi saat pembebanan linier. Untuk mendapatkan panas yang timbul, maka dilakukan pengujian terhadap generator induksi. Pengujian ini dilakukan pada Laboratorium Konversi Energi Listrik Fakultas Teknik USU.


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR….. ... i

ABSTRAK……… ... iv

DAFTAR ISI………. ... v

DAFTAR GAMBAR…… ... ix

DAFTAR TABEL………. ... xi

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 2

I.3 Batasan Masalah ... 3

I.4 Metode Penulisan ... 4

I.5 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II MOTOR INDUKSI SEBAGAI GENERATOR II.1 Umum ... 6

II.1.1 Konstruksi Motor Induksi Tiga Phasa ... 7

II.1.2 Slip ... 10

II.1.3 Medan Putar... 11

II.1.4 Prinsip Kerja Motor Induksi ... 12


(7)

II.1.6 Efisiensi ... 14

II.2 Disain Motor Induksi Tiga Phasa ... 15

II.3 Penentuan Parameter Motor Induksi ... 16

II.3.1 Pengujian Tanpa Beban ... 17

II.3.2 Pengujian Tahanan Stator ... 18

II.3.3 Pengujian Rotor Tertahan ... 20

II.4 Syarat-syarat Motor Induksi Sebagai Generator ... 22

II.5 Prinsip Kerja Generator Induksi ... 23

II.6 Proses Pembangkitan Tegangan ... 27

II.7 Alliran Daya Nyata Generator Induksi Penguatan Sendiri ... 31

II.8 Pengaruh Pembebanan Terhadap Arus Eksitasi ... 32

II.9 Pembebanan Dengan Faktor Kerja Satu ... 33

II.10 Keuntungan dan Kelemahan Motor Induksi Sebagai Generator ... 34

BAB III PANAS PADA MESIN INDUKSI III.1 Umum ... 36

III.2 Panas Pada Konduktor Yang Dialiri Arus ... 36

III.3 Kapasitas Panas dan Panas Spesifik ... 39

III.4 Panas Pada Motor Induksi Rotor Sangkar ... 40

III.4.1 Jenis Pendinginan ... 40

III.4.2 Transfer Panas Pada Mesin Induksi ... 41 III.4.3 Temperatur Lingkungan Pengoperasian


(8)

Mesin Induksi ... 44

III.4.4 Isolasi Pada Mesin Induksi... 44

III.4.5 Pengaruh Panas Terhadap Isolasi Mesin Induksi ... 47

III.4.6 Kenaikan Panas Pada Motor Induksi Rotor Sangkar .. 49

BAB IV PENGUJIAN DAN HASIL PENGUKURAN IV.1 Umum ... 52

IV.2 Peralatan Yang Digunakan ... 52

IV.3 Penentuan besar Nilai Kapasitor ... 54

IV.4 Pengujian Panas Pada Generator Induksi Saat Pembebanan . 56 IV.4.1 Pengujian Pengukuran Tahanan Stator ... 56

IV.4.1.1 Rangkaian Pengujian ... 57

IV.4.1.2 Prosedur Pengujian ... 57

IV.4.1.3 Data Hasil Pengujian ... 58

IV.4.1.4 Analisa Data Pengujian ... 58

IV.4.2 Pengujian Panas Pada Motor Induksi Sebagai Generator ... 59

IV.4.2.1 Pengujian Beban Nol ... 59

IV.4.2.1.1 Rangkaian Pengujian ... 59

IV.4.2.1.2 Prosedur Pengujian ... 60

IV.4.2.1.3 Data Hasil Pengujian... 61

IV.4.2.2 Pengujian Berbeban ... 62


(9)

IV.4.2.2.2 Prosedur Pengujian ... 62

IV.4.2.2.3 Data Hasil Pengujian... 64

IV.4.3 Analisa Data Panas Pada Generator Induksi Saat Pembebanan ... 66

IV.4.4 Tabel Analisa Data Percobaan ... 70

IV.4.5 Kurva Panas Pada Generator Induksi Saat Pembebanan ... 71

IV.4.5.1 Pengaruh Penambahan Beban Terhadap Temperatur Generator Induksi Penguatan Sendiri ... 71

IV.4.5.2 Pengaruh Penambahan Beban Terhadap Energi Panas Di Stator Generator Induksi Penguatan Sendiri……… 72

BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan ... 73

V.2 Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75


(10)

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penampang rotor dan stator motor induksi ... 7

Gambar 2.2 (a) Lempengan inti, ... 8

Gambar 2.2 (b) Tumpukan inti dengan kertas isolasi pada beberapa alurnya ... 8

Gambar 2.2 (c) Tumpukan inti dan kumparan dalam cangkang stator. ... 8

Gambar 2.3 (a) Rotor motor induksi ... 9

Gambar 2.3 (b) Konstruksi motor induksi rotor sangkar ... 9

Gambar 2.4 (a) Rotor belitan ... 9

Gambar 2.4 (b) Motor induksi rotor belitan ... 9

Gambar 2.5 (a) Diagram phasor fluksi tiga phasa ... 11

Gambar 2.5 (b) Arus tiga phasa seimbang ... 11

Gambar 2.6 Medan putar pada motor induksi tiga phasa ... 12

Gambar 2.7 Karakteristik torsi-kecepatan motor induksi pada berbagai disain ... 15

Gambar 2.8 Rangkaian ekivalen pada saat beban nol ... 17

Gambar 2.9 Rangkaian pengujian tahanan stator arus searah motor induksi ... 19

Gambar 2.10 Rangkaian rotor ditahan motor induksi ... 20

Gambar 2.11 Proses penguatan ... 25

Gambar 2.12 Generator induksi penguatan sendiri dengan sebuah kapasitor bank sebaga penyedia daya reaktif ... 25


(12)

Gambar 2.14 Rangkaian ekivalen per phasa generator induksi ... 27

Gambar 2.15 Proses pembangkitan tegangan pada generator induksi penguatan sendiri ... 29

Gambar 2.16 Rangkaian resonansi beban nol generator induksi ... 30

Gambar 2.17 Blok diagram aliran daya dan rugi-rugi pada generator induksi31 Gambar 2.18 Diagram vektor generator induksi ... 33

Gambar 3.1 Arus yang mengalir pada sebuah tahanan ... 37

Gambar 3.2 Transfer panas pada motor induksi ... 41

Gambar 3.3 Konduksi pada sebuah slot konduktor pada motor induksi ... 42

Gambar 3.4 Belitan pada sebuah slot yang berisolasi ... 45

Gambar 3.5 Kurva umur isoalasi motor induksi untuk masing-masing kelas apabila dioperasiikan diatas batas temperatur kelas isolasi ... 49

Gambar 4.1 Rangkaian percobaan dengan suplai DC ... 57

Gambar 4.2 Rangkaian pengujian beban nol generator induksi penguatan sendiri ... 60

Gambar 4.3 Rangkaian pengujian berbeban generator induksi penguatan sendiri ... 62

Gambar 4.4 Pengaruh pembebanan terhadap temperatur generator induksi penguatan sendiri ... 71

Gambar 4.5 Pengaruh pembebanan terhadap energi panas di stator generator induksi ... 72


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Standar besarnya reaktansi berbagai jenis desain rotor... 22 Tabel 3.1 Kelas Isolasi motor induksi berdasarkan standar IEC 60034-18-1 .. 47 Tabel 4.1 Data hasil pengujian tahanan stator DC ... 58 Tabel 4.2 Data hasil pengujian beban nol generator induksi

penguatan sendiri ... 62

Tabel 4.3 Data hasil pengujian berbeban generator induksi

penguatan sendiri ... 64

Tabel 4.4 Data hasil pengujian tanpa beban generator induksi

penguatan sendiri ... 67

Tabel 4.5 Tabel analisa data panas pada generator induksi penguatan


(14)

ABSTRAK

Penggunaan Motor Induksi Sebagai Generator (MISG) telah banyak diterapkan secara luas pada Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMh). Meskipun memiliki kekurangan dalam hal efisiensi dan regulais tegangan, generator induksi banyak digunakan karena mudah diperoleh, murah, konstruksi sederhana dan perawatannya mudah. Secara umum konstruksi generator induksi adalah sama dengan konstruksi motor induksi, hanya saja dalam pengoperasiannya generator induksi memerlukan penggerak mula (prime mover) untuk menggerakkan rotor motor induksi tersebut. Rotor tersebut dikopelkan ke prime mover lalu diputar sedemikian sehingga menghasilkan slip negatif (s < 1). Artinya kecepatan putaran rotor harus di atas kecepatan medan putar stator (nr > ns). Perputaran medan magnet

ini timbul karena adanya arus magnetisasi yang diberikan jala-jala kepada kumparan stator

Akibat pertambahan beban yang dilayani oleh generator induksi maka akan bertambah pula arus di bagian stator dari generator tersebut. Arus tersebut akan memperbesar rugi-rugi (panas) yang terjadi pada stator yang akan mengakibatkan kenaikan temperatur dari generator tersebut. Panas yang berlebihan akan menyebabkan penurunan kondisi atau kerusakan pada isolasi dalam belitan mesin, sehingga mengurangi umur pakai. Dalam Tugas Akhir ini akan dibahas kenaikan temperatur (panas) pada generator induksi saat pembebanan linier. Untuk mendapatkan panas yang timbul, maka dilakukan pengujian terhadap generator induksi. Pengujian ini dilakukan pada Laboratorium Konversi Energi Listrik Fakultas Teknik USU.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan perkembangan zaman, tuntutan terhadap penyediaan energi listrik semakin meningkat. Saat ini di Indonesia pembangkitan energi listrik masih mengandalkan batubara, minyak bumi dan gas bumi yang bersifat tak terbarukan. Oleh karena itu, perlu dikembangkan pemanfaatan energi alternatif seperti energi matahari, angin, air, biomassa dan panas bumi. Potensi energi alternatif yang melimpah di Indonesia dapat dimanfaatkan sebagai penggerak mula pembangkit tenaga listrik di daerah terpencil. Untuk mengkonversi energi alternatif tersebut menjadi energi listrik, maka digunakan generator. Dengan mempertimbangkan berbagai keunggulan yang dimiliki generator induksi maka perlu dikembangkan pemakaian generator induksi yang berdiri sendiri (stand alone).

Pemakaian generator induksi mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan generator sinkron antara lain harga unitnya murah, konstruksinya kuat dan sederhana, mudah dalam pengoperasiannya, memerlukan sedikit perawatan, dan mempunyai keandalan yang tinggi. Menurut Bansal (2005), keunggulan generator induksi lainnya adalah reduksi unit cost dan ukuran, tanpa sikat, ketiadaan sumber DC terpisah, kemampuan proteksi diri terhadap beberapa kondisi beban lebih dan hubung singkat.


(16)

Disamping mempunyai keunggulan, generator induksi juga mempunyai beberapa kelemahan, antara lain masalah kebutuhan daya reaktif, tegangan dan frekuensi yang timbul ketika beroperasi sendiri (stand alone). Generator induksi juga menghasilkan harmonik akibat inti besinya jenuh (Grady and Santosa, 2001).

Abbreau et al (2003) mengamati bahwa pada sistem tenaga listrik terisolasi yang terhubung dengan beban non linear akan menghasilkan arus harmonik yang menyebabkan distorsi tegangan. Abbreau et al (2004) juga mengamati bahwa motor induksi yang disuplai dengan tegangan tak sinusoidal akan mengalami pemanasan lebih pada rotornya. Panas yang berlebihan akan menyebabkan penurunan kondisi atau kerusakan pada isolasi dalam kumparan pada mesin, sehingga mengurangi umur pakai. Secara umum, dikatakan bahwa setiap penambahan panasan 100 C pada

winding dengan waktu lama atau terus menerus, mengakibatkan umur isolasi

berkurang setengahnya. Untuk itu dalam tugas akhir ini, penulis akan membahas mengenai panas pada generator induksi saat pembebanan.

I.2. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tugas Akhir ini bertujuan untuk mengetahui panas pada generator induksi saat pembebanan.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Menambah wawasan mengenai generator induksi bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.

2. Mengetahui kenaikan temperatur/panas pada generator induksi akibat pertambahan beban.


(17)

3. Menambah aplikasi-aplikasi pada laboratorium konversi energi listrik.

I.3. Batasan Masalah

Untuk menjaga agar pembahasan materi dalam Tugas Akhir ini lebih terarah, maka penulis menetapkan beberapa batasan masalah sebagai berikut :

1. Motor induksi yang penulis ambil sebagai MISG (Motor Induksi Sebagai Generator) adalah Motor Induksi Tiga Phasa Rotor Sangkar Tupai pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT.USU.

2. Analisa dilakukan dalam kondisi steady state.

3. Membahas panas pada generator induksi akibat pertambahan beban. 4. Tidak membahas tentang pengaturan.

5. Tidak membahas gangguan yang terjadi pada generator induksi.

6. Data yang diambil adalah tegangan terminal generator, temperatur mesin, arus beban, arus kapasitor, frekuensi, daya keluaran dan kecepatan putaran rotor sesuai dengan perubahan nilai beban.

7. Semua parameter mesin diasumsikan tetap.

8. Kondisi beban yang menjadi objek penelitian adalah beban yang bersifat resistif berupa lampu pijar.

9. Tidak membahas mengenai sistem proteksi pada MISG.

10.Analisa data berdasarkan peralatan yang tersedia di Laboratorium Konversi Energi Listrik.


(18)

I.4 Metode Penulisan

Untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini maka penulis menerapkan beberapa metode studi diantaranya :

1. Studi literatur yaitu dengan membaca teori-teori yang berkaitan dengan topik tugas akhir ini, dari buku-buku referensi baik yang dimiliki oleh penulis atau di perpustakaan dan juga dari artikel-artikel, jurnal, internet dan lain-lain.

2. Studi lapangan yaitu dengan melaksanakan percobaan di Laboratorium Konversi Energi Listrik FT USU.

3. Studi bimbingan yaitu dengan melakukan diskusi tentang topik tugas akhir ini dengan dosen pembimbing yang telah ditunjuk oleh pihak Departemen Teknik Elektro USU, asisten Laboratorium Konversi Energi Listrik dan teman-teman sesama mahasiswa

I.5 Sistematika Penulisan

Tugas akhir ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I. PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, tujuan dan manfaat penulisan, batasan masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II. MOTOR INDUKSI SEBAGAI GENERATOR ( MISG )

Bab ini membahas mengenai motor induksi sebagai generator secara umum, syarat – syarat motor induksi sebagai generator,


(19)

prinsip kerja generator induksi penguatan sendiri, proses pembangkitan tegangan dan rangkaian ekivalen, aliran daya nyata generator induksi penguatan sendiri, pengaruh pembebanan terhadap arus eksitasi, pembebanan dengan faktor kerja satu, keuntungan dan kelemahan motor induksi sebagai generator.

BAB III. PANAS PADA MESIN INDUKSI

Bab ini membahas mengenai panas pada konduktor yang dialiri arus, kapasitas panas dan panas spesifik, panas pada motor induksi rotor sangkar, transfer panas pada mesin induksi, temperatur lingkungan saat pengoperasian mesin induksi, pengaruh panas terhadap isolasi mesin induksi dan kenaikan panas pada motor induksi rotor sangkar.

BAB IV. PENGUJIAN DAN HASIL PENGUKURAN

Bab ini membahas tentang pengujian panas pada generator induksi akibat penambahan beban linier. Pengambilan data dilakukan dengan melakukan percobaan di laboratorium. Hasil yang diinginkan adalah kenaikan temperatur yang timbul akibat pertambahan beban di generator induksi.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bagian penutup berupa kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan pembahasan mengenai panas yang muncul pada generator induksi saat pembebanan.


(20)

BAB II

MOTOR INDUKSI SEBAGAI GENERATOR (MISG)

II.1 Umum

Motor induksi tiga phasa merupakan motor yang banyak digunakan baik di industri rumah tangga maupun industri skala besar. Hal ini dikarenakan konstruksi motor induksi yang kuat, murah, sederhana serta tidak membutuhkan perawatan yang sangat banyak.

Secara umum konstruksi motor induksi sama dengan generator induksi, hanya saja generator induksi memerlukan adanya prime mover sebagai penggerak mula. Oleh karena itu motor induksi tiga phasa dapat dioperasikan sebagai generator dengan cara memutar rotor pada kecepatan di atas kecepatan medan putar, sehingga menghasikan slip (s) negatif. Untuk menjadikan motor induksi sebagai generator maka mesin ini membutuhkan daya reaktif untuk membangkitkan arus eksitasi. Dengan cara ini maka motor listrik tiga phasa dapat dioperasikan sebagai generator.

Motor induksi sebagai generator banyak diterapkan pada Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMh) yang bekerja secara sendiri. Mesin ini dipilih sebagai alternatif pembangkit tenaga listrik karena tidak banyak membutuhkan perawatan seperti mesin sinkron dan tidak membutuhkan bahan bakar pada saat diaplikasikan di lapangan, tapi cukup bergantung pada sumber energi terbarukan seperti air, angin, dan lain – lain sebagai prime over (penggerak mula).


(21)

II.1.1 Konstruksi Motor Induksi Tiga Phasa

Secara umum motor induksi terdiri dari rotor dan stator. Rotor merupakan bagian yang bergerak, sedangkan stator bagian yang diam. Diantara stator dengan rotor ada celah udara yang jaraknya sangat kecil. Konstruksi motor induksi dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Penampang rotor dan stator motor induksi

Komponen stator adalah bagian terluar dari motor yang merupakan bagian yang diam dan mengalirkan arus phasa. Stator terdiri atas tumpukan laminasi inti yang memiliki alur yang menjadi tempat kumparan dililitkan yang berbentuk silindris. Alur pada tumpukan laminasi inti diisolasi dengan kertas (Gambar 2.2.(b)). Tiap elemen laminasi inti dibentuk dari lembaran besi (Gambar 2.2 (a)). Tiap lembaran besi tersebut memiliki beberapa alur dan beberapa lubang pengikat untuk menyatukan inti. Tiap kumparan tersebar dalam alur yang disebut belitan phasa dimana untuk motor tiga phasa, belitan tersebut terpisah secara listrik sebesar 120o. Kawat kumparan yang digunakan terbuat dari tembaga yang dilapis dengan isolasi tipis. Kemudian tumpukan inti dan belitan stator diletakkan dalam cangkang silindris (Gambar 2.2.(c)). Berikut ini contoh lempengan laminasi inti,


(22)

lempengan inti yang telah disatukan, belitan stator yang telah dilekatkan pada cangkang luar untuk motor induksi tiga phasa.

(c)

Gambar 2.2 Menggambarkan komponen stator motor induksi tiga phasa,

(a) Lempengan inti,

(b) Tumpukan inti dengan kertas isolasi pada beberapa alurnya. (c) Tumpukan inti dan kumparan dalam cangkang stator.

Rotor motor induksi tiga phasa dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu rotor sangkar (squirrel cage rotor) dan rotor belitan (wound rotor). Rotor sangkar terdiri dari susunan batang konduktor yang dibentangkan ke dalam slot – slot yang terdapat

(a) (b)


(23)

pada permukaan rotor dan tiap – tiap ujungnya dihubung singkat dengan menggunakan shorting rings.

(a) (b)

Gambar 2.3 (a) Rotor motor induksi

(b) Konstruksi motor induksi rotor sangkar

Sementara itu pada rotor belitan, rotornya dibentuk dari satu set belitan tiga phasa yang merupakan bayangan dari belitan statornya. Biasanya belitan tiga phasa dari rotor ini terhubung Y dan kemudian tiap-tiap ujung dari tiga kawat rotor tersebut diikatkan pada slip ring yang berada pada poros rotor. Pada motor induksi rotor belitan, rangkaian rotornya dirancang untuk dapat disisipkan dengan tahanan eksternal, yang mana hal ini akan memberikan keuntungan dalam memodifikasi karakteristik torsi – kecepatan dari motor.

(a) (b)

Gambar 2.4 (a) Rotor belitan


(24)

II.1.2 Slip

Slip adalah nilai suatu dari perbedaan antara frekuensi listrik (rotasi dari medan magnet internal dengan frekuensi gerak (rotasi dari rotor) pada mesin listrik. Selisih antara kecepatan rotor dengan kecepatan medan putar stator disebut slip (s). Slip dapat dinyatakan dalam putaran setiap menit, tetapi lebih umum dinyatakan sebagai persen dari kecepatan sinkron.

Slip ( s ) =

s r s

n n n

x 100 %... ( 2. 1 )

dimana:

nr = kecepatan rotor

ns = kecepatan medan putar stator

Apabila nr < ns, (0 < s < 1), kecepatan dibawah sinkron akan menghasilkan kopel, rotor dijalankan dengan mempercepat rotasi medan magnet, tenaga listrik diubah ke tenaga gerak (daerah motor).

Bila nr = ns, ( s = 0 ), tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak akan mengalir pada belitan rotor, sehingga tidak akan dihasilkan kopel.

Bila nr > ns, ( s < 0 ), kecepatan di atas sinkron, rotor dipaksa berputar lebih cepat daripada medan magnet. Tenaga gerak diubah ke tenaga listrik (daerah generator).

s = 1, rotor ditahan, tidak ada transfer tenaga.

s > 1, kecepatan terbalik, rotor dipaksa bekerja melawan medan magnet ( daerah pengereman ).


(25)

II.1.3 Medan Putar

Perputaran motor pada mesin arus bolak – balik ditimbulkan oleh adanya medan putar (fluks yang berputar) yang dihasilkan dalam kumparan statornya. Medan putar ini terjadi apabila kumparan stator dihubungkan dalam fasa banyak, umumnya fasa 3. Hubungan dapat berupa hubungan bintang atau delta.

Misalkan kumparan a – a; b – b; c – c dihubungkan 3 fasa, dengan beda fasa masing – masing 1200 (gambar 2.5a ) dan dialiri arus sinusoid. Distribusi arus ia, ib,

ic sebagai fungsi waktu adalah seperti gambar 2.5b. Pada keadaan t1, t2, t3, dan t4,

fluks resultan yang ditimbulkan oleh kumparan tersebut masing – masing adalah seperti gambar 2.6c, d, e, dan f.

Pada t1 fluks resultan mempunyai arah sama dengan arah fluks yang

dihasilkan oleh kumparan a – a; sedangkan pada t2, fluks resultannya mempunyai

arah sama dengan arah fluks yang dihasilakan oleh kumparan c – c; dan untuk t3

fluks resultan mempunyai arah sama dengan fluks yang dihasilkan oleh kumparan b

– b. Untuk t4, fluks resultannya berlawanan arah dengan fluks resultan yang

dihasilkan pada saat t1 keterangan ini akan lebih jelas pada analisa vektor.

Gambar 2.5 (a) Diagram phasor fluksi tiga phasa


(26)

(b)Arus tiga phasa setimbang

Gambar 2.6 Medan putar pada motor induksi tiga phasa

Dari gambar c, d ,e, dan f tersebut terlihat fluks resultan ini akan berputar satu kali. Oleh karena itu untuk mesin dengan jumlah kutub lebih dari dua, kecepatan sinkron dapat diturunkan sebagai berikut :

ns =

p f

. 120

... ( 2. 2 )

f = frekuensi jala-jala p = jumlah kutub

II.1.4 Prinsip Kerja Motor Induksi

Prinsip kerja dari motor induksi tiga fasa sehingga terjadi putaran pada rotor motor adalah sebagai berikut :

 Jika kumparan stator diberi tegangan tiga fasa, maka akan terjadi medan putar dengan kecepatan sinkron (ns).

 Medan putar stator tersebut akan mengimbas pada penghantar yang ada pada rotor (batang konduktor rotor), sehingga pada rotor timbul tegangan induksi.


(27)

E2s = 4,44. f '. ns. Φm…... ( 2. 3

)

Dimana : E2s = tegangan induksi pada saat rotor berputar (Volt)

f ' = frekuensi arus rotor (Hertz)

Φm = fluks magnetik (Weber)

 Tegangan yang terjadi pada rotor menyebabkan timbulnya arus pada penghantar rotor.

Selanjutnya arus pada medan magnet menimbulkan gaya (F) pada rotor.

 Bila kopel mula yang dihasilkan oleh gaya (F) cukup besar untuk menanggung kopel beban, maka rotor akan berputar searah dengan medan putar stator.

 Agar timbul tegangan induksi, maka harus ada perbedaan relatif antara kecepatan medan putar (ns) dengan kecepatan putaran rotor (nr). Perbedaan antara ns dan nr yang disebut slip (s).

Jika ns = nr maka tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak akan mengalir pada kumparan jangkar rotor sehingga tidak dihasilkan kopel. Kopel pada motor akan timbul, jika ns > nr.

II.1.5 Frekuensi Rotor

Pada waktu start motor dimana s = 100 % maka frekuensi arus pada rotor sama seperti frekuensi masukan (sumber). Tetapi ketika rotor akan berputar, maka frekuensi rotor akan bergantung kepada kecepatan relatif atau bergantung terhadap besarnya slip. Untuk besar slip tertentu, maka frekuensi rotor sebesar f’ yaitu,


(28)

ns – nr =

P f '

120

, diketahui bahwa ns =

p f

120

……….………….... ( 2.4

)

Dengan membagikan dengan salah satu, maka didapatkan :

f f '

=

ns nr ns

= s ………..………… ( 2.5 )

Maka f’ = sf ( Hz ) ……….………..…. ( 2.6 )

Telah diketahui bahwa arus rotor bergantung terhadap frekuensi rotor f’ = sf dan ketika arus ini mengalir pada masing – masing phasa di belitan rotor, akan memberikan reaksi medan magnet. Biasanya medan magnet pada rotor akan menghasilkan medan magnet yang berputar yang besarnya bergantung atau relatif terhadap putaran rotor sebesar sns.

Pada keadaan tertentu, arus rotor dan arus stator menghasilkan distribusi medan magnet yang sinusoidal dimana medan magnet ini memiliki magnitud yang konstan dan kecepatan medan putar ns yang konstan. Kedua hal ini merupakan medan magnetik yang berputar secara sinkron. Kenyataannya tidak seperti ini karena pada stator akan ada arus magnetisasi pada belitannya.

II.1.6 Efisiensi

Sama halnya dengan mesin – mesin listrik yang lain, pada motor induksi sebagai generator rugi – rugi terdiri dari rugi – rugi tetap dan rugi – rugi variabel. Pada kondisi beban nol daya outputnya sama dengan nol, sehingga efisiensi bernilai nol. Apabila motor induksi berbeban ringan, maka rugi – rugi tetap akan lebih besar


(29)

jika dibandingkan terhadap outputnya, sehingga efisiensi rendah. Jika beban meningkat, maka efisiensinya juga akan meningkat dan akan menjadi maksimum sewaktu rugi – rugi variabel sama dengan rugi – rugi inti. Efisiensi maksimum terjadi saat 80 hingga 95 persen dari rated output. Jika beban ditingkatkan secara terus – menerus hingga melampaui efisiensi maksimumnya rugi – rugi beban akan meningkat dengan sangat cepat daripada outputnya, sehingga efisiensi menurun.

II.2 Disain Motor Induksi Tiga Phasa

Standard NEMA pada dasarnya mengkategorikan motor induksi ke dalam empat kelas berdasarkan karakteristik torsi – kecepatanny yakni disain A,B,C, dan D. Karakteristik torsi – kecepatannya dapat dilihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7. Karakteristik torsi-kecepatan motor induksi pada berbagai disain

1. Kelas A : disain ini memiliki torsi start normal (150 – 170%) dari nilai ratingnya) dan arus start relatif tinggi. Torsi break down nya merupakan yang


(30)

paling tinggi dari semua disain NEMA. Motor ini mampu menangani beban lebih dalam jumlah besar selama waktu yang singkat. Slip < = 5%

2. Kelas B : merupakan disain yang paling sering dijumpai di pasaran. Motor ini memiliki torsi start yang normal seperti halnya disain kelas A, akan tetapi motor ini memberikan arus start yang rendah. Torsi locked rotor cukup baik untuk menstart berbagai beban yang dijumpai dalam aplikasi industri. Slip motor ini < =5 %. Effisiensi dan faktor dayanya pada saat berbeban penuh tinggi sehingga disain ini merupakan yang paling populer. Aplikasinya dapat dijumpai pada pompa, kipas angin/ fan, dan peralatan – peralatan mesin. 3. Kelas C : memiliki torsi start lebih tinggi (200 % dari nilai ratingnya) dari

dua disain yang sebelumnya. Aplikasinya dijumpai pada beban – beban seperti konveyor, mesin penghancur (crusher), komperessor,dll. Operasi dari motor ini mendekati kecepatan penuh tanpa overload dalam jumlah besar. Arus startnya rendah, slipnya < = 5 %

4. Kelas D : memiliki torsi start yang paling tinggi. Arus start dan kecepatan beban penuhnya rendah. Memiliki nilai slip yang tinggi (5 - 13 %), sehingga motor ini cocok untuk aplikasi dengan perubahan beban dan perubahan kecepatan secara mendadak pada motor. Contoh aplikasinya : elevator, crane, dan ekstraktor.


(31)

Data yang diperlukan untuk menghitung performansi dari suatu motor induksi dapat diperoleh dari hasil pengujian tanpa beban, pengujian rotor tertahan, dan pengukuran tahanan dc lilitan stator.

II.3.1 Pengujian Tanpa Beban

Pengujian ini untuk mengukur rugi – rugi putaran dan arus magnetisasi. Pada keadaan tanpa beban (beban nol), beban yang dipikul hanyalah rugi – rugi angin dan gesekan. Adapun rangkaian pengujian tanpa beban adalah sebagai berikut :

Gambar 2.8. Rangkaian ekivalen pada saat beban nol

Dengan tidak adanya beban mekanis yang terhubung ke rotor dan tegangan normal diberikan ke terminal, dari Gambar 3.10 didapat besar sudut phasa antara arus antara I dan 0 V adalah : 0

    = − 0 0 0 1 0 I V P Cos

θ ……….… ( 2.7 )

Dimana: P0 = Pnl =daya saat beban nol perphasa

Zm

V1

I1 = If

Im Ic Rc jX1 R1 Xm s R'2 2

'

X

0


(32)

1

0 V

V = = V = tegangan masukan saat percobaan beban nol nl nl

I I

I0 = 1 = = arus beban nol

dengan P0 adalah daya input perphasa. Sehingga besar E1 dapat dinyatakan dengan

E1 =V0∠0o −(I0∠−θ0)(R1 + jX1) (Volt ) ……….… ( 2.8 )

Slip yang terjadi umumnya sangat kecil ( ≤ 0,001 ), sehingga :

R2

s s)

1

( −

> > R2 dan juga R2

s s)

1

( −

> > X2'

maka I2 pada percobaan ini diabaikan.

R2

s s)

1

( −

+ jX2 R2

s s)

1

( −

Rugi rotor ini dianggap sebagai rugi angin dan gesekan, sedangkan rugi tembaga stator dapat dicari sebagai :

Pts = I12 . R1 ……….………..… ( 2.9 )

di mana I1 di sini sama dengan Ibn (fasa) dan R1 dicari lewat pengujian tahanan

stator arus searah. Dan persamaan daya :

Pin( bn ) = Pts + Prot ………..…...…….. ( 2.10 )

Prot = Pi + Pa & g + rugi lain – lain ………..…….. ( 2.11

)

di mana :

Prot = daya yang hilang akibat adanya putaran.

Pi = rugi inti


(33)

II.3.2 Pengujian Tahanan Stator

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui nilai parameter resistansi stator (primer) R1. Pada pengujian ini kumparan stator dialiri arus searah, sehingga

suhunya mencapai suatu nilai yang sama jika motor induksi beroperasi pada kondisi operasi normal (resistansi kumparan merupakan fungsi suhu).

Gambar 2.9. Rangkaian pengujian tahanan stator arus searah motor induksi

Pada percobaan ini, jika kumparan stator terhubung bintang (gambar 2.9.a), maka arus akan mengalir melewati dua kumparan dengan resistansi sebesar 2R1,

sehingga :

AS AS

I V

= 2R1

atau

R1 = AS AS

I V


(34)

Sedangkan jika terhubung segitiga (gambar 2.9.b), maka arus akan mengalir melewati ketiga kumparan tersebut yang besarnya secara ekivalen terlukis pada gambar berikut, dengan resistansi total :

1 R 1 R 1 R Sehingga : AS AS I V = 3 2

. Rt

atau

R1 = AS AS I V 2 3

………... ( 2.13 )

Nilai R1 yang didapat hanya merupakan nilai pendekatan, karena pada

kondisi operasi normal, motor induksi diberikan pasokan tegangan arus bolak-balik yang dapat menimbulkan efek kulit (skin effect) yang mempengaruhi besarnya nilai R1.

II.3.3 Pengujian Rotor Tertahan

Pengujian ini pada prinsipnya adalah seperti pengujian hubung – singkat pada transformator. Motor induksi dihubungkan dengan sumber daya listrik, serta instrumen – instrumen ukur pada gambar berikut :


(35)

P1 P2 V A A A Motor IR IS IT

fr = fj = f uji

Rotor Ditahan

Gambar 2.10. Rangkaian rotor ditahan motor induksi Dimana :

fr = frekuensi rotor; fj = frekuensi jaringan listrik; fuji = frekunsi uji

Pada pengujian ini, rotor ditahan agar tidak berputar dan pada saat itu nilai– nilai pada instrumen ukur dicatat. Pada pengujian ini ketika setelah frekuensi dan tegangan diatur, serta rotor ditahan, arus yang mengalir pada motor harus dengan segera disetel pada nilai nominalnya, data daya masukan, tegangan dan arus yang terukur harus dengan segera dicatat sebelum rotor menjadi sangat panas. Sumber daya yang digunakan adalah sumber daya yang tagangan dan frekuensinya dapat disetel atau diatur (adjustable).

IRT ( jala – jala ) =

3

T S

R I I

I + +

Inominal ………..… ( 2.14 )

di mana IRT = arus rata – rata pada saat pengujian rotor ditahan.

Adapun nilai impedansi per fasa pada percobaan ini sebesar :

ZRT = RT

ph

R V

……….……….…………... ( 2.15 )

di mana :

ZRT = RRT + jXRT' ………... ( 2.16 )


(36)

XRT' = X1' + X2'………..…... ( 2.18 )

Dimana :

R1 dan R2 adalah besarnya resistansi kumparan stator dan kumparan rotor.

X'1 dan X'2 adalah besarnya reaktansi kumparan stator dan rotor pada frekuensi uji.

Sedangkan besarnya reaktansi kumparan stator dan rotor pada kondisi operasi normal adalah :

XRT = uji

al no

f f min

. XRT' = X1 + X2 ……….… ( 2.19 )

Adapun untuk menentukan besarnya nilai X1 dan X2 dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel 2.1. Standar besarnya reaktansi berbagai jenis desain rotor.

Tabel di atas didasarkan pada percobaan yang telah dilakukan bertahun – tahun lamanya dan dijadikan standar NEMA ( National Electrical Manufacturers

Association ).

Disain Rotor X1 X2

Rotor belitan 0,5 XRT 0,5 XRT

Kelas A 0,5 XRT 0,5 XRT

Kelas B 0,4 XRT 0,6 XRT

Kelas C 0,3 XRT 0,7 XRT


(37)

II.4 Syarat – Syarat Motor Induksi Sebagai Generator

Motor induksi tiga phasa dapat dioperasikan sebagai generator dengan cara memutar rotor pada kecepatan di atas kecepatan medan putar (nr > ns) dan atau mesin bekerja pada slip negatip (s < 0).

ns =

p f

120

………... ( 2.20 )

Dengan :

ns = kecepatan medan putar (rpm)

f = frekuensi sumber daya (Hz) p = jumlah kutub motor induksi.

Sehingga ;

s =

s r s

n n n

. 100 % , nr > ns……….. ( 2.21 )

Dengan : s = slip

ns = kecepatan medan putar (rpm) nr = kecepatan putar rotor (rpm)

Karena Motor Induksi Sebagai Generator (MISG) ini bekerja stand alone maka mesin ini memerlukan kapasitor untuk membangkitkan arus eksitasi. Fungsi pemasangan kapasitor pada Motor Induksi Sebagai Generator (MISG) beroperasi sendiri ini adalah untuk menyediakan daya reaktif.


(38)

Prinsip kerja generator induksi adalah kebalikan daripada saat mesin induksi bekerja sebagai motor. Dimana ketika mesin berfungsi sebagai motor, kumparan stator diberi tegangan tiga fasa sehingga akan timbul medan putar dengan kecepatan sinkron (ns). Namun jika motor berfungsi sebagai generator, pada rotor motor diputar oleh sumber penggerak dengan kecepatan lebih besar daripada kecepatan sinkronnya. Bila suatu konduktor yang berputar didalam medan magnet (kumparan stator) akan membangkitkan tegangan sebesar

e = B.l.v…...( 2. 22 ) Dimana :

e = tegangan induksi yang dihasilkan (volt) B = fluks magnetik (weber)

l = panjang konduktor yang dilewati medan magnet (m) v = kecepatan medan magnet melewati konduktor (m/s)

dan bila dihubungkan ke beban akan mengalirkan arus. Arus pada rotor ini akan berinteraksi dengan medan magnet pada kumparan stator sehingga timbul arus pada kumparan stator sebagai reaksi atas gaya mekanik yang diberikan.

Pada proses perubahan motor induksi menjadi generator induksi dibutuhkan daya reaktif atau daya magnetisasi untuk membangkitkan tegangan pada terminal keluarannya. Dalam hal ini yang berfungsi sebagai penyedia daya reaktif adalah kapasitor yang besarnya disesuaikan dengan daya reaktif yang diperlukan.

Kebutuhan daya reaktif dapat dipenuhi dengan memasang suatu unit kapasitor pada terminal keluaran, dimana kapasitor menarik daya reaktif kapasitif atau dengan kata lain kapasitor memberikan daya reaktif induktif pada mesin


(39)

induksi. Kerja dari kapasitor ini dapat dipandang sebagai suatu sistem penguat (eksitasi) sehingga generator induksi juga dikenal dengan sebutan generator induksi penguatan sendiri (self excited of induction generator).

Hal terpenting yang harus diperhatikan dalam kinerja generator induksi adalah fluksi sisa atau medan magnet pada kumparan stator, dimana tanpa adanya fluksi sisa ini proses pembangkitan tegangan tidak akan tejadi. Dengan adanya fluksi sisa ini dan perputaran rotor akan menimbulkan tegangan induksi pada rotor. Tegangan induksi ini akan terinduksi pula pada sisi stator dan akan menimbulkan arus yang akan mengisi kapasitor hingga terjadi keseimbangan. Keseimbangan tersebut ditandai dengan titik pertemuan antara lengkung magnetisasi dengan garis reaktansi kapasitif seperti terlihat pada gambar 2.11. Lengkung magnetisasi tersebut terjadi akibat adanya kejenuhan inti besi dari mesin.


(40)

Gambar 2.12. Generator Induksi Penguatan Sendiri Dengan Sebuah Kapasitor Bank Sebagai

Penyedia Daya Reaktif

Pada mesin induksi tidak terdapat hubungan listrik antara stator dengan rotor, karena arus pada rotor merupakan arus induksi. Jika belitan stator diberi tegangan tiga phasa, maka pada stator akan dihasilkan arus tiga phasa, arus ini kemudian akan menghasilkan medan magnet yang berputar dengan kecepatan sinkron (ns) dan kemudian akan melakukan pengisian muatan ke kapasitor (C) yang dipasang parallel dengan stator yang tujuannya untuk mensuplai tegangan ke stator nanti untuk mempertahankan kecepatan sinkron (ns) motor induksi pada saat dilakukan pelepasan sumber tegangan tiga phasa pada stator.

Mesin dc sebagai prime mover yang dikopel dengan mesin induksi diputar secara perlahan memutar rotor mesin induksi hingga mencapai putaran sinkronnya (nr = ns). Saklar sumber tegangan tiga phasa untuk stator dilepas, dan kapasitor yang sudah discharge akan bekerja dan akan mempertahankan besar ns. Motor dc diputar hingga melewati kecepatan putaran sinkronnya mesin induksi (nr > ns), sehingga slip yang timbul antara putaran rotor dan putaran medan magnet menghasilkan slip


(41)

negatip (s < 0) dan akan menghasilkan tegangan sehingga motor induksi akan berubah fungsi menjadi generator induksi.

Gambar 2.13. Karakteristik Torsi – Kecepatan Mesin Induksi

Dari kurva karakteristik antara kecepatan dan kopel motor induksi dapat dilihat, jika sebuah motor induksi dikendalikan agar kecepatannya lebih besar daripada kecepatan sinkron oleh penggerak mula, maka arah kopel yang terinduksi akan terbalik dan akan beroperasi sebagai generator. Semakin besar kopel pada penggerak mula, maka akan memperbesar pula daya listrik yang dihasilkan. Pada gambar karakteristik diatas generator mulai menghasilkan tegangan pada saat putaran rotor (nr) sedikit lebih cepat dari putaran sinkron (ns) mesin induksi tersebut.

Pada motor induksi yang dioperasikan sebagai generator tidak terdapat pengatur tegangan seperti governor pada generator sinkron. Oleh karena itu tegangan keluaran sangat dipengaruhi oleh beban dan nilai kapasitor.


(42)

II.6 Proses Pembangkitan Tegangan

Generator induksi penguatan sendiri dapat membangkitkan tegangannya sendiri dengan prinsip seperti halnya generator searah berpenguatan sendiri, yaitu memerlukan adanya remanensi (fluks sisa). Rangkaian pengganti per phasa generator induksi penguatan sendiri seperti gambar 2.14.

Gambar 2.14 Rangkaian Ekivalen per phasa generator induksi Keterangan simbol :

R1 = tahanan stator per – phasa ke netral

R2 = tahanan rotor per – phasa ke netral

Rc = representasi rugi – rugi inti stator

X1 = reaktansi bocor stator per – phasa ke netral

X2 = reaktansi bocor rotor per – phasa ke netral

Xm = reaktansi magnetisasi per – phasa ke netral

C = kapasitor eksitasi per – phasa ke netral

V = tegangan yang dibangkitkan per – phasa ke netral S = slip

ωs = kecepatan sinkron


(43)

I2 = arus rotor yang didasarkan ke stator

Ic = arus reaktif yang dihasilkan oleh kapasitor

IRC = arus kerja untuk mengkompensir rugi – rugi inti stator

Im = arus magnetisasi

Ditinjau keadaan beban nol. Ic = V. ω C

=

Xc V

... ( 2.23 )

sedangkan,

Im =

Xm V

... ( 2.24 )

Dilihat dari gambar 2.14, arus kerja IRC berasal dari I2, sehingga diperoleh :

Im = Ic ... ( 2.25 )

akibatnya,

Xm = Xc ... ( 2.26 )

Persamaan 2.26 menunjukkan, pada keadaan setimbang besar reaktansi Xm sama

dengan besar reaktansi Xc.

Untuk memudahkan analisa pembangkitan tegangan, proses ini dianggap terjadi setelah generator diputar sampai mencapai putaran nominal beban nolnya. Pada gambar 2.15, pertama – tama fluksi remanensi membentuk tegangan imbas yang kecil di rotor dan tegangan kecil ini dirasakan pada stator misalkan sebesar Er.

Dengan adanya V sebesar Er tersebut arus Ic timbul misalkan sebesar Ia yang akan


(44)

Selanjutnya tegangan Ea tersebut membentuk arus kapasitor sebesar Ib, arus Ib

membentuk tegangan sebesar Eb, tegangan Eb membentuk Ic, arus sebesar Ic

membentuk Ec dan seterusnya sampai mencapai titik kesetimbangan yang pada

gambar 2.15 ditunjukkan oleh titik V = Vc.

Gambar 2.15 Proses Pembangkitan Tegangan Pada Generator Induksi Penguatan Sendiri Proses timbal balik tersebut dimungkinkan dengan adanya rangkaian resonansi yang dibentuk oleh Xc = Xm seperti yang terlihat pada gambar 2.16.

Gambar 2.16 Rangkaian Resonansi Beban Nol Generator Induksi


(45)

f =

LC

π

2 1

... ( 2.27 )

dan kecepatan perputaran rotor tanpa beban pada frekuensi tersebut adalah,

nr =

p 120

.

LC

π

2 1

... ( 2.28 )

dimana

nr = putaran rotor p = jumlah kutub stator

L = induktansi maknetisasi generator C = kapasitor eksitasi

Frekuensi arus penguat sama dengan frekuensi osilasi dari rangkaian resonansi tersebut. Sedangkan frekuensi tegangan keluaran sama dengan frekuensi arus eksitasinya. Sehingga untuk perputaran rotor dengan harga yang tertentu, nilai kapasitor – kapasitor eksitasi menentukan frekuensi generator.

Dalam resonansi yang umum tanpa adanya sumber tegangan, maka adanya tahanan akan selalu bersifat menurunkan arus. Dalam pembahasan disini hal tersebut sama sekali tidak terjadi. Ini disebabkan karena dalam mesin induksi akan mempunyai slip yang negatip dan tahanan rotor bekerja dengan harga yang negatip dan ada dalam posisi melakukan arus (teorema expedansi). Dengan adanya " expedansi " dalam tahanan rotor ini yang juga merupakan bagian dari rangkaian resonansi seluruhnya pada waktu berbeban, maka generator induksi dapat bekerja dengan penguatan sendiri.


(46)

II.7 Aliran Daya Nyata Generator Induksi Penguatan Sendiri

Diagram aliran daya dan rugi – rugi daya dalam generator induksi ditunjukkan pada blok diagram gambar 2.17. Diasumsikan belitan stator tiga phasa.

Gambar 2.17 Blok Diagram Aliran Daya Dan Rugi-Rugi Pada Generator Induksi

Pm = Pporos – Pg + a ………... ( 2.29 )

Pg = Pm – Pr ………... ( 2.30 )

PL = Pg – Ps – Pi ………... ( 2.31 )

dimana,

Pm = daya masukan mekanis bersih

Pporos = daya masukan mekanis pada poros generator

Pg + a = rugi – rugi gesekan dan angin

Pg = daya celah udara

Pr = rugi – rugi tembaga rotor

Ps = rugi – rugi tembaga stator

Pi = rugi – rugi inti stator


(47)

Rugi – rugi gesekan angin Pg + a dan rugi – rugi inti stator Pi biasanya dianggap

konstan dan disebut rugi – rugi beban nol. Sedangkan rugi – rugi tembaga stator dan rotor besarnya tidak tetap tergantung arus beban.

II.8 Pengaruh Pembebanan Terhadap Arus Eksitasi

Apabila terminal generator dipasangkan beban, maka timbul arus kerja pada stator dan rotor. Persamaan umum yang menggambarkan karakteristik luar generator adalah sebagai berikut :

V = E1 – I1 ( R1 + jX1 ) ………. ( 2.32 )

dimana,

V = tegangan terminal generator ( Volt ) E1 = GGL induksi stator ( Volt )

I1 = arus stator ( Ampere )

Dari persamaan umum diatas dapat digambarkan diagram vektor generator induksi, seperti gambar 2.18.

I

2

I

1

I'

2

E'

2

= E

1

I

m

I

o

IRC

I2 R2

E2S jI2X2S

-I 1

R 1

-jI1 X1

V

1


(48)

Tegangan keluaran generator tergantung kepada antara lain komponen magnetisasi arus stator I1. Tanpa adanya beban yang mampu memberikan arus

maknetisasi ini, tegangan keluaran generator ini akan hilang. Dalam generator induksi penguatan sendiri, beban yang dimaksudkan dipenuhi dengan pemasangan kapasitor eksitasi pada terminal generator.

II.9 Pembebanan Dengan Faktor Kerja Satu

Pembebanan dengan faktor kerja satu artinya generator hanya melayani beban yang bersifat resistif (R). Beban yang bersifat resistif ini hanya menarik arus kerja. Kenaikkan arus beban akan memperbesar rugi tegangan di tahanan stator dan memperbesar kebocoran fluksi di reaktansi stator, sehingga tegangan keluaran akan turun .

Penurunan tegangan keluaran akan menyebabkan arus eksitasi ikut menurun, seperti diperlihatkan pada persamaan (2.33 ).

IC = V / XC ……… ( 2.33 )

Dengan :

IC = arus eksitasi (Ampere)

V = tegangan keluaran generator (Volts) XC = reaktansi kapasitansi (Ohm)

II.10 Keuntungan dan Kelemahan Motor Induksi Sebagai Generator

Dalam kenyataan aplikasinya di lapangan, motor induksi tiga phasa sebagai generator memiliki beberapa keuntungan dan juga beberapa kelemahan.


(49)

Dalam masa yang akan datang diperkirakan motor induksi sebagai generator ini akan segera dihubungkan ke sistem jaringan listrik untuk menyuplai beban konsumen. Disamping karena kebutuhan konsumen akan listrik yang semakin lama semakin meningkat, ada beberapa alasan lain yang mengakibatkan hal ini akan segera terwujud.

Beberapa Keuntungan Motor Induksi Sebagai Generator 1. Konstruksinya sederhana dan kokoh

2. Harga murah dan mudah perawatannya, serta banyak tersedia di pasaran. 3. Dapat digunakan dalam semua kategori daya.

4. Tidak membutuhkan penguatan dc

5. Tidak membutuhkan sinkronisasi ketika diparalel dengan sistem

6. Tidak mengkonsumsi bahan bakar untuk pembangkitan listrik tetapi memerlukan sumber energi terbarukan seperti angin dan air.

Beberapa kelemahan-kelemahan Motor Induksi Sebagai Generator adalah:

1. Tidak dapat menghasilkan daya reaktif, bahkan sebaliknya, generator induksi mengkonsumsi daya reaktif, sehingga diperlukan sumber daya reaktif eksternal untuk menjaga keberadaan medan magnet stator.

2. Pengontrolan tegangan harus juga dilakukan oleh sumber daya reaktif tersebut, dikarenakan tidak ada arus medan, sehingga generator induksi tidak dapat mengontrol tegangan keluarannya sendiri.


(50)

3. Perubahan tegangan dan frekuensi generator induksi sangat besar atau bervariasi akibat adanya perubahan beban.


(51)

BAB III

PANAS PADA GENERATOR INDUKSI

III. 1. Umum

Panas pada motor induksi merupakan bagian penting yang perlu dibahas. Pada motor induksi sumber panas yang paling utama adalah berasal dari konduktor yang dialiri arus yaitu pada kumparan stator dan pada rotor. Sedangkan panas yang timbul pada inti, casing stator, udara di permukaan motor maupun bagian yang lainnya merupakan hasil dari transfer panas yang dihasilkan rotor maupun belitan stator dengan cara konduksi, konveksi, maupun radiasi.

Pada motor induksi rotor sangkar bagian yang perlu diperhatikan dalam hubungannya dengan panas adalah bagian stator, karena pada bagian stator terdapat belitan yang memiliki batas ketahanan terhadap temperatur yang jauh lebih rendah dibandingkan pada stator.

III. 2. Panas Pada Konduktor Yang Dialiri Arus

Untuk dapat memahami kenaikan panas pada belitan stator maka terlebih dahulu kita memahami hubungan antara arus yang mengalir pada suatu konduktor dengan panas yang dihasilkan konduktor tersebut.

Arus adalah kecepatan muatan yang mengalir melalui suatu permukaan tertentu. Arus listrik timbul karena adanya aliran elektron. Arus listrik diluar sumbernya mengalir dari kutub positif ke kutub negatif dan di dalam sumbernya dari


(52)

kutub negatif ke kutub positif. Jadi aliran arus listrik adalah kebalikan dari arah aliran elektron

Persamaan arus dirumuskan pada persamaan 3.1:

I =

t Q

………….…….………...……... ( 3.1 )

Jika aliran muatan berubah setiap waktu, maka arus juga akan berubah setiap waktu, untuk waktu yang sesaat maka persamaan untuk arus menjadi:

I =

dt dQ

………...…....………….………….... ( 3.2 )

Gambar 3.1 Arus yang mengalir pada sebuah tahanan

Pada Gambar 3.1 dapat dilihat bahwa arus mengalir dari terminal a ke terminal b. Pada saat arus mengalir dari terminal c ke d melalui tahanan sebesar R maka arus akan mengalami kehilangan sebagian energi potensial listrik (electrical

potential energy) karena diakibatkan tubrukan dengan atom-atom pada tahanan.

Sehingga pada tahanan R akan dibangkitkan energi dalam seiring dengan meningkatnya gerakan vibrasi atom-atom. Energi tersebut akan mengakibatkan kenaikan temperatur pada tahanan.


(53)

Besar energi potensial listrik yang hilang pada tahanan R dapat diketahui melalui persamaan 3.3:

=I.V ………...………... ( 3.3 )

Dimana:

I = Arus yang mengalir pada resistor V = Beda potensial diantara c dan d

Kehilangan sebagian energi potensial listrik pada saat arus melalui tahanan sama dengan energi yang dalam dibangkitkan pada resistor tersebut. Besarnya daya yang menunjukkan energi dalam yang dibangkitkan pada resistor tersebut dirumuskan dalam:

P = V.I ………..……….... ( 3.4 ) Karena besarnya tegangan pada resistor sebanding dengan arus yang mengalir dikali dengan tahanan maka energi dalam yang dibangkitkan pada resistor menjadi:

P = I2.R = V.I (Watt) ……….…….. ( 3.5 ) Karena energi dalam yang dibangkitkan pada resistor menyebabkan kenaikan temperatur, maka energi dalam tersebut sama dengan energi panas yang dibangkitkan pada tahanan tersebut. Untuk selang waktu tertentu besarnya energi panas yang dibangkitkan pada tahanan tersebut adalah:

H = P.t = I2.R.t Joule (Watt.s) ……… ( 3.6 ) Dimana:

H = Energi panas yang dibangkitkan (Joule)

I = arus yang mengalir di tahanan tersebut (Ampere)

V t Q

. ∆ ∆


(54)

t = selang waktu (sekon)

R = Besarnya resistansi dari tahanan tersebut (Ohm)

III. 3. Kapasitas Panas dan Panas Spesifik

Kapasitas panas dapat diartikan sebagai energi yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur dari suatu benda dengan berat tertentu. Besar energi yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur suatu benda dengan massa tertentu dirumuskan dengan:

Q = C.ΔT (Joule) …..…………...…… ( 3.7 ) Dimana:

Q = energi yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur (Joule) C = kapasitas panas (Joule/ºC)

ΔT = perubahan suhu (ºC)

Besarnya kapasitas panas bergantung terhadap panas spesifik dan berat benda tersebut. Jadi besarnya energi yang diperlukan untuk menaikkan temperatur suatu benda dengan berat tertentu dapat diketahui dengan persamaan 3.8:

Q = C.Δ T = m.c. ΔT (Joule) ……… ( 3.8 ) Dimana:

Q = energi yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur (Joule) m = berat benda (kg)

ΔT = perubahan suhu (ºC)


(55)

Dari Persamaan 3.6 dan 3.8 dapat diketahui bahwa besarnya energi panas pada suatu konduktor yang dialiri arus sebanding dengan energi panas (H) yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur suatu benda (Q), yang dapat dirumuskan dengan persamaan 3.9

I2.R.t = m.c. ΔT ………..……… ( 3.9 )

III. 4. Panas Pada Motor Induksi Rotor Sangkar Sebagai Generator

Pada motor induksi rotor sangkar, panas yang biasanya ditinjau adalah bagian stator. Hal ini disebabkan karena pada bagian stator memiliki batasan terhadap temperatur yang lebih rendah dibandingkan rotor.

Kenaikan panas pada motor induksi dipengaruhi oleh faktor-faktor yaitu: a. Jenis pendinginan.

b. Transfer panas.

c. Temperatur lingkungan tempat motor berada.

d. Dan beban yang dipikul motor yang mana beban tersebut berpengaruh terhadap besarnya arus pada saat motor dioperasikan.

III. 4. 1. Jenis Pendinginan

Hampir secara keseluruhan jenis pendinginan motor induksi menggunakan pendingin udara dengan metode pendinginan udara tidak langsung atau yang biasa disebut indirect air cooling. Disebut pendinginan tidak langsung karena konduktor pada belitan tidak berhubungan langsung dengan udara pendingin yang dikarenakan kehadiran isolasi pada belitan.


(56)

III. 4. 2. Transfer Panas Pada Mesin Induksi

Panas yang dihasilkan oleh belitan stator tidak akan tinggal pada belitan, akan tetapi panas yang dihasilkan akan di buang (didisipasikan) ke bagian-bagian lain dari mesin tersebut, salah satu proses pembuangan panas tersebut adalah melalui transfer panas. Transfer panas pada motor induksi bergantung kepada besarnya panas yang dihasilkan belitan, konstruksi dari motor, dan metode pendinginan motor.

Transfer panas pada motor induksi dibedakan menjadi tiga bagian yaitu konduksi, konveksi dan radiasi.

Gambar 3. 2 Transfer Panas Pada Motor Induksi a. Konduksi

Pada konduksi, energi panas mengalir dari belitan stator ke isolasi slot kemudian ke inti stator. Demikian juga pada rotor, panas mengalir dari konduktor rotor ke inti rotor dan kemudian ke tangkai rotor.

Gambar 3.3 menunjukkan proses konduksi pada sebuah slot konduktor pada motor induksi.


(57)

Gambar 3.3 Konduksi pada sebuah slot konduktor pada motor induksi.

Besarnya energi panas yang ditransfer pada proses konduksi sesuai dengan persamaan 3.10:

Q = q. l. A (Joule) ……….……… ( 3.10 ) Dimana:

q = panas yang dihasilkan per unit volume (W/m3) A = luas area slot (m2)

l = panjang slot (m)

Untuk tinjauan satu slot seperti pada Gambar 3.3 maka besarnya nilai q dapat ditentukan dengan persamaan 3.11:

q = 2 2

. .

x K

δδ θ

− …………...……… ( 3.11 ) sedangkan untuk secara keseluruhan slot maka besarnya nilai q ditentukan dengan persamaan 3.12:


(58)

Dimana:

K = konduktivitas thermal (W/m.ºC)

Δθ = θ1- θ2 (ºC)

θ1 = temperatur belitan di dalam slot (ºC)

θ2 = temperatur inti stator (ºC)

Δθ = perbedaan temperatur antara belitan di dalam slot dengan inti stator.

b. Konveksi

Pada konveksi, energi panas mengalir antara permukaan rangka stator dengan udara sekitar motor. Panas yang di transfer melalui konduksi dapat dirumuskan pada persamaan 3.13:

Qconv = h. A. Δθ (Watt) ………..… ( 3. 13 ) Dimana:

Qconv = besarnya Energi panas yang di transfer (Watt)

Δθ = perbedaan Temperatur antara permukaan rangka stator denganudara sekitarnya.

A = luas permukaan yang berhubungan dengan udara (m2)

h = koefisien konveksi panas (W/m2. ºC)

c. Radiasi

Pada radiasi, transfer energi panas terjadi antara bagian motor yang menghasilkan panas dengan benda disekeliling motor yang menyerap panas.


(59)

Energi panas yang diradiasikan dari stator ke benda disekeliling motor yang menyerap panas dirumuskan dengan persamaan 3.14:

qrad = σ.ε.A.( θ14 – θ24 ) (Watt) …….…..………… ( 3.14 ) Dimana:

σ = Konstanta Boltzman = 5,67 . 10-8 W/(m2.K4) ε = emissivitas

A = luas daerah radiasi

III. 4. 3. Temperatur Lingkungan Pengoperasian Mesin Induksi

Temperatur lingkungan merupakan sesuatu hal yang perlu diperhatikan, karena itu mempengaruhi disisipasi panas (pembuangan panas) yang juga mempengaruhi temperatur motor.

Hampir secara keseluruhan motor di rancang bekerja dengan temperatur lingkungan yang tidak melebihi 40ºC. Temperatur lingkungan yang tinggi akan menyebabkan panas pada motor induksi lebih besar dibandingkan dengan pada saat motor induksi bekerja pada temperatur lingkungan yang lebih rendah.

Persamaan 3.13 menunjukkan bahwa apabila temperatur lingkungan motor semakin tinggi maka besar Δθ akan semakin kecil, sehingga panas yang didisipasikan (dibuang) melalui konveksi akan semakin kecil, sehingga panas yang tinggal di dalam belitan stator akan semakin besar.

III. 4. 4. Isolasi Pada Mesin Induksi

Fungsi utama dari isolasi adalah memisahkan komponen yang memiliki potensial listrik yang berbeda. Untuk lebih jauhnya, isolasi berguna untuk


(60)

meningkatkan kemampuan dari struktur belitan, mempengaruhi panas antara belitan dengan lingkungan sekitar, dan juga melindungi belitan dari tekanan luar seperti debu, kelembapan dan reaksi kimia.

Secara umum isolasi pada motor induksi dibagi dua kategori utama yaitu isolasi groundwall dan isolasi konduktor. Fungsi isolasi groundwall adalah memisahkan komponen-komponen motor sehingga tidak terjadi hubungan galvanis antara satu sama lainnya.

Sebagai contoh isolasi groundwall digunakan untuk memisahkan belitan stator dengan inti stator. Sedangkan isolasi konduktor digunakan untuk memisahkan masing-masing konduktor pada belitan.

Gambar 3.4 menunjukkan konduktor dari belitan stator pada sebuah slot yang berisolasi.

Gambar 3. 4 Belitan pada sebuah slot yang berisolasi

Isolasi konduktor merupakan bagian yang paling mendapat perhatian dari keseluruhan isolasi pada motor induksi. Hal ini dikarenakan isolasi ini merupakan bagian yang bersentuhan langsung dengan sumber panas yaitu konduktor stator dan


(61)

merupakan bagian isolasi yang paling tipis. Isolasi konduktor biasanya berupa lapisan yang terbuat dari bahan thermoset atau thermoplastik seperti

polyamide-imide, polyester with polyamide-imide ataupun polyamide-imide polymer.

Isolasi belitan stator dapat dibagi berdasarkan kemampuan untuk bertahan dalam temperatur tinggi tanpa menimbulkan kerusakan. Tabel 3.1 menunjukkan kelas isolasi motor berdasarkan standard IEC.

Tabel 3.1. Kelas Isolasi motor induksi berdasarkan standar IEC 60034-18-1

Kelas Isolasi Batas Temperatur

A 105ºC

E 120ºC

B 130 ºC

F 155 ºC

H 180 ºC

Batas temperatur pada tabel merupakan temperatur maksimal dari isolasi belitan stator dengan umur kerja 20.000 jam. Artinya isolasi belitan akan dapat bertahan selama 20.000 jam apabila temperatur belitan sama dengan temperatur yang ada pada tabel. Selang waktu tersebut merupakan durasi yang singkat, hal ini dikarenakan motor dirancang untuk bekerja dengan waktu yang lebih lama sehingga dalam pengoperasiannya, motor dijaga untuk bekerja dibawah temperatur tersebut.


(62)

III. 4. 5. Pengaruh Panas Terhadap Isolasi Mesin Induksi

Energi panas menimbulkan kenaikan temperatur, sehingga apabila energi panas yang dihasilkan dari belitan stator besar maka akan menimbulkan kenaikan temperatur yang tinggi

Salah satu penyebab terjadinya kerusakan pada belitan stator adalah karena temperatur belitan yang tinggi. Motor yang dioperasikan dengan temperatur tinggi akan menimbulkan tekanan termal yang tinggi yang dapat mengakibatkan berkurangnya umur dari isolasi belitan stator.

Pengurangan umur isolasi akibat panas (Thermal Aging) bergantung kepada material isolasi dan lingkungan tempat pengoperasian.

Pada motor induksi yang berpendingin udara dengan isolasi terbuat dari bahan thermoset atau thermoplastik, pengurangan umur isolasai akibat panas pada dasarnya disebabkan oleh reaksi oksidasi kimia. Hal ini dikarenakan, pada temperatur yang cukup tinggi, ikatan kimia bahan isolasi dengan komponen penyusunnya baik itu komponen organik maupun dengan senyawa karbon dapat rusak disebabkan adanya getaran (vibrasi) yang disebakan panas, peristiwa ini disebut juga dengan pemotongan ikatan kimia.

Ketika pemotongan ikatan kimia terjadi, maka oksigen akan mengisi ikatan kimia yang rusak, sehingga menyebabkan rantai polimer penyusun isolasi akan lebih pendek dan lebih lemah. Secara makro maka isolasi akan lebih rapuh dan daya mekanis yang lebih kecil. Untuk selang waktu yang lama atau untuk temperatur yang sangat tinggi maka dapat menyebabkan isolasi menjadi meleleh ataupun terbakar.


(63)

Umur isolasi motor induksi akibat temperatur tinggi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan Arrhenius seperti ditunjukka pada persamaan 3.15:

L = A.eB/T ……… ( 3.15 )

Dimana:

L = umur isolasi (jam) A = konstanta

B = energi aktivasi

T = temperatur absolut (ºC)

Persamaan 3.15 hanya berlaku apabila isolasi motor dioperasikan pada temperatur tertentu yang cukup tinggi yaitu diatas batas temperatur kelas isolasi, apabila dioperasikan dibawah temperatur tersebut maka pengurangan umur isolasi (Thermal Aging) tidak akan terjadi karena getaran (vibrasi) akibat panas pada isolasi belum cukup untuk merusak ikatan kimia pada isolasi tersebut.

Gambar 3.5 menunjukkan kurva umur isolasi motor induksi untuk masing-masing kelas apabila dioperasikan diatas batas temperatur kelas isolasi.


(64)

Gambar 3.5 Kurva umur isolasi motor induksi untuk masing-masing kelas apabila dioperasikan

diatas batas temperatur kelas isolasi.

Batas temperatur dari masing-masing kelas isolasi pada Tabel 3.1 merupakan batas temperatur yang dapat menyebabkan terjadinya pengurangan umur (thermal

aging) pada isolasi motor. Sehingga apabila temperatur belitan melebihi batas

temperatur pada tabel maka akan menyebabkan terjadinya pengurangan umur dari isolasi belitan stator.

III. 4. 6. Kenaikan Panas Pada Motor Induksi Rotor Sangkar

Pada saat motor induksi beroperasi dengan besar arus nominal sampai dengan dua kali arus nominal, maka panas yang dihasilkan pada motor induksi dipengaruhi banyak hal yaitu transfer panas, jenis pendinginan, dan temperatur lingkungan. Hal ini dikarenakan arus yang mengalir pada belitan stator tidak menghasilkan panas


(65)

yang besar, selain itu sebagian panas yang dibuang (didisipasikan) melalui transfer panas masih sebanding dengan panas yang dihasilkan sehingga belitan tidak akan mencapai temperatur yang tinggi.

Akan tetapi apabila motor induksi beroperasi diatas dua kali arus nominal, maka panas yang dihasilkan dapat naik secara cepat, hal ini disebabkan panas yang dihasilkan lebih besar dibandingkan pada saat dialiri arus nominal selain itu panas yang didisipasikan tidak sebanding dengan panas yang dihasilkan sehingga apabila berlangsung secara terus menerus dapat menyebabkan temperatur belitan menjadi tinggi.

Besarnya energi panas total pada stator motor induksi merupakan pengurangan dari panas yang dihasilkan arus yang mengalir belitan stator dengan panas yang dibuang melalui transfer panas. Sehingga panas pada belitan stator dirumuskan dengan persamaan 3.16.

Qstator = (3.I2.R.t) - QTransfer ……..………….. (

3.16 ) Dimana:

Qtotal = panas belitan stator (Watt)

I = arus yang mengalir pada belitan stator (Ampere) R = tahanan belitan stator per phasa (Ohm)

t = selang waktu (sekon)


(66)

Karena belitan stator merupakan konduktor yang memiliki berat, maka besarnya panas pada belitan stator yang dihubungkan dengan berat belitan stator dapat dirumuskan dengan persamaan 3.17 yaitu:

Qstator = W. δ. ΔT ………..………….….. ( 3.17 )

Dimana:

Qtotal = panas belitan stator (Watt)

W = berat total belitan stator (kg)

δ = panas spesifik (spesific heat) material belitan stator ataupun rotor (Watt.s/Kg. ºC)

ΔT = perubahan temperatur (kenaikan temperatur) (ºC)

Dari persamaan 3.16 dapat dihitung kenaikan temperatur pada belitan stator apabila dialiri arus untuk selang waktu tertentu yang dirumuskan dengan persamaan 3.18:

ΔT =

δ

.

W Qstator

(ºC) ……….. ( 3.18 )

Apabila energi panas yang dihasilkan besar, maka akan menghasilkan kenaikan temperatur yang besar. Temperatur belitan yang melebihi batasan temperatur kelas isolasi motor, akan menyebabkan berkurangnya umur dari isolasi belitan tersebut. Selain itu temperatur belitan yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan permanen pada isolasi belitan stator.


(67)

BAB IV

PENGUJIAN DAN HASIL PENGUKURAN

IV.1 Umum

Untuk dapat melihat bagaimana panas yang muncul akibat pembebanan yang non linier pada generator induksi penguatan sendiri, maka diperlukan beberapa pengujian. Pengujian tersebut adalah :

1. Pengujian tahanan stator DC

2. Pengujian beban nol generator induksi penguatan sendiri 3. Pengujian berbeban generator induksi penguatan sendiri.

Parameter mesin yang diperlukan adalah Tahanan stator R1. Parameter

tersebut digunakan untuk menghitung nilai rugi-rugi tembaga stator. Parameter tersebut diperoleh melalui pengukuran langsung dengan pengujian tegangan DC. Penelitian ini dimaksudkan untuk panas/temperatur pada generator induksi penguatan sendiri saat pembebanan. Dalam percobaan ini digunakan beban jenis lampu pijar yang dirangkai sedemikian rupa dan dengan menggunakan saklar sehingga besar beban dapat diubah-ubah sesuai dengan tujuan penelitian.

IV.2 Peralatan Yang Digunakan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian panas yang muncul pada generator induksi saat pembebanan di Laboratorium Konversi Energi Listrik Departemen Teknik Elektro FT - USU adalah sebagai berikut :


(68)

1. Motor induksi 3 fasa ( berfungsi sebagai generator ). Tipe : Rotor sangkar tupai

Spesifikasi :

- AEG Typ B AL 90 LA - 4 - Y /Δ 220/ 380 V ; 6,3 / 3,6 A

- 1,5 Kw, cos φ 0,82

- 1415 rpm, 50 Hz - Kelas isolasi : B

2. Mesin DC ( berfungsi sebagai prime over ). Spesifikasi :

- G-GEN Typ G1 110/ 140 - 220 V

- 2 Kw

- 1500 rpm, 50 Hz - Kelas Isolasi B

3. Kapasitor sebagai sumber eksitasi 3 buah, masing - masing 20 μF 4. Beban : 12 buah lampu pijar @ 100 Watt

5. Power Supply ( AC dan DC ) 6. Pengaman MCB

7. Alat ukur :

− amperemeter − voltmeter − ohmmeter − wattmeter − tachometer


(69)

− frekuensimeter

− IR50i (Infra Red Thermometer) Spesifikasi :

Jarak Temperatur : -60 s/d 500oC Waktu Respon = 1 Detik

Jarak yang cocok ke target = 2 Meter

Laser output = <1 mW, panjang gelombang 630-670 nm, produk laser kelas II

Perbandingan jarak dengan titik tujuan = 11 : 1

IV.3 Penentuan Besar Nilai Kapasitor

Apabila kapasitor yang dirangkai pada generator induksi penguatan sendiri adalah hubungan delta ( ∆ ), maka :

Pout = 1,5 Kw

Cos θ = 0,82, θ = 34,910

Daya yang dibutuhkan mesin ketika beroperasi sebagai motor S = √3 VI

=1,73 x 380 x 3,6 =2,36 kVA

Daya aktif yang diserap adalah

P = S cos θ


(70)

= 1,93 kW

Daya reaktif yang diserap adalah

=

= 1,35 kvar

Ketika mesin beroperasi sebagai generator induksi, kapasitor harus mensuplai paling sedikit 1,35 : 3 = 0,45 kvar per phasa. Tegangan per phasa adalah 380 V karena kapasitor terhubung delta. Dengan begitu, arus kapasitif per phasa adalah

IC =

V Q = 380 450 = 1,18 A

Reaktansi kapasitif per phasa adalah

XC =

I V = 18 , 1 380

= 322,033 Ω

Kapasitansi per phasa paling sedikit seharusnya

C =

C fX π 2 1 = 033 , 322 50 2 1 x x π


(71)

= 9,88 µF

Nilai kapasitor yang dipasang sangat menentukan terbangkitnya tegangan atau tidak. Untuk terbangkitnya tegangan generator induksi, nilai kapasitor yang dipasang harus lebih besar dari nilai kapasitor minimum yang diperlukan untuk proses eksitasi. Jika kapasitor yang dipasang lebih kecil dari kapasitor minimum yang diperlukan, maka proses pembangkitan tegangan tidak akan berhasil. Jadi kapasitor per - phasa terhubung ∆ yang dibutuhkan generator untuk dapat membangkitkan ggl adalah sebesar 20 μF. Untuk kapasitor yang terhubung secara Y, kapasitor per - phasa yang dibutuhkan tiga kali kapasitor yang terhubung secara ∆, yaitu 60 μF.

IV.4 Pengujian Panas Pada Generator Induksi Saat Pembebanan IV.4.1 Pengujian Pengukuran Tahanan Stator

Konstanta generator induksi yang digunakan untuk menghitung rugi-rugi tembaga stator dapat ditentukan dengan data-data dari hasil pengukuran pada suplai DC. Dari pengukuran dengan suplai DC dapat dihitung harga tahanan stator R dc. Pengukuran tahanan kumparan stator generator induksi dilakukan dengan menggunakan :

1. Ohmmeter 2. Tegangan dc

Cara lain adalah dengan menggunakan volt meter dan ampere meter, dimana ketiga impedansi terhubung bintang. Tahanan sebenarnya adalah setengah dari tahanan


(72)

hasil pengukuran, karena kumparan terhubung bintang. Dengan cara ini tahanan yang terukur adalah merupakan tahanan dua phasa, maka tahanan perphasanya adalah :

R phasa R = 0,5 ( R RT + R RS – R TS ) R phasa S = 0,5 ( R RS + R TS – R RT ) R phasa T = 0,5 ( R RT + R TS – R RS )

IV.4.1.1 Rangkaian Pengujian

A

V U

V

W +

-VDC Variabel

Ru

Rv

Rw

Gambar 4.1. Rangkaian percobaan dengan suplai DC

IV.4.1.2 Prosedur Pengujian

a. Hubungan belitan stator dibuat hubungan Y, yang akan diukur adalah dua dari ketiga phasa belitan stator.

b. Rangkaian belitan stator dihubungkan dengan suplai tegangan DC c. Tegangan DC suplai dinaikkan sampai besar tegangan adalah 1 volt

d. Ketika tegangan menunjukkan pada besaran 1 volt, penunjukan alat ukur voltmeter dan amperemeter dicatat

e. Rangkaian dilepas, kemudian diulang dari langkah 3 dilakukan dengan suplai tegangan variabel, dan dilakukan untuk masing-masing phasa.


(73)

IV.4.1.3 Data Hasil Pengujian

Rdc =

I V

(Ω)

Tabel 4.1. Data hasil pengujian tahanan stator DC

Phasa

V (volt)

I (A)

R

dc

(Ω)

Rdc rata2

R

ac

(Ω)

U-V 1 2 3 0,09 0,18 0,27 11,11 11,11 11,11

11,11 12,221

V-W 1 2 3 0,09 0,18 0,28 11,11 11,11 10,71

10,97 12,067

U-W 1 2 3 0,09 0,17 0,27 11,11 11,76 11,11

11,32 12,452

IV.4.1.4 Analisa Data Pengujian

Contoh perhitungan data Untuk I = 0,09 Ampere

Rdc =

09 , 0

1

Rdc rata-rata =

3 11 , 11 11 , 11 11 ,

11 + +

= 11,11 ohm = 11,11 ohm

Karena belitan ini beroperasi pada tegangan bolak-balik maka tahanan ini harus dikalikan dengan faktor koreksi 1,1.


(74)

= 11,11 x 1,1 = 12,221 ohm

Dari data hasil percobaan, diperoleh besar tahanan perphasa : R U ac = 0,5 ( R UV + R UW - R VW )

= 0,5 ( 12,221 + 12,452 – 12,067 ) = 6,303 ohm

R V ac = 0,5 ( R UV + R VW – R UW)

= 0,5 (12,221 + 12,067 – 12,452) = 5,918 ohm

R W ac = 0,5 ( R VW + R UW – R UV )

= 0,5 (12,067 + 12,452 – 12,221) = 6,149 ohm

Dari hasil perhitungan diperoleh besarnya harga tahanan stator :

Tahanan stator =

3

RW RV RU + +

=

3

6,149 5,918

6,303 + +

= 6,123 ohm

IV.4.2 Pengujian Panas Pada Motor Induksi Sebagai Generator IV.4.2.1 Pengujian Beban Nol

IV.4.2.1.1 Rangkaian Pengujian

Adapun gambar rangkaian pengujian untuk pengujian beban nol pada generator induksi penguatan sendiri dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut :


(75)

M ind

M dc nr > ns

P T A C 1

Saklar 1 Saklar 4 Saklar 3 Beban V P A1 V Kapasitor Eksitasi f P T D C 1 Pengaman - MCB - Sekering Sumber Tegangan Dari PLN Saklar 2 A2 P T D C 2

A3

Gambar 4.2. Rangkaian pengujian beban nol generator induksi penguatan sendiri

IV.4.2.1.2 Prosedur Pengujian

a.Motor induksi dikopel dengan motor DC, kemudian rangkaian pengujian dirangkai seperti gambar 4.2

b. Seluruh switch dalam keadaan terbuka dan pengatur tegangan dalam posisi minimum.

c.Switch S1 ditutup, pengatur PTAC1 dinaikkan sampai dengan tegangan 380

Volt.

d. PTDC2 diatur sehingga penunjukan amperemeter A3 mencapai harga arus penguat nominal motor DC.

e.Switch S2 ditutup, pengatur PTDC1 dinaikkan hingga putaran motor dc sama dengan putaran sinkron motor induksi ( nr = ns ).

Hal ini dilakukan bersamaan secara perlahan untuk mengimbangi putaran rotor mesin induksi, sehinga tidak ada pembalikan energi.


(76)

f.Switch S3 ditutup, hingga kapasitor mencharge dengan sendirinya. Hal ini dibiarkan hingga beberapa menit.

g. Pengatur PTAC1 diturunkan dan Switch S1 dilepas, sehingga yang bekerja menyuplai daya ke motor induksi adalah kapasitor.

h. Kecepatan putaran motor dc dinaikkan hingga melewati putaran sinkron motor induksi ( nr > ns ).

i. Tegangan yang dihasilkan diatur hingga sesuai dengan yang diinginkan (380, 340 dan 300 Volt).

j. Catat temperatur generator, frekuensi generator, arus pada kapasitor dan kecepatan putar nr.

k. Turunkan pengatur PTDC1 sampai posisi minimum, kemudian Switch 2 dilepas.

4.4.2.1.3 Data Hasil Pengujian

ns =

p f

120

Tabel 4.2. Data hasil pengujian beban nol generator induksi penguatan sendiri

No

V

out

(volt)

T (

o

C)

I

C

(A) f (Hz)

n

s

n

r

Slip

1 380 42,7 3,29 45 1350 1380 -0,0222 2 340 42,2 2,86 42 1260 1300 -0,0318 3 300 41,8 2,43 40 1200 1250 -0,0418


(1)

V.2 Saran

1. Dalam penelitian selanjutnya disarankan menganalisis generator induksi penguatan sendiri dengan nilai kapasitor eksitasi yang berbeda serta mengubah kapasitor menjadi hubungan wye.

2. Untuk penyempurnaan penelitian ini sebaiknya dilakukan penelitian pengaruh pembebanan pada generator induksi penguatan sendiri untuk jenis beban yang sifatnya berbeda.

3. Dalam penelitian ini digunakan generator induksi jenis rotor sangkar, untuk penelitian berikutnya disarankan untuk meneliti generator induksi dengan rotor belitan serta membanndingkan keduanya dengan nameplate yang sama.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

1. Boldea, Ion, “ Variabel Speed Generator ”, Taylor & Francis Group, Ney York, 2006.

2. Chapman, Stephen J, “Electric Machinery Fundamentals”,Third Edition Mc Graw Hill Companies, New York, 1999.

3. Fitzgerald, A.E., Kingsley, C.Jr., Umans, S.D., “Electric Machinery ”, Sixth Edition, Mc Graw Hill, Singapore, 2003.

4. IEEE Std 112. 1996. “IEEE Standard Test Procedure for Polyphase Induction Motors and Generators Machines” USA: The Institute of Electrical and Electronics Engineers.

5. IEC 60034-18-1. 2000. “Functional Evaluation of insulation systems for rotating electrical machines” Switzerland: International Electrotechnical Commission.

6. Pyrhonen, Juha & Jokinen, Tapani, “Design Of Rotating Electrical Machines”, Jhon Willey & Sons, Ltd, 2008

7. Theraja, B.L. & Theraja, A.K., “A Text Book of Electrical Technology”, New Delhi, S.Chand and Company Ltd., 2001.

8. Wijaya, Mochtar,”Dasar-Dasar Mesin Listrik”, Penerbit Djambatan, Jakarta , 2001.

9. Wildi, Theodore, “Electrical Machines, Drives And Power System”, Prentice Hall International, Liverpool, 1983.


(3)

10. Zuhal, “Dasar Teknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya”, Edisi ke-5, Penerbit Gramedia, Jakarta, 1995.

11. Ariawan, Putu Rusdi, 6 Juli 2010, Generator,

http://www.scribd.com/doc/33689894/Generator. 12. Lusijarto Tri Teguh, Susatyo Anjar

http://katalog.pdii.lipi.go.id/index.php/searchkatalog/4200/4201.pdf

13. M, Salama, 1 Mei 2010, Analisa Dan Simulasi Pengendali Tegangan Dengan

Kapasitor Pada Generator Induksi Terisolir,

http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-salamamnim-29154.


(4)

LAMPIRAN

DATA HASIL PENGUJIAN LABORATORIUM KONVERSI FT – USU

A. Pengujian Pengukuran Tahanan Stator Rdc =

I V

(Ω)

Phasa

V (volt)

I (A)

R

dc

(Ω)

Rdc rata2

R

ac

(Ω)

U-V 1 2 3 0,09 0,18 0,27 V-W 1 2 3 0,09 0,18 0,28 U-W 1 2 3 0,09 0,17 0,27

B. Pengujian Generator Induksi Penguatan Sendiri 1. Pengujian Beban Nol

No

V

out

(volt)

T (

o

C)

I

C

(A) f (Hz)

n

s

n

r

Slip

1 380 42,7 3,29 45 1350 1380 -0,0222

2 340 42,2 2,86 42 1260 1300 -0,0318

3 300 41,8 2,43 40 1200 1250 -0,0418


(5)

2. Pengujian Berbeban Generator Induksi Penguatan Sendiri

NO

Beban

(W)

V

out

(L-L)

(V)

I

C

(A)

I

L

(A)

P

out

(W)

f

(Hz)

n

s

n

r

Slip

T

avg

(oC) 1 300 (20 %) 220 1,58 0,29 100 37 1110 1150 -0,03603 42,325 2 600 (40 %) 220 1,63 0,61 250 37 1110 1150 -0,03603 47,35 3 900 (60 %) 220 1,65 0,91 300 37 1110 1150 -0,03603 50,45 4 1200 (80 %) 220 1,69 1,20 350 37 1110 1150 -0,03603 54,3

NO

V

out

(L-L)

(V)

Beban

(W)

T

(oC)

Menit I Menit II Menit III Menit IV 1 220 300 (20 % Nominal) 42,1 42,4 42,4 42,4 2 220 600 (40 % Nominal) 46,4 47,3 47,8 47,9 3 220 900 (60 % Nominal) 48,9 50,7 50,9 51,3 4 220 1200 (80 % Nominal) 53,8 54,0 54,5 54,9


(6)

Pada saat kondisi berbeban, mesin dibiarkan bekerja selama 5 menit, kemudian putuskan beban. Sehingga didapat data no load pada kondisi ini sebagai berikut :

Tabel 3. Data hasil pengujian tanpa beban generator induksi penguatan sendiri

NO

V

out

(L-L)

(V)

f

(Hz)

n

s

n

r

Slip

T

(oC) 1 290 39 1170 1210 -0,03419 41,8 2 325 41 1230 1270 -0,03252 42,1 3 364 43 1290 1330 -0,03101 42,7 4 370 45 1350 1400 -0,03704 43,1

Medan, 19 Juli 2010

Diketahui Asisten, Praktikan,

( Muhammad Iqbal ) ( Ahmad Taufiq )

NIM : 06 0402 006


Dokumen yang terkait

Analisis Performa Generator Induksi Penguatan Sendiri Tiga Phasa Pada Kondisi Steady State (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

3 39 103

Studi Pemakaian Kapasitor Untuk Menjalankan Motor Induksi Tiga Fasa Pada Sistem Satu Fasa (Aplikasi Pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

0 67 108

Analisis Perhitungan Panas Motor DC SHUNT Pada Saat Start Dan Pengereman ( Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU ).

0 30 75

Analisis Karakteristik Berbeban Motor Induksi Satu Phasa Kapasitor Start ( Aplikasi Pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT – USU )

7 80 72

Pengaturan Kecepatan Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan Dengan Injeksi Tegangan Pada Rotor(Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

4 61 81

Analisis Perbandingan Efisiensi Transformator Tiga Fasa Hubungan Delta Dan Hubungan Open-Delta (Aplikasi Pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

6 70 64

Pengaruh Pembebanan Terhadap Frekuensi Pada Generator Induksi Penguatan Sendiri Dengan Kompensasi Tegangan Menggunakan Kapasitor ( Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU )

0 48 67

Analisis Perbandingan Regulasi Tegangan Generator Induksi Penguatan Sendiri Tanpa Menggunakan Kapasitor Kompensasi Dan Dengan Menggunakan Kapasitor Kompensasi (Aplikasi Pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

5 42 79

Aplikasi Termoelektrik Generator Sebagai Sumber Energi Listrik Dengan Lensa Fresnel Sebagai Kolektor Panas Matahari

37 174 94

Analisis Pengaruh Jatuh Tegangan Terhadap Kinerja Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

3 25 69